Dosen Pengampu :
ABDUL HAMID, Lc., M.Kom.I,PhD
Disusun Oleh:
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat berangkaikan salam
semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam rangka memenuhi tugas makalah mata kuliah Tafsir Tarbawy dengan judul
“Pengertian Tadris Dalam Al-Qur’an”. Dalam pengerjaan dan penyusunan pembuatan
makalah ini, kami mengambil sumber dari berbagai macam buku.
Tentunya makalah ini dibuat jauh dari kata sempurna, baik dari gaya bahasanya,
penulisan, maupun pembahasannya. Oleh karena itu pemakalah meminta maaf sebesar-
besarnya kepada pembaca jika terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Sekiranya
para peserta diskusi dapat memberikan kritikan, saran, ataupun argumen lainnya yang
dapat membuat isi pembahasan menjadi lebih sempurna lagi.
Pada akhirnya, kelak pemakalah harapkan makalah ini dapat memberi manfaat
utamanya bagi penyusunan/pemakalah maupun pembaca dan bagi umat Nabi Muhammad
SAW pada umumnya.
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Abu Hasan ‘Ali An-Nadwi bahwa pendidikan dan pengajaran umat islam
itu harus berpedoman kepada aqidah islamiyyah yang berdasarkan al-qur’an dan al-
hadits. Pada makalah ini penulis akan coba menjelaskan pengertian tadris berdasarkan
ayat Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada materi
ini adalah:
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TADRIS
Tadris merupakan masdar yang berasal dari kata س ََ دَ َر-َس
ُ در
ُ َي-سا
ً دَرyang berarti
pengajaran atau pembelajaran. Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengajaran berarti
proses, cara, perbuatan mengajar. Dalam pengajaran adanya interaksi antara yang
mengajar (muddaris) dan yang belajar (mutadaris). Secara luas At-tadris adalah
upaya menyiapkan murid agar dapat membaca, mempelajari dan mengkaji sendiri,
yang dilakukan dengan cara pengajar membacakan, menyebutkan berulang-ulang
dan bergiliran, menjelaskan, mengungkap dan mendiskusikan makna yang
terkandung di dalamnya sehingga murid mengetahui, mengingat, memahami, serta
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari ridha Allah.
At-Tadris dalam Hadits: Al-Juzairi memaknai tadarrusu dengan membaca dan
menjamin agar tidak lupa, berlatih dan menjamin sesuatu.1
Jadi, tadris adalah pengajaran atau pembelajaran yang dilakukan dengan cara
membacakan, menjelaskan dan mendiskusikan supaya peserta didik dapat
memamahi serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Demi kebenaran Islam itu terus membara dalam kaum jiwa muslimin. Bahkan
cita-cita hidup seorang muslimin adalah membawa manusia kedalam suatu
kehidupan di mana Islam, dalam semua aspeknya, baik teologi, hukum, dan akhlak.
171 Nabi Muhammad saw adalah da'i pertama, 172 dakwahnya oleh lingkungan
masyarakat Qurasy dipandang sebagai penyimpangan dari tradisi yang sudah mapan.
Sudah menjadi keyakinan yang berurat bagi bangsa Arab, bahwa cara yang tepat bagi
manusia untuk mencapai sesuatu yang bernilai adalah kesetiaan kepada adat yang
sudah mapan. 1 Bersama sahabatnya Nabi Mhammad saw menjadi uswatun hasanah
periode Islam awal.2
Tadris adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh mudarris untuk
membacakan dan menyebutkan suatu kepada mutadarris (murid) dengan berulang-
ulang dan sering. Tadris bertujuan agar materi yang dibacakan atau disampaikan
1
D. Rosidin, Akar-akar Pendidikan Dalam Al-Qur’an an Hadist . (Bandung : Pustaka Umat, 23), h. 125.
2
Hamid, Abdul, Lc. M.Kom.I,PhD. 2015. Paradigma Dakwah Syekh Yusuf Al-Qaradhawi (Rekontruksi
Pemikiran Dakwah Harakah). Jakarta: Kencana. Cet-ke.1, h. 83
5
itu mudah dihapal dan diingat. Ia merupakan kegiatan pewarisan kepada murid dari
para leluhurnya.
Dalam tafsir Al Misbah dijelaskan bahwa, setelah mengingatkan fungsi Nabi Saw,
kelompok ayat ditutup dengan firman-Nya: Demikian, yakni seperti penjelasan yang
beranekaragam itulah Kami menganekaragamkan serta mengulang-ulangi ayat-ayat,
yakni bukti-bukti kami baik yang terhampar di alam raya maupun terhidang di dalam
al-Qur’an supaya orang-orang yang beriman mendapat petunjuk dan yang pada
akhirnya mengakibatkan orang-orang musyrik mengatakan terdorong oleh
kekeraskepalaannya dan kebejatan hati mereka bahwa Nabi Muhammad Saw, telah
mempelajari ayat-ayat itu dari Ahl al-Kitab atau siapa pun sehingga sekali-kali ia
bukan wahyu dari Allah, dan supaya Kami menjelaskan al-Qur’an itu kepada orang-
3
Departemen Agama Republik Indonesia. Qur’an dan terjemahannya ( Surabaya : Mahkota, 2001),
h.190
6
orang yang mengetahui, sehingga tidak seorang diantara mereka yang menduga
bahwa kamu mempelajarinya dari manusia atau makhluk apapun.4
Kata (ََ )دَ َرسْتdarasta terambil dari kata ( )دَ َرسdarasa yang berarti engkau pelajari,
yakni membaca dengan seksama untuk menghafal atau mengerti. Ada juga yang
membaca dengan memanjangkan huruf dal, yakni (ََ )دا َ َرسْتdaarasta dalam arti engkau
membaca dan dibacakan, yakni oleh Ahl al-Kitab. Bacaan ketiga adalah ()دَ َرست
darasat dalam arti telah berulang, maksudnya uraian-uraian al-Qur’an telah berulang
kali terdengar dalam dongeng-dongeng lama. Bacaan mayoritas adalah yang berarti
engkau pelajari,ini serupa dengan firman Allah Swt. : dan sesungguhnya Kami
mengetahui bahwa mereka berkata :”Sesungguhnya al-Qur’an itu diajarkan oleh
seorang manusia kepadanya (Muhammad).” Padahal bahasa yang mereka tuduhkan
(bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang al-Qur’an adalah
bahasa Arab yang terang. (Q.S. An-Nahl : 103). Bahasa ‘Ajam ialah bahasa selain
Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab yang tidak baik, karena orang yang dituduh
mengajar Muhammad saw. itu bukan orang Arab dan hanya tahu sedikit bahasa Arab.
4 Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 296-298
5
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr.
Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
7
Apa yang dikatakan oleh kaum musyrikin adalah salah dan bukan pada tempatnya,
bagaimana mungkin Nabi Muhammad Saw, belajar dari Ahl al-Kitab, padahal mereka
tahu dan sejarah menginformasikan bahwa beliau tidak pernah belajar kepada
siapapun. Bahkan jika beliau mempelajarinya dari orang lain, informasi, petunjuk-
petunjuk bahkan redaksi yang disampaikan tidak akan seindah al-Qur’an.
“Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat,
yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi
ampun". dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula),
8
niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah Perjanjian Taurat sudah
diambil dari mereka, Yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah
kecuali yang benar, Padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di
dalamnya? dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka Apakah
kamu sekalian tidak mengerti?”.6
( ) َولَقَدَْذَ َرأْنَاَ ِل َج َهنَّ ََم, Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
Allah menciptakan mereka dan Dia mengetahui bahwa kesudahan mereka adalah
masuk neraka. Karena mereka beramal dengan amalan ahli neraka sedangkan Allah
telah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan sebelum Dia menciptakan mereka.
( 0) لَ ُه ْم َقُلُوبٌ َََّّل َيَ ْف َق ُهونَ َ ِب َها, (mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya
untuk memahami) Sebagaimana orang lain memahami.
َ َ ) بَ ْل َ ُه ْم َأ, (bahkan mereka lebih sesat lagi) Lebih sesat dari hewan ternak,
( َۚض ُّل
karena hewan ternak mengetahui apa yang bermanfaat baginya dan apa yang
membahayakannya, sehingga ia dapat mengambil manfaat dari sesuatu yang
bermanfaat tersebut dan menjauhi apa yang membahayakannya. Adapun orang-orang
kafir itu tidak dapat membedakan antara yang bermanfaat dan apa yang berbahaya
sesuai dengan apa yang Allah perintahkan kepada mereka.7
6
Ibid, h. 231
9
mendapatkannya dengan dengan cara haram. Mereka selalu berpendapat bahwa
perbuatannya itu akan diampuni oleh Allah walaupun mereka tidak bertaubat, karena
mereka adalah kekasih Allah. Sehingga mereka merasa aman dan tidak berhenti-
berhenti melakukan perbuatan dosa dan mengumpulkan barang yang haram. Padahal
telah terdapat perjanjian yang kuat dari mereka oleh Allah melalui Rasul mereka di
dalam kitab suci Taurat, bahwa tidak ada yang menjamin adanya pengampunan dari
Allah melainkan dengan cara bertaubat.
Ada yang berkata bahwa perjanjian itu hanya diketahui oleh generasi-genersi
terdahulu dan tidak diketahui oleh generasi-generasi baru. Maka di dalam ayat ini
dilanjutkan bahwa didalam kitab suci Taurat telah terdapat tuntunan Taurat dan
perjanjian tersebut. Padahal mereka juga sudah mempelajari apa yang ada di dalam
kitab Taurat tersebut. Sungguh mereka telah mengingkari perjanjian dan
mengabaikan tuntunan-tuntunan yang ada. Sebenarnya orang-orang yang taqwa itu
hidupnya di akhirat lebih enak dari pada orang-orang yang melakukan pelanggaran.
Dapat diambil kesimpulan yang terdapat dalam kalimat “Padahal mereka juga
sudah mempelajari apa yang ada di dalam kitab Taurat” , tetapi kenyataannya
mereka telah melanggar tuntunan yang ada. Jadi generasi-generasi baru (sebagai
murid) yang terdapat dalam ayat ini meskipun telah mempelajari, mereka harus bisa
mengetahui, mengingat, memahami, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari sesuai dengan yang di lakukan generasi sebelumnya. Dan generasi lama (sabagai
guru) harus bisa menjelaskan dan memberikan contoh yang baik sesuai dengan
tuntunan yang ada dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari ridho Allah
SWT.
“Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu
pelajari?”7
Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa pendapat atau jalan pikiran orang-orang kafir
itu tidak berdasarkan wahyu dari Allah, karena tidak ada satu pun dari kitab Allah
yang menerangkan seperti yang demikian itu, dengan menamkan kepada mereka,
"Apakan kamu hai orang-orang kafir mempunyai suatu Kitab yang diturunkan dari
langit, yang kamu terima dari nenek moyangmu, kemudian kamu pelajari secara
turun-temurun yang mengandung suatu ketentuan seperti yang kamu katakan itu.
7
Departemen Agama Republik Indonesia. Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Mahkota 2002), h. 829
10
Apakah ada pada kamu kitab yang semacam itu yang membolehkan kamu memilih
apa yang kamu ingini, sesuai dengan kehendak kamu.
Ayat ini dikemukakan dalam bentuk kalimat tanya. Biasanya kalimat tanya itu
maksudnya untuk menanyakan sesuatu yang tidak diketahui, tetapi kalimat tanya di
sini untuk mengingkari dan untuk menyatakan kejelekan suatu perbuatan, seakan-
akan Allah
menyatakan kepada orang-orang kafir itu bahwa tidak ada suatu-pun wahyu Allah
yang menyatakan demikian dan ucapan mereka itu adalah ucapan yang mereka ada-
adakan dan cara mengada-adakan yang demikian itu adalah cara yang tidak terpuji.
“Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka
dapat baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) kami mengutus kepada mereka
sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun”9
( َۖسونَ َها
ُ بَيَد ُْر ِّ ِ ) َو َمآَ َءاتَي ْٰن ُه, (Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka
ٍ ُ مَمنَ ُكت
kitab-kitab yang mereka baca) Yakni Kami belum pernah menurunkan kepada orang
Atab kitab dari langit yang dapat mereka pelajari.
8
Jalaluddin As Suyuty, Jalaluddin Al Mahally. Tafsir Jalalaini Jilid 2. ( Jeddah: Sankgkapurah.) h. 230
9
Ibid, 613.
11
Ayat-ayat diatas masih melanjutkan uraian tentang sikap dan sifat buruk kaum
musyrikin Mekkah yang dihadapi oleh Nabi Muhammad saw. Allah berfirman bahwa
mereka itu bersikap seperti yang diuraikan ayat yang lalu – yakni menolak tuntunan
al-Qur’an dan menilainya sihir dan Nabi saw berbohong dan yakni padahal Kami
tidak pernah memberikan kepada mereka kaum musyrikin Arab itu kitab-kitab yang
mereka senantiasa dan dari saat ke saat dapat baca sebelum kehadiran al-Qur’an ini
dan sekali-kali tidak pernah pula Kami mengutus kepada mereka secara khusus
sebelummu wahai nabi Muhammad seorang pemberi peringatan pun sehinga dengan
ketiadaan itu mereka tidak dapat berdalih mengungkap sikap penolakan mereka,
bahkan dengan kedatangan kitab suci dan kehadiran Nabi itu, mereka seharusnya
bergembira dan menyambutnya dengan baik.
Kata yadrusunaba’ terambil dari kata darasa yang berarti membaca secara
perlahan disertai dengan upaya sungguh-sungguh untuk memahami, yakni
mempelajari dengan tekun.
َ س ْل
ََطانًا فَ ُه ََو يَت َ َكلَّ َُم ِب َما اكَانُو ِب َِه يُ ْش ِر ُكون ُ أَ َْم أ َ ْنزَ ْلنَا َعلَ ْي ِه َْم
"Atau adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada merek sebelum Al-Qur'an,
lalu mereka berpegang dengan kitab itu (yang anjurkan penyembahan kepada
malaikat atau jin)?."
(QS.az-Zukhruf [43]:21).
12
Sementara ulama memahami ayat ini sebagai kecaman kepada kaum musyrikin
yang keadaan mereka tidak seperti orang Yahudi dan Nasrani yang telah memperoleh
kitab suci dan didatangi oleh para Nabi.
Nilai tarbiyah yang terkandung dari ayat-ayat yang telah dipaparkan adalah
sebagai berikut :
1. Seorang guru adalah pembimbing anak didiknya agar tidak tersesat dalam
kehidupannya.
2. Belajar itu harus dilakukan secara berulang-ulang.
3. Dalam melakukan proses pembelajaran harus mengacu pada buku (sumber
belajar). Sumber belajar harus mendukung pada tujuan pembelajaran.
4. Dalam menyampaikan ilmu seorang guru haruslah berakhlak mulia, mengajarkan
dengan kelembutan bukan dengan kekerasan, karena apabila mengajar dengan
kekerasan, maka murid akan lari dan ilmu tidak tersampaikan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Rusiadi. 2012. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Cet. Ke II. Jakarta: Sedaun
Arifin, H.M. 1977. Psikologi dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara
Hamid, Abdul, Lc. M.Kom.I,PhD. 2015. Paradigma Dakwah Syekh Yusuf Al-
Qaradhawi (Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah). Jakarta: Kencana.
15