TUGAS INDIVIDU
DISUSUN OLEH :
MUHAMAD MIFTAKUL HUDA
NIM : 301302192110004
KELAS : A
JAMBATAN BULAN
TIMIKA
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Agama dengan
judul “Pengaruh Agama Terhadap Kesehatan Mnetal”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen Muh. Jambia Wadan
Sao, SH kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………………........ i
DAFTAR ISI
…………………………………………………….…………………..…….........ii
BAB PENDAHULUAN
…………………...………………………………….………….………….……...1
BAB II ISI
…………………………………………………………………………………......2
………………………………………………………….………………….….....17
3.1 Kesimpulan…………………………….…………………………….......17
3.2 Saran……………………………………...…………………………........17
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………..…………………………........18
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Agama dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri
dari dua akar suku kata yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama “ yang berarti
kacau sehingga artinya tidak kacau. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama
adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.
Dalam bahasa Indonesia agama juga dikenal dengan kata addin dari bahasa arab
yang artinya hukum, kata ini juga mengandung arti menguasai, menundukkan,
patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama memang membawa peraturan-peraturan
yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang
menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan
menjalankan ajaran-ajaran agama.
Agama dalam bahasa inggris disebut dengan ‘religion’ berasal dari bahasa latin
‘religare’ yang berarti ‘mengikat’. Kata ini diserap dalam bahasa inggris pada
abad ke-11. Agama seringkali diterjemahkan sebagai sebuah sistem kepercayaan
dan peribadatan (ritual) ataupun penyerahan diri kepada suatu kekuatan supra-
realitas (tuhan).
Para filusuf, sosiolog dan psikolog merumuskan agama menurut caranya masing-
masing. Menurut sebagian filusuf, religion adalah superstitious structure of
incoherent metaphysical nation. Para sosiolog menyebut religion
sebagai collective expression of human values. Sedangkan para psikolog
Banyak sekali definisi dari agama yang telah diajukan, namun salah satu
pendekatan yang paling komprehensif dalam menjelaskan agama adalah
pendekatan yang menyatakan bahwa agama mencakup:
f. Institusi sosial.
William James menjelaskan bahwa terdapat dua aspek dari agama yakni
institusional dan personal. Sisi institusional dari agama mencakup peribadatan,
teologi, praktik perayaan, organisasi eklesiastikal. Sementara aspek personal dari
agama merefleksikan disposisi internal dalam diri individu pemeluk agama
tersebut. William James percaya bahwa agama adalah sebentuk perasaan, perilaku
dan pengalaman individu dalam kesendiriannya sebagai penanda
keterhubungannya dengan sesuatu yang bersifat suci (tuhan).
Bertitik tolak dari kata-kata tersebut intisarinya adalah agama adalah ikatan yang
harus dipegang dan dipatuhi manusia yang berasal dari sesuatu kekuatan yang
lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tak dapat ditangkap dengan
panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan
manusia sehari-hari. Jadi agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan sesuatu yang ghaib yang menguasai manusia, yang dengan
karenanya manusia meyakini harus mematuhi kewajiban–kewajiban sehingga hal
itu mempengaruhi pada tingkah atau perbuatan-perbuatan manusia sehari-hari.
Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal
dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan
makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau
Sedangkan Hanna Djumhana Bastaman menyebutkan ada empat pola yang ada
dalam kesehatan mental, yaitu:
· pola simtomatis adalah pola yang berkaitan dengan gejala (symptoms) dan
keluhan (compliants) gangguan atau penyakit nafsaniyah.
· pola pengembangan diri adalah pola yang berkaitan dengan kualitas khas
insani, seperti kreatifitas, kecerdasan, tanggung jawab dan sebagainya. Sehingga
kesehatan mental berarti kemampuan individu untuk memfusikan potensi-potensi
manusiawinya secara maksimal, sehingga ia memperoleh mamfaat bagi dirinya
sendiri maupun orng lain
Dari beberapa definisi kesehatan mental tersebut maka dapat kita pahami bahwa
definisi kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia
dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan
ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna yaitu bahagia
di dunia dan di akhirat.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab
terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri
dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto
Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan
mental adalah memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan
yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan
(Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena
faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada di lingkungannya, juga
intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
2. Aktualisasi diri.
Terdapat beberapa pandangan tentang kesehatan mental dari sudut psikologi dan
agama, diantaranya:
1. Aliran Psikoanalitik
Aliran ini dikenal dengan tokoh yang mempeloporinya yaitu Sigmund Freud
dengan pandangan bahwa manusia adalah produk evolusi yang terjadi secara
kebetulan dan merupakan makhluk biologis. Psikoanalisis merupakan satu sistem
dinamis dari psikologi yang mencari akar tingkah laku manusia didalam dorongan
dan konflik yang tidak disadari. Freud selanjutnya memandang bahwa tingkah
laku manusia itu terjadi karena interaksi antara tiga alat dalam personaliti, yang
disebut dengan id, ego, dan super ego.
2. Aliran Behavioristik
3. Aliran Humanistik
Aliran ini berpendapat bahwa pengkajian terhadap manusia harus didekati dari
sudut kemanusiaannya. Manusia dilengkapi dengan berbagai potensi yang bebas
dipergunakan menurut kemauannya. Oleh karena itu kesehatan mental, menurut
aliran ini, adalah kesadaran manusia terhadap potensi-potensi kebebasannya untuk
mencapai apa yang ia kehendaki dengan cara yang dipilihnya. Dengan kata lain,
bahwa orang yang sehat mentalnya menurut aliran ini adalah orang yang sabar
akan yang dimilikinya, kemudian secara bebas ia dapat menegmbangkan sesuai
dengan kehendaknya.
b. Orientasi pada aspek penyesuaian diri (adjusment), menurut aliran ini seseorang
dinyatakan sehat apabila ia mampu menyesuaikan dirinya secara aktif, efektif dan
menyenangkan sesuai dengan tuntutan realitas sekitarnya sesuai dengan skala
ukuran yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.
d. Orientasi pada aspek intra psikis atau agama, menurut aliran ini seseorang
dianggap sehat apabila ia mampu memilih apa yang dianggap baik dan menolak
apa yang dianggapnya buruk berdasarkan pedoman normatif sesuai dengan ajaran
agama yang dianutnya.
· Mengenal diri sendiri, yaitu individu memiliki kesadaran dalam motif dan
perasaannya sendiri.
· Harga diri dan penerimaan yaitu penyesuaian diri sangat ditentukan oleh
penilaian terhadp harga diri sendiri dan merasa diterima oleh orang sekitarnya, ia
merasa nyaman bersama orang lain dan mampu beradaptasi dan mereaksi secara
spontan dalam segala situasi sosial.
Hadits sebagai sumber kedua ajaran Islam sesudah al-Qur’an banyak pula
menyinggung hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan mental. Hadits yang
berhubungan dengan kesehatan mental adakalanya yang berkaitan dengan
indikator kesehatan mental dan adakalanya yang berkaitan dengan psikoterapi,
dan yang berkaitan dengan kesehatan mental. Yang berkaitan dengan indikator
kesehatan mental, diantaranya:
1. Rasa aman.
2. Qanaah dan ridha menerima apa yang telah ditentukan Allah SWT
kepadanya.
Secara umum perbedaan neurose dan psychose dapat dilihat pada perasaan,
fikiran, perilaku, dan personalitas penderita. Penderita neurose masih mampu
merasakan kesukaran yang dihadapi sehingga perilaku dan kepribadiannya belum
memperlihatkan kelainan yang serius, ia masih berada dalam kehidupan realitas.
Sedangkan penderita psychose karena yang terkena pikirannya, kepribadiannya
tampak tidak padu lagi, karena itulah dia sudah tidak mampu hidup dalam dunia
nyata. Oleh karena itu gejala-gejala gangguan dan penyakit mental dapat dilihat
dari perasaan, fikiran, tingkah laku, dan kesehatan badan seseorang.
Dalam perspektif Islam sehat atau tidaknya mental seseorang berpijak pada aspek
spiritualitas keagamaan. Seberapa jauh keimanan seseorang yang tercermin dalam
kehidupan keberagamaan dalam kesehariannya menjadi titik tolak penting dalam
mentukan sehat atau tidaknya mental seseorang. Al Ghazali memandang bahwa
kebnormalan mental identik dengan akhlak yang buruk, sedangkan akhlak yang
buruk dinyatakan sebagai racun yang berbisa yang dapat membunuh, atau kotoran
yang bisa menjauhkan seseorang dari Allah SWT. Disamping itu akhlak yang
buruk juga termasuk kedalam langkah setan yang bisa menjerumuskan manusia
masuk dalam perangkapnya.
a. Hati yang menyimpang dari keikhlasan dan ketundukan kepada Allah sehingga
menjadi lupa terhadap posisinya sebagai hamba Allah, wujudnya bisa dalam
bentuk ria, hasad, ujub, takabur, tamak, dan sebagainya.
Adapun gangguan mental yang dijelaskan oleh (A. Scott, 1961) meliputi beberapa
hal :
Namun ada sebagian yang tidak mendapat pengobatan tersebut. Seseorang yang
gagal dalam beradaptasi secara positif dengan lingkungannya dikatakan
mengalami gangguan mental. Proses adaptif ini berbeda dengan penyesuaian
sosial, karena adaptif lebih aktif dan didasarkan atas kemampuan pribadi sekaligus
Sejumlah kasus yang menunjukkan adanya hubungan antara faktor keyakinan dan
kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuwan beberapa
abad yang lalu. misalnya, pernyataan Carel Gustav Jung “diantara pasien saya
yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak
dilatarbelakangi oleh aspek agama”. Prof Dr. Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir
lebih jauh membahas hubungan antara agama dan kesehatan mental melalui
pendekatan teori biokimia. menurutnya, di dalam tubuh manusia terdapat
sembilan kelenjar hormon yang memproduksi persenyawaan-persenyawaan kimia
yang mempunyai pengaruh biokimia tertentu, disalurkan lewat pembuluh darah
dan selanjutnya memberi pengaruh kepada eksistensi dan berbagai kegiatan tubuh.
Jika seseorang berada dalam keadaan normal, seimbang hormon dan kimiawinya,
maka ia akan selalu berada dalam keadaan aman. Perubahan yang terjadi dalam
kejiwaan itu disebut oleh Abd Al-Qadir sebagai spectrum hidup. Penemuan
Muhammad mahmud Abd Al-Qadir seorang ulama dan ahli biokimia ini, setidak-
tidaknya memberi bukti akan adanya hubungan antara keyakinan agama dengan
kesehatan jiwa. Pengobatan penyakit batin melalui bantuan agama telah banyak
dipraktikkan orang. Dengan adanya gerakan Christian Science, kenyataan sepeti
itu diperkuat pengakuan ilmiah pula. Dalam gerakan ini dilakukan pengobatan
pasien melalui kerja sama antara dokter, psikiater, dan ahli agama (pendeta). Di
sini tampak nilai manfaat dari ilmu jiwa agama. Barangkali hubungan antara
kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai
keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang
terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang itu diduga akan
memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif.
Maka, dalam kondisi yang serupa itu manusia berada dalam keadaan tenang dan
normal, yang oleh Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir, berada dalam
keseimbangan persenyawaan kimia dan hormon tubuh. Dengan kata lain, kondisi
yang demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah
kajadiannya, sehat jasmani, dan ruhani.
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dalam rohani atau dalam hatinya
selalu merasa tenang, aman, dan tentram. Ketika agama sebagai keyakinan
dihubungkan pada kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri seseorang
terhadap suatu kekuasaan yang maha tinggi. Tindak ibadah dalam sebuah ritual
agama akan memberi rasa bahwa hidup lebih bermakna dan manusia sebagai
mahluk hidup yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak terpisah
memerlukan pengakuan yang dapat memuaskan keduanya.
Salah satu cabang ilmu jiwa, yang tergolong dalam psikologi humanistika dikenal
logoterapi (logos berate makna dan juga ruhani). Logoterapi dilandasi falsafah
hidup dan wawsan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi sosial pada
Maka hidup paripurna bersifat mutlak dam universal, serta dapat saja dijadikan
landasan dan sumber makna hidup pribadi. Bagi mereka yang tidak atau kurang
penghayatannya terhadap agama, mungkin saja pandangan falsafah atau ideologi
tertentu dianggap memiliki nilai-nilai universal dan paripurna. Sedangkan bagi
penganut agama, maka Tuhan merupakan sumber nilai Yang Maha Sempurna
dengan agama sebagai perwujudan tuntutan-Nya. Di sinilah barangkali letak
peranan agama dalam membina kesehatan mental, berdasarkan pendekatan
logoterapi. Karena bagaimanapun, suatu ketika dalam kondisi yang berada dalam
keadaan tanpa daya, manusia akan kehilangan pegangan dan bersikap pasrah.
Dalam kondisi yang serupa ini ajaran agama paling tidak akan membangkitkan
makna dalam hidupnya. Makna hidup pribadi menurut logoterapi hanya dapat dan
harus ditemukan sendiri.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agama sebagai keyakinan dapat membantu penderita penyakit mental untuk lebih
cepat sembuh, dan sekaligus karena agama pula penyakit mental bisa dicegah.
3.2 Saran
Sumber:
Buku Agama Semester 1 yang Disususn Oleh Muh. Jambia Wadan Sao, SH
Mujib, Abdul & Mudzakir, Jusuf. 2001. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada