Disusun oleh:
M. YOELANDO ZAFRAN
(2114090017)
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................1
C. Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Faktor Gangguan dalam Perkembangan Keberagamaan..........................3
B. Fanatisme dalam Perkembangan Keberagamaan.....................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................8
B. Saran.........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................9
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja faktor intern yang menyebabkan gangguan dalam perkembangan
keberagamaan?
2. Apa saja faktor ekstern yang menyebabkan gangguan dalam perkembangan
keberagamaan?
3. Bagaimana fanatisme mempengaruhi perkembangan keberagamaan?
1
C. TUJUAN
1. Mengetahui faktor intern yang menyebabkan gangguan dalam
perkembangan keberagamaan
2. Mengetahui faktor ekstern yang menyebabkan gangguan dalam
perkembangan keberagamaan
3. Mengetahui bagaimana fanatisme mempengaruhi perkembangan
keberagamaan?
1.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Faktor Intern
a. Faktor hereditas
Sejak penemuan sifat kebakaan pada tanaman oleh johann Gregor
Mendel(1822-1884), telah dilakukan sejumlah kajian terhadap hewan dan
manusia. Merekameneliti tentang pengaruh genetik terhadap perbedaan warna
kulit manusia.Kemudian, kajian mengenai genetika pada manusia berlanjut hingga
ke unsur genmanusia yang terkecil yaitu deoxyribonnucleit acid (DNA). Hasil
penelitianmengungkapkan bahwa DNA yang terbentuk tangga berpilah itu terdiri
atas pembawa sifat yang berisi informasi genetika.
b. Tingkat usia
Anak yang memasuki usia berfikir kritis lebih jeli dalam memahami
ajaranagama. Pada usia remaja saat beranjak usia kematangan seksual, pengaruh
itu punmenyertai perkembangan jiwa keagamaan mereka.Tingkat perkembangan
usia dan kondisi yang dialami para remaja inimenimbulkan konflik kejiwaan,
yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversiagama. Hubungan antara
perkembangan usia dengan perkembangan jiwakeagamaan tampaknya tak dapat
dihilangan begitu saja. Bila konveri lebihdipengaruhi oleh sugesti. Maka tentunya
konveksi lebih banyak terjadi pada anak-anak, mengingat ditingkat usia tersebut
mereka lebih mudah menerima sugesti. Namun, kenyataannya hingga usia baya
pun masih terjadi konversi agama.
c. Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu
unsurhereditas dan pengaruh lingkungan. Adanya dua unsur yang
membentukkepribadian itu menyebabkan munculnya konseptipologi dan
karakter.Maka para psikologi cenderung berpendapat bahwa tipologi menunjukan
bahwamanusia memiliki kepribadian yang unik dan bersifat individu yang
masing-masing berbeda. Sebaliknya, karakter menunjukan bahwa kepribadian
manusia terbentuk berdasarkan pengalamannya dengan lingkungan.
Dilihat dari pandangan tipologis, kepribadian manusia tidak dapat diubah
karena sudah terbentuk berdasarkan komposisis yang terdapat dalam
tubuh.Berdasarkan pendekatn pertama, Edward Spranger, Sheldon, dan sejumlah
4
psikologi lainya telah mengidentifikasi adanya tipe-tipe kepribadian.
EdwardSpranger membagi tipe-tipe kepribadian itu menjadi enam, yaitu: manusia
ilmu,manusia sosial, manusia ekonomi, manusia estetis, manusia politik, dan
manusiareligius. Sebaliknya, melalui pendekatan karaktereologis, Erich Fromm,
karakteryang mendasari sifat-sifat perilaku dan menilai sejauh mana baik
buruknya perilakuterbentuk dari hubungan manusia dengan lingkungannya. Ia
membagi hubungan inimejadi dua, yaitu: 1) hubungan manusia dengan alam
kebendaan, yang dinamakanasimilasi, dan 2) hubungan sesama manusia yang
disebutnya sosialisasi.
d. Kondisi kejiwaan
Kondisi kejiwaan ini terkait dengan kepribadian sebagai faktor intern.
Ada beberapa model pendekatan yang mengungkapkan hubungan ini. Model
psikodinamik yang dikemukakan Sigmud Freud menunjukan gangguan kejiwaan
ditimbulkan oleh konflik yang tertekan dialam ketidaksadaran manusia.
Konflikakan menjadi sumber gejala kejiwaan yang abnormal. Selanjutnya,
menurut pendekatan biomedis, fungsi tubuh yang dominan mempengaruhi kondisi
jiwas eseorang. Penyakit ataupun faktor genetik atau kondisi sitem saraf
diperkirakan menjadi sumber munculnya perilaku abnormal. Kemudian
pendekatan eksistensial menekankan pada dominasi pengalaman kekinian
manusia.
2. Faktor Ekstern
Manusia sering disebut dengan homo religius (makhluk beragama),
pernyataanini menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat
dikembangkans ebagai makhluk yang beragama. Potensi yang dimiliki manusia
ini secara umum disebut fitrah keagamaan, yaitu beruppa kecenderungan untuk
bertauhid. Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa
keagamaandapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup. Umunya
lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupkan lingkungan sosial pertama yang dikenalny.
Dengandemikian, kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi
pembentukan jiwa keagamaan anak.Pengaruh kedua orang tua terhadap
5
perkebangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam sudah lama disadari.
Oleh karena itu, sebagi intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan
tersebut, kedua orang diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian
ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua, yaitumengazdankan ketelinga bayi
yang baru saja lahir, mengakikahkan, memberinama yang baik, mengajarkan
membaca Al-Quran membiasakan salat serta bimbingan lainnya yang sejalan
dengan perintah agama.
b. Lingkungan Institusional
Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi perkembangan
jiwakeagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun yang
nonformalseperti berbagai perkumpualan dengan organisasi.Sekolah sebagi
institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalammembantu
perkembangan kepribadian anak. Menurut Singgih D. Gunarsa pengaruh itu dapat
dibagi tiga kelompok, yaitu: 1) kurikulum dan anak; 2)hubungan guru dan murid;
dan 3) hubungan antara anak (Y.Singgih D. Gunarsa,1981:96). Dilihat dari
kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan,tampaknya ketiga kelompok
tersebut ikut berpengaruh. Sebab, pada prinsipnya perkembangan jiwa keagamaan
tak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentukkepribadian yang luhur.
c. Lingkungan Masyarakat
Meskipun tampaknya longgar, namun kehidupan bermasyarakat dibatasi
oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya. Karena itu, setiap
warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan
nilai-nilaiyang ada. Dengan demikian, kehidupan bermasyarakat memiliki suatu
tatananyang terkondisi untuk dipatuhi bersama.Sepintas, lingkungan masyarakat
bukan merupakan lingkungan yangmengandung unsur pengaruh belaka, tetapi
norma dan tata nilai yang adaterkadang lebih mengikat sifatnya. Bahkan,
terkadang pengaruhnya lebih besardalam perkembangan jiwa keagamaan, baik
dalam bentuk positif maupun negatif.Misalnya, lingkungan masyarakat yang
memiliki tradisi keagamaan yang kuatakan berpengaruh positif bagi
perkembangan jiwa keagamaan anak, sebabkehidupan keagamaan terkondisi
dalam tatanan nilai maupun institusi keagamaa.Keadaan seperti ini bagaimanapun
akan berpengaruh dalam pembentukan jiwakeagamaan warganya.
6
B. FANATISME DALAM PERKEMBANGAN KEBERAGAMAAN
Jika kecendrungan taklid keagaman tersebut dipengaruhi unsure
emosional yang berlebihan, maka terbuka peluang bagi pembenaran spesifik, dan
kondisi ini akan mengarah kepada fanatisme, sifat fanatisme dinilai akan
merugikan bagi kehidupan Bergama, sifat ini dibedakan dari ketaatan. Dimana
ketaatan merupakan upaya untuk menampilkan arahan dalam menghayati dan
mengamalkan ajaran Agama (Jalaludin, 2012).
David Riesman melihat ada tiga model konfirmitas karakter, yaitu: 1).
Arahan tradisi (tradition directed); 2). Arahan dalam (inner directed); dan 3).
Arahan orang lain (other directed), sebagai jabaran tipe karakter. Tetapi tulis
Gardon Allpot, Buss dan Plomin perkembangan emosional merupakan sentral
bagi konsep temperamen dan kepribadian. Pendapat tersebut mengungkapkan
bahwa karakter terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan dalam pembentukan
kepribadian, aspek emosional dipandang sebagai unsur dominan Fanatisme dan
ketaatan terhadap ajaran agama agaknya tak dapat dilepaskan dari peran aspek
emosional (Jalaludin, 2012).
Devid Reisman melihat bahwa tradisi kultural sering dijadikan penentu di
mana seseorang harus melakukan apa yang telah dilakukan nenek moyang. Jika
kecenderungan taklid keagamaan tersebut dipengaruhi unsur emosional yang
berlebihan, maka terbuka peluang bagi pembenaran spesifik. Kondisi ini akan
menjurus kepada fanatisme. Sifat ini dibedakan dari ketaatan. Sebab ketaatan
merupakan upaya untuk menampilkan arahan dalam (inner directed) dalam
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam (Jalaludin, 2012).
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jiwa keagamaan juga mengalami proses perkembangan dalam mencapai
tingkat kematangannya. Dengan demikian, jiwa keagamaan tidak luput dari
berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangannya. Pengaruh
tersebut baik yang bersumber dari dalam diri seseorang maupun yang bersumber
dari faktor luar.
Fanitisme merupakan keinginan untuk meniru atau mengikuti apa yang
telah diperbuat oleh nenek moyangnya dalam hal keagamaan atau juga
dikarenakan adanya tradisi-tradisi yang berlangsung di masyarakat sehingga
langsung dapat disaksikan atau diikuti oleh dirinya. Hal ini tentunya juga di
dukung oleh aspek emosiona yanh ada pada diri. Sedangkan ketaatan ialah suatu
bentuk penghayatan pada diri dalam menghadapu proses perkembangan
keagamaan atau suatu ajaran.
B. SARAN
Kesempurnaan adalah keinginan semua orang. Begitu juga dengan
penulis, penulis berharap makalah yang penulis tulis dapat mencapai titik
kesempurnaan. Tetapi pada hakikatnya tidak ada sesuatu yang sempurna. Begitu
pun dengan makalah ini. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan di dalam
makalah yang penulis buat. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan saran
yang membangun, agar penulis dapat membuat makalah yang jauh lebih baik
dalam penulisan makalah selanjutnya.
8
DAFTAR PUSTAKA