Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA

“TIMBULNYA JIWA AGAMA PADA DEWASA DAN LANJUT USIA”


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama

Dosen Pembimbing: Dra. Neneng Munajah, MA


Mata Kuliah: Psikologi Agama
Disusun Oleh:

KELOMPOK 7
Lulu Luthfiah S (3120210018)
Nirmala Dwiyanti (3120210005)

FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM AS-ASYAFIIYAH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha
Kuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan
sehingga makalah “Psikologi Agama” yang Berjudul “ Timbulnya Jiwa Ke-Agamaan Pada
Dewasa Dan Lanjut Usia” bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Kami berharap agar makalah ini bisa bermanfaat umumnya bagi para pembaca. mudah-
mudahan makalah sederhana yang telah berhasil kami susun ini bisa dapat mudah dipahami oleh
siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata
atau kalimat yang kurang berkenan. Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta
kritikan yang membangun dari Anda demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 MACAM MACAM KEBUTUHAN 3
2.2 SIKAP KEBERAGAMAAN TERHADAP ORANG DEWASA 5
2.3 MANUSIA USIA LANJUT DAN AGAMA 7
2.4 PERLAKUAN TERHADAP USIA LANJUT MENURUT
ISLAM………………………….8
BAB III : PENUTUP
3.1 KESIMPULAN 13
DAFTAR PUSAKA 14
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna kejadiannya jika dibandingkan dengan
makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Kesempurnaan kejadian tersebut dapat dilihat dari berbagai
sisi di antaranya manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk
eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik
maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan
sejumlah kemampuan bawaan seperti potensi akal (pikiran), potensi qolb (hati) dan potensi nafsu
yang menghiasi kehidupan. Semua potensi tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat
dan tahap-tahap perkembangan yang masing-masing individu berbeda. Di sampingitu, manusia
juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan
berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang
dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dalam dirinya yang memerlukan
bantuan orang lain agar dirinya mampu secara optimal diantaranya melalui jasa konseling.
Sedangkan agama bentuk pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib
yang harus dipatuhi, kekuatangaib itu menguasai manusia, dan mempengaruhi perbuatan-
perbuatan manusia. Agama dapat juga berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan tuhan melalui
perantaraan nabi dan rasul. Jiwa keagamaan yang termasuk kedalam aspek rohani akan sangat
tergantung pada perkembangan aspek fisik demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu sering dikatakan bahwa Kesehatan fisik akan mempengaruhi pada kesehatan
mental. Pada ahli psikologi perkembangan membagi perkembangan manusia berdasarkan usia
yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahap atau periodesasi perkembangan. Secara garis
besarnya periodesasi perkembangan itu terbagi menjadi :
1). Masa Pranatal, 2). Masa bayi, 3). Masa kanak-kanak, 4). Masa prapubertas, 5). Masa pubertas
(remaja), 6). Masa dewasa dan 7). Masa usia lanjut.
Diantara periodesasi perkembangan sebagaimana yang diuraikan di atas maka dalam tulisan ini
penulis akan mencoba memperbincangkan periodesasi dewasa dan usia lanjut dalam menghadapi
perkembangan jiwa keagamaan. Pada umumnya para ahli psikologi menetapkan waktu
dimulainya status kedewasaan yaitu sekitar usia 20 tahun sebagai awal dewasa dan berlangsung
sampai sekitar usia 40-45, dan pertengahan masa dewasa berlangsung dari sekitar usia 40 sampai
45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta masa dewasa lanjut atau
masa tua berlangsung dari sekitar usia 65 tahun hingga meninggal dunia. Dari segi ilmu jiwa
agama, dapat dikatakan bahwa perubahan keyakinan atau perubahan jiwa keagamaan pada orang
dewasa bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan saja, dan tidak pula merupakan
pertumbuhan yang wajar, akan tetapi adalah suatu kejadian yang didahului oleh berbagai proses
dan kondisi yang dapat diteliti dan dipelajari begitu juga dengan masa dewasa lanjut atau masa
tua.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah timbulnya jiwa agama pada orang dewasa dan usia lanjut?
2.      Bagaimana sikap keberagaman orang dewasa?
3. Macam macam kebutuhan pada orang dewasa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Macam- macam Kebutuhan
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam
aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) bagi setiap individu untuk berusaha. Pada
dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu dalam rangka memenuhi kebutuhan.
Kebutuhan tidak terlepas dari kehidupan seharihari, tentunya selama hidup manusia
membutuhkan bermacam- macam bentuk kebutuhan yang mesti dipenuhi. J.P. Guilford
mengemukakan sebagai berikut:
A. Kebutuhan Individual
1) Homeostatis, yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri dan
lingkungan.dengan adanya pertimbangan ini maka tubuh akan tetap berada dalam keadaan
mantap, stabil,dan harmonis. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan tubuh akan zat, protein, air,
garam mineral, vitamin, oksigen, dan lainnya.
2) Regulasi temperatur adalah penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi kebutuhanakan
perubahan temperature badan. Pusat pengaturannya berada dibagian otak yang disebut
hypothalmus. Gangguan regulasi temperature akan menyebabkan tubuh mengalami gangguan.
3) Tidur merupakan kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari gejala
halusinasi.
4) Lapar adalah kebutuhan kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan energi
tubuh sebagai organis. Lapar akan menyebabkan gangguan pada fisik maupun mental.
5) Seks merupakan kebutuhan seks sebagai salah satu kebutuhann yang timbul dari dorongan
mempertahankan jenis. Sigmund Freud menganggap kebutuhan ini sebagai kebutuhan vital
manusia. Terutama pada masa remaja kebutuhan ini demikian menonjolnya sehingga sering
mendatangkan pengaruh- pengaruh negative
B. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial manusia tidak disebabkan pengaruh yang datang dari luar (stimulus), seperti
layaknya pada binatang. Kebutuhan pada manusia berbentuk nilai. Jadi, kebutuhan itu bukan
sematamata kebutuhan biologis melainkan juga kebutuhan rohaniah. Bentuk kebutuhan ini
menurut Guilford terdiri dari:
1) Pujaan dan binaan Setiap manusia normal membutuhkan pujian dan hinaan. Kedua unsur ini
menurut Guilford merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan sistem moral
manusia. Pujian merangsang manusia untuk mengejar prestasi dan kedudukan yang terpuji
sedangkan hinaan menyadari manusia dari kekeliruan dan pelanggaran terhadap etika sosial.
2) Kekuasaan dan mengalah Alferd Adler mengatakan, bahwa secara naluriah manusia itu ingin
berkuasa dan Nietrzche menyebutkan sebagai motif primer dalam kehidupan manusia.
Sedangkan Guilford berpendapat bahwa kebutuhan kekuasaan dan mengalah ini tercermin dari
adannya perjuangan manusia yang tak henti- hentinya dalam kehidupan.
3) Pergaulan Kebutuhan yang mendodrong manusia untuk hidup dan bergaul sebagai homo-
socius (makhluk bermasyarakat) dan ZonPoliticon (makhluk yang berorganisasi).
4) Imitasi dan simpati Kebutuhan manusia dalam pergaulannya yang tercermin dalam bentuk
meniru dan mengadakan respon emosional. Tindakan tersebut menurutnya adalah sebagai akibat
adanya kebutuhan akan imitasi dan simpati.
5) Perhatian Kebutuhan akan perhatian merupakan salah satu kebutuhan sosial yang terdapat
pada setiap individu. Besar kecilnya perhatian masyarakat terhadap seseorang akan
mempengaruhi sikapnya. Hal ini akan tampak dalam kehidupan sehari- hari.
C. Kebutuhan Manusia akan Agama
Manusia disebut sebagai makhluk yang beragama (homo religious). Ahmad Yani
mengemukakan, bahwa tatkala Allah membekali insan itu dengan nikmat berpikir dan daya
penelitian, diberinya pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali
alam sekitarnya sebagai imbangan atas rasa takut terhadap kegarangan dan kebengisan alam itu.
Hal inilah yang mendorong insan tadi untuk mencari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan
membimbingnya disaat-saat yang gawat. Insan primitif telah menemukan apa yang telah
dicarinya pada gejala alam itu sendiri. Secara beransur dan silih berganti gejala-gejala alam itu
diselaraskan dengan jalan kehidupannya. Dengan demikian, timbullah penyembuhan terhadap
api, matahari, bulan atau benda lainnya dari gejala-gejala alam tersebut.

Dalam ajaran agama Islam, bahwa kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia sebagai
makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu
fitrah tersebut adalah kecenderungan terhadap agama. Prof. Dr. Hasan Langgulung mengatakan:
“Salah satu fitrah inilah, bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhan, dengan kata lain,
manusia itu adalah dari asal mempunyai kecenderungan beragama, sebab agama itu sebagian
dari fitrah-Nya”. Dengan demikian, anak yang baru lahir sudah memiliki potensi untuk menjadi
manusia yang ber-Tuhan. Fiman Allah SWT, Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah). Tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrahnya” (Q.S. Al-Rum 30: 30)
2.2 SIKAP KEBERAGAMAAN TERHADAP ORANG DEWASA
Akhir masa remaja ditandai dengan masa adolesen, namun demikian ada juga yang
memasukkan masa adolesen ini kepada masa dewasa. Pada masa adolesen, seseorang mulai
menginjak dewasa, sehingga memiliki sifat yang pada umumnya adalah sebagai berikut:

a) Menemukan pribadinya
b) Menentukan cita-citanya
c) Menggariskan jalan hidupnya
d) Bertanggung jawab
e) Menghimpun norma-norma sendiri
Sikap-sikap di atas merupakan sikap yang mengawali masa dewasa. Dalam perkembangan
selanjutnya pada masa dewasa seseorang telah menunjukkan kematangan jasmani dan rohani,
sudah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap, serta peran sosial sudah berkembang.
Tanggung jawab individu dan sosial sudah mulai tampak dan ia sudah mulai mampu berdiri
sendiri.

Charlotte Buchler melukiskan tiga masa perkembangan pada periode prapubertas, periode
pubertas, dan periode adolesen dengan semboyan yang merupakan ungkapan batin mereka. Di
periode prapubertas Charlotte Buchler dengan kata-kata: “Perasaan saya tidak enak, tetapi tidak
tahu apa sebabnya.” Untuk periode pubertas dilukiskannya sebagai berikut: “Saya ingin sesuatu,
tetapi tidak tahu ingin apa.” Adapun dalam periode Adolesen, ia mngemukakan dengan kata
kata: “Saya hidup dan saya tahu untuk apa.”

Kata-kata yang digunakan Charlotte Buchler tersebut mengungkapkan betapa masih labilnya
kehidupan jiwa anak-anak ketika menginjak usia menjelang remaja dan di usia remaja mereka.
Sebaliknya, saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kemantapan jiwa mereka: “Saya
hidup dan saya tahu untuk apa.”

Kata yang digunakan tersebut menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki
tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan perkataan lain, orang dewasa
sudah memahami nilai-nilai yang sudah dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-
nlai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang
mantap yang terlihat dengan cara bertindak dan bertingah laku yang agak bersifat tetap (tidak
berubah-ubah), serta pemikiran terhadap kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang
mereka mulai berpikir tentang tanggung jawab dan sosial moral, ekonomis dan keagamaan (M.
Buchori, 1982: 145).

Kemantapan orang dewasa ini setidaknya memberikan gabaran tentang bagaimna sikap
keberagamaan orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang
dipilinya, baik sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari
norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas
pertimbanganpemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini, maka sikap keberagamaan seorang di
usia dewasa sulit untuk diubah. Jika pun terjadi perubahan mungkin proses itu terjadi setelah
didasarkan atas pertimbngan yang matang.

Sebaliknya, jika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai nonagama,
itupun akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya. Kemungkinan ini memberikan
peluang bagi munculnya kecenderungan sikap yang antiagama, bila menurut pertimbangan akal
sehat, terdapat kelemahan-kelemahan tertentu dalam ajaran agama yang dipahaminya.

Sebaliknya, jika nilai-nilai agama yang mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap
keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan itu akan
dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka. Sikap keberagamaan ini membawa
mereka secara mantap menjalankan ajaran agama yang mereka anut.

Sejalan dengan tingkat perkembngan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa
antara lain memliki ciri-ciri sebagai berikut:

- Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang mantang, bukan


sekedar ikut-ikutan
- Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku
- Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan
- Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan sikap realisasi dari sikap hidup
- Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas
- Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani
- Sikap keberagamaan cenderung megarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlhat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya
- Terlibat adanya hubungan antara sikap keberagamaan antara kehidupan sosial, sehingga
perhatian terhadap kepeningan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
Dengan demikian, agama orang dewasa seara umum sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:

a) Faktor hereditas dan asal usul keluaganya sendiri


b) Asal usul keluarga suami/istri serta kondisi keberagamaan keluarga yang dibangunnya
sekarang
c) Pendidikan formal maupun nonformal yang pernah dialaminya
d) Lingkungan hidup, baik maa lalu maupun sekarang
e) Pekerjaan
f) Pergaulan baik dilingkungan masyarakat sekitar maupun lingkungan kerja
g) Hail olah pikir, motivasi, inovasi serta olah perasaan (batin) yang
h) Pengaruh media cetak maupun elektronik yang mereka terima selama ini
i) Fakor hidayah dari Allah SWT

2.3 MANUSIA USIA LANJUT DAN AGAMA


Perkembangan manusia dapat digambarkan dalam bentuk garis sisi sebuah trapesium. Sejak
usia bayi hingga mencapai kedewasaan jasmani digambakan dengan garis miring menanjak.
Garis itu menggambarkan bahwa selama periode tersebut terjadi proses perkembangan yang
progresif. Pertumbuhan fisik berjalan seara cepat hingga mencapai titik puncak
perkembangannya, yaitu usia dewasa (22-24 tahun).

Perkembangan selanjutnya digambarkan oleh garis lurus sebagai gambaran tehadap


kemantapan fisik yang sudah dicapai. Sejak mencapai usia kedewasaan hingga ke usia 50 tahun,
perkembangan fisik manusia boleh dikatakan tidak mengalami perubahan yang banyak. Oleh
karena itu, umumnya garis perkembangan pada periode ini digambarkan oleh gais menurun.
Periode ini disebut sebagai periode regresi (penurunan).

Hurlock (1999) menyatakan bahwa usia lanjut lebih cenderung pada hal-hal yang tidak
menyenangkan dan hal ini dapat berimbas pada beberapa aspek penurunan fisik atau psikis.
Sehingga tidak sedikit orang usia lanjut yang menjadi cerewet dan serba salah. Hal ini tergantung
dari masing-masing individu bagaimana dia megontrol dirinya dalam melewati masa labil, masa
dimana terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan. Sehingga dibutuhkan tawakal yang baik serta
tingkat control diri yang tinggi agar individu tidak terjerumus pada hal-hal negatif yang
membawa pada tekanan mental.

Secara garis besarnya, ciri-ciri keberagaman di usia lanjut adalah:

 Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemanapan


 Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
 Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-
sungguh
 Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta akan sesama manusia,
serta sifat-sifat luhur
 Timbul rasa takut kepada kematian meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjut
 Perasaan takut terhadap kematian ini berdampak kepada peningkatan pembentukan sikap
keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi akhirat.

2.4 PERLAKUAN TERHADAP USIA LANJUT MENURUT ISLAM


Agama Islam adalah agama yang sempurna, segala sesuatunya diatur secara sistematis
sehingga tidak memberatkan umat manusia. Islam juga mengatur bagaimana sebaiknya
memperlakukan para usia lanjut, Allah berfirman :

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (Q.S. Al-Israa’: 23)

Manusia usia lanjut dalam penilaian terhadap banyak orang adalah manusia yang sudah
tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang
sudah uzur ini berbagai penyakit siap untuk menggerogti mereka. Dengan demikian, di usia
lanjut ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sis-sisa umur
menunggu datangnya kematian.

Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati setengah baya, arah
perhatian mengalami perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya perhatian diarahkan pada
kenikmatan materi dan duniawi, maka pada peralihan ke usia tua ini, perhatian lebih tertuju
pada upaya menemukan ketenangan batin. Sejalan dengan perubahan itu, maka masalah-
msalah yang berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka.

Bila gejolak batin itu tak mampu dibatasi, maka akan muncul gangguan kejiwaan seperti
stress, putus asa maupun mengasingkan diri dari pergaulan sebagai wujud dari rasa rendah
diri (inferiority). Dalam kasus-kasus seperti ini, umumnya agama dapat difungsikan dan
diperankan sebagai penyelamat. Sebab, melalui pengalaman pengajaran agama, manusia usia
lanjut merasa memperoleh tanpa bergantung. Tradisi keluarga Barat umumnya menilai
penempatan orang tua mereka ke panti jompo merupakan cerminan dari rasa kasih sayang
anak kepada orang tua. Sebaliknya, membiarkan orang tua berusia lanjut tetap berada
dilingkungan keluarga cenderung dianggap menelantarkannya.

Lain halnya konsep yang dianjurkan oleh Islam. Perlakuan terhadap usia lanjut
dianjurkan seteliti dan setelaten mungkin. Perlakuan terhadap orang tua berusia lanjut
dibebankan kepada anak-anak mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan, termasuk
panti jompo. Perlakuan terhadap orang tua menurut tuntutan Islam berawal dari rumah
tangga. Allah menyebutkan pemeliharaan secara khusus orang tua yang sudah lanjut usia
dengan memerintahkan kepada anak-anak mereka untuk memperlakukan kedua orang tua
mereka dengan kasih sayang.

Dari penjelasan di atas tergambar bagaimana perlakuan terhadap manusia usai lanjut
menurut Islam. Manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya seorang bayi yang memerlukan
pemeliharaan dan perawatan serta perhatian khusus dengan penuh kasih sayang. Perlakuan
yang demikian itu tidak dapat diwakilkan kepada siapa pun,melainkan menjadi tanggung
jawab anak-anak mereka. Penjelasan ini menunjukkan bahwa perlakuan terhadap manusia
usia lanjut menurut Islam merupakan kewajiban agama, maka sangat tercela dan dipandang
durhaka bila seorang anak menempatkan orang tuanya ditempat penampungan atau panti
jompo. Alasan apa pun tak dapat diterima bagi perlakuan itu.

BAB III
PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan
yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini
memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih
pada usia dini. Sesuai dengan prinsip pertumbuhan maka seorang anak menjadi dewasa
memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya,.
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup
dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki
tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa
berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Pada umumnya agama
seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada
masa kecilnya dahulu, jadi bagaimana jiwa agamanya seseorang dapat ditentukan bagaimana
ia semasih kecil apakah mendapatkan Pendidikan pengalaman dan latihan yang baik
sehingga perkembangan agamanya saat remaja dan dewasa berhasil yang baik pula.
Agama Islam adalah agama yang sempurna, segala sesuatunya diatur secara sistematis
sehingga tidak memberatkan umat manusia. Islam juga mengatur bagaimana sebaiknya
memperlakukan para usia lanjut. Manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya seorang bayi
yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta perhatian khusus dengan penuh kasih
sayang. Perlakuan yang demikian itu tidak dapat diwakilkan kepada siapa pun,melainkan
menjadi tanggung jawab anak-anak mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Nur ihsan, I. (2018). Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Masa Dewasa dan Lanjut Usia
Darajath, Zakiah, Peran Agama Dalam Kesehatan Mental, Gunung Agung, Jakarta, 1970
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Sururi. (2004). lmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo .

Anda mungkin juga menyukai