Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGARUH AGAMA TERHADAP MENTAL

TUGAS INDIVIDU

DIAJUKAN SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH


PENDIDIKAN AGAMA

DISUSUN OLEH :
MUHAMAD MIFTAKUL HUDA
NIM : 301302192110004
KELAS : A

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

JAMBATAN BULAN

TIMIKA
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Agama dengan
judul “Pengaruh Agama Terhadap Kesehatan Mnetal”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen Muh. Jambia Wadan
Sao, SH kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Timika, 3 oktober 2019

Muhamad Miftakul Huda


NIM : 301302192110004

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………………........ i

DAFTAR ISI
…………………………………………………….…………………..…….........ii

BAB PENDAHULUAN

…………………...………………………………….………….………….……...1

1.1 Latar Belakang …………………………………….……………………...1

BAB II ISI
…………………………………………………………………………………......2

2.1 Pengertian Agama …………………………..….…………………............2

2.2 Pemgertian Kesehatan Mental …………….………..……………................4

2.3 Berberapa Aliran Tentang Kesehatan Mental …….………………............7

2.4 Orientansi dan Indikator Kesehatan Mental ……….………………….......8

2.5 Keabnormalan Mental …………………….………………………..........11

2.6 Pengaruh Agama Terhadap Kesehatan Mental …….………………........13

BAB III PENUTUP

………………………………………………………….………………….….....17

3.1 Kesimpulan…………………………….…………………………….......17

3.2 Saran……………………………………...…………………………........17

DAFTAR PUSTAKA

…………………………………………………..…………………………........18

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page ii


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan manusia dengan agama tampaknya merupakan hubungan yang bersifat


kodrati. Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud
dalam bentuk ketundukan, kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur. Agama pun
sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya
dengan gejala-gejala psikologi.

Agama tampaknya memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.


Pengingkaran manusia terhadap agama agaknya dikarenakan faktor-faktor tertentu
baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing.
Namun, untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa
keagamaan tampaknya sulit dilakukan. Manusia ternyata mempunyai unsur batin
yang mendorongnya untuk tunduk kepada Dzat yang gaib.

Manusia, dalam hal ini kesehatannya memiliki hubungan dengan keagamaan,


terutama berkaitan dengan kesehatan mental. Kesehatan mental (mental
hygiene) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-
peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani.
Kecenderungan hubungan agama dan kesehatan mental telah banyak ditelusuri
dari zaman kuno yang masih menganggap suatu penyak[t sebagai intervensi
makhluk gaib, hingga zaman modern yang menggunakan alat medis dalam
mendiagnosa adanya suatu penyakit. Penyakit dan kesehatan secara fisik dapat
mempengaruhi gangguan mental dan kesehatan mental. Begitu pula adanya
indikasi pengaruh antara agama dan kesehatan mental yang bisa menjadi topik
yang menunjang kemampuan manusia dalam menjalani kehidupannya.

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 1


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agama

Agama dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri
dari dua akar suku kata yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama “ yang berarti
kacau sehingga artinya tidak kacau. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama
adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.
Dalam bahasa Indonesia agama juga dikenal dengan kata addin dari bahasa arab
yang artinya hukum, kata ini juga mengandung arti menguasai, menundukkan,
patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama memang membawa peraturan-peraturan
yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang
menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan
menjalankan ajaran-ajaran agama.

Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang apabila tidak


dijalankan oleh seseorang akan menjadi hutang baginya, dan paham mengenai
kewajiban dan kepatuhan ini membawa pula pada paham balasan yang baik dari
Tuhan pada yang menjalankan kewajiban dan yang patuh dan bagi yang tidak
menjalankan kewajiban dan tidak patuh akan mendapatkan balasan yang tidak
baik.

Agama dalam bahasa inggris disebut dengan ‘religion’ berasal dari bahasa latin
‘religare’ yang berarti ‘mengikat’. Kata ini diserap dalam bahasa inggris pada
abad ke-11. Agama seringkali diterjemahkan sebagai sebuah sistem kepercayaan
dan peribadatan (ritual) ataupun penyerahan diri kepada suatu kekuatan supra-
realitas (tuhan).

Para filusuf, sosiolog dan psikolog merumuskan agama menurut caranya masing-
masing. Menurut sebagian filusuf, religion adalah superstitious structure of
incoherent metaphysical nation. Para sosiolog menyebut religion
sebagai collective expression of human values. Sedangkan para psikolog

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 2


mendefinisikan agama sebagai mystical complex surrounding a projected
superego.

Banyak sekali definisi dari agama yang telah diajukan, namun salah satu
pendekatan yang paling komprehensif dalam menjelaskan agama adalah
pendekatan yang menyatakan bahwa agama mencakup:

a. Doktrin (ajaran-ajaran tentang keimanan);

b. Mitos (narasi historis yang bersifat sakral);

c. Etika (kode-kode moral yang bersandar pada ajaran Tuhan);

d. Praktik peribadatan atau ritual (bentuk penyerahan diri terhadap kekuatan


adikodrati);

e. Pengalaman keagamaan, mistik, spiritual;

f. Institusi sosial.

William James menjelaskan bahwa terdapat dua aspek dari agama yakni
institusional dan personal. Sisi institusional dari agama mencakup peribadatan,
teologi, praktik perayaan, organisasi eklesiastikal. Sementara aspek personal dari
agama merefleksikan disposisi internal dalam diri individu pemeluk agama
tersebut. William James percaya bahwa agama adalah sebentuk perasaan, perilaku
dan pengalaman individu dalam kesendiriannya sebagai penanda
keterhubungannya dengan sesuatu yang bersifat suci (tuhan).

Dalam penelitian yang dilakukan seorang pemeluk agama, Sigmund Freud


menyimpulkan bahwa agama ditumbuhkan dari pengalaman perasaan bersalah
seorang anak ketika ia mencoba untuk menggantikan sosok ayahnya. Dalam
karyanya yang berjudul The future of illusion, Freud manyatakan bahwa manusia
pada dasarnya tidak bahagia dan mencoba untuk lari dari ketidakbahagiaan ini
dengan melakukan ritual religious. Dengan demikian, segala bentuk perilaku
keagamaan merupakan ciptaan manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya
terhindar dari bahaya dan dapat memberikan rasa aman. Untuk keperluan itu
manusia menciptakan Tuhan dalam pikirannya (Djamaluddin Ancok, 1994: 71).

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 3


Tokoh psikolog lainnya seperti Carl Gustav Jung mengemukakan bahwa agama
berfungsi dalam menyediakan sesuatu yang tidak didapatkan manusia dari dunia
eksternal atau lingkungannya. Penyakit kejiwaan seperti neurosis misalnya adalah
sebuah kondisi dimana seseorang bertarung dengan dirinya sendiri. Ia pun
memandang bahwa persoalan ini pada dasarnya bisa dituntaskan dengan
menginternalisasikan nilai-nilai yang didapatkan dari agama.

Sedangkan Harun Nasution mendefinisikan agama adalah pengakuan terhadap


adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus
dipatuhi. Pengakuan terhadap adanya hubungan ghaib yang menguasai
manusia. mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi
perbuatan-perbuatan manusia. Kepercayaan kepada sesuatu kekuatan ghaib yang
menimbulkan cara hidup tertentu. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari
suatu kekuatan ghaib pengakuan terhadap adanya kewajiban–kewajiban
yang diyakini bersumber pada sesuatu kekuatan ghaib. Pemujaan terhadap
kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap
kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia ajaran–ajaran yang
diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

Bertitik tolak dari kata-kata tersebut intisarinya adalah agama adalah ikatan yang
harus dipegang dan dipatuhi manusia yang berasal dari sesuatu kekuatan yang
lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tak dapat ditangkap dengan
panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan
manusia sehari-hari. Jadi agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan sesuatu yang ghaib yang menguasai manusia, yang dengan
karenanya manusia meyakini harus mematuhi kewajiban–kewajiban sehingga hal
itu mempengaruhi pada tingkah atau perbuatan-perbuatan manusia sehari-hari.

2.2 Pengertian Kesehatan Mental

Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal
dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan
makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 4


Jiwa, jadi dapat dikatakan mental hygiene berarti mental yang sehat atau
kesehatan mental. Kesehatan mental (mental hygiene) adalah ilmu yang meliputi
sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk
mempertinggi kesehatan rohani, dan orang-orang yang sehat mentalnya adalah
orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan
tenteram (M.Buchori, 1982:5).

Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan


mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap
lingkungan sosial) (Mujib dan Mudzakir, 2001, 2003).

Mustafa Fahmi sebagaimana dikutip Muhammad Mahmud menemukan dua pola


dalam mendefinisikan kesehatan mental: Pertama, pola negatif (salabiy) bahwa
kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala neorosis (al-amradh
al- ashabiyah) dan psikologia (al-amradh al-dzibaniyah ). Kedua, pola positif
(ijabiy) bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian
terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya.

Sedangkan Hanna Djumhana Bastaman menyebutkan ada empat pola yang ada
dalam kesehatan mental, yaitu:

· pola simtomatis adalah pola yang berkaitan dengan gejala (symptoms) dan
keluhan (compliants) gangguan atau penyakit nafsaniyah.

· pola penyesuaian diri adalah pola yang berkaitan dengan keaktifan


seseorang dalam memenuhi tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri, atau
memenuhi kebutuhan pribadi tampa mengganggu hak-hak orang lain sehingga
disini kesehatan mental berarti kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri
secara aktif terhadap lingkungan sosialnya.

· pola pengembangan diri adalah pola yang berkaitan dengan kualitas khas
insani, seperti kreatifitas, kecerdasan, tanggung jawab dan sebagainya. Sehingga
kesehatan mental berarti kemampuan individu untuk memfusikan potensi-potensi
manusiawinya secara maksimal, sehingga ia memperoleh mamfaat bagi dirinya
sendiri maupun orng lain

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 5


· pola agama adalah pola yang berkaitan dengan ajaran agama. Jadi
kesehatan mental adalah kemampuan individu untuk melaksanakan ajaran agama
secara benar baik dengan landasan keimanan dan ketakwaan.

Dari beberapa definisi kesehatan mental tersebut maka dapat kita pahami bahwa
definisi kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia
dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan
ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna yaitu bahagia
di dunia dan di akhirat.

Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab
terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri
dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto
Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan
mental adalah memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan
yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan
(Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena
faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada di lingkungannya, juga
intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.

Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:

1. Memiliki sikap batin (Attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri.

2. Aktualisasi diri.

3. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada.

4. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri).

5. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada.

6. Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 6


2.3 Beberapa Aliran Tentang Kesehatan Mental

Terdapat beberapa pandangan tentang kesehatan mental dari sudut psikologi dan
agama, diantaranya:

1. Aliran Psikoanalitik

Aliran ini dikenal dengan tokoh yang mempeloporinya yaitu Sigmund Freud
dengan pandangan bahwa manusia adalah produk evolusi yang terjadi secara
kebetulan dan merupakan makhluk biologis. Psikoanalisis merupakan satu sistem
dinamis dari psikologi yang mencari akar tingkah laku manusia didalam dorongan
dan konflik yang tidak disadari. Freud selanjutnya memandang bahwa tingkah
laku manusia itu terjadi karena interaksi antara tiga alat dalam personaliti, yang
disebut dengan id, ego, dan super ego.

2. Aliran Behavioristik

Aliran ini berpendapat bahwa kesehatan mental adalah kesanggupan seseorang


untuk memperoleh kebiasaan yang sesuai dan dinamik yang dapat menolongnya
berintegrasi dengan lingkungan, dan menghadapi suasana-suasana yang
memperlukan pengambilan keputusan. Dengan kata lain orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang mampu ber-adjusment secara baik dan dinamis
dengan lingkungan dimana ia berada.

3. Aliran Humanistik

Aliran ini berpendapat bahwa pengkajian terhadap manusia harus didekati dari
sudut kemanusiaannya. Manusia dilengkapi dengan berbagai potensi yang bebas
dipergunakan menurut kemauannya. Oleh karena itu kesehatan mental, menurut
aliran ini, adalah kesadaran manusia terhadap potensi-potensi kebebasannya untuk
mencapai apa yang ia kehendaki dengan cara yang dipilihnya. Dengan kata lain,
bahwa orang yang sehat mentalnya menurut aliran ini adalah orang yang sabar
akan yang dimilikinya, kemudian secara bebas ia dapat menegmbangkan sesuai
dengan kehendaknya.

4. Aliran Psikologi Transpersonal

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 7


Aliran ini merupakan kelanjutan dari aliran humanistik. Menurut Maslow
pengalaman keagamaan adalah peak experience, plateu dan fathers reaches of
human nature, dalam arti kata psikologi belum sempurna sebelum difokuskan
kembali pada pandangan spiritual agama. Dalam hal ini psikologi transpersonal
berusaha menggabungkan tradisi psikologi dengan tradisi-tradisi agama besar
Timur.

2.4 Orientasi dan Indikator Kesehatan Mental

Kesehatan mental memiliki beberapa orientasi dan indikator, diantaranya:

1. Orientasi Kesehatan Mental

a. Orientasi klasik, menurut aliran ini seseorang dinyatakan sehat mentalnya


apabila ia tidak mempunyai keluhan-keluhan tertentu seperti cemas, tegang, dan
sebagainya, dimana semua keluhan itu menimbulkan perasaan sakit.

b. Orientasi pada aspek penyesuaian diri (adjusment), menurut aliran ini seseorang
dinyatakan sehat apabila ia mampu menyesuaikan dirinya secara aktif, efektif dan
menyenangkan sesuai dengan tuntutan realitas sekitarnya sesuai dengan skala
ukuran yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.

c. Orientasi pada aspek pengembangan potensi, menurut aliran ini seseorang


dinyatakan sehat apabila ia mampu mengembangkan potensi-potensinya ditengah
masyarakat dimana ia tinggal.

d. Orientasi pada aspek intra psikis atau agama, menurut aliran ini seseorang
dianggap sehat apabila ia mampu memilih apa yang dianggap baik dan menolak
apa yang dianggapnya buruk berdasarkan pedoman normatif sesuai dengan ajaran
agama yang dianutnya.

2. Indikator Kesehatan Mental

Kesehatan mental dan kondisi normalitas kejiwaan seseorang adalah kondisi


kesejahteraan emosional kejiwaan seseorang, pengertian ini berasumsikan bahwa
pada prinsipnya manusia itu dalam kondisi sehat. Atkinson menyebutkan ada
enam indikator normalitas kejiwaan seseorang yaitu:

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 8


· Persepsi realitas yang efisien, yaitu individu cukup realistik dalam menilai
kemampuannya dan dalam menginterpretasi terhadap dunia sekitarnya ia tidak
terus-menerus berpikir negatif terhadap orang lain serta tidak berlebihan dalam
memuja diri sendiri.

· Mengenal diri sendiri, yaitu individu memiliki kesadaran dalam motif dan
perasaannya sendiri.

· Kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar.

· Harga diri dan penerimaan yaitu penyesuaian diri sangat ditentukan oleh
penilaian terhadp harga diri sendiri dan merasa diterima oleh orang sekitarnya, ia
merasa nyaman bersama orang lain dan mampu beradaptasi dan mereaksi secara
spontan dalam segala situasi sosial.

· Kemampuan untuk membentuk ikatan kasih, individu yang normal dapat


membentuk jalinan kasih yang erat serta mampu memuaskan orang lain dalam hal
ini dia peka terhadap peasaan orang lain dan tidak menuntut yang berlebihn pada
orng lain.

· Produktifitas, individu yang baik adalah individu yang menyadari


kemampuannya dan dapat diarahkan pada aktifitas produktif.

Sedangkan indikator kesehatan mental menurut Ahmad Farid yang menerapkan


indikator kesehatan mental berdasarkan kepada agama adalah sebagai berikut:

· Berfokus pada ahirat.

· Tiada meninggalkan zikrullah

· Selalu merindukan untuk beribadah kepada Allah swt.

· Tujuan hidupnya hanya kepada Allah swt.

· Khusyuk dan menegakkan solat.

· Menghargai waktu dan tidak bahil harta.

· Tidak berputus asa.

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 9


· Mengutamakan kualitas perbuatan.

Zakiah Daradjat menetapkan indikator kesehatan mental dengan memasukkan


unsur keimanan dan ketaqwaan. Menurutnya indikator kesehatan mental adalah
sebagai berikut:

1. Terbebas dari gangguan penyakit jiwa.

2. Terwujudnya keserasian antara unsur-unsur kejiwaan.

3. Mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri secara fleksibel dan


menciptakan hubungan yang bermanfaat dan menyenangkan antar individu.

4. Mempunyai kemampuan dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya


serta memanfaatkannya untuk dirinya dan orang lain.

5. Beriman dan bertaqwa kepada Allah dan selalu berupaya merealisasikan


tuntutan agama dalam kehidupan sehari-hari.

Hadits sebagai sumber kedua ajaran Islam sesudah al-Qur’an banyak pula
menyinggung hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan mental. Hadits yang
berhubungan dengan kesehatan mental adakalanya yang berkaitan dengan
indikator kesehatan mental dan adakalanya yang berkaitan dengan psikoterapi,
dan yang berkaitan dengan kesehatan mental. Yang berkaitan dengan indikator
kesehatan mental, diantaranya:

1. Rasa aman.

2. Qanaah dan ridha menerima apa yang telah ditentukan Allah SWT
kepadanya.

3. Syukur dan sabar.

4. Rasa tanggung jawab.

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 10


2.5 Keabnormalan Mental

Menurut Zakiah Daradjat, keabnormalan mental adalah kumpulan dari keadaan


yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun dengan psikis.
Kebanormalan dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:

(1) gangguan mental (jiwa) (neurose)

(2) sakit mental (jiwa) (psychose)

Secara umum perbedaan neurose dan psychose dapat dilihat pada perasaan,
fikiran, perilaku, dan personalitas penderita. Penderita neurose masih mampu
merasakan kesukaran yang dihadapi sehingga perilaku dan kepribadiannya belum
memperlihatkan kelainan yang serius, ia masih berada dalam kehidupan realitas.
Sedangkan penderita psychose karena yang terkena pikirannya, kepribadiannya
tampak tidak padu lagi, karena itulah dia sudah tidak mampu hidup dalam dunia
nyata. Oleh karena itu gejala-gejala gangguan dan penyakit mental dapat dilihat
dari perasaan, fikiran, tingkah laku, dan kesehatan badan seseorang.

Dalam perspektif Islam sehat atau tidaknya mental seseorang berpijak pada aspek
spiritualitas keagamaan. Seberapa jauh keimanan seseorang yang tercermin dalam
kehidupan keberagamaan dalam kesehariannya menjadi titik tolak penting dalam
mentukan sehat atau tidaknya mental seseorang. Al Ghazali memandang bahwa
kebnormalan mental identik dengan akhlak yang buruk, sedangkan akhlak yang
buruk dinyatakan sebagai racun yang berbisa yang dapat membunuh, atau kotoran
yang bisa menjauhkan seseorang dari Allah SWT. Disamping itu akhlak yang
buruk juga termasuk kedalam langkah setan yang bisa menjerumuskan manusia
masuk dalam perangkapnya.

Gangguan mental dalam Islam berkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan


sikap batin. Inilah yang menjadi dasar dan awal dari semua penderitaan batin.
Gejala-gejala gangguan mental dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Hati yang menyimpang dari keikhlasan dan ketundukan kepada Allah sehingga
menjadi lupa terhadap posisinya sebagai hamba Allah, wujudnya bisa dalam
bentuk ria, hasad, ujub, takabur, tamak, dan sebagainya.

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 11


b. Perilaku yang terbiasa dengan pelanggaran ajaran agama disebabkan oleh
dominannya peran nafs al-ammarah dalam kehidupan. Pada kondisi ini ada dua
bentuk gangguan mental yaitu:

1. Kekuatan-kekuatan fitrah untuk mendengarkan dan melihat kebenaran, serta


berpihak dan menyukai kebenaran tidak berfungsi lagi dengan baik. Hati orang
seperti ini tertutup dari seruan kebenaran.

2. Memandang indah dan baik perbuatan-perbuatan dosa dan kesehatan sehingga


tetap merasa nikmat untuk melakukannya.

Selanjutnya Al Ghazali menyatakan bahwa manusia yang mengalami gangguan


mental berarti dia dalam keadaan sakit (terganggu mentalnya) kecuali manusia
yang dikehendaki oleh Allah SWT untuk tidak sakit mentalnya, seperti nabi dan
rosul Allah. Orang yang terganggu mentalnya memiliki sifat-sifat seperti nifak,
memperturutkan hawa nafsu, berlebih-lebihan dalam berbicara, marah, iri
hati/dengki, cinta keduniaan, cinta harta, ria, takabbur, sombong, dan ghurur. Al-
akhlaq al-mazmummah inilah yang dipandang sebagai gangguan mental karena
akhlak tersebut dapat merusak ketenangan dan ketentraman mental (jiwa).

Adapun gangguan mental yang dijelaskan oleh (A. Scott, 1961) meliputi beberapa
hal :

1. Salah dalam penyesuaian sosial, orang yang mengalami gangguan mental


perilakunya bertentangan dengan kelompok dimana dia ada.

2. Ketidak bahagiaan secara subyektif.

3. Kegagalan beradaptasi dengan lingkungan.

4. Sebagian penderita gangguan mental menerima pengobatan psikiatris dirumah


sakit.

Namun ada sebagian yang tidak mendapat pengobatan tersebut. Seseorang yang
gagal dalam beradaptasi secara positif dengan lingkungannya dikatakan
mengalami gangguan mental. Proses adaptif ini berbeda dengan penyesuaian
sosial, karena adaptif lebih aktif dan didasarkan atas kemampuan pribadi sekaligus

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 12


melihat konteks sosialnya. Atas dasar pengertian ini tentu tidak mudah untuk
mengukur ada tidaknya gangguan mental pada seseorang, karena selain harus
mengetahui potensi individunya juga harus melihat konteks sosialnya.

2.6 Pengaruh Agama Terhadap Kesehatan Mental

Telah banyak dilakukan penelitian yang berhubungan dengan agama dan


kesehatan mental, seperti yang dilakukan Bergin (1983) yang melakukan
metanalis pada hasil-hasil penelitian tentang agama dan kesehatan mental. Ia
menyimpulkan bahwa jika religiusitas dikorelasikan dengan ukuran kesehatan
mental, dari 30 efek yang ditemukan, hanya 7 orang atau 23% menunjukan
hubungan negatif antara agama dan kesehatan mental. Secara singkat, Koenig
(1999) dalam bukunya The Healing Power of Faith, menyatakan bahwa keluarga
yang religious umumnya; punya keluarga yang lebih bahagia, punya gaya hidup
yang lebih sehat, dapat mengatasi stress, terlindung dari penyakit kardiovaskular,
punya sistem imun yang lebih kuat.

Sejumlah kasus yang menunjukkan adanya hubungan antara faktor keyakinan dan
kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuwan beberapa
abad yang lalu. misalnya, pernyataan Carel Gustav Jung “diantara pasien saya
yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak
dilatarbelakangi oleh aspek agama”. Prof Dr. Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir
lebih jauh membahas hubungan antara agama dan kesehatan mental melalui
pendekatan teori biokimia. menurutnya, di dalam tubuh manusia terdapat
sembilan kelenjar hormon yang memproduksi persenyawaan-persenyawaan kimia
yang mempunyai pengaruh biokimia tertentu, disalurkan lewat pembuluh darah
dan selanjutnya memberi pengaruh kepada eksistensi dan berbagai kegiatan tubuh.

Lebih jauh Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir berkesimpulan bahwa segala


bentuk gejala emosi seperti bahagia, rasa dendam, rasa marah, takut, berani,
pengecut yang ada dalam diri manusia adalah akibat dari pengaruh persenyawaan-
persenyawaan kimia hormon, di samping persenyawaan lainnya. tetapi dalam
kenyataannya, kehidupan akal dan emosi manusia senantiasa berubah dari waktu
ke waktu. Oleh karena itu, selalu terjadi perubahan-perubahan kecil produksi

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 13


hormon-hormon yang merupakan unsur dasar dari keharmonisan kesadaran dan
rasa hati manusia, tepatnya perasaannya.

Jika seseorang berada dalam keadaan normal, seimbang hormon dan kimiawinya,
maka ia akan selalu berada dalam keadaan aman. Perubahan yang terjadi dalam
kejiwaan itu disebut oleh Abd Al-Qadir sebagai spectrum hidup. Penemuan
Muhammad mahmud Abd Al-Qadir seorang ulama dan ahli biokimia ini, setidak-
tidaknya memberi bukti akan adanya hubungan antara keyakinan agama dengan
kesehatan jiwa. Pengobatan penyakit batin melalui bantuan agama telah banyak
dipraktikkan orang. Dengan adanya gerakan Christian Science, kenyataan sepeti
itu diperkuat pengakuan ilmiah pula. Dalam gerakan ini dilakukan pengobatan
pasien melalui kerja sama antara dokter, psikiater, dan ahli agama (pendeta). Di
sini tampak nilai manfaat dari ilmu jiwa agama. Barangkali hubungan antara
kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai
keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang
terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang itu diduga akan
memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif.
Maka, dalam kondisi yang serupa itu manusia berada dalam keadaan tenang dan
normal, yang oleh Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir, berada dalam
keseimbangan persenyawaan kimia dan hormon tubuh. Dengan kata lain, kondisi
yang demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah
kajadiannya, sehat jasmani, dan ruhani.

Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dalam rohani atau dalam hatinya
selalu merasa tenang, aman, dan tentram. Ketika agama sebagai keyakinan
dihubungkan pada kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri seseorang
terhadap suatu kekuasaan yang maha tinggi. Tindak ibadah dalam sebuah ritual
agama akan memberi rasa bahwa hidup lebih bermakna dan manusia sebagai
mahluk hidup yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak terpisah
memerlukan pengakuan yang dapat memuaskan keduanya.

Salah satu cabang ilmu jiwa, yang tergolong dalam psikologi humanistika dikenal
logoterapi (logos berate makna dan juga ruhani). Logoterapi dilandasi falsafah
hidup dan wawsan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi sosial pada

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 14


kehidupan manusia. kemudian, logoterapi menitikberatkan pada pemahaman
bahwa dambaan utama manusia yang asasi atau motif dasar manusia adalah hasrat
untuk hidup bermakna. Diantara hasrat itu terungkap dalam keinginan manusia
untuk memiliki kebebasan dalam menemukan makna hidup. Kebebasan seperti itu
dilakukannya antara lain melalui karya-karya yang diciptakannya, hal-hal yang
dialami dan dihayati (termasuk agama dan cinta kasih) atau dalam sikap atas
keadaan dan penderitaan yang tak mungkin dielakkan. Adapun makna hidup
adalah hal-hal yang memberikan nilai khusus bagi seseorang, yang bila dipenuhi
akan menjadikan hidupnya berharga dan akhirnya akan menimbulkan
penghayatan bahagia. Dalam logoterapi dikenal dua peringkat makna hidup, yaitu
makna hidup pribadi dan makna hidup paripurna.

Maka hidup paripurna bersifat mutlak dam universal, serta dapat saja dijadikan
landasan dan sumber makna hidup pribadi. Bagi mereka yang tidak atau kurang
penghayatannya terhadap agama, mungkin saja pandangan falsafah atau ideologi
tertentu dianggap memiliki nilai-nilai universal dan paripurna. Sedangkan bagi
penganut agama, maka Tuhan merupakan sumber nilai Yang Maha Sempurna
dengan agama sebagai perwujudan tuntutan-Nya. Di sinilah barangkali letak
peranan agama dalam membina kesehatan mental, berdasarkan pendekatan
logoterapi. Karena bagaimanapun, suatu ketika dalam kondisi yang berada dalam
keadaan tanpa daya, manusia akan kehilangan pegangan dan bersikap pasrah.
Dalam kondisi yang serupa ini ajaran agama paling tidak akan membangkitkan
makna dalam hidupnya. Makna hidup pribadi menurut logoterapi hanya dapat dan
harus ditemukan sendiri.

Kehilangan makna hidup menyebabkan manusia mencari jalan sendiri-sendiri.


Bertualang tanpa arah, terus mencari, siapa dan apaun yang diduga mampu
memberikan “obat” penawar kesepian batin pasti akan dihampiri. Mulai dari
berlindung dibawah sosok manusia mistik, mencoba melabuhkan diri pada hidup
yang penuh hura-hura, ataupun mengkonsumsi minuman keras. Disini, batin
manusia modern bagaikan terkarantina oleh produk teknologi hasil karya mereka
sendiri dan keadaan ini jelas sungguh ironis.

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 15


Sayangnya, agama dalam hal ini sering dipandang hanya sebagai anutan.
Dianggap sebagai sesuatu yang datang dari luar dan asing. Padahal, potensinya
sudah bersemi dalam batin sebagai fitrah manusia. Potensi yang diterlantarkan
oleh keangkuhan egoisme manusia. Jalinan keharmonisan antara kebutuhan fisik
dan mental spiritual terputus. Akibatnya manusia kehilangan kemampuan untuk
mengenal dirinya bahkan menemukan makna hidupnya. Padahal Sang Maha
Pencipta sudah mewanti-wanti akan hal itu. Seuntai firman mengungkapkan hal
itu: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS.
3:112). Di kala manusia melupakan Sang Maha Pencipta dan kehilangan God
View-nya, kehidupan menjadi hampa. Ketentraman batin tersaput, dan hidup akan
menjadi tak bermakna. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tenteram.” (QS. 13:28).

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 16


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan sesuatu


yang ghaib yang menguasai manusia, yang dengan karenanya manusia meyakini
harus mematuhi kewajiban–kewajiban sehingga hal itu mempengaruhi pada
tingkah atau perbuatan-perbuatan manusia sehari-hari.

Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara


fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan
dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta
bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna yaitu bahagia di dunia dan
di akhirat.

Agama sebagai keyakinan dapat membantu penderita penyakit mental untuk lebih
cepat sembuh, dan sekaligus karena agama pula penyakit mental bisa dicegah.

3.2 Saran

Manusia yang berpegang pada suatu agama hendaknya mampu menjadikan


keyakinannya bukan sekedar anutan akan tetapi mampu lebih menghayati dalam
berskap dan bertigkah laku sehari-hari sehingga dapat menjadi tuntunan, arah
yang baik pada keberlangsungan hidup yang secara langsung dapat menjaga
kesehatan mental dan terhindar dari gangguan mental karena memegang satu
keyakinan yang kukuh, yakni agama.

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 17


DAFTAR PUSTAKA

Sumber:

Buku Agama Semester 1 yang Disususn Oleh Muh. Jambia Wadan Sao, SH

Nasrudin, Endin. 2009. Psikologi Agama. Bandung: Qutub Production

Mujib, Abdul & Mudzakir, Jusuf. 2001. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada

Jalaludin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Jalaludin. 2003. Psikologi Agama “sebuah pengantar”. Bandung : Mizan Media


Utama

STIE JAMBATAN BULAN TIMIKA Page 18

Anda mungkin juga menyukai