Anda di halaman 1dari 10

Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA BANI UMAYYAH (DAMASKUS)

Alya Anisyah1, Fatkhiyyah2, Nurul Amni3


1
Insitut PTIQ Jakarta – Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Alyaanisyahmawarni21@mhs.ptiq.ac.id
2
Insitut PTIQ Jakarta – Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Fatkhiyyah21@mhs.ptiq.ac.id
3
Insitut PTIQ Jakarta – Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
nurulamni21@mhs.ac.id

Abstrak
Jurnal ini bertujuan untuk membahas mengenai Sejarah Peradaban Islam pada
masa Bani Umayyah, pola pemerintahan dinasti Umayyah, Ekspansi wilayah
yang dilakukan oleh dinasti Umayyah dan Peradaban Islam pada masa dinasti
Umayyah. Metode penulisan Jurnal ini menggunakan metode deskriptif
analitik. Deskriptif yang dimaksud adalah suatu metode yang berfungsi untuk
memberikan gambaran mengenai sejarah peradaban Bani Umayyah. Data yang
digunakan adalah data primer yang diambil dari sumber dari buku yang
berjudul “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti” yang ditulis oleh
Pudjiani, Tatik dan Bagus Mustakim, sedangkan data sekunder diambil dari
artikel jurnal dan buku-buku yang sesuai dengan bahasan Jurnal ini. temuan
makalah ini adalah ekspansinya Mu`awiyah berhasil menaklukan berbagai
wilayah baik di Timur maupun Barat, Daerah-daerah itu meliputi Spanyol,
Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan
dan Kirgistan di Asia Tengah. Pada masa pemerintahan khalifah pertama
Dinasti Umayyah, Mu’awiyyah menciptakan budaya baru baik dalam sistem
pemerintahan negara maupun dalam kehidupan beragama. Dan kesimpulan
jurnal ini adalah Bani Umayyah adalah salah satu penguasa muslim yang
mengubah sistem pemerintahan demokratis menjadi sistem pemerintahan
monarki, dan mereka mampu menaklukan beberapa wilayah baik dari Timur
maupun Barat.

Kata Kunci: Dinasti, Umayyah, dan Sejarah.

Abstract

This journal aims to discuss the history of Islamic civilization during the Bani,
Umayyad era, the pattern of government of the Umayyad dynasty, the
expansion of the territory carried out by the Umayyad dynasty and Islamic
Civilization during the Umayyad dynasty. This journal writing method uses a
descriptive analytic method. Descriptive in question is a method that serves to
provide an overview of the history of the Umayyad civilization. The data
used are primary data taken from sources from a book entitled "Islamic

1
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

Religious Education and Characteristics" written by Pudjiani, Tatik and Bagus


Mustakim, while secondary data is taken from journal articles and books that
are in accordance with the discussion of this Journal. The findings of this
paper are that Mu'awiyah's expansion succeeded in conquering various areas
in both East and West. These areas included Spain, North Africa, Syria,
Palestine, the Arabian Peninsula, Iraq, parts of Asia Minor, Persia,
Afghanistan, the area now called Pakistan.Turkmenistan, Uzbekistan and
Kyrgyzstan in Central Asia. During the reign of the first caliph of the
Umayyad dynasty, Mu'awiyyah created a new culture both in the state
government system and in religious life. And the conclusion of this journal is
that the Umayyads were one of the Muslim rulers who changed the
democratic system of government into a monarchical system of government,
and they were able to conquer several areas from both East and West.

Keywords: Dynasty, Umayyad, and History.

PENDAHULUAN
Dinasti umayyah yang berpusat di damaskus lahir diawali dengan terjadinya peristiwa
tahkim pada perang shiffin 657M dan adanya krisis pada pemerintahan Hasan. Muawiyah bin
Abu Sufyan adalah khalifah pertama yang memerintah pada dinasti umayyah dan yang
mengubah sistem khilafah kepada sistem mamlakat (kerjaaan atau monarki). Muawiyah berhasil
mendirikan dinasti umayyah bukan hanya kemenangan diplomasi dalam perang shiffin dan
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, melainkan sejak semula Muawiyah memiliki “basis rasional”
yang solid sebagai landasan pembangunan masa depan.
Untuk melihat Dinasti Umayyah (damaskus) secara utuh, maka perlu memberikan
perspektif dari mulai awal terbentuknya, pada masa kejayaanya apa saja perubahan yang terjadi
terhadap peradaban umat islam dan fase kemunduran atau factor apa yang menyebabkan
hancurnya dinasti umayyah ini. Tulisan ini mencoba melihat dari tiga sudut pandang ini dengan
metode deskriptif analitik dengan metode pengumpulan data Studi Pustaka.

PEMBAHASAN

Latar belakang Kebangkitan Bani Umayyah


Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, terjadinya pertempuran antara Ali
dan Muawiyah di Shiffin. Perang tersebut diakhiri dengan tahkim, tetapi tidak menyelesaikan
masalah melainkan menimbulkan adanya perpecahan yang terpecah menjadi tiga golongan yaitu
Kawarij, Muawiyah, dan Syiah. Pada tahun 660 M Ali terbunuh oleh salah satu golongan
Khawarij, sehingga masa kepemimpinannya digantikan oleh anaknya yaitu Hasan bin Ali.1

1
A. Syalabi, “Sejarah dan Kebudayaan Islam I”, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000), cetakan IV, h.302.

2
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

Kekhalifahan Bani Umayyah lahir diawali dengan adanya krisis yang terjaji pada masa
pemerintahan Hasan, sebuah peristiwa penting dalam sejarah dimana Hasan mundur dari
posisinya demi mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang ditimpa beragam fitnah,
dimulai dari terbunuhnya Utsman bin Affan, Perang Jamal, Pertempuan Siffin, terbunuhnya Ali
bin Abi Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah, dan Hasan memilih
berdamai serta menyerahkan kepemimpinannya kepada Muawiyah, sehingga perdamaian antara
keduanya ini disebut Aammul Jamaah (tahun persatuan).2
Dengan demikian berakhirlah masa pemerintahan khulfaur Rasyidin dan mulailah
keuasaan Bani Umayyah, dan berbentuk pemerintahan yang awalnya bersifat Demokratis diubah
menjadi monarchiherietis (kerajaan turun temurun). Ini berawal ketika mewajibkan seluruh
rakyatnya untuk menyatakan setia kepada anaknya Yazid.3 Bani Umayyah memerintah dari 661
H sampai 75 H di Jazirah Arab dan sekitarnya, dan di Kordoba serta Spanyol dari tahun 756 H
sampai 1031 nama H. Nama dinasti ini berasal dari kakek buyut dari khalifah pertama Bani
Umayyah yang bernama Umayyah bin ‘Abd as-Syams, dan nama kalifah pertama yaitu
Muawiyah bin Abu Sufyan atau disebut biasa disebut dengan Muawiyah 1.4

Masa Kejayaan
Pada masa pemerintahan dinasti Umayyah berlangsung selama 91 tahun dengan 14 orang
khalifah,5 masa kekekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan dilanjutkan perluasan wilayah yang
terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimulai dengan
menaklukkan Tunisia, di sebelah Timur menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan
Afganistan sampai ke Kabul, dan angkatan lautnya sudah mulai melakukan serangan-serangan ke
Ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke Timur yang dilakukan Muawiyah kemudian
dilanjutkan oleh khalifah Abd Al-Malik. Dia mengirim tentara untuk menyebrangi sugai Oxus
dan berhasi menundukkan Balkh, Bukhara, Khawariz, Fergana, dan Samarkand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke
Maltan.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilakukan pada zaman Al-Walid Ibn Abdul
Malik, yang meruopakan masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Pada masa
pemerintahannya, umat islam merasa hidup bahagia yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu
tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa, yaitu
pada tahun 711 H. Setelah Aljazir dan Maroko dapa ditundukkan, pemimpin pasukan islam yaitu
Thariq bin Ziyad dengan pasukannya menyebrangi selat yang memsiahkan antara Maroko
dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama
Gibraltar (Jabal Thariq). Setelah Spanyol dapat dikalahkan. Maka, Spanyol menjadi sasaran
ekspansi selanjutnya dan dengan cepat ibu Kota Spanyol, kordova dapat dikuasai. Setelah itu
disusul kota-kota lain sepeti Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibbu Kota Spanyol yang
baru etelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena
didukung oleh rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman
Umar bin Abd Aziz, serangan dilakukan ke perancis melalui pegunungan Piranee, yang dipimpin
oleh Abd Al-Rahman bin Abdullah Al-Ghafiqi. Dimulai dengan menyerang Bordeau, Pitiores,
dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, peperangan yang terjadi di luar kota Tours Al-
2
Latif, Abdussyafi Muhammad Abdul, “Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Bani Umayyah”, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2016.
3
Yatim Badri, “Sejarah Peradaban Islam II”, (Jakarta: Rajawali Pres, 2020), h.42.
4
Zubaidah Siti, “Sejarah Peradaban Islam”, (Medan: Perdana Publishing, 2016), cetakan pertama, h.79.
5
Maidir Harun, Firdaus Agung, “Sejarah Peradaban Islam”, (Padang IAIN IB Press, 2001), h.41-42.

3
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

Ghafiqi terbunuh dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah


tersebut, pulau-pulau yang terdapat di lau Tengah juga jatuh ke tangan islam pada zaman Bani
Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di Timur maupun Barat, wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betulbetul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgistan di
Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang, Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-
tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi
adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium
dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik
bin Marwan juga melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
meningkatkan pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan
pekerjanya digaji oleh negara secara tetap, serta membangun jalan-jalan raya yang
menghubungkan suatu, daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.6
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil, dan Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi
perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan
penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan
anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-
gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali
dan berkelanjutan. Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat
kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia
kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu
Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut
Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan
menghasut Husain bin Ali melakukan perlawanan.
Husain bin Ali sendiri juga dibaiat sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M,
Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia,
namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan
Pertempuran Karbala, Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus,
sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah. Kelompok Syi’ah bahkan
terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih, diantaranya adalah yang dipimpin oleh Al-
Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai Nabi)
mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal
dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga
6
Yatim Badri, “Sejarah Peradaban Islam II”, (Jakarta: Rajawali Pres, 2020), h.43-45.

4
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair
yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh,
walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah secara keseluruhan.
Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia
terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan
Mekkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan, namun peperangan ini
terhenti karena tak lama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah
kembali ke Damaskus. Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa
kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani
Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah
bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi’ah
juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai
dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah Timur meliputi kota-
kota di sekitar Asia Tengah, dan wilayah Afrika bagian Utara, bahkan membuka jalan untuk
menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi
membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), dimana sewaktu
diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang
berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, dimana
pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan Mawali
disejajarkan dengan Muslim Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun
berhasil menyadarkan golongan Syi’ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain
untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.

Masa Kemunduran dan Kehancuran


Setelah Umar bin Abdul-Aziz wafat, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid
bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan
kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis
politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik
cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Situasi tersebut
terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-
743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan
berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang
didukung oleh golongan Mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang
khalifah yang kuat dan terampil, akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga
tidak berhasil dipadamkannya.
Setelah wafatnya Hisyam bin Abdul-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil
berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat
golongan oposisi, dan akhirnya pada tahun 750 M, Daulah Bani Umayyah digulingkan oleh Bani
Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin
Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun
kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai
berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di Timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah
Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Barat, Al-Andalus. 7

7
Zubaidah Siti, “Sejarah Peradaban Islam”, (Medan: Perdana Publishing, 2016), cetakan pertama, h.81-84.

5
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

Di antara sebab-sebab yang mengakibatkan Dinasti Bani Umayyah mengalami


kemunduran dan membawanya kepada kehancuran, adalah sebagai berikut:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan merupakan suatu yang baru bagi
masyarakat Arabyang lebih menekankan kepada aspek senioritas.
2. Munculnya kelompok-kelompok yang merasa tidak puas terhadap pemerintahan Bani
Umayyah, seperti kelompok Khawarij, Syiah,dan kelompok muslim non-Arab (mawali).
3. Tidak adanya ketentuan yang jelas dan tegas tentang sistem pergantian khalifah,
ketiadaan ketentuan menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan
anggota keluarga khalifah.
4. Sangat kurangnya perhatian para khalifah Bani Umayyah terhadap perkembangan agama,
sehingga pemuka agama banyak yang kecewa.
5. Sikap hidup yang bermewah-mewahan dalam lingkungan keluarga khalifah, sehingga
mereka yang memegang kekhalifahan berikutnya tidak mampu memikul beban
kenegaraan yang berat.
6. Terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad oleh tentara Abbasiyah di kampung
Busir daerah Bani Suweif.8
Pola Politik pada Masa Bani Umayyah
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah pola politik yang dipakai berbeda dari pola olitik
pada pemerintahan khulafaur Rasyidin. Jika pada pemerintahan khulafaur Rasyidin, para
pemimpin didampingi oleh para dewan penasihat yang berisikan para pemuka-pemuka islam,
pada masa pemerintahan bani umayyah dewan pemusyawaratan dan dewan penasihat sama
sekali tidak berfungsi. Pada pemerintahan khulafaur rasyidin semua yang menyakut kebijakan
dan permusyawaratan diadakan terbuka, namun pada masa bani umayyah semua kebijakan dan
permusyawaratan secara terbuka tidak berlaku. Bahkan adanya larangan keras dalam mengkritik
sebuah kebijakan pemerintahan terjadi pada masa bani umayyah.9
Namun adanya sistem pemerintahan tersebut, dibidang pemerintahan pada masa bani
umayyah mengalami perubahan dan kemajuan yang pesat, dan memiliki pengaruh besar
dikedepannya . yaitu dengan adanya perubahan sistem demokrasi menjadi sistem monarki.
Selama Muawiyyah berkuasa, ia banyak berusaha memulihkan kesatuan wilayah islam. Ia
memindahkan ibukota dari kuffah (irak) ke damaskus (syiria). Semua konflik dari sumber
kekacauan yang terjadi diantara khawarij, Himyariyah, dan Mudariyah menjadi prioritas utama
bagi muawiyah untuk mengembalikan keseimbangan hubungan antara tiga kelompok tersebut.
Hingga akhirnya Muawiyyah mampu menjaga Kembali keseimbangan dan menjadikan umat
islam menjadi kesatuan islam.
Setelah ia mampu dan berhasil mengamankan keadaan dalam negeri, Muawiyyah
memerintahkan pasukannya untuk memperluas wilayah. Dalam penaklukkan Afrika utara
menjadikannya sejarah penting selama masa kepemimpinannya. Saat itu Amr bin Ash adalah
gubenur dimesir yang dimana ia selalu diganggu oleh bangsa romawi di Afrika Utara saat itu.
Maka dari itu Amr binAsh mengerahkan seluruh pasukannya dibawah pimpinan jendral Uqbah
dalam penaklukkan wilayah Afrika Utara.
8
Jabir Muh, “Dinasti Bani Umayyah di suryah”, Jurnal Hunafa Volume 4, No.3 (September, 2007), h.271-280.
9
Mansur, Fadlil, Munawwar. “pertumbuhan dan perkembangan budaya arab pada masa dinasti umayyah.”
Volume 15, h.173.

6
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

Pasukkan dibawah pimpinan Uqbah berhasil menguasai Qairawan hingga bagian wilayah
selatan Tunisia. Lalu Muawiyyah membuatkan benteng umtuk melindungi kota tersebut dari
serangan pasukan Berber dan menjadikan Qairawan sebagai ibukota rovinsi Afrika Utara.
Sebuah rencana perkembangan yang pada saat pemerintahan khalifah utsman dan ali yang
terhenti, dilanjutkan Kembali pada masa bani Umayyah (Nasution, 1985:61).
Muawiyyah yang menginginkan membangun sistem pemerintahan monarki islam akhirnya
dapat terwujudkan, kemudian ia menunjuk Yazid, anaknya sebagai putra mahkota. Pemilihannya
dalam pemerintahan ini menjadikannya contoh dan diikuti oleh seluruh penguasa Umayyah
sesudahnya. Oleh dari itu, Muawiyyah ditunjuk sebagai pendiri dari sistem monarki dalam
sejarah masa politik umat islam.
Perkembangan Keagamaan pada Masa Bani Umayyah
Pada masa Bani Umayyah perkembangan keagamaan meliputi perkembangan dalam ilmu al-
Qur’an, Hadis, dan Fiqih. Bahkan perkembangan dalam ilmu hadis sudah mencapai dalam
pembukuan buku hadis di masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz.10

Pada masa bani umayyah, pada bidang keilmuan berkembang sangat pesat termasuk
perkembangan ilmu fiqih pada pemerintahan bani umayyah ke 2 di Andalusia. Hingga lahirnya 4
mazhab terkenal hingga saat ini, yaitu Imam Syafi’I, Imam Hambali, Imam Maliki, dan Imam
Hanafi.
Suksesi Pemerintahan pada Masa Bani Umayyah
Pemerintahan Bani Umayyah sendiri tercipta dari nama Umayyah bin Abu Syam bin Abdi
Manaf. Bani Umayyah berkuasa kurang lebih 91 tahun. Selama berkuasa kemajuan yang dapat
dicapai oleh bani Umayyah paling banyak pada masa kekuasaan Muawiyyah bin Abu Sufyan,
Abdul Malik bin Marwan, Umar bin Abdul Aziz, dan Hasyim bin Abdul malik.
Keberhasilan dalam pemerintahan bani umayyah meliputi banyak gerak bidang, yaitu:
a. Pemisahan Kekuasaan
Dalam pemisahan kekuasaan Muawiyyah memisahkan kekuasaan agama dengan
kekuasaan politik, disebabkan karna Muawiyyah bukanlah seorang yang ahli dalam
dalam bidang keagamaan, maka kekuasaan agamaan itu diserahkah kepada para ulama.
b. pembagian wilayah
Jika pada pemerintahan khalifah Umar bin Khattab dapat memiliki 8 propinsi, maka
pada pemerintahan bani umayyah dapat memiliki 10 propinsi yang dimana setiap
propinsi dipimpin oleh seorang gubenur yang langsung bertanggung jawab kepada
pemimpin pusat di bani umayyah saat itu.
c. bidang administrasi pemerintahan
departemen (diwan) yang terbentuk selama masa bani umayyah adalah:
1. Diwan al Rasail, departemen yang berfungsi untuk mengurus surat-surat negara
yang ditujukan kepada gubernur dan menerima surat balasannya.
2. Diwan al Kharraj, depaertemen yang berrfungsi untuk mengurus masalah
perpajakkan.
3. Diwan al Barid, departemen yang berfungsi dalam menyampaikan berita rahasia
kepada pemerintahan pusat.

10
Pujiani, tatik, Bagus Mustakim, “Pendidikan agama islam dan budi pekerti kelas 7”, hal.155.

7
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

4. Diwan al Khatam, departemen yang berfungsi dalam mencatat dan menyalin


kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
5. Diwan Musghilat, departemen yang berfungsi mengurus segala kepentingan umum.
d. organisasi keuangan
pada masa pemerintahan Abdul malik bin Marwan, percetaqkan uang dilakukan dan
pengelolaan asset dari pajak dikelola di Baitul Mal.
e. organisasi ketentaraan
Nidhomul Tajnidil Ijbary adalah salah satu undang-undang yang mewajibkan unuk
menjadi tantara pada masa pemerintahan Bani Umayyah
f. organisasi kehakiman
ciri khusus kehakiman pada masa pemerintahan bani umayyah adalah:
a. hakim menggunakan jalur ijtihad
b. hakim belum pernah terpengaruhi atau ikut campur dalam politik.
g. bidang sosial budaya
pada masa bani umayyah mereka menyebut bangsa arab dengan sebutan al-Hamra yaitu
menganggap bangsa Arab lebih mulia dari bangsa lainnya.
h. bidang seni dan sastra
penyeragaman Bahasa arab pada semua administrasi terjadi ada kepemimpinan Walid
nin Abdul Walid.
i. Bidang seni rupa
Seni kalighrafi adalah seni ukir dan pahat yang terkenal pada masa bani umayyah.
j. bidang arsitektur
pada pemerintahan Abdul malik bin Marwan, ia membangun kubah bernma as-Sakhrah
yang berada di Baitul Maqdis.11
Dalam kemajuan dan perkembangan bani umayyah kita dapat mengambil pesan yang tersirat
dalam perjalanan sejarahnya, yaitu jika sebuah pemimin berkeinginan kuat dalam membangun
negara yang maju, maka semua yang berada dibawahnya akan turut membantu dan membahu
dalam mewujudkan keinginan tersebut.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Bani Umayyah
Pada pemerintahan bani umayyah dibidang Pendidikan memang belum formal. Anak-anak
pemimpin bani umayyah belajar ke badiyah digurun Suriah, dalam rangka mempelajari puisi dan
Bahasa arab murni. Pada masa itu masyarakat menganggap orang yang pandai membaca,
menulis dan berpuisi adalah orang yang terpelajar. Apabila ada masyarakat yang ingin menimba
ilmu, maka akan menggunakan masjid sebagai sarana untuk belajar menuntut ilmu.
Namun pada saat bersamaan pemimpin bani umayyah juga sering menyelenggarakan
perkumpulan majelis-majelis Pendidikan yang disampaikan oleh para ahli ilmu dalam
bidangnya, para sastrawan, para ulama dan para ahli sejarah, yang banyak membahas dan
merangkum materi Pendidikan yang berupa sistem administrasi dan pemerintahan, adakalanya
disampaikan melalui syair-syair atau puisi-puisi arab, dan diselingi dengan cerita-cerita Persia.12
Ilmu-ilmu yang dapat berkembang pada masa pemerintahan bani umayyah adalah sebagai
berikut:
a. ilmu agama yang berupa al-Qur’an, hadist, dan fiqih
11
Niswah, choirun, “Pendidikan islam pada masa khulafaur rasyidin dan bani umayyah”, Tadrib volume 1,
hal.183.
12

8
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

b. ilmu geografi dan sejarah yang memelajari tentang perjalanan hidup, peristiwa, dan kisah.
c. Ilmu Bahasa yang berupa nahwu, shorof dan lainnya.
d. Ilmu filsafat yang berupa astronomi, berhitung, kimia, mantiq, dan kedokteran.
e. Ilmu kimia, kedokteran dan astrologi. Al-Haris bin Kaladah tercatat sebagai orang
pertama dalam sejarah dunia bidang ilmu ini, beliau berasal dari kota Thaif.
f. Seni rupa yang berupa dekorasi orang arab yang membawa dampak dekorasi islam
menggunakan tanaman atau garis geometris.
g. Musik yang berkembang pesat pada pemerintahan Yazid bin Muawiyyah.13

KESIMPULAN

Bani Umayyah adalah salah satu penguasa Muslim yang mengubah system pemerintahan
demokratis menjadi monarki atau system pemerintahan kerajaan, Kekaisaran Umayyah tidak
dilestarikan dengan pemilihan atau suara terbanyak yang dilakukan oleh pemimpin sebelumnya
yaitu Khilafah ur rasyidin. Meskipun Bani Umayyah tetap ada menggunakan istilah Khalifah
tetapi mereka menawarkan interpretasinya sendiri untuk menghormati posisi mereka. Mereka
menyebutnya "khalifah Allah" Dalam arti seorang “penguasa” yang ditunjuk oleh Tuhan.
pemerintahan bani Umayyah berlangsung selama 91 tahun dengan 14 orang khalifah ,Kemajuan
besar yang dibuat pada masa bani Umayyah. Diantaranya perluasan wilayah, Kebijakan
pemerintah, militer, ekonomi, pendidikan dan Sains dan perkembangan bahasa arab. dan banyak
perkembangan lainnya yang tidak disebutkan dalam jurnal ini. Namun setelah itu bani Umayyah
mengalami kemunduran dan kehancuran salah satunya disebabkan karena kualitas para khalifah
yang tidak bisa memikul beban kenegaraannya.

DAFTAR PUSTAKA

A.Syalabi, (2000) Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta: Al-Husna Zikra), cetakan IV.
Jabir Muh, “Dinasti Bani Umayyah di suryah”, Jurnal Hunafa Volume 4, No.3 (September, 2007), h.271-
280
Latif, Abdussyafi Muhammad Abdul, (2016) Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Bani Umayyah, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Yatim Badri, (2020) Sejarah Peradaban Islam II, (Jakarta: Rajawali Pres).
Zubaidah Siti, (2016) Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing,), cetakan pertama.
Maidir Harun, Firdaus Agung, (2001) Sejarah Peradaban Islam, (Padang IAIN IB Press).
Anwar, Ahmad Masrur. (2015) “pertumbuhan dan perkembangan Pendidikan islam pada masa bani
umayyah”, Jurnal Tarbiya Volume 1.

13
Pudjiani, Tatik, Bagus mustakim, “Pendidikan agama islam dan budi pekerti kelas 8”, h.157.

9
Alya Anisyah, Fatkhiyyah, Nurul Amni

Mansur, Fadlil Munawwar. “pertumbuhan dan perkembangan budaya arab pada masa dinasti
umayyah.”. 2003. Humaniora Volume XV.
Nasution, Harun, (1985) “Islam ditinjau dari berbagai aseknya jiid 1”, Universitas Indonesia Press:
Jakarta.
Niswah, choirun, (2015) “Pendidikan islam pada masa khulafaur rasyidin dan bani umayyah.”. Tadrib
volume I.
Pudjiani, Tatik, Bagus Mustakim. (2019) “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas 7”, Direktorat jendral
Pendidikan islam kementrian agama RI: Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai