Anda di halaman 1dari 17

KAIDAH USHULIYAH ( AMM & KHAS, AMAR, NAHI

DAN TAKHYIR)

“Ditujukan untuk memenuhi tugas”


Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen : H. Muammar Al – Qadri, M.Pd.
Jurusan : MPI - 1

Di susun Oleh :
Kelompok 6

- Fikra Duana Al-Kahfi


- Najwa Nafasya Zuty
- Nikita

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


JAM’IYAH MAHMUDIYAH
TANJUNG PURA
LANGKAT
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Ushul Fiqih yang
membahas “Amm. Dan Khas, Amr, Nahi dan Takhyir”.Secara khusus pembahasan
dalam makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan
sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit
hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang
tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi . oleh karena itu kami
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak dosen mata kuliah Ushul Fiqih Bapak H. Muammar Al Qodri, M.Pd.
yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi
dan menyelesaikan tugas makalah ini.

2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu, membimbing, dan
mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.

Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak


kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas
makalah penulis selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah yang
punya dan maha kuasa .Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat
memberikan manfaat tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang,
khususnya dalam bidangUshul Fiqih.

Tanjung Pura, November 2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
A. Amm............................................................................................................. 2
B. Khas ............................................................................................................. 3
C. Amar (Perintah) ............................................................................................ 5
D. Nahiy (Larangan) ......................................................................................... 8
E. Takhyir (Memberi Pilihan) ........................................................................ 12
BAB III ................................................................................................................. 13
PENUTUP ............................................................................................................. 13
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam
mengkaji Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-
kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang
bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-
kaidah Ushul akan diketahui nash-nash yang syara’ dan hukum-hukum yang
ditunjukkannya.
Objek utama yang dibahas dalam ushul fiqh adalah al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah. Umtuk memahami teks-teks dua sumber yang berbahasa Arab
tersebut, para ulama telah menyusun semacam “semantik” yang akan digunakan
dalam praktik penalaran fikih. Untuk itu, para ahli telah membuat beberapa
kategori lafal atau redaksi yang mencakup masalah amar, nahi, dan takhyir, serta
pembahasan lafal dari segi umum dan khusus yang akan sedkit dijabarkan dalam
makalah ini.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimakasud dengan Amm dan Khas ?
b. Apa yang dimaksud dengan Amar?
c. Apa yang dimaksud dengan Nahi?
d. Apa yang dimaksud dengan Takhyir?

C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Amm dan Khas
b. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan amar.
c. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan nahi.
d. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan takhyir.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Amm
Amm menurut bahasa artinya merata atau yang umum. Sedangkan
menurut istilah ialah

‫اح ٍد َدفْ َعة‬


ِ ‫ض ٍع و‬ ِ ِ ِِ ُ ‫اللَّ ْف‬
ْ َ‫ظ الْ ُم ْستَ ْف ِر ُق ِلَمْي ِع َما ي‬
َ ْ ‫صلُ ُح لَهُ ِبَ َسب َو‬
Artinya :
Lafadz yang meliputi pengertian umum terhadap semua yang termasuk dalam
pengertian lafadz itu, dengan hanya disebut sekaligus.
Dengan pengertian lain, al-Amm adalah suatu perkataan yang
memberi pengertian umum dan meliputi segala sesuatu yang terkandung dalam
perkataan itu dengan tidak terbatas, misalnya al-Insan yang berarti manusia.
Perkataan ini mempunyai pengertian umum. Jadi, semua manusia termasuk dalam
tujuan perkataan ini, sekali mengucapkan lafadz al-insan berarti meliputi jenis
manusia seluruhnya. 1
Lafal am dibagi menjadi 3 :
1. Lafal umum yang tidak mungkin ditakhsiskan, seperti dalam firman Allah :

‫و ما من دا بة ىف اال ر ض اال على اهلل ر ز قها‬


Artinya :”Dan tidak ada suatu bintang melata pun d bumi melainkan Allah-;ah
yang member rizkinya.” (QS. Hud : 6)
Ayat di atas menerangkan sunatullah yang berlaku bagi setiap makhluk karena
dilalah-nya qat’I yang tidak menerima takhsis.

2. Lafal umum yang dimaksudkan khusus karena adanya bukti tentang


kekhususannya, seperti firman Allah :

‫وهلل على النا س حج البيت‬


Artinya :”Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah.”
(QS. Ali Imron :97)

1
Satria Effendi, Ushul fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.196

2
Lafal manusia dalam ayat di atas adalah lafal umum, yang dimaksud adalah
manusia yang mukhalaf saja karena dengaan perantaraan akal dapat
dikeluarkan dari keumuman lafal, seperti anak kecil dan orang gila.2

3. Lafal umum yang khusus seperti lagal umum yang tidak ditemui tanda yang
menunjukkan ditaakhsis seperti dalam firman Allah :

‫و املطلقا ت يرت بصن بأ نفسهن ثل ثة قر و ء‬


Artinya : “wanita-wanita yang ditolak hemdaknya menahan (menunggu) tiga
kalii quru’.” (QS. Al-Baqarah : 228)
Daalam uraian yang dikemukakan di atas diterangkan bahwa Al-quran seperti
dalam firman Allah :

…..‫و الذ ين مو ن احملصنا ت مث مل يأ‬


Artinya :”dan orang-orang yang menuduh wanita—wanita yang baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan 4 orang saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh itu) 80 kali dera.” (QS. AN-Nur :4)

B. Khas
Lafadz Khas ialah lafadz yang dilalahnya berlaku bagi seseorang yang
namanya disebutkan seperti Muhammad atau seseorang yang disebutkan jenisnya
umpamanya seorang lelaki atau beberapa orang tertentu seperti tiga orang,
sepuluh orang, seratus orang, sekelompok orang. Jadi berarti lafadz Khas tidak
mencakup semua namun hanya berlaku untuk sebagian tertentu.
Menurut Manna Al-Qattan, lafadz khaas adalah lafadz yang merupakan
kebalikan dari lafadz ‘am yaitu tidak hanya menghabiskan semua apa yang pantas
baginya tanpa ada pembatasan.
Macam-macam lafadz Khas
Mukhassis ada 2 macam yaitu mukhassis muttashil dan mukhassis munfashil3
a. Mukhassis Muttashil

2
Ibid, h. 167
3
Ibid, h. 82

3
Yaitu lafadz yang tidak berdiri sendiri, yaitu maknanya bersangkutan
dengan lafadz sebelumnya.
Misalnya :
Artinya :
“Dan janganlah kamu membunuh suatu jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan suatu yang benar. (QS. Al-An’am : 151)
Susunan “janganlah kamu membunuh suatu jiwa yang diharamkan Allah
untuk membunuhnya”, itu menunjukkan umum artinya tidak boleh membunuh
siapapun. “Melainkan dengan jalan yang benar”, yaitu qishas atau di dalam
pertempuran.
b. Mukhassis munfashil
Yaitu lafadz yang berdiri sendiri, terpisah dari dalil yang memberikan
pengertian umum.
Misalnya :
Artinya :
“Dan malam serta minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf :
31)
Perkataan “Makanlah.....” itu umum, yakni boleh makan apa saja yang kita
kehendaki, tetapi keumuman ini telah dibatasi oleh Allah dengan firmannya
juga, sebagai berikut :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (makan) bangkai, darah,
daging babi, dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.”
(QS. Al-Baqarah : 173)
Ayat ini membatasi keumuman ayat 31 sdari surat Al-A’raf dan
menentukan bahwa yang haram itu hanya 4macam makanan tersebut diatas.
Pembatasan ini tidak terdapat pada satu ayat dalam surat Al-A’raf ayat 31
melainkan terpisah (munfashil).
Yang termasuk mukhassis munfasil ialah:
 Ayat Al-Qur’an ditakhsis oleh ayat Al-Qur’an
 Hadis ditakhsis oleh ayat Al-Qur’an
 Ayat Al-Qur’an ditakhsis oleh Hadis

4
 Hadis ditakhsis oleh Hadis

C. Amar (Perintah)
Menurut mayoritas ulama Usul Fiqh, amar adalah:

‫اللفظ الدا ل على طلب الفعل على جهة اال ستعالء‬

Suatu tuntutan (perintah) untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih
tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya. Ada juga
yang mengatakan bahwa amar adalah perintah atau tuntutan perbuatan dari orang
yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. Jadi
Amr merupakan suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya
mewajibkan atau mengharuskan, jika tidak demikian maka tidak termasuk
kategori Amr.4

Syarat yang harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :


a. Harus berupa ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).
b. Harus berbentuk kata permintaan (Amr)
c. Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu berstatus
tidak mewajibkan atau mengharuskan.
d. Datangnya permintaan itu harus dari atasan, sebab jika dari bawahan namanya
do’a
Perintah untuk melakukan suatu perbuatan, seperti dikemukakan oleh
Khudari Bik dalam bukunya Tarikh al-Tasyri’, disampaikan dalam berbagai gaya
atau redaksi antara lain :

a. Perintah tegas dengan menggunakan kata amar dan yang seakar dengannya.
Misalnya dalam surat an-Nahl : 90

‫اء‬
ِ ‫ش‬َ ‫اء ذِي ا ْلقُ ْر َبى َو َي ْن َهى َع ِن ا ْل َف ْح‬ِ ‫ان َوإِي َت‬ ِ ‫س‬ َ ‫اإلح‬ْ ‫َّللا َيأْ ُم ُر ِبا ْل َعدْ ِل َو‬ َ َّ َّ‫إِن‬
َ‫َوا ْل ُم ْن َك ِر َوا ْل َب ْغيِ َي ِع ُظ ُك ْم َل َعلَّ ُك ْم َت َذ َّك ُرون‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,


memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

4
Satria Effendi. Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005). hlm. 178-179.

5
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran”
b. .Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa perbuatan itu diwajibkan atas
seseorang dengan memakai kata kutiba. Misalnya dalam surat al-Baqarah :
178

‫اص فِي ا ْل َق ْت َلى ا ْل ُح ُّر ِبا ْل ُح ِّر َوا ْل َع ْب ُد‬


ُ ‫ص‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها ا َّلذِينَ آ َم ُنوا ُكت‬
َ ِ‫ِب َعلَ ْي ُك ُم ا ْلق‬
‫ف َوأَ َدا ٌء‬ ِ ‫ش ْي ٌء َفا ِّت َبا ٌع ِبا ْل َم ْع ُرو‬ َ ‫ِبا ْل َع ْب ِد َواأل ْن َثى ِباأل ْن َثى َف َمنْ ُعف َِي لَ ُه مِنْ أَخِي ِه‬
‫اب‬ ْ ‫ِيف مِنْ َر ِّب ُك ْم َو َر ْح َم ٌة َف َم ِن‬
ٌ ‫اع َتدَى َب ْع َد َذلِ َك َفلَ ُه َع َذ‬ ٌ ‫ان َذلِ َك َت ْخف‬
ٍ ‫س‬َ ‫إِلَ ْي ِه ِبإِ ْح‬
‫أَلِي ٌم‬
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qisas berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).
Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu
rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa

c.Kaidah-kaidah yang Berhubungan dengan Amar

Menurut Muhammad Adib Saleh, ada beberapa kaidah yang berhubungan


dengan Amar, yaitu :5

• Kaidah pertama, ‫االصل فى ال مرللوجوب‬, meskipun suatu perintah bisa


menunjukkan berbagai pengertian, namun pada dasarnya suatu perintah
menunjukkan hukum wajib dilaksanakan kecuali ada indikasi atau dalil yang
memalingkannya dari hukum tersebut. Contoh dari surat an-Nisa’ : 77

‫الزكا َة َفلَ َّما ُكت َِب‬


َّ ‫صال َة َوآ ُتوا‬ َّ ‫أَلَ ْم َت َر إِلَى الَّذِينَ قِيل َ لَ ُه ْم ُك ُّفوا أَ ْي ِد َي ُك ْم َوأَقِي ُموا ال‬
‫ش َي ًة َوقالُوا‬ ْ ‫ش َّد َخ‬ ِ َّ ‫ش َي ِة‬
َ َ‫َّللا أَ ْو أ‬ ْ ‫اس َك َخ‬
َ ‫ش ْونَ ال َّن‬ َ ‫يق ِم ْن ُه ْم َي ْخ‬ ٌ ‫َعلَ ْي ِه ُم ا ْلقِتال ُ إِذا َف ِر‬

5
Ibid, hlm, 185

6
ٍ ‫َر َّبنا لِ َم َك َت ْب َت َعلَ ْي َنا ا ْلقِتال َ لَ ْوال أَ َّخ ْر َتنا إِلى أَ َج ٍل َق ِري‬
ٌ ‫ب قُلْ َمتا ُع ال ُّد ْنيا َقلِيل‬
ً ‫َو ْاْلخ َِرةُ َخ ْي ٌر لِ َم ِن ا َّتقى َوال ُت ْظ َل ُمونَ َفتِي‬
‫ال‬

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka(Orang-


orang yang Menampakkan dirinya beriman dan minta izin berperang sebelum
ada perintah berperang.): "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah
sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka
berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada
manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu
takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan
berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban
berperang) kepada Kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah:
"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-
orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun (Artinya pahala
turut berperang tidak akan dikurangi sedikitpun.)
Kaidah kedua

“Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan”


Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula
dilarang ,lalu datang perintah mengerjakan , maka perintah tersebut bukan
perintah wajib tetapi bersifat membolehkan . seperti Firman Allah swt.
“apabila shalat telah dilaksanakan , maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah
karunia allah{ QS.al-jumu’ah 62:10}”6

Dengan demikian perintah bertebaran dinuka bumi,seperti kata ayat diatas,


hukumnya tidak wajib, tapi diperbolehkan.

Kaidah ketiga

6
Muhammad, Ma’sum Zein Zudbah, Ushul Fiqh, (Jawa Timur : Darul Hikmah, 2008),
hal. 52

7
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan”
Misalnya tentang haji seperti firman Allah swt.
Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji.{ QS. Al-haji/ 22:27}
Dalam hadist Nabi saw dinyatakan:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu{ untuk melaksanakan }haji,
maka berhajilah kamu.
Kaidah Keempat

pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki pengulangan{berkali-kali


mengerjakan perintah}.

Misalnya dalam ibadah haji , yaitu satu kali seumur hidup namun bila perintah itu
dimaksudkan pengulangan,maka harus ada qarinah atau kalimat yang menunjukan
pada pengulangan.
Menurut ulama, qarinah dapat dikelompokan menjadi 3 :7
1) Perintah itu dihubungkan dengan syarat,seperti wajib mandi setelah junub.
2) Perintah itu dihubungkan dengan ‘illat,seperti hukumm rajam kalau melakukan
zina.
3) Perintah itu dihubungkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai ‘illat,
seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu shalat.
Kaidah Kelima

Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala


wasilahnya.
Maksud kaidah ini adalah bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak
bisa terwujud,tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat
mewujudkan perbuatan yang diperintah itu, seperti kewajiban mengerjakan shalat.

D. Nahiy (Larangan)
Menurut bahasa, nahiy artinya larangan atau meninggalkan sesuatu.
Adapun menurut istilah, nahiy ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang

7
Ibid, hal. 52-53

8
lebih tinggi derajatnya pada yang lebih rendah
Sedangkan Mayoritas ulama ushul fiqh mendefinisikan nahiy

Larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya
kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukkan
atas hal itu.

Dalam melarang suatu perbuatan, memakai berbagai ragam bahasa,


diantaranya :8

1. Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau yang seakar
dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Seperti dalam surat an-Nahl :
90
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran”
2. Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan diharamkan. Seperti
dalam surat al-A’raf : 33
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik
yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar
hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan
Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan
(mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu
ketahui"”
3. Larangan dengan menggunakan kata kerja mudhari’ yang disertai huruf lam
yang menunjukkan larangan. Seperti dalam surat al-An’am : 152
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa...”
4. Larangan dengan memakai kata perintah namun bermakna tuntutan untuk
meninggalkan. Seperti dalam surat al-An’am : 120

8
Satria Effendi. Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005). hlm. 187

9
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya
orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari
kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan”

Kaidah Nahi

Kaidah Pertama:

Menurut Jumhur pada dasarnya kaidah itu menunjukan haram.


Seperti:”Dan janganlah kamu mendekati zina{QS.al-isra / 17:32}”9

Alasan dipakai Jumhur.

1) Akan dapat memahami bahwa sigat bentuk anhi itu menunjukan arti yang
sebenarnya,yaitu melarang
2) Ulama salaf memahami sigat nahi yang bebas dari qarinah menunjukan
larangan.
Sebagian ulama lain berpendapat” Pada dasarnya larangan itu menunjukan
makruh”

Menurut kaidah ini ,nahi bermakna sesuatu yang dilarang itu adalah tidak
baik.Karena itu tidak selalu bermakna haram ,tetapi makruh. Sebab makruh lah
pengertian yang pasti.10

Sigat nahi selain menunjukan haram ,sesuai dengan qarinahnya juga


menunjukan beberapa arti ,antara lain sebagai berikut:

i. Bermakana Karaah, seperti: “jangan kamu shalat diatas kulit onta yang di
samak”
ii. Bermakna Doa, seperti:”Ya tuhan kami,janganlah engkau hokum kami jika
kami lupa{Q>S al-Baqarah / 2:286}”

9
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Faiz el Muttaqin, (Jakarta: Pustaka Amani,
2003). hlm. 289.
10
Firdaus, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), hal. 139-141

10
iii. Bermakna Irsyad , memberi petunjuk , mengarahkan,seperti:”janganlah kamu
menanyakan{kepada nabimu} hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu,{justru}menyusahkanmu{QS. Al-Maidah / 5:101}”
iv. Bermakna Tahqir ,menghina,seperti:”jangan sekali-kali engkau{muhamad}
tujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah kami
berikan.{QS. Al-Hijr / 15:88}”
v. Bermakna Bayan Al-aqibah ,seperti:” dan jangan sekali-kali kamu mengira
orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati{QS Al-imran / 3.169}
vi. Ta’yis menunjukan putus asa seperti:” janganlah kamu mengemukakan alasn
pada hari ini{QS Al-tahrim / 66:7}”
vii. Tahdid, seperti:”janganlah kamu taati perintahku”

Kaidah Kedua

“larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”.Misalnya pada


kalimat” janganlah kamu mempersekutukan Allah”
Larangan mempersekutukan Allah berarti perintah untuk mentauhidkan-Nya.

Kaidah Ketiga

“pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan


dalam setiap waktu”

Jadi larangan yang tidak dikaitkan dengan suatu syarat atau sebab. Seperti
waktu atau sebab-sebab lain.maka berate diharuskan meninggalkan yang dilarang
itu sepanjang masa.Namun bila larangan itu dikaitkan dengan waktu , maka
perintah larangan itu berlaku selama ada sebab.misalnya pada kalimat” janganlah
kamu shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk{ QS. An-nisa / 4;43}”

Kaidah keempat

“pada dasarnya larangan itu bermakna fasad {rusak} secara mutlak”


Rasulullah saw bersabda” setiap perkara yang tidak ada perintah kami , maka ia
tertolak”

11
Dengan demikian segala perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan
, dan setiap yang tidak diprintahkan berarti tertolak , dan tertolak berarti
batal.{tidak sah. Fasad}hukumnya

E. Takhyir (Memberi Pilihan)

Menurut Abd. Karim Zaidan, bahwa yang dimaksud takhyir adalah,


‫ما خير الشارع المكلف بيت فعله وتركه‬
Bahwa syari’ (Allah dan Rosul-Nya) memberi pilihab pada hamba-Nya antara
melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.11
Hukum yang ditujukkan dalam bentuk takhyir adalah halal atau mubah
(boleh dilakukan) dalam arti tidak berpahala jika dilakukan dan tidak nerdosa jika
ditinggalkan.
Untuk memberikan hak pilih antara melakukan atau tidak melakukan dalam
al-Qur’an terdapat berbagai cara, seperti12
1. Menyatakan bahwa suatu perbuaan halal dilakukan, QS. Al-Baqarah : 187.

187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu;
2. Pembolehan dengan menafikan dosa dari suatu perbuatan. QS. Al-Baqarah :
173

3. Pembolehan dengan menafikan kealahan dari melakukan suatu perbuatan.


QS. Al-Baqarah : 235.

235. Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu.
Ayat tersebut membolehkan meminang wanita yang dalam iddah wafat,
tetapi dengan sindiran bukan terus terang.

11
Satria Effendi. Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005). hlm. 194
12
Firdaus, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), hal. 139-141

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut,
1. Amm adalah suatu perkataan yang memberi pengertian umum dan meliputi
segala sesuatu yang terkandung dalam perkataan itu dengan tidak terbatas,
misalnya al-Insan yang berarti manusia. Perkataan ini mempunyai
pengertian umum. Jadi, semua manusia termasuk dalam tujuan perkataan
ini, sekali mengucapkan lafadz al-insan berarti meliputi jenis manusia
seluruhnya
2. Lafadz Khas ialah lafadz yang dilalahnya berlaku bagi seseorang yang
namanya disebutkan seperti Muhammad atau seseorang yang disebutkan
jenisnya umpamanya seorang lelaki atau beberapa orang tertentu seperti tiga
orang, sepuluh orang, seratus orang, sekelompok orang
3. ‘Amr adalah Suatu tuntutan (perintah) untuk melakukan sesuatu dari pihak
yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah
kedudukannya.
4. Nahi adalah Larangan melakukan suatu perbuatam dari pihak yang lebih
tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah tingkatannya dengan
kalimat yang menunjukkan atas hal itu.
5. Takhyir dapat diartika, bahwa syari’ (Allah dan Rosul-Nya) memberi
pilihab pada hamba-Nya antara melakukan atau tidak melakukan suatu
perbuatan. Dan hukum takhyir adalah halal atau mubah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Satria dan M. zein, Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. 2005


Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Faiz el Muttaqin, Jakarta: Pustaka
Amani, 2003.

Ma’sum Zein, Muhammad, Zudbah Ushul Fiqh, (Jawa Timur : Darul Hikmah,
2008.

Firdaus, Ushul Fiqh, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2004.

14

Anda mungkin juga menyukai