Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA MASA DEWASA DAN LANJUT USIA

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur

Mata Kuliah : Psikologi Agama

Dosen Pengampu : Eha Julaeha, MA

Disusun Oleh :

Gilang Syahrul Qolbi (2108302151)

Syifa Nur Fauziyyah (2108302131)

Wildan Gunawan (1808302068)

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON

Jl. Perjuangan, Sunyaragi, Kec. Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat 45132
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun tujuan dari

penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah

Psikologi Agama.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eha Julaeha, MA selaku dosen

pengampu mata kuliah pembelajaran Psikologi Agama yang telah memberikan pengarahan

dan masukan yang bermanfaat bagi penulis sehingga bisa menyusun makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, masih banyak

kekurangannya, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,

khususnya kritik dan saran yang bersifat membangun.

Cirebon, 27 Maret 2022

Penyusun.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna kejadiannya jika dibandingkan dengan
makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Kesempurnaan kejadian tersebut dapat dilihat dari
berbagai sisi di antaranya manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan
makhluk eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik
secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri
manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan seperti potensi akal (pikiran), potensi qolb
(hati) dan potensi nafsu yang menghiasi kehidupan. Semua potensi tersebut dapat
dikembangkan sesuai dengan tingkat dan tahap-tahap perkembangan yang masing-masing
individu berbeda. Di sampingitu, manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki
prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia
memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk
bimbingan dan pengarahan dalam dirinya yang memerlukan bantuan orang lain agar dirinya
mampu berkembang secara optimal diantaranya melalui jasa konseling. Sedangkan agama
bentuk pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus
dipatuhi, kekuatan gaib itu menguasai manusia, dan mempengaruhi perbuatan-perbuatan
manusia. Agama dapat juga berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan tuhan melalui perantaraan
nabi dan rasul. Jiwa keagamaan yang termasuk kedalam aspek rohani akan sangat tergantung
pada perkembangan aspek fisik demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu sering dikatakan
bahwa kesehatan fisik akan mempengaruhi pada kesehatan mental. Pada ahli psikologi
perkembangan membagi perkembangan manusia berdasarkan usia yang dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tahap atau periodesasi perkembangan. Secara garis besarnya periodesasi
perkembangan itu terbagi menjadi : 1). Masa Pranatal, 2). Masa bayi, 3). Masa kanak-kanak,
4). Masa prapubertas, 5). Masa pubertas (remaja), 6). Masa dewasa dan 7). Masa usia lanjut.
Diantara periodesasi perkembangan sebagaimana yang diuraikan di atas maka dalam tulisan
ini penulis akan mencoba memperbincangkan periodesasi dewasa dan usia lanjut dalam
menghadapi perkembangan jiwa keagamaan.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN

1. Macam-macam Kebutuhan

Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam
aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) bagi setiap individu untuk berusaha. Pada
dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu dalam rangka memenuhi
kebutuhan. Kebutuhan tidak terlepas dari kehidupan seharihari, tentunya selama hidup
manusia membutuhkan bermacam- macam bentuk kebutuhan yang mesti dipenuhi. Dalam
bukunya Pengantar Psikologi Kriminal Drs.Gerson W. Bawengan, S.H. mengemukakan
pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh J.P. Guilford
sebagai berikut:

a. Kebutuhan Individual Terdiri Dari:

1) Homeostatis, yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri dan
lingkungan. Dengan adanya pertimbangan ini maka tubuh akan tetap berada dalam keadaan
mantap, stabil,dan harmonis. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan tubuh akan zat, protein, air,
garam mineral, vitamin, oksigen, dan lainnya.

2) Regulasi temperatur adalah penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi kebutuhan akan
perubahan temperatur badan. Pusat pengaturannya berada dibagian otak yang disebut
hypothalmus. Gangguan regulasi temperatur akan menyebabkan tubuh mengalami gangguan.

3) Tidur merupakan kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari gejala
halusinasi.

4) Lapar adalah kebutuhan kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan
energi tubuh sebagai organis. Lapar akan menyebabkan gangguan pada fisik maupun mental.
5) Seks merupakan kebutuhan seks sebagai salah satu kebutuhann yang timbul dari dorongan
mempertahankan jenis. Sigmund Freud menganggap kebutuhan ini sebagai kebutuhan vital
manusia. Terutama pada masa remaja kebutuhan ini demikian menonjolnya sehingga sering
mendatangkan pengaruh- pengaruh negatif1 (Jalaluddin, 2012:86).

b. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial manusia tidak disebabkan pengaruh yang datang dari luar (stimulus),
seperti layaknya pada binatang. Kebutuhan pada manusia berbentuk nilai. Jadi, kebutuhan itu
bukan sematamata kebutuhan biologis melainkan juga kebutuhan rohaniah. Bentuk
kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari:

1) Pujaan dan binaan Setiap manusia normmal membutuhkan pujian dan hinaan. Kedua unsur
ini menurut Guilford merupakan faktor yang menentuka dalam pembentukan sistem moral
manusia. Pujian merangsang manusia untuk mengejar prestasi dan kedudukann yang terpuji
sedangkan hinaan menyadari manusia dari kekeliruan dan pelanggaran terhadap etika sosial.
2) Kekuasaan dan mengalah Alferd Adler mengatakan, bahwa secara naluriah manusia itu
ingin berkuasa dan Nietrzche menyebutkan sebagai motif primer dalam kehidupan manusia.
Sedangkan Guilford berpendapat bahwa kebutuhan kekuasaann dan mengalah ini tercermin
dari adannya perjuangan manusia yang tak henti- hentinya dalam kehidupan.

3) Pergaulan Kebutuhan yang mendodrong manusia untuk hidup dan bergaul sebagai homo-
socius (makhluk bermasyarakat) dan ZonPoliticon (makhluk yang berorganisasi).

4) Imitasi dan simpati Kebutuhan manusia dalam pergaulannya yang tercermin dalam bentuk
meniru dan mengadakan respon emosional. Tindakan tersebut menurutnya adalah sebagai
akibat adanya kebutuhan akan imitasi dan simpati.

5) Perhatian Kebutuhan akan perhatian merupakan salah satu kebutuhan sosial yang terdapat
pada setiap individu. Besar kecilnya perhatian masyarakat terhadap seseorang akan
mempengaruhi sikapnya. Hal ini akan tampak dalam kehidupan sehari- hari.

Selanjutnya Dr. Zakiah Dradjat dalam bukunya Peranan Agama dalam Kesehatan Mental
membagi kebutuhan manusia atas dua kebutuhan pokok, yaitu:

1) Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmaniah: makan, minum, seks, dan sebagainya
(kebutuhan ini didapat manusia secara fitrah tanpa dipelajari).

2) Kebutuhan sekunder atau kebutuhan rohaniah: jiwa dan sosial. Kebutuhan ini hanya
terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil (Jalaluddin, 2005:94).

c. Kebutuhan manusia akan agama

Manusia adalah makhluk yang religius yang dianugrahi ajaran-ajaran yang dipercayainya.
Ajaran tersebut akan ada apabila didapatkan bimbingan nabi. Manusia akan mendapatkan
pelajaran agama dari orang tua, guru agama dan orang – orang yang mengerti agama. Karena
itu wajib memiliki agama untuk keselamatan hidup dan ketentraman hati. Beregama
merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makluk lemah sehingga memerlukan
tempat bertopang dan tempat mengadu Djamaluddin dan Fuat, 1994:177). Manusia disebut
sebagai makhluk beragama (homo religious). Ahmad Yamani mengemukakan, bahwa tatkala
Allah membekali insan itu dengan nikmat berpikir dan daya penelitian, diberi pula rasa
bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya sebagai
imbangan atas rasa takut dan kegarangan dan kebengisan alam itu. Hal inilah yang
mendorong insan tadi untuk mencari kekuatan yang dapatmelindungi dan membimbingnya
disaat- saat yang gawat. Insan primitif telah menemukann apa yang dicarinya pada gejala
alam itu sendiri. Secara berangsur dan silih berganti gejalagejala alam tadi diselaraskan
dengan jalan kehidupanya dengan demikian timbullah penyembahan terhadap api, matahari,
bulan dan bendabenda lainnya dari gejalagejala alam tersebut. Menurut Robert Nuttin,
dorongan beragama merupakan salah- satu dorongan yang bekerja pada diri manusia
sebagaimana dorongan- dorongan lainnya, seperti: makan, minum, intelek, dan lain
sebagainya Sejalan dengan hal itu maka dorongan beragama pun menuntut untuk
dipenuhi,sehingga pribadi manusia itu mendapat kepuasan dan ketenangan. Selain itu
dorongan beragama merupakan kebutuhan insaniah yang tumbuhnya dari gabungan berbagai
faktor penyebab yang bersumber dari rasa keagamaan. Dalam ajaran Islam bahwa adanya
kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia sebagai makhluk tuhan dibekalin dengang
berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sajak lahir salah satu fitrah itu adalah kecendrungan
terhadap agama. Prof .Dr.Hasan Langgulung mengatakan bahwa salah satu fitrah adalah
bahwa manusia menerima Allah sebagai tuhan, dengan kata lain manusia itu adalah dari asal
mempunyai kecendrungan beragama, sebab agama itu sebagian dari fitrah Nya. Manusia
selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama. Manusia merasa bahwa dalam
jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Yang Maha kuasa tempatnya berlindung
dan memohon pertolongan. Mereka akan merasa tenang dan tentram di kala mereka
mendekatkan diri dan mengabdi kepada Yang Maha kuasa.Allah Swt. Berfirman :

Q.S Ar-Ra’ad ayat 58

Artinya :

“Dan sesungguhnya telah Kami jelaskan kepada manusia segala macam perumpamaan dalam
Al-Qur'an ini. Dan jika engkau membawa suatu ayat kepada mereka, pastilah orang-orang
kafir itu akan berkata, ”Kamu hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka.”

2. Sikap Keberagaman pada Orang Dewasa

a) Masa Dewasa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dewasa adalah keadaan sampai umur, akil baligh
(bukan anak-anak atau remaja lagi) padanan kata yang sering digunakan untuk kedewasaan
adalah “telah mencapai kematangan” dalam perkembangan fisik dan psikologis, kelamin,
pikiran, pertimbangan, pandangan dan sebagainya. Padanan kata yang lain mandiri keadaan
dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Pendewasaan adalah proses, cara,
perbuatan, menjadikan dewasa dan kedewasaan adalah hal atau keadaan telah dewasa.
Dewasa dalam bahasa Belanda adalah “Volwassen“. “Vol“= penuh dan “Wassen“= Tumbuh,
sehingga “Volwassen“ berarti “ Sudah tumbuh dengan penuh atau selesai tumbuh “. Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dewasa berarti pertumbuhan secara fisik seseorang
telah mencapai posisi puncak, sedangkan masa dewasa menurut seorang ahli psikologi
Santrock masa dewasa merupakan masa transisi baik transisi secara fisik (Psycallytrantition),
transisi secara intelektual (Cognitive Trantition), serta transisi peran sosial (Social Role
Trantition). Berdasarkan uraian ahli di atas dapat difahami bahwa dewasa dalam pengertian
ini lebih kompleks karena ukuran seseorang dikatakan dewasa tidak hanya dilihat dari transisi
fisik yaitu peralihan kondisi fisik dari masa remaja/ pubertas ke masa tua, yang pada masa ini
biasanya kondisi fisik cenderung sudah menetap atau jika mengalami perubahan pun tidak
signifikan lagi, selain itu transisi intelektual yaitu suatu kondisi dimana kemampuan kognitif
orang dewasa seperti memori, kreatifitas dan intelegensi mengalami penurunan seiring
dengan melemahnya kondisi fisik, hal ini tidak selalu terjadi namun jika terjadi biasanya
ketika seseorang memasuki usia dewasa madya, dan transisi peran sosial, dimana memasuki
usia dewasa umumnya seseorang telah lulus sekolah menengah umum dan memasuki dunia
pergurun tinggi. Ketika mereka tidak melanjutkan ke bangku kuliah biasanya mereka meniti
jenjang karir dengan bekerja atau menikah dan membina rumah tangga, yang dalam hal ini
mereka dituntut untuk siap berkecimpung dalam masyarakat dan bersosialisasi dengan orang
dewasa lainya. Masa dewasa merupakan kelanjutan dari masa remaja dan pada periode ini
biasanya manusia sudah mapan secara psikologis. Dari segi perkembangan jiwa keagamaan
pada usia ini belum banyakdiungkapkan oleh para ahli, pada umumnya yang banyak
dibahassecara fisik dalam bentuk pertumbuhan sudah berakhir pada masa ini dan umumnya
mereka sudah meninggalkan bangku pendidikan menengah (Hayati, 2003: 66). Para ahli
Psikologi Perkembangan membagi masa dewasa menjadi tiga fase yaitu:

1) Masa Dewasa Dini (Early Adulthood, usia 20 – 40 tahun)

Masa dewasa dini adalah masa awal seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa dini dikatakan masa
penyesuaian diri karena pada masa ini seseorang dituntut untuk memulai kehidupannya,
memainkan peran baru seperti peran suami/ istri, orang tua, sebagai pemimpin rumah tangga
serta peran dalam dunia kerja/ berkarir. Menurut Santrock Masa dewasa dini adalah suatu
masa dimana individu sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa
tua. Di Indonesia, usia 20 memasuki 21 tahun dianggap sebagai batas memasuki kedewasaan,
karena usia ini adalah usia dimana seseorang mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara,
dengan begitu ia dapat melakukan kewajiban kewajiban tertentu serta bertanggung jawab
pada perbuatan-perbuatannya sendiri. Namun seseorang dianggap resmi pula mencapai status
dewasa apabila sudah menikah, meskipun usianya belum mencapai 21 tahun. Ada 10
karakteristik yang biasa terjadi pada usia dewasa dini, yaitu :

a) Masa Pencarian kemantapan/ Masa Pengaturan. Dikatakan masa pencarian kemantapan


karena pada masa ini seseorang akan mencoba segala sesuatu untuk menentukan mana
yangpaling cocok untuk memberi kepuasan permanen.

b) Masa usia Produktif. Dikatakan sebagai masa produktif karena pada rentang usia ini adalah
masa-masa yang cocok untuk menentukan pasangan hidup, menikah dan berproduksi /
memiliki keturunan. Pada masa ini organ reproduksi wanita sangat produktif dan akan
mengalami penurunan ketika memasuki usia dewasa madya, sedang pada laki –laki sampai
usia akhir masa dewasa dini kemampuan reproduksinya tetap optimal, dan akan cenderung
menurun memasuki masa dewasa madya atau ketika memasuki usia lanjut.

c) Masa yang penuh masalah. Dikatakan masa yang penuh masalah dikarenakan pada periode
ini merupakan peride penyesuaian pada peran baru yaitu peran ganda sebagai orang tua,
suami/ istri dan sebagai pekerja/ karyawan di suatu instansi.

d) Masa ketegangan emosional. Dikatakan masa ketegangan emosi karena ketika seseorang
berumur dua puluhan (sebelum 30 an), kondisi emosionalnya tidak terkendali, maka
seseorang tersebut cenderung labil, resah dan mudah memberontak. Kekhawatiran yang
terjadi pada masa dewasa dini biasanya menyangkut persoalan pekerjaan, jabatan,
perkawinan dan keuangan. Ketika harapan mereka yang tinggi tidak sesuai dengan kenyataan
yang diterima maka individu akan mengalami kekecewaan, stress atau yang lebih ekstrim lagi
bunuh diri. Namun ketika memasuki usia 30 an seseorang akan cenderung stabil, tenang dan
mampu mengontrol emosi dengan baik.

e) Masa Isolasi Sosial (Keterasingan sosial)Perkembangan masa dewasa dini ditandai dengan
penemuan intimasi atau isolasi. Artinya ketika memasuki usia ini seseorang tidak dapat
menyesuaikan dengan keadaan baru yang dihadapi maka seseorang itu akan merasa
terisolasi/terasingkan dari kelompok sosial.

f) Masa Komitmen. Dikatakan masa komitmen karena pada masa ini setiap individu mulai
sadar akan pentingnya sebuah komitmen dan tanggung jawab untuk membentuk suatu pola
hidup yang baik bagi dirinya.

g) Masa ketergantungan. Dikatakan masa ketergantungan misalnya karena terkadang pada


masa dewasa dini seseorang masih punya ketergantungan pada orang tua .

h) Masa perubahan nilai- nilai. Nilai-nilai yang dimiliki seseorang pada masa dewasa dini
berubah seiring dengan pengalaman dan interaksi sosial(hubungan sosial). Secara

perlahan mereka akan menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan dimasyarakat.

i) Masa kreativitas. Dikatakan masa kreativitas karena pada masa ini seseorang bebas untuk
berbuat apa yang diinginkan sesuai dengan potensi, minat dan bakat yang dimiiki.

j) Masa penyesuaian diri pada hidup yang baru. Pada masa ini berarti seseorang dituntut
untuk lebih bertanggung jawab karena sudah memiliki peran ganda.

Ada 3 faktor yang menyebabkan masa dewasa dini menjadi sangat sulit yaitu :

a) Individu tersebut kurang siap menghadapi babak baru bagi dirinya

b) Karena kurang ersiapan diri maka individu tersebut merasa kaget dengan dua peran atau
lebih yang harus diembannya secara bersamaan.

c) Tidak memperoleh bantuan dari siapapun, misalnya orang tua dalam menyelesaikan
masalah.

Tahap-Tahap Perkembangan Masa Dewasa Dini

a. Perkembangan fisik. Masa dewasa dini ditandai dengan adanya perubahan fisik, misalnya
tumbuh bulu – bulu halus, perubahan suara, menstruasi, dan kemampuan reproduksi. Dapat
kami pahami bahwa pada masa dewasa dini dari segi tampilan fisik benar-benar sudah
matang sehingga siap melakukan tugas – tugas seperti orang dewasa lainnya misalnya
bekerja, menikah dan mempunyai anak.
b. Perkembangan Intelektual. Menurut anggapan Piaget bahwa kapasitas kognitif memasuki
dewasa dini tergolong Operasional formal,taraf ini menyebabkan dewasa dini mampu
memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berfikir abstrak, logis, dan rasional.

c. Perkembangan Peran Sosial. Pada masa ini, seorang dewasa dini mulai serius berfikir
untuk mencari dan menemukan calon hidup, menikah dan membina kehidupan rumah tangga,
meniti karir dalam ranka memantapkan kehidupan ekonomi keluarga, hidup terpisah dari
orang tua dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Masing-masing pihak baik
laki-laki maupun perempuan memiliki peran ganda. Laki-laki sebagai kepala rumah tangga
tanpa meninggalkan karirnya dan wanita sebagai ibu rumah tangga yang terkadang terlibat
dalam aktivitas sosial misalnya dalam kegiatan PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga).

2) Masa Dewasa Madya ( Middle Adulthood, usia 41 – 65 tahun )

Masa dewasa madya merupakan masa yang penuh tantangan, masa ini ditandai oleh adanya
perubahan-perubahan jasmani maupun psikologis. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi
penurunan kekuatan fisik, seiring pula diikuti penurunan daya ingat. Ada 8 karakteristik yang
biasa terjadi pada masa usia dewasa madya, yaitu:

a) Masa Yang Menakutkan. Masa dewasa madya dikatakan masa yang menakutkan karena
kondisi fisik seseorang mulai mengalami penurunan, untuk wanita mulai mengalami
Monopause yang berarti potensi untuk mengandung dan melahirkan tak memungkinkan lagi.
Demikian pula bagi laki-laki mereka merasa menghadapi kenyataan bahwa dirinya mulai
menjadi tua. Pada masa ini seolah – olah mereka ingin mengerem laju pertambahan usia
mereka.

b) Masa Transisi. Masa dewasa madya disebut masa transisi karena pada masa dewasa madya
ini seseorang mengalami peralihan yaitu tidak dapat lagi disebut muda namun juga belum
dapat dikatakan tua.

c) Masa Stress. Masa dewasa madya disebut masa stres karena pada usia ini misalnya dalam
hal karir sudah memasuki masa pensiun sehingga mereka merasa bahwa dirinya dipandang
lemah dan menjadi stress biasanya karena selalu memikirkan masa kuat dan masa jaya ketika
muda.

d) Usia yang berbahaya. Disebut usia berbahaya karena pada individu pada usia dewasa
madya relative lebih sering mengalami gaangguan fisik maupun mental. Misalnya kondisi
fisik pada usia ini berbagai penyakit misalnya hipertensi, diabetes dll mulai menghampiri,
sedangkan dari segi psikologis mereka menjadi lebih peka dalam arti mudah tersinngung
hingga depresi.

e) Usia Canggung. Dikatakan usia canggung karena individu dewasa madya kurang pantas
disebut dewasa dini namun belum juga bisa disebut tua sehingga terkadang pada situasi
seperti ini muncul rasa canggung pada individu.

f) Masa Berprestasi. Dikatakan masa berprestasi misalnya dalam kehidupan karir masa
dewasa madya adalah masa dimana mereka mencapai puncak prestasi dan memiliki posisi
penting dalam perusahaan, pendidikan ataupemerintahan, kami contohkan Ir Soekarno
menjadi presiden RI yang pertama pada usia 45 tahun, Bill Clinton menjadi presiden USA
pada usia 44 tahun.

g) Masa Sepi. Dikatakan masa sepi misalnya karena pada usia dewasa madya, anak -anak
mereka sudah mulai meninggalkan rumah untuk hidup dengan pasangan hidupnya.

h) Keseimbangan dan ketidak seimbangan. Pengertian keseimbangan dan ketidak seimbangan


dalam hal ini mengacu pada kemampuan menyesuaikan diri terhadap terjadinya perubahan
fisik dan psikologis yang dialami dewasa madya.

Tahap-Tahap perkembangan masa Dewasa Madya

a. Perkembangan FisikPerubahan ini umumnya terjadi antara usia 40 sampai 65 tahun,


perubahan yang terlihalt misalnya rambut mulai beruban, kulit mulai mengerut, penurunan
ketajaman penglihatan dan masalah pendengaran biasanya terjadi pada periode ini.

b. Perkembangan intelektual Perubahan kognitif pada masa dewasa madya jarang terjadi
kecuali karen sakit atau trauma.

c. Perkembangan Psikososial Perubahan psikososial pada masa dewasa madya meliputi


kejadian perpindahan anak dari rumah, peristiwa perpisahan dll yang terkadang
mengakibatkan stres dan mempengaruhi kesehatan.

3) Masa Dewasa Akhir (Late Adulthood, usia 65 tahun keatas)

Masa dewasa akhir di sebut juga masa usia lanjut. Disebut dewasa akhir karena merupakan
periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari usia 65 tahun hingga
mati yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin
menurun. Adapun karakteristik / ciri ciri dewasa akhir adalah sebagai berikut:

a. Merupakan periode kemunduran pada masa usia dewasa akhir

Kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dimana seseorang menjadi tua.
Penyebab kemunduran fisik adalah pada sel –sel tubuh yang juga ikut menua. Kemunduran
ini juga terjadi pada aspek psikologis yang merasa tidak senang pada diri sendiri, orang lain
yang dapat membawa efek menua.

b. Perbedaan individual pada efek menua

Proses menua akan mempengaruhi orang – orang secara berbeda –beda. Hal ini disebabkan
karena mereka memiliki sifat bawaan yang berrbeda, sosio ekonomi yang berbeda,
pendidikan yang berbeda. Perbedaan juga akan terjadi pada laki - laki dan wanita. Perbedaan
itulah yang akan membuat antara satu orang dengan orang lainnya berbeda dalam menyikapi
proses menua usia tua di nilai dengan kriteria berbeda. Banyak orang usia dewasa akhir
melakukan segala apa yang dapat mereka sembunyikan atau samarkan menyangkut tanda-
tanda penuaan fisik misalnya dengan berpakaian seperti orang muda dan berpura pura
mempunyai tenaga muda dengan cara demikian banyak orang usia dewasa akhirnya membuat
ilusi bahwa mereka belum tua. Tahapan usia dewasa akhir ( lansia ) ini oleh Rasululloh SAW
dinamakan masa “pergulatan maut“ yaitu masa-masa umur enam puluhan hingga tujuh
puluhan. dalam hal ini Rasululloh bersabda: “Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun,
dan sedikit orang yg bisa melampui umur tersebut” (HR. Muslim dan Nasai).

Jadi dapat disimpulkan bahwa masa dewasa itu terbagi atas tiga bagian, yaitu masa dewasa
awal, madya dan masa usia lanjut yang masingmasaing terdapat kisaran umur yang berbeda-
beda. Kematangan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana
sikap keberagamaan orang dewasa. Mereka telah memiliki tanggungjawab terhadap system
nilai yang dipilihnya, baik system nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun bersumber
dari norma-norma lain dalamkehidupan dan pemilihan nilai tersebut telah didasarkan kepada
pertimbangan pemikiran yang matang (Sujanto, 1981:67).

Kemantapan jiwa orang dewasa ini setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana
seharusnya sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab
terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama
maupun yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan dan pemilihan nilai
tersebut telah didasarkan kepada pertimbangan pemikiran yang matang (Hayati, 2003:68).

Berakhirnya masa remaja, maka berakhir pulalah kegoncangan-kegoncangan jiwa yang


menyertai pertumbuhan remaja itu yang berarti orang yang telah memasuki usia dewasa
mempunyai ketentraman jiwa, ketetapan hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk
positif maupun negatif (Zakiah, 1976:162).

Usia dewasa biasanya seseorang sudah memiliki sifat kepribadian yang stabil. Stabilisasi
sifat-sifat kepribadian antara lain terlihat dari cara bertindak dan bertingkah laku yang agak
bersifat tetap (tidak berubah-ubah). Sebaliknya, jika seorang dewasa memilih nilai yang
bersumber dari nilai-nilai non-agama, itupun akan dipertahankannya sebagai pandangan
hidupnya. Kemungkinan ini akan memberi peluang bagi munculnya kecenderungan sikap
yang anti agama, bila menurut akal sehat (common sense), terdapat kelemahan-kelemahan
tertentu dalam ajaran agama yang dipahaminya. Bahkan tak jarang sikap anti agama seperti
itu diperlihatkannya dalam bentuk sikap menolak hingga ketindakan memusuhi agama yang
dinilainya mengikat dan bersifat dogmatis. Sebaliknya jika nilai-nilai agama yang mereka
pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola
kehidupan mereka. Sikap keberagamaan itu akan dipertahankan sebagai identitas dan
kepribadian mereka. Sikap keberagamaan ini membawa mereka secara mantap menjalankan
ajaran agama yang mereka anut. Sehingga tak jarang sikap keberagamaan ini dapat
menimbulkan ketaatan yang menjurus ke sikap fanatisme. Karena itu, sikap keberagamaan
seorang dewasa cenderung didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat
memberikan kepuasan batin atas dasar pertimbangan akal sehat. Sikap keberagamaan orang
dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu,
sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan
pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya.

Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa
antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan
sekedar ikut-ikutan.

b. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih bannyak diaplikasikan


dalam sikap dan tingkah laku.

c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan.

d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab dii hingga
sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.

e. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.

f. Bersikap kritis terhadap materi ajaran agama seehinnga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.

g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,


sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.

h. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga
perrhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang (Bambang,
2008:118).

Ramayulis (2002: 79) menjelaskan sesungguhnya tingkah laku keagamaan orang dewasa itu
umumnya didasarkan pada rasa tanggung jawab, kemandiriannya, sesuai hati nurani, serta
atas pertimbangan pemikiran yang matang dan bukan sekedar ikut - ikutan belaka.

Dalam perkembangan jiwa seseorang, pengalaman kehidupan beragama sedikit demi sedikit
makin mantap sebagai suatu unit yang otonom dalam kepribadiannya. Unit itu merupakan
suatu organisasi yang disebut “kesadaran beragama” sebagai hasil peranan fungsi kejiwaan
terutama motivasi, emosi, dan intelegensi (Abdul, 2005:49).

3. Manusia Lanjut Usia dan Agama

Meningkatnya usia seseorang sulit mengikuti dogma-dogma agama dan melakukan


kunjungan ke gereja, ke pendeta dan orang-orang yang berbeda kepercayaan dengan sikap
yang lebih lunak. Perubahan keyakinan keagamaan selama usia lanjut umumnya dalam
pengarahan menerima keyakinan tradisional dikaitkan dengan kepercayaan seseorang.
Menurunnya kehadiran dan partisipasi dalam kegiatan di tempat agama pada usia lanjut
karena tidak ada minat adalah lebih sedikit dari pada karena faktor-faktor lain seperti
kesehatan yang memburuk, tidak ada transportasi, malu karena tidak mampu menyumbang
uang, dan perasaan tidak dibutuhkan oleh anggota organisasi tempat agama yang lebih muda.
Wanita lebih banyak berpatisipasi dalam kegiatankeagamaan daripada pria karena
kesempatan yang mereka berikan untuk hubungan sosial. Semakin lanjut usia seseorang,
biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih
mementingkan tentang kematian itu sendiri serta kematian dirinya. Pendapat semacam ini
benar, khususnya bagi orang yang kondisi fisik mentalnya yang semakin memburuk
(Elizabeth, 1980:402).

Pada tahap kedewasaan awal terlihat krisis psikologis yang dialami oleh karena adanya
pertentangan antara kecendrungan untuk mngeratkan hubungan dengan kecendrungan untuk
mengisolasi diri. Terlihat kecendrungan untuk berbagi perasaan, bertukar piikiran, dan
memecahkan berbagai problema kehidupan dengan orang lain. Mereka yang menginjak usia
ini (sekitar 25-40 tahun) memiliki kecendrungan besar untuk hidup berumah tangga,
kehidupan sosial yang lebih luas serta memikirkan masalah-masalah agama yang sejalan
dengan latar belakang kehidupannya. Selanjutnya pada tahap kedewasaan menengah (40-65
tahun) manusia mencapai puncak periode usia yang paling produktif. Tetapi, dalam hubungan
dengan kejiwaan, pada usia ini terjadi krisis akibat pertentangan batin antara keinginan untuk
bangkit dengan kemunduran diri. Karena itu, umumnya pemikiran mereka tertuju pada upaya
kepentingan keluarga, masyarakat dan generasi mendatang. Kecendrungan seperti ini
menyebabkan orang yang berada di usia ini memiliki perhatian besar terhadap masalah
kemasyarakatan yang bermanfaat, serta membantu para generasi muda. Adapun di usia
selanjutnya, yaitu setelah usia diatas 65 tahun manusia akan menghadapi sejumlah
permasalahan. Permasalahan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan
fisik berkurang, aktivitas menurun, sering menggalami gangguan kesehatan yang
menyebabkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari penurunan kemampuan fisik ini
menyebabkan mereka yang berada pada usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga dan
kurang diihargai. Jalaluddin (1997:101) Ciri – ciri keberagamaan usia lanjut :

a. Kehidupan keagamaan pada manusia lanjut usia sudah mencapai tingkat pemanfaatan.

b. Meningkatnya kecenderungan menerima pendapat keagamaan

c. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh
– sungguh

d. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama
manusia serta sifat- sifat luhur

e. Timbul rasa takut pada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
lanjutnya

f. Perasaan takut pada kematian berdampak pada peningkatan pembentukan skap keagamaan

dan kepercayaan terhadap kehidupan abadi (akhirat)

4. Perlakuan Terhadap Manusia Lanjut Usia


kondisi uzur di usia tua menyebabkan manusia usia lanjut senantiasa di bayang – bayangi
oleh perasaan tak berdaya dalam menghadapi kematian dan rasa takut akan kematian ini
semakin meningkat pada usia tua. Untuk menghilangkan kecemasan batin ini maka
bimbingan dan penyuluhan sangat diperlukan oleh mereka yang berada pada tingkat usia
lanjut ini. Makin bertambah usia akan semakin tersiksa dirinya. Untuk mengatasi kendala
psikologis seperti ini, umumnya manusia usia lanjut ini akan menempuh berbagai jalan yang
diperkirakan dapat meredam gejolak batinnya. Diantara alternatif yang cenderung dipilih
adalah ikut aktif dalam kegiatan kemasyarakan, kegiatan sosial keagamaan, ikut dalam
kegiatan organisasi politik ataupun menulis otobiografi. Tujuan utama dari aktifitas yang
ditekuni itu merupakan bagian dari perwujudan perilaku kompensatif. Upaya untuk mengisi
kekosongan batin yang sudah kehilangan dukungan nyata, hingga dengan kegiatan yang
dilakukan akan timbul pengakuan khalayak terhadap dirinya. Kegiatan dan aktifiotas tersebut
merupakan ungkapan: “bahwa aku masih seperti yang dulu”. Bila gejolak batin itu tak
mampu diatasi, akan muncul gangguan kejiwaan seperti stres, putus asa ataupun
mengasingkan diri dari pergaulan sebagai wujud dari rasa rendah diri. Dalam kasus seperti
ini, umumnya Agama dapat difungsikan dan diperankan sebagai penyelamat. Apabila di lihat
di lingkungan peradaban Barat, upaya untuk memberi perlakuan manusiawi kepada para
manusia lanjut usia dilakukan dengan menempatkan mereka di panti jompo. Lain halnya
dengan konsep yang dianjurkan Islam. Perlakuan terhadap manusia lanjut usia dianjurkan
seteliti dan setelaten mungkin. Perlakuan terhadap orang tua dibebankan kepada anak-anak
mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Menurut Islam
manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya seorang bayi yang memerlukan pemeliharaan dan
perawatan serta perhatian khusus dengan kasih sayang. Perlakuan yang demikian itu tak
dapat diwakilkan kepada siapa pun, melainkan menjadi tanggung jawab anak-anak mereka.
Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran serta kasih sayang dinilai sebaagai kebaktian.
Sebaliknya perlakuan yang tercela dinilai sebagai kedurhakaan (Jalaluddin, 1997:110).

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian ahli di atas dapat difahami bahwa dewasa dalam pengertian ini lebih
kompleks karena ukuran seseorang dikatakan dewasa tidak hanya dilihat dari transisi fisik
yaitu peralihan kondisi fisik dari masa remaja/ pubertas ke masa tua, yang pada masa ini
biasanya kondisi fisik cenderung sudah menetap atau jika mengalami perubahan pun tidak
signifikan lagi, selain itu transisi intelektual yaitu suatu kondisi dimana kemampuan kognitif
orang dewasa seperti memori, kreatifitas dan intelegensi mengalami penurunan seiring
dengan melemahnya kondisi fisik, hal ini tidak selalu terjadi namun jika terjadi biasanya
ketika seseorang memasuki usia dewasa madya, dan transisi peran sosial, dimana memasuki
usia dewasa umumnya seseorang telah lulus sekolah menengah umum dan memasuki dunia
perguruan tinggi.

B. SARAN

Dalam penyelesaian makalah ini,penyusun menggunakan berbagai sumber yang diperoleh


dari jurnal, tidak lupa juga penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
belumlah sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu, penyusun harapkan demi perbaikan penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, M. (2015). Perkembangan Jiwa Keberagamaan Pada Orang Dewasa Dan
Lansia. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 1(1), 44-55.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/attaujih/article/view/922/0

Iswati, I. (2019). Karakteristik Ideal Sikap Religiusitas Pada Masa Dewasa. At-Tajdid: Jurnal
Pendidikan dan Pemikiran Islam, 2(01).

https://www.ojs.ummetro.ac.id/index.php/attajdid/article/view/859

http://repository.uinbanten.ac.id/581/10/Modul%207.pdf

http://repository.uinbanten.ac.id/581/11/Modul%208.pdf

Anda mungkin juga menyukai