Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah PSIKOLOGI AGAMA
Disusun oleh :
Nama : Firdawan
NPM : 1931020099
Kelas :A
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas Rahmat, Hidayah serta
Inayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan
tak lupa pula, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda nabi besar
kita Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang dengan tersyiarnya agama islam seperti sekarang
ini.
dosen pengampu Iin Yulianti, MA, dan kepada segenap pihak yang telah
Dalam penulisan Makalah ini kami sadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dalam penulisanya, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Firdawan
II
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1. Kesimpulan........................................................................... 11
III
BAB I
PENDAHULUAN
ini terbukti dengan banyaknya kajian yang mencoba terus menjawab pertanyaan
sebagai solusi ampuh bagi permasalahan yang timbul, baik dalam lingkup pribadi,
Termasuk juga agama jika kita pandang dari perspektif psikologi dan feminis.
Kita lihat dalam kenyataan dan kehidupan sekarang jika kita bandingkan dengan
kehidupan pada masa dulu yang penuh dengan mitos, serta pandangan negatif
sangatlah berbeda dengan apa yang kita lihat sekarang ini. Dalam makalah ini
kami akan sedikit mencoba mengulas agama dalam perspektif psikologi dan
feminis.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Psikologi adalah “ Ilmu Jiwa” istilah psikologi berasal dari bahasa Inggris
“Psychology” merupakan dua akar kata yang bersumber dari bahasa greek
(yunani) yaitu psych yang artinya “jiwa” dan logos yang artinya “Ilmu”. 1
Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh
manusia. Secara definitif menurut Harun Nasution agama adalah :
1
Uswah Wardiana, Psikologi Umum, PT Bina Ilmu, Cet. I, 2004, Jakarta, h. 1.
2
2.1.3 Mengikat dari ada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi
perbuatan – perbuatan manusia.
2.1.4 Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
2.1.5 Suatu system tingkah laku yang berasal dari sesuatu kekuatan ghaib.
2.1.6 Pengakuan terhadap adanya kewajiban–kewajiban yang diyakini
bersumber pada suatu kekuatan ghaib.
2.1.7 Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat pada alam
sekitar manusia.
2.1.8 Ajaran–ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang
rasul.2
2.2.1 Prinsip biologis, Anak dilahirkan dalam keadaan lemah, karena itu segala
gerak dan tindak tanduknya memerlukan bimbingan dari orang-orang
dewasa dilingkungannya.
2.2.2 Prinsip tanpa daya, Anak yang baru dilahirkan pertumbuhan fisik dan
psikisnya belum sempurna, karena itu anak selalu mengharapkan bantuan
dari orang tuanya.
2
Bahrudin dan Mulyono, Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam, UIN Malang Press, Cet. I,
2008, h. 24-35.
3
Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004, h. 63.
3
2.2.3 Prinsip eksplorasi, Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi
manusia yang dibawa sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan
pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Misalnya: Jasmani baru
akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih, dan akal dan
fungsi-fungsi mental baru akan menjadi berfungsi dengan baik jika
diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya.
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang
yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan
bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak
dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap
Tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang
akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang
menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang
disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama
makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu tumbuh.
4
perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan
hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.4
b) Instink Keagamaan
Pendapat ini dikemukakan oleh Woodworth. Menurut Woodworth,
bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink diantaranya instink
keagamaan. Namun instink ini pada saat bayi belum terlihat. Hal ini
dikarenakan “beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan
berfungsinya instink itu belum sempurna. Pandangan Woodworth ini
mendapat sanggahan dari sekelompok ahli dengan mengajukan
argumentasi:
Jika anak sudah memiliki instink keagamaan, mengapa orang tak
terhayati secara otomatis ketika mendengar lonceng gereja
dibunyikan?
Jika anak sudah memiliki instink keagamaan, mengapa terdapat
perbedaan agama di dunia ini? Bukankah cara berenang itik dan cara
4
Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, UIN Malang Press, Malang,
2008, h. 107.
5
Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, UIN Malang Press, Malang,
2008, h. 88.
5
burung membuat sarang yang didasari pada tingkah laku instingtif
sama caranya di setiap penjuru dunia ini?6
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengenai Tuhan
banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama
anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng
yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada
dalam dongeng- dongeng. Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para
pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika
berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak-
kanakannya.
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada
Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas
pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini
terbagi menjadi tiga golongan:
6
Jalaluddin, Psikologi Agama,Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004, h. 66.
6
Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang
bersifat personal (perorangan).
Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi
etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
2.3 Agama Menurut Pandangan Psikologi Pada Remaja
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-
kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sikap kritis terhadap ajaran
agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah tertarik pada
masalah kebudayaan, sosial dan norma-norma kehidupan lainnya.
7
Seri Informasi KRR Untuk Pondok Pesantren, Remaja Hari Ini Adalah Pemimpin Masa Depan,
Jakarta, bkkbn, 2004, h. 15.
7
2.3.3 Pertimbangan sosial
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga
mencakupi: Self-direktive (taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi), Adaptive (mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan
kritik), Submissive (merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan
agama), Unadjusted (belum meyakini akan ajaran agama dan moral), Devian
(menolak dasar dan hukum keagmaan serta tatanan moral masyarakat).
8
Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004. h.75
8
dan yang sama sekali tidak mempedulikan nilai-nilai agama, dan (3) keragaman
kelompok teman bergaul, ada yang berakhlak baik, dan juga yang berakhlak
buruk.
Dari segi ilmu jiwa agama, perkembangan keagamaan pada dewasa bukan
terjadi secara kebetulan atau bawaan dari lahir dan bukan pula sebuah
pertumbuhan yang wajar, tetapi merupakan suatu kejadian yang didahuli dengan
berbagai proses.9 Ketika seseorang telah dewasa, terlihat bahwasanya ada
kematangan pada jiwa mereka. Dari kata Charlotte Buchler: “saya hidup dan saya
tahu untuk apa”, menggambarkan bahwa diusia dewasa seseorang sudah memiliki
tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.
9
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 159.
9
karena kematangan beragama selain didasarkan pada pertimbangan pemikiran,
juga pada pertimbagan hati nurani, Terlihat adanya hubungan antara sikap
keberagamaan dengan kehidupan sosial.10
Menurut William James, bahwa pada usia lanjut inilah seseorang memiliki
keagamaan yang sangat luar biasa. Diindikasikan bahwa peningakatan keagamaan
pada usia ini adalah perasaan mengenai kematian yang akan segera
menghampirinya.
Secara garis besar ciri-ciri keberagamaan pada usia lanjut adalah sebagai
berikut; Kehidupan keagamaan pada usia lanjut telah mencapai tingkat
kemantapan, Kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan, Pengakuan
mengenai realitas kehidupan akhirat yang sungguh-sungguh, Sikap keagamaan
cenderung mengarah pada sikap saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat
yang luhur, Rasa takut akan kematian meningkat.
10
Jalaluddin, Psikologi Agama,Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2004, h. 101-104
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
manusia yang berkaitan dengan pikiran, Jadi definisi psikologi secara umum yaitu
meneliti dan mempelajari kejiwaan yang ada. Karena jiwa itu sendiri bersifat
3.2 Saran
Demikianlah yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman agar sudi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
tulisan ini dan penulisan berikutnya. Akhir kata, semoga makalah ini berguna baik
bagi penulis pada khususnya maupun juga para pembaca pada umunya.
11
DAFTAR PUSTAKA
12