Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DIRASAH AL NUSUS

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu :

Zainal Arifin, M.Pd

DISUSUN OLEH :

Kelompok 8 :

RIZKA FITRIA LESTARI (191260065)

SITI MUNTAMAH (191260070)

SITI NURFUADIYYAH (1912600)

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF (IAIM) NU

METRO-LAMPUNG

2019/2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................1

DAFTAR ISI.......................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. ‘Am dan Khas.........................................................................................................4


a. Pengertian ‘Am dan Berbagai Karakternya.......................................................4
b. Macam-macam ‘Am..........................................................................................5
c. Perbedaan antara al ‘Am al Murad bihil khusus dengan al-‘AmalMakhsus.....5
d. Pengertian Khas dan Mukhasis..........................................................................5
B. Mutlaq – Muqayyad.................................................................................................6
a. Pengertian Mutlaq..............................................................................................6
b. Pengertian Muqayyad........................................................................................6
c. Macam-macam Mutlaq dan Muqyyad dan Status Hukum Masing-masing......7
d. Pandangan Ulama Tentang Mutlaq Dan Muqayyad..........................................9
C. Mantuq dan Mafhum...............................................................................................9
a. Pengertian Mantuq.............................................................................................9
b. Macam-macam Mantuq.....................................................................................10
c. Pengertian Mafhum ..........................................................................................10
d. Pembagian Mafhum...........................................................................................11
e. Syarat-syarat Mafhum mukhalafah...................................................................11
...........................................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................12

2
B. Saran .......................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ulumul Qur’an adalah sekumpulan ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik
dari segi keberadaannya maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung
di dalamnya.

Untuk dapat memahami kalam Allah, sejalan dengan penjelasan Rasulullah SAW,
serta pendapat yang dikutip sahabat, dan tabi’in dari Nabi tentang kandungan al-Qur’an
maka salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam
adalah Ilmu Ushul Fiqih, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan
pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliyah yang diperoleh
melalui dalil-dalil yang rinci.

Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqih akan diketahui nash-nash syara’ dan hukum-
hukum yang ditunjukkannya. Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqih yang penting diketahui
adalah Istinbath, dari segi kebahasaan, salah satunya adalah ‘am dan khas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ‘Am dan khas ?
2. Apa itu Mutlaq-Muqayyad ?
3. Apa itu Mantuq-Mafhum?
C. Tujuan
 Untuk mengetahui apa saja permasalahan ‘Am-Khas.
 Untuk mengetahui permasalahan mutlaq-muqayyad.
 Untuk mengetahui permasalah mantuq-mafum.

3
BAB I

PEMBAHASAN

A. ‘Am dan Khas


a. Pengertian ‘Am dan Berbagai Karakternya

‘Am menurut bahasa artinya merata, yang umum. Sedangkan menurut istilah,
Muhammad Adib Saleh mendefinisikan bahwa ‘am adalah lafal yang diciptakan untuk
pengertian umum sesuai dengan pengertian tiap lafal itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah
tertentu.1

Lafal ‘am adalah menurut pada bentuk dari suatu lafal, di dalam lafal itu tersimpul, atau
masuk semua jenis yang sesuai dengan lafal itu. Sebagaimana kita katakana al-insan (manusia),
maka di dalam kata-kata al-insan ini termasuk semua manusia yang ada di dunia ini, baik dia
merdeka maupun dia masuk golongan budak, baik dia bebas maupun terikat.

Maka yang dimaksud dengan ‘am yaitu suatu lafal yang digunakan untuk menunjukkan
suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu dengan mengucapkan sekali
ucapan saja, seperti kita mengatakan al-rijal, maka lafal ini meliputi semua laki-laki.

Manna’ Khalil al-Qattan mendefinisikan ‘am sebagai berikut, yaitu lafal yang
menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan.

Adapun Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan ‘am sebagai berikut, yaitu al-‘am adalah
lafal yang menurut arti bahasanya menunjukkan atas mencakup dan menghabiskan semua satu-
satuan yang ada di dalam lafal itu dengan tanpa menghitung ukuran terentu dari satuan-satuan
itu.

Ada tiga bentuk sighah umum Menurut jumhur ulama’, yaitu

a. Sighah ‘am untuk menguatkan ma’na khusus.

1
Satria Effendi, M. Zain, Ushul qih, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 196

4
b. Sighah ‘am untuk mencakup semua satuan-satuannya sekaligus, dan berfungsi
menguatkan ma’na umum.
c. Sighah yang disandarkan pada sesuatu yang berma’na mencakup semua, atau
disandarkan pada sesuatu yang berma’na mengumpulkan, atau meringkas sesuatu yang
paling sedikit memuat sifat dan bilangan.2

Ma’na umum mempunyai sighah-sighah tertentu yang menunjukkannya

1. Kull, seperti firman Allah :‫( كل نفس ذائقة الموت‬Q.S.al-An’am: 102) dan ‫(خالق كل شيئ‬Q.S.al-
An’am: 102). Searti dengan kull dan jami’.
2. Lafaz-lafaz yang dima’rifatkan dengan al yang bukan al-ahdiyah, misalnya ‫ر ان‬WW‫والعص‬
‫االنسان لفى خسر‬
3. Isi nakirah dalam konteks nafy dan nahi, seperti: ‫(فال رفث وال فسوق وال جدال في الحج‬Q.S. al-
Baqarah: 6)
4. Al-latiy dan al-ladhi serta cabang-cabangnya. Misalnya: ‫والذي قال لولديه اف لكما‬
5. Semua isim syarat. Misalnya: ‫فمن حج البيت او اعتمر فال جناح عليه ان يطوف بهما‬
Ini untuk menunjukkan secara umum untuk semua yang berakal.
6. Ismul-jins (kata jenis) yang idhofahkan pada isim ma’rifat, misalnya: ‫فليحذر الذين يخالفون عن‬
‫امره‬
b. Macam-macam ‘am ada tiga, yaitu
1. Am yang tetap dalam keumumannya
2. Am yang dimaksud khusus
3. Am yang dikhususkan
c. Perbedaan antar al-Am al-Murad bihil Khusus dengan al-‘am al-Makhsus.
1. Tidak dimaksudkan untuk mencakup semua satuan individu atau individu yang di
cakupnya sejak semula, baik dari segi cakupan makna lafaz maupun dari hukumnya.
2. Majas secara pasti,nkarena ia telah beralih dari makna aslinya dan dipergunakan untuk
sebagian satuan-satuannya saja.
d. Pengertian khas dan mukhasis

Khas adalah lawan kata ‘am, karena ia tidak menghabiskan semua apa yang pantas
baginya. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa yang dicakup oleh lafaz ‘am. Mukhasis

2
Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL Surabaya, STUDI AL-QUR’AN, (Surabaya: UIN SA Press, 2016), 423

5
adakalanya muttasil yang antara am dengan mukhasis tidak terpisah oleh sesuatu hal, dan
adakalanya munfasil kebalikan dari muttasil.

B. Mutlaq Muqayyad
a. Pengertian mutlaq
Secara Bahasa kata mutlaq (‫ )المطلق‬berarti bebas tanpa ikatan atau syarat tertentu.
Mutlaq juga bisa diartikan lafal-lafal yang menunjukkan kepada pengertian dengan tidak
ada ikatan (batasan) yang tersendiri berupa perkataan3.
Sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan Abd Al-Wahab Khallaf,
mutlaq adalah:
‫مادل على فردغيرمقيدلفظا باءي قيد‬
Lafaz yang menunjukkan satu satuan tanpa dibatasi secara harfiah dengan suatu
ketentuan.
Selain itu mutlaq juga didefinisikan oleh ahli usul fiqh sebagai lafal yang
memberi petunjk terhadap maudu’nya (sasaran penggunaan lafal) tanpa memandang
kepada sesuatu yang banyak atau sifatnya, tetapi memberi petunjuk kepada hakikat
sesuatu menurut apa adanya.
b. Pengertian muqayyad
Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan qayyid
(batasan), seperti kara “raqabah” (budak) dibatasi dengan “iman”: dalam ayat ‫فتحرير رقبة‬
‫( مؤمنة‬maka [hendaklah pembunuh itu] memerdekakan budak yang beriman). (Q.s. al-
nisa’:92).
Secara Bahasa, kata muqayyad bermakna terikat. Muqayyad dapat diartikan
sebagai suatu lafaz yang menunjukkan atas pengertian yang memiliki batasan tertentu
berupa perkataan4.

Hukum lafal mutlaq dan muqayyad

Prinsip dasar yang harus diperhatikan terhadap lafal nash mutlaq dan muqayyad
ini adalah lafal mutlaq tetap terletak pada mutlaqnya selama tidak ada dalil yang
membatasi begitu pula dengan muqayyid. Jika lafal mutlaq terdapat suatu dalil yang
membatasi maka lafal tersebut tidak lagi mutlaq tetapi muqayyid.
3
Ibid, 442
4
Ibid, 445

6
Ada dua segi dalam melihat kedudukan lafal mutlaq dan muqayyad diantaranya
adalah membawa mutlaq kepada muqayyad, jika dalam nash terdapat lafal mutlaq,dan
ditempat lain disebut muqayyad.
c. Macam-macam mutlaq dan muqayyad dan status hukum Masing-masing
Mutlaq dan muqayyad mempunyai bentuk aqliyah, dan sebagian realitas terbentuknya
yaitu:
a. Sebab dan hukumnya sama
Seperti “puasa” untuk kafarah sumpah. Lafaz itu dalam qira’ah mutawatirah yang
terdapat dalam Q.S. al-Maidah: 89, diungkapkan secara mutlaq :
“Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffarahnya puasa
selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarah sumpah-sumpahmu bila kamu
bersumpah (dan kamu langgar).
Dan ia muqayyad atau dibatasi dengan tatabu’ (berturut-turut) dalam qira’ah Ibnu
Mas’ud :

(Maka kafarahnya puasa selama tiga hari berturut-turut). Dalam hal seperti ini,
pengertian lafal yang mutlaq dibawa kepada yang muqayyad (dengan arti, bahwa
yang dimakdus oleh lafaz mutlaq adalah sama dengan yang dimaksud oleh lafaz
muqayyad, peny), karena “sebab” yang satu tidak akan menghendaki dua hal yang
bertentangan. Oleh karena itu sebagian ulama’ berpendapat bahwa puasa tiga hari
tersebut harus dilakukan berturut-turut. Dalam pada itu golongan yang memandang
qira’ah tidak mutawatir, sekalipun masyhur, tidak dapat dijadikan hujjah, sehingga
tidak sependapat golongan yang pertama. Maka dalam kasus ini di pandang tidak ada
muqayyad, karena itu lafal mutlaq diterapkan kepadanya.
b. Sebab sama namun hukum berbeda.
Seperti kata “tangan” dalam wudhu dan tayamum. Membasuh tangan dalam
berwudhu dibatasi sampai dengan siku. Seperti Q.S. al-Ma’idah: 6;
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku…..”.
Sedang menyapu tangan dalam bertayamum tidak dibatasi, mutlaq, sebagaimana di
jelaskan dalam Q.S. al-Ma’idah: 6;

7
“.…Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu……”.
Dalam hal ini ada yang berpendapat, lafaz yang mutlaq tidak dibawa kepada yang
muqayyad karena berlainan hukumnya. Namun al-Ghayali menukil dari mayoritas
ulama’ Syafi’i bahwa mutlaq di sini dibawa kepada muqayyad mengingat “sebab”nya
sama sekalipun berbeda hukumnya.
c. Sebab berbeda tetapi hukumnya sama
Dalam hal ini ada dua bentuk:
Pertama, taqyid atau batasannya hanya satu. Misalnya, pembebasan budak dalam hal
kafarah. Budak yang dibebaskan disyaratkan harus budak “beriman” dalam kafarah
pembunuhan tak sengaja. Seperti berfirman Q.S.an-Nisa’ 92;
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin
karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman
…..” .
Sedangkan dalam kafarah zihar diungkapkan secara mutlaq dalam Q.S.al-Mujadalah:
3;
“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur…..”.
Kedua, taqyid-nya berbeda-beda. Misalnya, “puasa kafarah” ia ditaqyidkan dengan
berturut-turut dalam kafarah pembunuhan dalam Q.S.an-Nisa’ :92;
“Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa
dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari Allah…..”.
Demikian juga dalam kafarah dhihar, sebagaimana dalam Q.S. al-Mujadalah: 4;

“Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur…..”.
d. Sebab berbeda dan hukum pun berlainan

8
Seperti, “tangan” dalam berwudhu dan dalam pencurian. Dalam berwudhu, ia dibatasi
sampai dengan siku, sedang dalam pencurian di mutlaqkan, tidak dibatasi, seperti
tertuang dalam Q.S.al-Maidah: 38;

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
…..”.
Dalam keadaan seperti ini, mutlaq tidak boleh dibawa kepada muqayyad karena
“sebab” dan “hukum”-nya belainan. Dalam hal ini tidak ada kontradiksi (ta’arud)
sedikit pun.

d. Pandangan Ulama Tentang Mutlaq Dan Muqayyad


Berdasarkan penjelasan di atas dalam hubungannya dengan dalalah mutlaq dan
muqayyad, ternyata ulama’ madhab berbeda pendapat, dalam hal ketentuan hukum antara
mutlaq dan muqayyad adalah sama, sementara sebabnya berbeda di kalangan madhab
Hanafi menegaskan bahwa mutlaq tidak dibawa ke muqayyad (la yuhminul mutlaq ‘ala la
muqayyad).

Bagi madhab Hanafi yang mutlaq diamalkan sesuai dengan kemutlaqannya dan
demikian pula muqayyadnya. Akan tetapi kalangan jumhur ulama’ fuqaha’ seperti
Shafi’i, Maliki, dan Hambali berpendapat, bahwa jika ketentuan hukum antara mutlaq
dan muqayyad adalah sama, tetapi sebab yang melatarbelakangi berbeda, maka mutlaq
dibawa ke muqayyad (innahu yahmil al-mutlaq ‘al al-muqayyyad)5.

C. Mantuq dan Mafhum


a. Pengertian mantuq

Definisi mantuqsecara bahasa adalah sesuatu yang diucapkan, sedangkan menurut istilah
adalah suatu makna yang ditunjukkan oleh lafal dan menurut menurut ucapanya, yakni penunjuk
makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan6.
5
Ibid, 456
6
Ibid, 458

9
Sedangkan menurut istilah Ushul Fiqih berarti pengertian harfiah dari sesuatu yang di
tunjukan lafal dan ucapan lafal itu sendiri.

b. Pembagiaan mantuq

Pada dasarnya mantuq itu ada yang berupa nas, zahir, mu’awwal.

 Nas, yaitu lafal bentuknya telah dapat menunjukan makna yang secara tegas tidak
mengandung kemungkinan makna lain. Seperti firman Allah SWT (Q.S Al-
Baqarah:196;)
 Zahir, yaitu suatu perkataan yang menunjukan sesuatu makna yang segera dipahami
ketika diucapkan tetapi disertai kemungkinan makna lain yang lemah. Seperti firman
Allah SWT (Q.S Al-Baqarah: 173;)
 Mu’awwal, ialah lafal yang diartikan dengan makna marjuh, karena ada sesuatu dalil
yamg menghalangi makna yang rajih. Mu’awwal berbedan dengan zahir. Zahir diartikan
demgan makna yang rajih, sebab tidak ada dalil yang memalingkannya dari makna
marjuh, sedangkan mu’awwal diartikan dengan makna marjuh.

c. Pengertian mafhum

Manfhum secara bahasa ialah sesuatu yang dipahami dari suatu teks, sedang menurut istalah
adalah pengertian tersirat dari suatu lafal (mafhum muwafakah) atau pengertian kebalikan dari
pengertian lafal yang diucapkan (mafhum mukhalafah)7.

d. Pembagian mafhum

Mafhum dibedakan menjadi dua bagian :

 Mafhum muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahami sam dengan hukum yang
ditunjukan oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi lagi menjadi dua bagian :
o Fahwal Khitab, yaitu apa yang dipahamkan lebih utama hukumnya daipada yang
diucapkan. Seperti memeukul orang tua tidak boleh hukumnya, firman Allah
SWT dalam Q.S AL-Isra ayat 23

7
Ibid, 465

10
o Lahn al-Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan
diucapkan. Seperti memakan harta anak yatim tidak boleh berdasarkan firman
Allah SWT Q.S An-Nisa 10
 Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, bak
dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan).

1. Syarat-syarat Mafhum Mukhalafah8

Syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat syarat:

 Mafhum mukhalafah tidak berlawana dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq
maupun mafhum muwafaqah.
 Lafal yang disebutkan (mantuq) bukan suatu hal yang biasamya terjadi.
 Lafal yang disebutkan (mantuq) bukan bermaksud untuk menguatkan sesuatu keadaan
 Lafal yang disebutkan (mantuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikut pada yang lain.

BAB III

PENUTUP

8
Ibid, 474

11
1.1 Kesimpulan
1. Pengertian Am menurut bahasa artinya merata, yang umum tanpa dibatasi dengan
jumlah tertentu.
2. Pengertian Secara Bahasa kata mutlaq (‫ )المطلق‬berarti bebas tanpa ikatan atau syarat
tertentu. Mutlaq juga bisa diartikan lafal-lafal yang menunjukkan kepada pengertian
dengan tidak ada ikatan (batasan) yang tersendiri berupa perkataan.Muqayyad adalah
lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan qayyid (batasan), seperti kara
“raqabah” (budak) dibatasi dengan “iman”, Secara Bahasa, kata muqayyad bermakna
terikat. Muqayyad dapat diartikan sebagai suatu lafaz yang menunjukkan atas
pengertian yang memiliki batasan tertentu berupa perkataan.
3. Pengertian mantuq secara Bahasa adalah seseatu yang diucapkan, sedangkan menurut
istilah yaitu pengertian harfiah yang ditunjukkan oleh lafadz yang diucapkan itu
sendiri. Mantuq sendiri terbagi menjadi nash, zahir, mu’awal. Sedangkan mafhum
secara Bahasa adalah sesuatu yang dipahami dari suatu teks, sedangkan menurut
istilah adalah pengertian tersirat dari suatu lafal (mafhum muwafaqoh) atau
pengertian kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan (mafhum mukholafah).
Mafhum sendiri dibagi menjadi dua yaitu mafhum muwafaqoh dan mafhum
mukholafah.

DAFTAR PUSTAKA

12
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2015. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Cet. 18. Bogor: Pustaka Litera
Antarnusa.
Zuhdi, Achmad, Suqiyah Musafa’ah, Abd. Kholid, Abid Rohman dan Muflikhatul Khoiroh.
2017. Studi Al-Qur’an. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.

13

Anda mungkin juga menyukai