Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah Dalam


Mengistimbathkan Hukum Islam

Oleh :

Oleh :

NAMA : FEBRI FERNANDEZ


NIMKO : 1215192003123

FAKULTAS EKONOMI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NATUNA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas terselesaikannya makalah
yang berjudul “Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah Dalam Mengistimbathkan Hukum Islam”
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah QOWAID
FIQHIYAH pada prodi Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Natuna.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak SAID MUHD. RAHIMIN,
S,Ag. MM selaku dosen pengampu dan teman-teman yang telah memberi motivasi dan
dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini..
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif, terutama dari Bapak Dosen
Pengampu dan teman-teman.
Demikianlah Makalah ini saya buat dan terimah kasih.

Ranai, 13 Juli 2020


Penyusun

FEBRI FERNANDEZ

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. 2
DAFATR ISI................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan............................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi Qawaid Fiqhiyah................................................................ 6
B. Dalil Qawaid Fiqhiyah...................................................................... 7
C. Urgensi Qawaid Fiqhiyah................................................................. 8
D. Kedudukannya Dalam IFTA DAN QADHA.................................... 9

E. Perbedaan Qawaid Fiqhiyah d e n g a n Ushul Fiqih ......................... 10

F. Hubungan Qawaid Fiqhiyah dengan Fiqih, Ushul Fiqih................. 11

G. Manfaat Qawaid Fiqhiyah................................................................. 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................ 14
B. Saran.................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Sesuai dengan perkembangan zaman dari masa kemasa Qawaid Fiqhiyah,


Qawaid Ushuliyah, fiqih dan ushul fiqh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan perkembangan fiqih, karena
pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih, Qawaid fiqhiyah,
ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang berbicara tentang fiqih.
Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid usuliyah tersebut
adalah alat untuk sampai kepada kajian hukum fiqih.

Kaidah ushuliyah memuat pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya

baik Al-Quran maupun sunnah dengan menggunakan pendekatan secara

kebahasaan. Sedangkan kaidah fiqhiyah merupakan petunjuk operasional dalam

mengistinbathkan hukum Islam, dengan melihat kepada hikmah dan rahasia-

rahasia tasyri’. Namun kedua kaidah tersebut merupakan patokan dalam

mengistinbathkan suatu hukum, satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan pula

Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan memudahkan terhadap

pemecahan permasahalan yang muncul ditengah-tengah kehidupan di zaman

modern ini, maka, hendaklah kita memahami secara baik tentang konsep disiplin ilmu

ini karenanya merupakan asas dalam pembentukan hukum Islam. Masih jarang

diantara kaum muslim yang memahami secara baik tentang pedoma penyelesaian

hukum Islam. Menjadi suatu kewajiban sebagai seorang muslim untuk memahami

dan meyikapi persoalan hukum dalam Islam karena proses kehidupan tidak terlepas

dari kegiatan hukum yang berkaitan dengan af’al mukallaf, apalagi untuk

memenuhi kebutuhan hidup dizaman moderen ini, kita dituntut oleh keadaan
untuk menjawab hukum-hukum islam yang terjadi ditengan-tengah masyarakat

lokal maupu non lokal.

Maka kondisi ini membuat penulis tertantang untuk mengupas sedikit

banyaknya tentang Qawaid Fiqhiyah, semoga goresan tangan ini bermanfaat

terutama bagi penulis sendiri dan para pembaca yang budiman.

B. RUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan penulisan makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah yang ada.
1. Mengerti dan memahami pengertian kaidah fiqhiyah.
2. Mengerti dan memahami kedudukan kaidah fiqhiyah sebagai metode istinbath hukum
3. Mengerti dan memahami manfaatb adanya istinbath hukum di masa sekarang ini.

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Makalah ini disusun bertujuan agar kita mengetahui, memahami dan mengerti tentang
bagaimana kedudukan kaidah fiqhiyah sebagai metode istinbath hukum, juga agar alasan
untuk memperkuat makalah ini yaitu manfaat adanya metode ini sebagai salah satu sumber
ijtihad hukum para ulama di masa setelah Rosul sampai saat ini
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Qawaid Fiqhiyah


Dalam pengertian Qawaid Fiqhiyyah ada dua terminologi yang perlu kami jelaskan
terlebih dahulu, yaitu qawaid dan fiqhiyah. Kata qawaid merupakan bentuk jama' dari
kata qaidah, dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan kata 'kaidah' yang berarti
aturan atau patokan, dalam tinjauan terminologi kaidah mempuyai beberapa arti. Dr.
Ahmad asy-Syafi'i menyatakan bahwa kaidah adalah:

‫ﻘﻟا‬A‫ﺎﻀ‬A‫ﻟا ﺎﯾ‬A‫ﻨﯾ ﻰﺘﻟا ﺔﯿﻠﻜ‬A‫ﻛ ﺖﺤﺗ جرﺪ‬A‫و ﻞ‬A‫ﻨﻣ ةﺪﺣا‬A‫ﺣ ﺎﮭ‬A‫ﯿﺜﻛ تﺎﯿﺋﺰﺟ ﻢﻜ‬A‫ةﺮ‬
"Hukum yang bersifat universal (kulli) yang diikuti oleh satuan-satuan hukum juz'i
yang banyak"1
Sedangkan secara terminologi fiqh berarti, menurut al-Jurjani al-Hanafi:
‫ﻟا‬A‫ﻠﻌ‬A‫ﺣﻻﺎﺑ ﻢ‬A‫ﻌﯾﺮﺸﻟا مﺎﻜ‬A‫ﻟا ﺔ‬A‫ﯿﻠﻤﻌ‬A‫ﻣ ﺔ‬A‫ﻟدا ﻦ‬A‫ا ﺎﮭﺘ‬A‫ﻔﺘﻟ‬A‫ﻠﺼ‬A‫ھو ﺔﯿ‬A‫ﻠﻋ ﻮ‬A‫ﺑ ﻂﺒﻨﺘﺴﻣ ﻢ‬A‫جﺎﺘﺤﯾو دﺎﮭﺘﺟﻻاو يأﺮﻟﺎ‬
‫ﻟا ﮫﯿﻓ‬A‫ﻞﻣﺄﺘﻟاو ﺮﻈﻨﻟا ﻰ‬

”ilmu yang menerangkan hukum hukum syara yang amaliyah ang diambil dari dalil-
dalilnya yang tafsily dan diistinbatkan melalui ijtihad yang memerlukan analisa dan
perenungan"2
Dari uraian pengertian diatas baik mengenai qawaid maupun fiqhiyah maka
yang dimaksud dengan qawaid fiqhiyah adalah sebagaimana yang dikemukakan
oleh Imam Tajjudin as-Subki:
‫ﻻا‬A‫ا ﺮﻣ‬A‫ﻔﺗ ةﺮﯿﺜﻛ تﺎﯿﺋﺰﺟ ﻰﻠﻋ ﻖﺒﻄﻨﯾ ىﺬﻟا ﻰﻠﻜﻟ‬A‫ا ﻢﮭ‬A‫ﺎﻜﺣ‬A‫ﺎﮭﻨﻣ ﺎﮭﻣ‬
"Suatu perkara kulli yang bersesuaian dengan juziyah yang yang banyak yang dari
padanya diketahui hukum-hukum juziyat itu ." 3
Menurut Musthafa az-Zarqa, Qowaidul Fiqhyah ialah : dasar-dasar fiqih yang
bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang yang berisi hukum-hukum
syara’ yang umum terhadap berbagai peristiwa hukum yang termasuk dalam ruang
lingkup kaidah tersebut.4

1. Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul fiqh al-Islami, iskandariyah muassasah tsaqofah al-
Jamiiyah .1983. hal.4.
B. DALIL QAWAID FIQHIYYAH

Dalil untuk menjadikan qawaid fiqhiyyah sebagai metode istimbat hukum terdapat
pada dua dalil yaitu Al-Qur’an dan Hadist.5.
a. Al-Qur’an : Bahwasanya dalil yang diambil untuk memecahkan sebuah
masalah adalah lansung di ambil dari al-Qur’an, sebagai contoh kasus pada firman
Allah SWT dalam suarat al-‘Araf ayat 199.6

ِ ْ‫ُخ ِذ ْٱل َع ْف َو َو ْأ ُمرْ بِ ْٱلعُر‬


َ‫ف َوأَ ْع ِرضْ ع َِن ْٱل ٰ َج ِهلِين‬
Terjemah Arti: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Artinya : Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Kalimat ‘Khuz,’ yang berartikan perintah untuk melakukan
perbuatan menyambung tali persaudaraan, dan kalimat “afwa”
menunjuki kepada memaafkan kesalahan orang lain, sedangkan kalimat
“amar bilma’ruf” dalam ayat di atas menunjuki kepada menyambung tali
persaudaraan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT pada jalan yang
haram dan yang halal. Selanjutnya kalimat “wa’arid anil jahilina” menunjuki
kepada perintah dilarang melakukan kezaliman.
Pada ayat di atas, jika kita lihat dari sisi qawaid fiqhiyyah jelas bahwa
ayat tersebut dapat digunakan sebagai dalil untuk memutuskan hukum dalam
perkara syariat Islam
b. Al-Hadist : dalil Qawaid fiqhiyyah juga terdapat pada hadist Nabi Muhammad
SAW seperti pada Hadist tentang “ tiap sesuatu yang memabukkan haram
hukumnya” ini hadist juga berlaku kaidah ammiyah dengan sebutatan Al-
kalimah Al-Ammiyyah. Lebih jelas baca kitab Al-qawaid Al-Fiqhiyyah karangan
Aly Ahmad Al-Nadhawy hal 172.
c. Qawaid fiqhiyah berlaku juga sebagai dail terdapat pada hadist Nabi Muhammad
SAW tentang persoalan Niat, kaidah yang digunakan pada hadist tersebut adalah
1
qaidah fiqhiyyah Al-Amrru bimaqhasidiha

2 . Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta bulan bintang 1975. hal. 25
3 . Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh, Jakarta. Bulan bintang. 1976. hal.11.
4 . Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah : Jakarta, hal.13
5. Aly Ahmad Al-Nadawy, Al-Qawaid Al-Fiqhiyah, Cet. VI. (Dar Al-basyar : Jedah). hal 271272
6. Ali Ahmad Al-Nadhawy, Al-Qawaid Fiqhiyyah, Cet. VI. (Dar Al-Basyar, Jedah t.t). hal.272
C. URGENSI QAWAID FIQHIYAH.

Pendapat M. az-Zuhayliy dalam kitabnya al-Qawa’id al-fiqhiyyah berdasarkan


cakupannya yang luas terhadap cabang dan permasalahan fiqh, serta berdasarkan
disepakati atau diperselisihkannya qawa’id fiqhiyyah tersebut oleh madzhab-madzhab atau
satu madzhab tertentu, tedapat pada 4 macam, yaitu:
a. Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al- Kubra, yaitu qaidah-qaidah fiqh yang
bersifat dasar dan mencakup berbagai bab dan permasalahan fiqh. Qaidah-qaidah ini
disepakati oleh seluruh madzhab. Yang termasuk kategori ini adalah :
1. Al-Umuru bi maqashidiha.
2. Al-Yaqinu la Yuzalu bi asy-Syakk.
3. Al-Masyaqqatu Tajlib at- Taysir.
4. Adh-Dhararu Yuzal,
5. Al- ’Adatu Muhakkamah.

b. Al-Qawa’id al-Kulliyyah : yaitu qawa’id yang menyeluruh yang diterima oleh


madzhab-madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada
qawa’id yang lalu. Seperti kaidah : al-Kharaju bi adh- dhaman/Hak mendapatkan
hasil disebabkan oleh keharusan menanggung kerugian, dan kaidah : adh-Dharar al-
Asyaddu yudfa’ bi adh-Dharar al-Akhaf Bahaya yang lebih besar dihadapi dengan
bahaya yang lebih ringan. Banyak kaidah- kaidah ini masuk pada kaidah yang 5, atau
masuk di bawah kaidah yg lebih umum.
c. Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab), yaitu kaidah-kaidah yang
menyeluruh pada sebagian madzhab, tidak pada madzhab yang lain. Kaidah ini terbagi
pada 2 bagian :
1. Kaidah yang ditetapkan dan disepakati pada satu madzhab.
2. Kaidah yang diperselisihkan pada satu madzhab.
Contoh, kaidah : ar-Rukhash la Tunathu bi al- Ma’ashiy Dispensasi tidak
didapatkan karena maksiat. Kaidah ini masyhur di kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali,
tidak di kalangan mazhab Hanafi, dan dirinci di kalangan madzhab Maliki.

d. Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid, yaitu kaidah yang


diperselisihkan dalam satu madzhab. Kaidah-kaidah itu diaplikasikan dalam satu furu’
(cabang) fiqh tidak pada furu’ yg lain, dan diperselisihkan dalam furu’ satu madzhab.
Contoh, kaidah : Hal al-’Ibroh bi al-Hal aw bi al-Maal?/Apakah hukum yang
dianggap itu pada waktu sekarang atau waktu nanti? Kaidah ini diperselisihkan
pada madzhab Syafi’i. oleh karena itu pada umumnya diawali dengan kata :hal apakah.7
D. KEDUDUKANNYA DALAM IFTA DAN QADHA
Kedudukan qawaid fiqhiyyah dalam ifta dan qadha pada persoalan hukum Islam
adalah sebagai alat untuk istimbath yaitu sebagai metode dalam mengambil sebuah hukum
yang belum terdapat nashnya baik dalam al-qaur’an maupun hadist.

Menurut bacaan penulis dalam kitab Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah bahwa Ifta dan
Qadha boleh digunakan sebagai alat untuk mengistimbathkan hukum Islam dengan
ketentuan apabila nash tersebut masih umum. Lebih jelas boleh dilihat dalam kitab Al-
qawaid Al-Fiqhiyyah karang Aly Ahmad Al-Nadhawiy pada halam 333. Pembahasan
yang ketiga Ifta dan Qhada’.
Pada akhirnya untuk melihat tentang arti penting dan kegunaan qawa’id
fiqhiyyah dapat dilihat dari pendapat Ali Ahmad al-Nadwi berikut ini:
a. Bahwa qawa’id fiqhiyyah itu mempermudah untuk menguasai fikih Islam,
menghimpun masalah-masalah yang berserakan, dengan jalan
menyusun furu’-furu’ yang banyak tersebut dalam satu alur di bawah satu
kaidah.
b. Kaidah-kaidah itu membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang
banyak diperdebatkan, dengan cara menjadikan kaidah itu sebagai jalan untuk
menghadirkan hukum.
c. Mendidik orang yang berbakat fikih dalam mendekatkan analogi (ilhaq) dan
takhrij untuk mengetahui hukum-hukum, yang belum digariskan dalam fikih.
d. Mempermudah orang yang membahas fikih dalam mengikuti
(memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tema- tema
yang berbeda-beda serta meringkasnya dalam satu topik tertentu.
e. Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan yang menunjukkan bahwa
hukum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling berdekatan atau
menegakkan maslahat yang lebih besar.
f. Pengetahuan tentang kaidah merupakan kemestian, karena kaidah mempermudah
cara memahami furu’ yang bermacam-macam.

7 . H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA http://www.slideshare.net/asnin_syafiuddin/01-02- pendahuluan


diposting pada tanggal 10 september 2012.
Dari satu sisi qawa’id fiqhiyyah sebagai alat untuk mempermudah ahli fiqh dalam
mengistimbatkan hukum disisi lain qawa’id fiqhiyyah jarang sekali dipergunakan
hanya pada saat-saat tertentu yang berhubungan dengan kasus-kasus hukum.

E. PERBEDAAN QAWAID FIQHIYAH DENGAN USHUL FIQIH

Menurut Ali Ahmad al-Nadawi, perbedaan antara qawaid fiqhiyyah dengan


qawaid ushuliyyah adalah sebagai berikut:8
a. Ilmu ushul fiqih merupakan parameter (tolak ukur) cara berinstinbat fikih.
Kedudukan ilmu ushul fiqih (dalam fiqih) ibarat kedudukan ilmu nahwu dalam hal
pembicaraan dan penulisan, qawaid fiqhiyyah merupakan wasilah, jembatan
penghubung, antara dalil dan hukum. Tugas qawaid fiqhiyyah adalah
mengeluarkan hokum dari fdalil-dalil yang tafshili (terperinci). Ruang lingkup
qawaid ushuliyyah adalah dalil dan hukum seperti amr itu menunjukan wajib,
nahyi menunjukan haram, dan wajib mukhayar bila telah dikjerjakan sebagaian
orang, maka yang lainya bebas dari tanggung jawab. Qawaid fiqhiyyah adalah
qaidah kulliyah atau aktsariyah (mayoritas) yang juz’i-juz’inya (farsial-farsialnya)
beberapa masalah fiqih dan ruang lingkupnya selslu perbuatan orang mukalaf
b. Qawaid ushuliyyah merupakan qawaid kulliyah yang dapat diaplikasikan
pada seluruh juz’i dan ruanglingkupnya. Ini berbeda dengan qawaid fiqhiyyah
yang merupakan kaidah berbeda dengan qawaid fiqhiyyah yang merupakan kaidah
aghlabiyah (mayoritas yang dapat diaplikasikan pada sebagaian juz’i-nya, karena ada
pengecualiannya.
c. Qawaid ushuliyyah merupakan dzari’ah (jalan) untuk mengeluarkan hukum syara’
amali. Qawaid fiqhiyyah merupakan kumpulan dari hukum-hukum serupa yang
mempunyai ‘illat yang sama, dimana tujuannya untuk menekatkan berbagai
persoalan dan mempermudah mengetahuinya.
d. Eksistensi qawaid fiqhiyyah baik dalam teori maupun realitas lahir setelah furu’,
karena berfungsi menghimpun furu’ yang berserakan dan mengalokasikan
makna-maknanya. Adapun ushul fiqih dalam teori ditunut eksistensinya
sebelum eksistensinya furu’, karena akan menjadi dasar seorang fakih dalam
menetapkan hukum.
8 . Ali Ahmad al Nadawy, al Qawi’id al Fiqhiyyah, hal. 68,69
Posisinya seperti al-Qur’an terhadap sunah dan nash al-Qur’an lebih kuat dari
zahirnya. Ushul sebagai pembuka furu’. Posisinyaseperti anak terhadap ayah,
buah terhadap pohon, dan tanaman terhadap benih.

e. Qawaid fiqhiyyah sama dengan ushul fiqih dari satu sisi dan berbeda dari sisi
yang lain. Adapun persamaannya yaitu keduannya sama-sama mempunyai
kaidah yang mencakuip berbagai juz’i, sedangkan perbedaannya yaitu kaidah ushul
adalah masalah-masalah yang dicakup oleh bermacam-macam dalil tafshily yang
dapat mengeluarkan hukum syara’. Kalau kaidah fiqih adalah masalah-masalah
yang mengandung hukumhukum fiqih saja. Mujtahid dapat sampai kepadanya
dengan berpegang kepada masalah-masalah yang dijelaskan ushul fiqih.
Kemudidan bila seorang fakih mengapllikasikan hukum-hukum tersebut
terhadap hukum-hukum farsial, maka itu bukanlah kaidah, namun, bila ia
menyebutkan hukum-hukum tersebut dengan qaidah-qaidah kuliyyah (peristiwa-
peristiwa universal)yang dibawahanya terdapat berbagai hukum juz’i maka itu
disebut kaidah. Qawaid kuliyyah dan hukum-hukum juz’i benar-benar masuk
dalam madlul (kajian) fikih, keduanya menunggu kajian mujtahid terhadap ushul
fiqih yang membangunnya.9

F. HUBUNGAN QAWAID FIQHIYAH DENGAN FIQH, USHUL FIQH

Qawaid Fiqhiyah, fiqh, ushul fiqh dan qawaid fiqhiyah tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan
perkembangan fiqih, karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan
adalah fiqih.
Qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang
berbicara tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid
usuliyah tersebut adalah fiqih. Menurut al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama
syafiiyyah, ushul fiqih adalah :
‫ﻣ‬A‫ﻟا ﻞﺋ ﻻد ﺔﻓﺮﻌ‬A‫ا ﮫﻘﻔ‬A‫و ﻻﺎﻤﺟ‬A‫ﯿﻛ‬A‫ﻟا ﺔﯿﻔ‬A‫ﺘﺴ‬A‫و ﺎﮭﻨﻣ ةدﺎﻔ‬A‫ا لﺎﺣ‬A‫ﻤﻟ‬A‫ﺪﯿﻔﺘﺴ‬
“pengetahuan secara global tentang dalil-dalil fiqih, metode penggunaannya, dan keadaan
(syarat-syarat) orang yang menggunakannya.”

9 . Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah ...., h. 31,32.


Definisi ini menekankan tiga objek kajian ushul fiqih, yaitu :
1. Dalil (sumber hukum)
2. Metode penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian hukum dari
sumbernya.
3. Syarat-syarat orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath) hukum dan
sumbernya.
Dengan demikian, ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber
hukum dan metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau sumbernya.
Metode penggalian hukum dari sumbernya tersebut harus ditempuh oleh orang yang
berkompeten. Hukum yang digali dari dalil/sumber hukum itulah yang kemudian dikenal
dengan nama fiqih. Jadi fiqih adalah produk operasional ushul fiqih. Sebuah hukum
fiqih tidak dapat dikeluarkan dari dalil/sumbernya (nash al-Qur’an dab sunah) tanpa
melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan pengertian harfiah ushul fiqih, yaitu dasar-dasar
(landasan) fiqih.
Misalnya hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istyinbath) dari ayat
Al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 43 yang berbunyi
....... ‫و‬A‫ﺼﻟا اﻮﻤﯿﻗا‬A‫اﻮﺗاءو ةﻼ‬A‫ةﻮﻛﺰﻟا‬

“dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat ...”

Firman Allah diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqih, perintah
pada asalnya menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut

( ‫ﺻﻻا‬A‫ﻮﻠﻟ ﺮﻣﻻا ﻰﻓ ﻞ‬A‫)بﻮﺟ‬.


Disamping itu qawaid fiqhiyah dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam
mengetahui hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini karena dalam menjalanklan hukum
fiqih kadang-kadang mengalami kendala-kendala. Misalnya kewajiban shalat lima waktu
yang harus dikerjakan tepat pada waktunya. Kemudian seorang mukalaf dalam
menjalankan kewajibannya mendapat halangan, misalnya ia diancam bunuh jika
mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam kasusu seperti ini, mualaf tersebut
boleh menunda sholat dari waktunya karena jiwanya terancam. Hukum boleh ini dapat
ditetapkan lewat pendekatan qawaid fiqhiyah, yaitu dengan menggunakan qaidah :” ‫لاﺰﯾ‬
‫ “راﺮﻀﻟا‬bahaya wajid dihilangkan. Ini adalah salah satu perbedaan antara qawaid
ushuliyah dengan qawaid fiqhiyah. Qawaid ushuliyah menkaji dalil hukum (nash al-
Qur’an dan sunah) dan hukum syarak, sedangkan qawaid fiqhiyah mengkaji
perbuatan mukalaf dan hukum syarak.
Demikianlah hubungan antara fiqih, qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan. Hukum
syarak (fiqih) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah melalui
pendekatan ushul fiqih yang diantaranya menggunakan qawaid ushuliyah. Hukum syarak
(fiqih) yang telah diistinbath tersebut diikat oleh qawaid fiqhiyah, dengan maksud supaya
lebih mudah difahami dan identfikasi.10

G. MANFAAT QAWAID FIQHIYAH

Manfaat mempelajari qawaid fiqhiyah itu adalah untuk mendapatkan manfaat dari
ilmu qawaid fiqhiyah itu sendiri, manfaat qawaid fiqhiyah ialah:
1. Dengan mempelajari kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui prinsip-
prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang
mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh.
2. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah
menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi.
3. Dengan mempelajari kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan materi-
materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adat yang
berbeda.
4. Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang diciptakan oleh
Ulama, pada dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan sebenarnya mengikuti
al-Qur’an dan al-Sunnah, meskipun dengan cara yang tidak langsung.
5. Mempermudah dalam menguasai materi hukum.
6. Kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang
banyak diperdebatkan.
7. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dan
takhrij untuk memahami permasalahan-permasalahan baru.

8. Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam mengikuti


(memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari
tempatnya.11

10. Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi


Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah), hal. 32-35.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa kesimpulan :


1. Qawaid Fiqhiyyah merupakan alat untuk memutuskan perkara-perkara
yang belum terdapat nashnya baik dalam al-qur’an maupun hadist,
termasuk pada ibarat nash yang masih umum atau lafadh ammiyah. qawaid
fiqhiyyah merupakan wasilah, jembatan penghubung, antara dalil dan
hukum.
2. Salah satu dasar penggunaan qawaid fiqhiyyah sebagai dalil untuk
memutuskan persoalan syariat terdapat dalam al-qur’an pada firman Allah
SWTdalam surat al-a’raf ayat 199.

3. Urgensi penggunaan qawaid fiqhiyyah dalam persoalan fiqh mencakupi


seluruh hukum yang berhubungan dengan af’al mukallaf. Baik dalam fiqh
ibadat, muamalat, munakahat maupun jinayat.
4. Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah dalam ifta dan qadha terdapat pada
istimbath hukum yang masih umum lafazd.

B. Saran-Saran.
Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih banyak kekurangan dan jauh sekali dari
kesempurnaan, oleh sebab itu saran dan kritikan yang bersifat membangun dari kawan-
kawan sangat penulis harapkan. Semoga beranfaat Amin yarabbal Alamin.

13
11 . H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA http://www.slideshare.net/asnin_syafiuddin/01-
02- pendahuluan diposting pada tanggal 18 Oktober 2013
DAFTAR PUSTAKA

Ali Ahmad Al-Nadhawy, Al-Qawaid Fiqhiyyah, Cet. VI. (Dar Al-Basyar,


Jedah t.t).
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah : Jakarta.
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah, (Jakarta: GayaMedia
Pratama, 2008).
Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul fiqh al-Islami,
iskandariyah muassasah tsaqofah al- Jamiiyah .1983.
Ali Ahmad al Nadawy, al Qawi’id al Fiqhiyyah, (Dmasascus; Dar al
Qalam, 1994).
Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh, Jakarta. Bulan bintang.
1976. Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta bulan
bintang 1975.
http://www.slidesha re.net/asn in_syafiudd in /01 -02-pendahuluan oleh H. Asnin
Syafiuddin, Lc. MA diposting pada tanggal 10 september 2012.
Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya
dalam Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah
islamiyyah, mu’ashirah), (Depok, Gramata Publishing).

Anda mungkin juga menyukai