Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Kelompok 4
2021
I
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Atas rahmatnya kita masih diberikan
kesehatan dan umur yang panjang, sehingga kita dapat menikmati anugerah yang besar dari
Allah SWT. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW atas beliau kita dapat merasakan betapa nikmatnya agama islam hingga saat
ini. Dengan rasa syukur, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ushul Fiqh
berupa maklah yang berjudul Lafadz Amm,Khos dan Takhsis.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
ilmu dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan selalu kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................I
KATA PENGANTAR....................................................................................................II
DAFTAR ISI..................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan ...................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
3. A. Pengertian takhsis.................................................................................................9
B. Macam takhsis......................................................................................................10
A. Kesimpulan................................................................................................11
B. Saran ........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji
Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang
dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliyah
yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan
diketahui nash-nash syara’ dan hukum-hukum yang ditunjukkannya. Diantara kaidah-
kaidah Ushul Fiqh yang penting diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan. Dengan
kaidah itu diharapkan dapat memahami hukum dari nash syara’ dengan pemahaman
yang benar, dan juga dapat membuka nash yang masih samar, menghilangkan
kontradiksi antara nash yang satu dengan yang lain, mentakwilkan nash yang ada bukti
takwilnya, juga hal-hal lain yang berhubungan dengan pengambilan hukum dari
nashnya. Salah satu dari kaidah-kaidah ushul fiqh adalah lafadz ‘amm (lafaz umum)
dan lafadz khas (lafaz khusus).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lafad amm,bentuk,klasifikasi dan dalalah lafad amm ?
2. Apa pengertian lafad khos,dalalah, dan macam lafad khos?
3. Apa pengertian takhsis dan macam-macam takhsis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian lafad amm,bentuk,klasifikasi dan dalalah lafad amm
2. Untuk mengetahui pengertian lafad khos,dalalah dan macam lafad khos
3. Untuk mengetahui pengertian takhsis dan macam-macam takhsis
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. Pengertian Lafadz Amm
Amm menurut bahasa ialah cakupan sesuatu baik lafaz atau selainnya.
Sedangkan menurut istilah ialah lafaz yang menunjukkan pada jumlah yang banyak dan
satuan yang termasuk dalam pengertiannya dalam satu makna yang berlakuAdapun yang
dimaksud dengan satu makna yang berlaku yaitu lafaz yang tidak mengandung arti lain
yang bisa menggantikan makna tersebut (bukan musytarak). Di sini penulis dapat
tegaskan bahwa lafaz ‘âm tersebut menunjukkan arti banyak dengan menggunakan satu
ungkapan dan dalam keadaan yang sama.Ini sedikit berbeda dengan istilah yang
diberikan oleh golongan Hanafiyah. Menurutnya, lafaz ‘âm ialah suatu lafas yang
mencakup arti secara keseluruhan, baik dengan menggunakan lafaz seperti rijâl atau
dengan menggunakan ism maushûl yang menunjukkan arti jamak atau ism syarth dan
yang semisal dengannya seperti seperti lafaz qaum, jin dan ins.(Kedua pengertian yang
dikemukakan di atas, golongan Hanafiyah memberikan pengertian ‘âm secara rinci
dengan mengemukakan beberapa unsur lafaz seperti adanya isim maushul dan isim
syarth. Sedangkan pengertian lainnya lebih bersifat umum, yaitu menfokuskan pada sisi
jumlah satuan lafaznya.
Lafaz ‘amm mempunyai beberapa bentuk yang secara hakiki diperuntukkan baginya, yakni
sebagai berikut:
a. Lafaz كل - kulli (setiap / tiap-tiap) dan جامع - jami’ (seluruhnya / segala). Misalnya: ُُّكل
ِ ْس َذائِقَةُ ْال َمو
ت ٍ نَ ْف:
Artinya:“Tiap-tiap yang berjiwa akan mati”. (Ali ‘Imran, 185)
1ض َج ِميعًا ِ ْق لَ ُك ْم َما فِي اأْل َر َ َهُ َو الَّ ِذي َخل
Artinya; “Dialah Allah yang menjadikan untukmu segala yang ada di bumi secara keseluruhan
(jami’an)”.(Al-Baqarah:29)
b. Kata benda tunggal (lafaz mufrad) yang di ma’rifatkan dengan alif-lam yang
dipergunakan untuk memakrifatkan jenis. Contoh:
َوأَ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al_baqarah:
27). Lafaz al-bai’ (jual beli) dan al-riba adalah kata benda yang di ma’rifatkan dengan alif lam.
1
1 Wahbah al-Zuhailiy, Ushûl al-Fiqhal-Islâmiy, juz I, (Dimasyq: Dâr al-Fikr, 1996), hlm.
243-244)
.(Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm. 236)
Muhammad Sulaimân Abdullah al-Asykar, al-Wâdhih fi Ushûl al-Fiqh, (Ammân: Dâr al-Fath,
1992), h. 178-180)
2
c. Kata jamak (plural) yang disertai alif dan lam di awalnya yang dipergunakan untuk
memakrifatkan jenis, dan bentuk jamak yang dimakrifatkan dengan idhafah Seperti:
ض ْعنَ أَوْ اَل َده َُّن َحوْ لَي ِْن َكا ِملَي ِْن ِ َْات يُرُ َو ْال َوالِد
Artinya: “Para ibu (hendaklah) menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi orang
yang ingin menyempurnakan penyusuannya”. (Al-Baqarah:233)
Contoh lain al-muhsanatu (wanita-wanita yang bersuami), al-mutallaqatu (wanita-wanita yang
ditalak). Contoh bentuk jamak yang dimakrifatkan dengan idhafah adalah amwalakum (harta-
hartamu).
d.Isim Mawsul (kata sambung). Seperti ma, al-ladzina, al-ladzi dan sebagainya. Salah satu
contoh adalah firman Allah:
ال ْاليَتَا َمى ظُ ْل ًما إِنَّ َما يَأْ ُكلُونَ فِي بُطُونِ ِه ْم نَارًا َو َسيَصْ لَوْ نَ َس ِعيرًا َ إِ َّن الَّ ِذينَ يَأْ ُكلُونَ أَ ْم َو
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala”. (An-Nisa:10)
e. Isim-isim isyarat, kata benda untuk mensyaratkan, seperti kata ma, man dan sebagainya.
Misalnya:
ص َّدقُوا َّ ََو َم ْن قَتَ َل ُم ْؤ ِمنًا خَ طَأ ً فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُم ْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ إِلَى أَ ْهلِ ِه إِاَّل أَ ْن ي
Artinya : “dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah”.(An-
Nisa’:92)
f. Isim nakirah dalam susunan kalimat nafy (negatif), nahy (larangan) atau syarat seperti
kata اَل ُجنَاحdalam ayat berikut:
ُوره َُّنَ َواَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم أَ ْن تَ ْن ِكحُوه َُّن إِ َذا آَتَ ْيتُ ُموه َُّن أُج..…..
Artinya: “dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka
maharnya”. (Al-Mumtahanah:10)
Berdasarkan hasil penelitian terhadap mufradat (sinonim) dan uslûb (gaya bahasa)
dalam bahasa arab, menunjukkan bahwa lafaz-lafaz yang arti bahasanya menunjukkan kepada
makna yang umum dan mencakup keseluruhan satuan-satuannya para ulama ushul
mengklasifikasikannya sebagai berikut:
كل راع:Misalnya. qâthabah
. فى األرض جميعاDari sekian lafaz jamak tersebut, lafaz kullu-lah yang paling umum2
2 (Muhammad Sulaimân Abdullah al-Asykar, al-Wâdhih fi Ushûl al-Fiqh, (Ammân: Dâr al-
Fath, 1992), h. 178-180)
3
b. lafaz mufrad yang dima’rifatkan dengan alif-lam jinsiyah.Contohnya QS. 2:275:
Lafaz al-bai’ dan al-ribâ, keduanya adalah ism mufrad yang dita’rifkan dengan al-jinsiyah. Oleh
karena itu keduanya adalah lafas am yang mencakup seluruh satuan-satuan yang dapat
dimasukkan di dalamnya.
c. Lafaz jamak yang dita’rifkan dengan idhâfah. Misalnya QS. An nisa('4) :11َ
Lafaz aulâd adalah lafaz jamak dalam posisi nakîrah. Akan tetapi karena lafaz tersebut
disandarkan dengan lafaz kum, maka ia menjadi ma’rifah. Karena itu lafaz tersebut
menunjukkan seluruh satuan-satuan yang dapat dimasukkan ke dalamnya.
d. Isim maushûl, seperti: ،ما. الذىdan االلئ، التى، الذينContohnya QS. An-Nur [24], 4:
e. Isim syarth, seperti: من، ما، أيما. Contoh QS. Al-Baqarah [2], 245:
Contohnya Lafaz. ال هجرة بعد الفdharar dan hijrah adalah isim nakirah. Akan tetapi karena lafaz
tersebut dalam susunan kalimat nafi yaitu didahului dengan lafaz lâ, maka pengertian kedua
kalimat di atas adalah umum, yaitu mencakup segala pengertian mudharat dan hijrah.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa keumumannya lafadz ‘am itu akan tetap
dalam keumumannya selama tidak ada dalil yang dijadikan dasar untuk mentakhsishnya.
Jumhur Ulama, diantaranya Syafi’iyah, berpendapat bahwa lafadz ‘am itu dzanniy dalalahnya
atas semua satuan-satuan di dalamnya. Demikian pula,lafadz ‘am setelah di-takhshish, sisa
satuan-satuannya juga dzanniy dalalahnya, sehingga terkenallah di kalangan mereka suatu
kaidah ushuliyah yang berbunyi:
Ayat tersebut, menurut mereka, tidak dapat ditakhshish olehhadits Nabi yang berbunyi:
3 (Muhammad Sulaimân Abdullah al-Asykar, al-Wâdhih fi Ushûl al-Fiqh, (Ammân: Dâr al-Fath,
1992), h. 178-180)
4
"Dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak di sebut nama Allah ketika
menyembelihnya".(Al-an 'am.121)
Alasannya adalah bahwa ayat tersebut qath’iy, baik dari segi wurud (turun) maupun dalalah-
nya, sedangkan hadits Nabi itu hanya dzanniy wurudnya, sekalipun dzanniy dalalahnya.Ulama
Syafi’iyah membolehkan, alasannya bahwa ayat itu dapat ditakhshish dengan hadits tersebut.
Karena dalalah kedua dalil itu sama-sama dzanniy. Lafadz ‘am pada ayat itu dzanniy
dalalahnya,sedang hadits itu dzanniy pula wurudnya dari Nabi Muhammad SAW.
maknayang hanya memiliki satu referen (fardu) seperti isim-isim alam. Lafad Umar,
danZaid adalah beberapa fardu yang terbatas. Termasuk lafadz khas adalah lafadz
yangdibentuk untuk menunjukkan beberapa satuan arti yang terbatas seperti isim
ْ ِارتُهٗ ٓ ا
ط َعا ُم َع َش َر ِة ِ اَل يُؤَ ا ِخ ُذ ُك ُم اللّٰهُ بِاللَّ ْغ ِو فِيْٓ اَ ْي َمانِ ُك ْم َولٰ ِك ْن يُّؤ
َ ََّاخ ُذ ُك ْم بِ َما َعقَّ ْدتُّ ُم ااْل َ ْي َمانَ ۚ فَ َكف
Maidah:89)
Lafadz asyrah dalam ayat ini adalah lafadz khas karena memiliki beberapa referen yang
terbatas, yaitu sesuatu yang berjumlah sepuluh. Demikian juga lafadz‚ishbiru, shabiru,rabithu
dan ittaqu dalam firmanAllahSWT.
َصابِرُوا۟ َو َرابِطُوا۟ َوٱتَّقُوا۟ٱللَّهَلَ َعلَّ ُك ْمتُ ْفلِحُون ۟ يَٰ ٓأَيُّهَاٱلَّ ِذينَ َءا َمنُوا۟ٱصْ بِر
َ ُوا َو
Lafadz ‚ishbiru, shabiru, rabithu dan ittaqu adalah lafadz khas karena menggunakan redaksi
amr,sementara amar menunjukkan pada makna, tuntutan mengerjakan sesuatu‛ yang memiliki
satu referen, yaitu al-wujub. Demikian juga sabda Nabi Muhammad SAW:
شاةشاةنٌعبراكليف
Setiap empat puluh ekor kambing wajib dikeluarkan zakatnya seekor kambing Kata‚ arbaina
syatan‛ adalah lafadz khas yang memilki referen terbatas, yaitu empat puluh ekor kambing.
Para ulama sepakat bahwa penunjukan (dalalah) lafadz khas pada maknanya adalah
bersifat qath’i(tegas dan pasti) selama tidak ada dalil lain yang dapat memalingkan dari
makna hakikatnya. Arti qath’i di sini menurut imam nahei adalah secara tekstual tidak ada
bilangan yang maknanya pasti dan secara tekstual tidak ada kemungkinan untuk diarahkan
pada arti selain tiga hari. Karena lafadz tersebut adalah kata alkhas yang tidak bias
Berikut ini beberapa bentuk lafadz khas, yaitu mutlak, muqayad, amar dan
1. Lafadz mutlak
(a) Definisi
Lafadz mutlak adalah lafadz khas yang menunjukkan pada satu makna yang
umum atau menunjukkan atas satuan-satuan makna secara umum tanpa dibatasi dengan
pada satu makna umum dan satuan-satuan makna yang tertentu tanpadiqayididengan sifat-
sifat tertentu
(b) Kehujahan
صيَا ُمثَلٰثَ ِةاَيَّا ٍمۗذٰلِ َك َكفَّا َرةُاَ ْي َمانِ ُك ْما ِ َذا َحلَ ْفتُ ْمۗ َواحْ فَظُوْ ٓااَ ْي َمانَ ُك ْمۗ َكذٰلِ َكيُبَيِّنُاللّٰهُلَ ُك ْماٰٰيتِهٖلَ َع
ِ َوْ نَا َ ْهلِ ْي ُك ْماَوْ ِك ْس َوتُهُ ْماَوْ تَحْ ِر ْي ُر َرقَبَ ٍةۗفَ َم ْنلَّ ْميَ ِج ْدف
(melanggar) sumpah itu , ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari
makanan yang biasa kamu berikan pada keluargamu atau memberi pakaian kepada
2. LafadzMuqayyad
(a) Definisi
Al-Muqayyad adalah lafadz khas yang menunjukkan pada satu makna yang
umum yang dibatasi dengan sifat tertentu. Atau lafadz yang menunjukkan atas madlul
(b) Kehujahan
belum ada dalil yang menjelaskan bahwa sifat yang melekat tersebut
Pertama, mutlak dan muqayad mempunyai sebab dan hukum sama, maka mutlak
diarahkan pada makna muqayadnya. Misalnya adalah firman Allah SWT. Dalam
ير َو َمآ أُ ِه َّل لِ َغي ِْر ٱهَّلل ِ بِ ِهۦ ِ ت َعلَ ْي ُك ُم ٱ ْل َم ْيتَةُ َوٱل َّد ُم َولَحْ ُم ٱ ْل ِخ
ِ نز ْ حُ ِّر َم
3. Lafadz Amar
(a) Definisi
Lafadz amar adalah:
ُۗيٰ ٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ اٰ َمنُوْ ٓا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن اِلٰ ٓى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُوْ ه
لوننعمتمئشا
Allah:
ٖب ِّم َّما نَ َّز ْلنَا عَلٰى َع ْب ِدنَا فَأْتُوْ ا بِسُوْ َر ٍة ِّم ْن ِّم ْثلِه
ٍ ۖ َواِ ْن ُک ْنتُ ْم فِ ْي َر ْي
نلوجوبسبيل عليدونوىوناؿنعلقوؾنلرتنستدعاء
Baqarah:221)
Ayat ini memberikan pengertian: haram bagi seorang laki-laki muslim mengawini
3. A. Pengertian Takhsis
Takhsis ialah mengeluarkan sebagian dari pada satuan-satuan lafal Amm dari ketentuan
lafal (dalil) Amm dimana lafal Amm tersebut hanya berlaku bagi satuan-satuan yang masih ada
(yang tidak dikeluarkan). Takhshis memisahkan sebagian yang terkandung dalam jumlah arti
umum. Dengan kata lain bahwa takhshis itu ialah perkecualian yang ditunjukakan kepada Amm.
Takhshish qur'an dengan qur'an dapat terjadi, sebab semua nash qur'an adalah pasti
(qath'i) apabila berbeda dua dalil yang satu Amm dan yang satu Khas maka harus dikumpulkan
kedua-duanya dengan menggunakan dalil Amm bagi hal-hal yang tidak termasuk dalam dalil
khash serta menggunakan dalil khash pada tempatnya sendiri. Didalam al-qur'an yang
berhadap-hadapan ialah dua dalil yang Amm semua dimana yang satu lebih khusus dari pada
yang lainnya baik itu secara muthlaq atau dari satu segi saja. Kedua-duanya dalil am dan khas
digunakan baik diketahui atau tidak diketahui mana yang dulu dan mana yang kemudian.4
Contoh ayat pertama yang artinya : “Isteri-isteri yang diceraikan hendaklah berdiam
diri(beriddah) tiga kali suci,” (QS Al-Baqarah 228)
Contoh ayat kedua yang artinya : “Apabila kamu kawin dengan perempuan-perempuan
mukmin,kemudian terus kamu cerai sebelum bercampur(bersetubuh) dengannya,maka tidaklah
perempuan itu beriddah yang kamu hitung-hitung. (Al-ahzab,49)
Rasulullah saw menjelaskan apa yang dikehendaki Qur'an. Kalau perkataan rasul
mentashishkan keumumannya Qur'an atau membatasi muthlaknya Qur'an, maka yang
dikehendaki Qur'an ialah yang ditakhsish rasul yang dikehendaki dengan muthlaqnya, ialah apa
yang telah dibatasi pada mulut rasul. Hadits Rasul dapat dibagi dua yaitu :
1. Mutawatir
2. Ahaad
Para ulama ushul telah sepakat bahwa hadits mutawatir bisa mentakhsishkan qur'an sebab hadits
mutawatir adalah dalil yang qath'i pula. Mengenai hadits ahaad ulama ushul berbeda pendapat,
ada yang mengatakan tidak dapat mentakhsishkan Qur'an. Dan ada yang mengatakan dapat.
Yang pertama adalah golongan Hanafiah dan yang kedua adalah pendapat jumhur ulama ushul.
Alasan yang tidak membolehkan karena hadits ahad yang bersifat Zhanni (dugaan). Dan yang
mereka mengatakan bahwa hadits ahad dapat mentakhshiskan Qur'an alasannya ialah bahwa
para sahabat Nabi mentakhsishkan keumumannya Qur'an dengan hadits.
Takhshish dengan ijma' juga telah disepakati bolehnya, artinya dengan perantaran ijma' dapat
diketahui bahwa yang dikehendaki dengan lafal amm ialah sebagian dari pada apa yang
termasuk didalam lafal Amm tersebut.
Kadang-kadang datang dari syara' suatu dalil yang amm kemudian tersebut mempunyai
hukum yang berbeda dari satuan dari satuan-satuan lainnya. Hukum ini diambil dari qiyas.
9
Ada hadits yang bersifat umum kemudian ada pendapat sahabat yang mentakhshishkan,
menurut jumhur ulama ushul tidak dapat diterima. Menurut golongan Hanafiyah dapat diterima
apabila sahabat itu tidak diriwayatkan hadits yang ditakhshiskhannya.5
B. Macam-macamTakhsis
Ditinjau dari pandangan jumhur ulama ushul fiqh, maka takhsis dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Takhsis muttashil, yakni takhsis yang dalil mentakhsisikan merupakan bagian dari
nash yang menyebutkan lafaz umum itu. Takhsis ini terdiri dari beberapa macam yakni :
1) Istitna pengecualian (اال )seperti :
Kecuali jika muamalah kamu itu perdagangan itu tunai yang kamu jalankan diantara
kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu (jika) kamu tidak menuliskannya (QS Al-Baqarah
:282)
2) Syarat ( )انseperti: Dan apabila kamu bepergian dimuka bumi, maka tidak mengapa
kamu mengkasar sembahyang, jika kamu takut diserang orang-orang kafir (QS An-
Nisa : 101).
b. Takhsis munfashil, dalil pentakhsisannya tidak merupakan bagian dari nash yang
lafaznya umum. Ini disebut juga takhsis mustaqil (berdiri sendiri atau terpisah).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amm menurut bahasa ialah cakupan sesuatu baik lafaz atau selainnya.
Sedangkan menurut istilah ialah lafaz yang menunjukkan pada jumlah yang banyak dan
satuan yang termasuk dalam pengertiannya dalam satu makna yang berlakuAdapun yang
dimaksud dengan satu makna yang berlaku yaitu lafaz yang tidak mengandung arti lain
yang bisa menggantikan makna tersebut (bukan musytarak).
Lafadz al-khas adalah lafadz yang dibentuk untuk menunjukkan satu maknayang
hanya memiliki satu referen (fardu) seperti isim-isim alam. Lafad Umar, danZaid adalah
beberapa fardu yang terbatas. Termasuk lafadz khas adalah lafadz yangdibentuk untuk
10
menunjukkan beberapa satuan arti yang terbatas seperti isim adad(bilangan) dan lafadz
Takhshish ialah mengeluarkan sebagian dari pada satuan-satuan lafal Amm dari
ketentuan lafal (dalil) Amm dimana lafal Amm tersebut hanya berlaku bagi satuan-
satuan yang masih ada (yang tidak dikeluarkan). Takhshis memisahkan sebagian yang
terkandung dalam jumlah arti umum. Dengan kata lain bahwa takhshis itu ialah
perkecualian yang ditunjukakan kepada Amm.
C. Saran
Saran dari makalah ini adalah penulis mengharapkan masukan dan pembenaran
dari Dosen dan juga teman-teman mahasiswa sekalian semoga untuk kedepanya penulis
bisa membuatnya lebih baik lagi dan juga semoga ilmu yang ada di makalah ini
bermanfaat.
11
DAFTAR PUSTAKA