Anda di halaman 1dari 15

AGAMA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah PSIKOLOGI AGAMA

dengan dosen pengampu : Iin Yulianti, MA.

Disusun oleh :

Nama : Firdawan

NPM : 1931020099

Kelas :A

Semester : III ( Tiga )

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2020/1442


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas Rahmat, Hidayah serta

Inayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan

tak lupa pula, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda nabi besar

kita Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju

zaman yang terang benderang dengan tersyiarnya agama islam seperti sekarang

ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah PSIKOLOGI

AGAMA. Selanjutnya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

dosen pengampu Iin Yulianti, MA, dan kepada segenap pihak yang telah

memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Dalam penulisan Makalah ini kami sadari bahwa masih banyak terdapat

kekurangan dalam penulisanya, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tanggamus, 12 November 2020

Firdawan

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ I

KATA PENGANTAR ............................................................................ II

DAFTAR ISI .......................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 1

1.3 Tujuan ..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Agama dalam perspektif psikologi ......................................... 2

2.2 Agama Menurut Pandangan Psikologi Pada Anak ................ 3

2.3 Agama Menurut Pandangan Psikologi Pada remaja .............. 7

2.4 Agama Menurut Pandangan Psikologi Pada Dewasa ............ 9

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan........................................................................... 11

3.2. Saran .................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 12

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Agama merupakan hal menarik dibicarakan sepanjang sejarah manusia. Hal

ini terbukti dengan banyaknya kajian yang mencoba terus menjawab pertanyaan

seputar keagamaan dan perilaku pemeluk agama. Di sisi lain, perkembangan

zaman, dinamika sosial dengan segala macam problema masyarakat

membutuhkan suatu tuntunan, jawaban sebagai solusi. Agama diharapkan mampu

sebagai solusi ampuh bagi permasalahan yang timbul, baik dalam lingkup pribadi,

keluarga, masyarakat, negara maupun dunia.

Termasuk juga agama jika kita pandang dari perspektif psikologi dan feminis.

Kita lihat dalam kenyataan dan kehidupan sekarang jika kita bandingkan dengan

kehidupan pada masa dulu yang penuh dengan mitos, serta pandangan negatif

tentang peranan perempuan dalam agama ataupun dalam kehidupan sosial

sangatlah berbeda dengan apa yang kita lihat sekarang ini. Dalam makalah ini

kami akan sedikit mencoba mengulas agama dalam perspektif psikologi dan

feminis.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana agama dalam persektif psikologi?

1.3 Tujuan Pembahasan

tujuan pembahasan dalam makalah ini meliputi agama dalam perspektif

psikologi pada anak, remaja dan dewasa.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Agama Dalam Perspektif Psikologi

Psikologi agama adalah salah satu diantara ilmu yang memusatkan


perhatiannya pada prilaku manusia, yang mempelajari gejala – gejala kejiwaan
manusia yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan kehendak yang bersifat
abstrak yang menyangkut dengan masalah yang berhubungan dengan kehidupan
bathin manusia, yang mempengaruhi perbuatan–perbuatan manusia.

Kenyataan menunjukkan bahwa agama sangat mempengaruhi sikap dan


perilaku pemeluknya, dimana sikap dan tingkah laku yang terkait dengan
keyakinan itu dapat diamati secara empiris. Dari sudut pandang semacam ini
terungkap bahwa pemahaman mengenai keyakinan seseorang dalam kaitannya
dengan agama yang dianutnya dapat dilakukan melalui pendekatan psikologi.

Psikologi adalah “ Ilmu Jiwa” istilah psikologi berasal dari bahasa Inggris
“Psychology” merupakan dua akar kata yang bersumber dari bahasa greek
(yunani) yaitu psych yang artinya “jiwa” dan logos yang artinya “Ilmu”. 1

Jadi definisi psikologi secara umum yaitu meneliti dan mempelajari


kejiwaan yang ada. Karena jiwa itu sendiri bersifat abstrak. Sedangkan agama
adalah masalah yang menyangkut dengan masalah yang berhubungan dengan
kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan memang sulit untuk
diukur secara tepat dan rinci.

Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh
manusia. Secara definitif menurut Harun Nasution agama adalah :

2.1.1 Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib


yang harus dipatuhi.
2.1.2 Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.

1
Uswah Wardiana, Psikologi Umum, PT Bina Ilmu, Cet. I, 2004, Jakarta, h. 1.

2
2.1.3 Mengikat dari ada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi
perbuatan – perbuatan manusia.
2.1.4 Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
2.1.5 Suatu system tingkah laku yang berasal dari sesuatu kekuatan ghaib.
2.1.6 Pengakuan terhadap adanya kewajiban–kewajiban yang diyakini
bersumber pada suatu kekuatan ghaib.
2.1.7 Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat pada alam
sekitar manusia.
2.1.8 Ajaran–ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang
rasul.2

2.2 Agama Menurut Pandangan Psikologi Pada Anak

Manusia pada awalnya dilahirkan dalam keadaan lemah fisik maupun


psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian, ia telah memiliki kemampuan
bawaan yang bersifat laten (tersembunyi). Potensi ini memerlukan pengembangan
melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih pada anak usia
dini.3

Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya, maka seorang anak menjadi


dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu:

2.2.1 Prinsip biologis, Anak dilahirkan dalam keadaan lemah, karena itu segala
gerak dan tindak tanduknya memerlukan bimbingan dari orang-orang
dewasa dilingkungannya.
2.2.2 Prinsip tanpa daya, Anak yang baru dilahirkan pertumbuhan fisik dan
psikisnya belum sempurna, karena itu anak selalu mengharapkan bantuan
dari orang tuanya.
2
Bahrudin dan Mulyono, Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam, UIN Malang Press, Cet. I,
2008, h. 24-35.
3
Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004, h. 63.

3
2.2.3 Prinsip eksplorasi, Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi
manusia yang dibawa sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan
pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Misalnya: Jasmani baru
akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih, dan akal dan
fungsi-fungsi mental baru akan menjadi berfungsi dengan baik jika
diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya.

Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang
yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan
bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak
dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap
Tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang
akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang
menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang
disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama
makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu tumbuh.

Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia


merupakan campuran dari bermacam - macam emosi dan dorongan yang saling
bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan
ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi
meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan
butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur
bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.

Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap


Tuhan pada dasarnya negatif. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran
dan kemuliaan Tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan
emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya
bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin
rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat
Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (7 tahun keatas)

4
perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan
hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.4

Adapun faktor-faktor yang dominan dalam perkembangan jiwa keagamaan


pada anak antara lain:

a) Rasa Ketergantungan (Sense of Defendence )


Menurut Thomas dalam teorinya (Faur Wishes), manusia dilahirkan
dengan memiliki empat keinginan, yaitu keinginan: Security (keinginan
untuk perlindungan), New experience (keinginan untuk mendapat
pengalaman baru), Response (keinginan untuk mendapat tanggapan) dan
Recognition (keinginan untuk dikenal).

Berdasarkan kenyataan ini, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam


ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari
lingkungannya itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.5

b) Instink Keagamaan
Pendapat ini dikemukakan oleh Woodworth. Menurut Woodworth,
bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink diantaranya instink
keagamaan. Namun instink ini pada saat bayi belum terlihat. Hal ini
dikarenakan “beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan
berfungsinya instink itu belum sempurna. Pandangan Woodworth ini
mendapat sanggahan dari sekelompok ahli dengan mengajukan
argumentasi:
 Jika anak sudah memiliki instink keagamaan, mengapa orang tak
terhayati secara otomatis ketika mendengar lonceng gereja
dibunyikan?
 Jika anak sudah memiliki instink keagamaan, mengapa terdapat
perbedaan agama di dunia ini? Bukankah cara berenang itik dan cara

4
Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, UIN Malang Press, Malang,
2008, h. 107.
5
Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, UIN Malang Press, Malang,
2008, h. 88.

5
burung membuat sarang yang didasari pada tingkah laku instingtif
sama caranya di setiap penjuru dunia ini?6

Dengan demikian, maka perkembangan keagamaan anak sangat


dipengaruhi oleh keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan orang tuanya.
Keadaan jiwa orang tua sudah berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak
sejak janin dalam kandungan. Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa
beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:

a. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)

Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengenai Tuhan
banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama
anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng
yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada
dalam dongeng- dongeng. Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para
pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika
berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak-
kanakannya.

b. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)

Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada
Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas
pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.

c. The Individual Stage (Tingkat Individu)

Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini
terbagi menjadi tiga golongan:

 Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi


sebagian kecil fantasi.

6
Jalaluddin, Psikologi Agama,Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004, h. 66.

6
 Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang
bersifat personal (perorangan).
 Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi
etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
2.3 Agama Menurut Pandangan Psikologi Pada Remaja

Secara psikologis masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan


menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya
yaitu menjadi dewasa7. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka
masa remaja menduduki tahap progresif. Sejalan dengan perkembangan jasmani
dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan.
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rahani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.
Starbuck adalah:

2.3.1 Pertumbuhan Pikiran dan Mental

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-
kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sikap kritis terhadap ajaran
agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah tertarik pada
masalah kebudayaan, sosial dan norma-norma kehidupan lainnya.

2.3.2 Perkembangan Perasaan

Berbagai perasaan berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis


dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa
dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya
lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang
mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi
dorongan seksual.

7
Seri Informasi KRR Untuk Pondok Pesantren, Remaja Hari Ini Adalah Pemimpin Masa Depan,
Jakarta, bkkbn, 2004, h. 15.

7
2.3.3 Pertimbangan sosial

Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan


sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan
moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. karena
kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja
lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.8

2.3.4 Perkembangan moral

Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga
mencakupi: Self-direktive (taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi), Adaptive (mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan
kritik), Submissive (merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan
agama), Unadjusted (belum meyakini akan ajaran agama dan moral), Devian
(menolak dasar dan hukum keagmaan serta tatanan moral masyarakat).

Kemampuan remaja untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama sangat


heterogen (beragam). Keragaman itu diklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok, yaitu: (1) remaja yang mampu mengamalkannya secara konsisten, (2)
ramaja yang mengamalkannya secara insidential (kadang-kadang), (3) remaja
yang tidak mengamalkan ibadah mahdlah, tetapi dapat berinteraksi sosial dengan
oang lain (hablumminannaas) secara baik, (4) remaja yang melecehkan nilai-nilai
agama secara keseluruhan, dalam arti mereka tidak mengamalkan perintah Allah,
dan justru melakukan apa yang diharamkan-Nya, seperti: berzina, meminum
minuman keras (narkoba), mencuri (kriminal), mengganggu ketertiban umum, dan
bersikap tidak hormat kepada orang tua.

Keragaman profile remaja seperti di atas, mungkin di sebabkan oleh beberapa


faktor, di antaranya: (1) keragaman pendidikan agama yang diterima remaja dari
orang tuanya, ada yang baik, kurang, dan bahkan tidak sama sekali, (2) keragaman
keluarga remaja dalam mengamalkan nilai-nilai agama, ada yang taat, kurang taat,

8
Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004. h.75

8
dan yang sama sekali tidak mempedulikan nilai-nilai agama, dan (3) keragaman
kelompok teman bergaul, ada yang berakhlak baik, dan juga yang berakhlak
buruk.

2.4 Agama Menurut Pandangan Psikologi Pada Orang Dewasa

Dengan berakhirnya masa remaja maka berakhir pula kegoncangan-


kegoncangan yang terjadi pada diri seseorang, sehingga bisa dikatakan pada usia
dewasa ini seseorang akan lebih tentram jiwanya, dan memiliki kepercayaan yang
tegas dalam bentuk positif maupun negatif. Meskipun demikian, bukan berarti
bahwa tidak ada orang dewasa yang masih mengalami kegoncangan-kegoncangan
pada dirinya. Hal ini dapat dibuktikan bahwa para ahli agama masih harus selalu
memberikan ceramah dan ajakan-ajakan, dengan tujuan memberikan pengertian-
pengertian tentang agama.

Dari segi ilmu jiwa agama, perkembangan keagamaan pada dewasa bukan
terjadi secara kebetulan atau bawaan dari lahir dan bukan pula sebuah
pertumbuhan yang wajar, tetapi merupakan suatu kejadian yang didahuli dengan
berbagai proses.9 Ketika seseorang telah dewasa, terlihat bahwasanya ada
kematangan pada jiwa mereka. Dari kata Charlotte Buchler: “saya hidup dan saya
tahu untuk apa”, menggambarkan bahwa diusia dewasa seseorang sudah memiliki
tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.

Menurut H. Carl Witherington, orang dewasa telah berpikir tentang tanggung


jawab sosial moral, ekonomis, dan keagamaan. Dan pada saat dewasa, seseorang
juga sudah memiliki kepribadian yang setabil. Kesetabilan itu terlihat dari cara ia
bertindak dan bertingkah laku yang selalu konsinten dan optimis.

Adapun ciri-ciri sikap keberagamaan pada orang dewasa adalah sebagai


berikut: Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang
matang, Cenderung bersifat realis, Bersikap positif terhadap ajaran dan norma
agama, dan berusaha mempelajari serta mendalaminya, Bersikap lebih terbuka
dan wawasan lebih luas, Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama,

9
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 159.

9
karena kematangan beragama selain didasarkan pada pertimbangan pemikiran,
juga pada pertimbagan hati nurani, Terlihat adanya hubungan antara sikap
keberagamaan dengan kehidupan sosial.10

Ketika telah sampai pada usia lanjut (65-meninggal), maka perubahan


yang sangat mencolok adalah pada fisiknya. Pada masa ini seseorang cenderung
mengalami penurunan kemampuan fisiknya, bahkan pada masa ini seseorang
sering mengalami gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan
semangat. Meskipun kondisi fisik usia lanjut ini cenderung menurun, tetapi
menurut hasil penelitian para psikolog, ternyata keagamaannya justru malah
meningkat. Pada masa ini mereka juga mengalami kecenderungan yang
meningkat untuk menerima pendapat keagamaan.

Menurut William James, bahwa pada usia lanjut inilah seseorang memiliki
keagamaan yang sangat luar biasa. Diindikasikan bahwa peningakatan keagamaan
pada usia ini adalah perasaan mengenai kematian yang akan segera
menghampirinya.

Secara garis besar ciri-ciri keberagamaan pada usia lanjut adalah sebagai
berikut; Kehidupan keagamaan pada usia lanjut telah mencapai tingkat
kemantapan, Kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan, Pengakuan
mengenai realitas kehidupan akhirat yang sungguh-sungguh, Sikap keagamaan
cenderung mengarah pada sikap saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat
yang luhur, Rasa takut akan kematian meningkat.

10
Jalaluddin, Psikologi Agama,Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004, h. 101-104

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Psikologi agama adalah salah satu diantara ilmu yang memusatkan

perhatiannya pada prilaku manusia, yang mempelajari gejala – gejala kejiwaan

manusia yang berkaitan dengan pikiran, Jadi definisi psikologi secara umum yaitu

meneliti dan mempelajari kejiwaan yang ada. Karena jiwa itu sendiri bersifat

abstrak. Sedangkan agama adalah masalah yang menyangkut dengan masalah

yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia.

3.2 Saran

Demikianlah yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok

bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan

kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau

referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman agar sudi

memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya

tulisan ini dan penulisan berikutnya. Akhir kata, semoga makalah ini berguna baik

bagi penulis pada khususnya maupun juga para pembaca pada umunya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Uswah Wardiana, Psikologi Umum, PT Bina Ilmu, Cet. I, 2004, Jakarta.


Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004.
Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, UIN Malang
Press, Malang, 2008.
Seri Informasi KRR Untuk Pondok Pesantren, Remaja Hari Ini Adalah Pemimpin
Masa Depan, Jakarta, bkkbn, 2004.
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003).

12

Anda mungkin juga menyukai