Anda di halaman 1dari 20

Peradaban Islam Klasik dan Modern

“Dinasti Fatimiyah dan Peradaban Islam di Mesir”

Disusun Oleh :

Kelompok 5

FATIMAH ARSY YANI


(NIM. 1911540039)

Dosen Pengampu :
Dr. Japarudin, M.S.I

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM (S2) PASCA SARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU

TAHUN 2019

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah islam, ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat
pesat dalam waktu sekitar 5 abad lebih, bersamaan dengan itu orang-orang Barat
berada di alam kegelapan atau alam kebodohan. Ilmu pengetahuan dalam islam
berkembang secara pesat pada masa Dinasti Umayyah dan Bani Abassiyah.
Berkembangnya ilmu pengetahuan ini didahului oleh penerjemahan buku-buku
Yunani ke dalam Bahasa Arab yang berpusat di Bayt al-Hikmah di Baghdad. Ilmu-
ilmu yang dicakup dalam perkembangan ini adalah ilmu kedokteran, matematika,
fisika, mekanika, botanika, optika, astronomi disamping filsafat dan logika. Karya
yang diterjemahkan adalah karangan Galinos, Hipokrates, Ptolemeus, Euclid, Plato,
Aristoteles. Buku-buku ini dipelajari oleh ulama-ulama Islam dan mengalami
perkembangan dibawah khalifah-khalifah Bani Umayyah dan Bani Abassiyah.1
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka didirikanlah lembaga
pendidikan sebagai tempat untuk mencari ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu ilmiah.
Sebelum adanya lembaga pendidikan dibawah pimpinan Dinasti Fatimiah sudah ada
terlebih dahulu masjid-masjid yang digunakan sebagai lembaga pendidikan tentunya
dengan kebijaksanaan kerajaan, terutama oleh khalifah-khalifah Umayyah untuk
menjadikan masjid sebagai pusat perkembangan ilmiah.2
Pada abad 900-an M ada tiga dinasti yang mengklaim kekhalifahan yaitu
Abbasiyyah, Fatimiyah dan Umayyah. Pada abad 909 M, Fatimiyah mendeklerasikan
diri sebagai khalifah dan langsung menantang otoritas Abbasiyyah atas kaum muslim
seluruh dunia.3
Maka melihat sejarah dinasti Fatimiyah ini, penulis akan menjelaskan secara
rinci mengenai Dinasti Fatimiyyah dan Peradaban Islam di Mesir.

1
Hasbi Indra, Pendidikan Islam Tantangan dan Peluang di Era Globalisasi (Cet.1), (Yogyakarta :
Deepublish, 2016) hlm 46
2
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad ke 21, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna Baru,
2003)56
3
Firas alkhateeb, Sejarah Islam yang Hilang, ( Yogyakarta : Bentang Pustaka, 2016) hlm 128
3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Dinasti Fatimiyah?
2. Bagaimana sejarah peradaban Islam di Mesir?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah Dinasti Fatimiyah
2. Untuk mengetahui sejarah peradaban Islam di Mesir
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dinasti Fatimiyah
1. Sejarah Lahirnya Dinasti Fatimiyah
Dalam aliran-aliran islam terdapat aliran Syi’ah yang timbul akibat gejolak
politik antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Syi’ah menganggap
bahwa hanya keturunan Ali yang berhak memerintah. Syi’ah menganggap Ali sebagai
Imam pertama, Hasan dan Husein Imam kedua dan ketiga.
Setelah kematian Imam Ja’far al-Shadiq (Imam ke-6 Syi’ah), Syi’ah terpecah
menjadi dua cabang. Cabang pertama meyakini Musa al-Kazim sebagai imam ketujuh
pengganti Imam Ja’far, dan cabang kedua meyakini Ismail ibn Muhammad al-
Maktum sebagai Imam Syi’ah ketujuh. Cabang kedua ini dinamakan Syi’ah
Ismailiyyah.4
Aliran yang percaya pada 7 Imam (yang meyakini keturunan imam Ismail yang
menghilang akan muncul dan terus hidup di antara penduduk islam) aliran ini
dinamakan dengan aliran Syiah Ismailiyyah. Keturunan Ismailiyah adalah keturunan
imam ketujuh dalam paham aliran sekte syi’ah yang beranggapan bahwa sistem
imamah adalah pemerintahan islam yang sah.5
Syi’ah Ismailiyah tidak menampakkan gerakan secara terang-terangan hingga
muncullah Abdullah ibn Maymun yang membentuk Syi’ah Ismailiyah sebagai sistem
gerakan politik keagamaan. Secara rahasia ia mengirimkan misionaris ke segala
penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan ajaran Syi’ah Ismailiyah.
Wilayah kekuasaan Dinasti Fatimiyah (909-1171 M) meliputi Afrika Utara,
Mesir dan Suriyah. Berdirinya Dinasti Fatimiyah dilatarbelakangi oleh melemahnya
Dinasti Abbasiyah, Dinasti Fatimiyah ingin bebas dan lepas dari kekuasaan
Abbasiyah.6
Dinasti Fatimiyah adalah Dinasti pertama yang berkuasa di Mesir secara
mandiri. Dinasti Fatimiyah adalah Dinasti yang beraliran Syi’ah Ismailiyah. Dinasti
ini didirikan di Raqqadah (Tunisia sekarang) pada tahun 297 H/ 909 M, sebagai

4
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah), Jurnal al-Risalah, 13(2) (Juli-Desember 2017), Hlm 128
5
Firas alkhateeb, Sejarah Islam yang Hilang… 125
6
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009) Hlm 254
5

tandingan bagi penguasa dunia Muslim pada saat itu yang berkuasa di Baghdad (Bani
Abbasiyah) Dinasti Fatimiyah didirikan oleh Sa’id ibn Husain.7
Sa’id kemudian memploklamirkan dirinya sebagai penguasa dengan julukan
imam “Ubaydillah al-Mahdi”, dan mengklaim sebagai keturunan Fatimah melalui al-
Husayn dan Ismail. Dinasti yang didirikannya ini dikenal dengan Dinasti al-
Ubaydiyyah (bagi mereka yang tidak mempercayainya sebagai keturunan Fatimah).8
Dinasti Fatimiyyah mengklaim Ubaidillah sebagai keturunan garis lurus dari
pasangan Ali ibn Abu Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Menurut mereka
Ubaidillah al-Mahdi sebagai pendiri Dinasti ini adalah cucu Ismail ibn Ja’far al-
Shadiq. Sedangkan Ismail merupakan Imam Syi’ah yang ketujuh. Tujuan berdirinya
Dinasti ini adalah untuk mengembalikan kepemimpinan Islam ke tangan keluarga
Ali.9
Nama Daulah Fatimiyah dinisbatkan kepada Fatimah Az-Zahra (putri Nabi
Muhammad Sholallahu ‘alaihi wa salaam) yang juga menjadi istri Ali bin Abi Thalib
(sepupu Nabi).
Dinasti Fatimiyah berada di Tunisia dikarenakan suku-suku barbar berpotensi
untuk memberontak penguasa di Baghdad, karena masih satu keturunan dengan
penguasa Bani Umayyah yang digulingkan Bani Abassiyah di Baghdad. Ini
dimanfaatkan oleh Dinasti Fatimiyah untuk membangun kekuasaan dunia Islam baru,
guna menggeser kekuasaan Abbasiyyah. Dengan meningkatkan jaringan propaganda,
mereka tidak bermaksud merebut Baghdad, melainkan menginginkan Mesir sebagai
negeri yang memainkan peranan besar dalam penyebaran Islam di masa awal
perkembangan.
Negara Mesir berhasil dikuasai berbagai Dinasti sejak Ahmad Ibn Tulun
mendirikan negeri merdeka pada 868 M, ketika Jawahir ( Jendral Pasukan Fatimiyah)
sedang menghadapi Armada Bizantium di Laut Tengah, keadaan Mesir terasa kacau
dan lemah. Maka pada tahun 969 M, Jauhar menyerbu Fustat, yang merupakan titik
pertahanan paling lemah. Setelah itu Mesir dinyatakan sebagai banteng kekuasaan
Ismailiyyah.
Segera setelah itu Fustat bagian Utara ditentukan sebagai Ibu Kota kekhalifahan
Fatimiyah yang baru. Mereka bertekad untuk membangun kekaisaran Islam baru.
7
Abu Haif, Sejarah Perkembangan Peradaban Islam di Mesir, Jurnal Rihlah II (1) (Mei 2015), Hlm 71
8
Susmihara, Dinasti Fatimiyah (muncul, perkembangan, dan kehancuran), hlm… 51
9
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah)… 127
6

Selanjutnya mereka menyebut Ibu Kota baru itu al-Qahirah yang berarti sang
penakluk. Secara bahasa sama dengan kata Mars, nama itu kemudian lebih gampang
diucapkan dengan kata Kairo, akhirnya kota tersebut dinamakan Kairo sampai
sekarang.10
Ibu kota dipindahkan dari Tunisia ke al-Qahirah di Mesir pada tahun 362 H/973
M, dipindahkan oleh Khalifah Muidz Lidinillah, pada tahun ini juga diresmikan
masjid al-Azhar dan sebagai pusat pengkajian islam, pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dengan mendasarkan pada mazhab Syi’ah Ismailiyah.11
Ubaidillah dan para pengikutnya menyebarluaskan ajaran Syi’ah Isma’iliyah
secara intensif dan menjadikan ajaran ini sebagai paham resmi kenegaraan.
Para amir/khalifah yang pernah berkuasa pada masa Dinasti Fathimiyah adalah
sebagai berikut:
a. Amir Ubaidillah al-Mahdi (910-934 M)
b. Amir al-Qaim Biamrillah (934-945 M)
c. Amir al-Mansur ibn al-Qaim (945-952 M)
d. Khalifah al-Muiz Lidinillah (952-975 M)
e. Khalifah al-Aziz Billah (975-996 M)
f. Khalifah al-Hakim Biamrillah (996-1020 M)
g. Khalifah al-Zahir (1020-1035 M)
h. Khalifah al-Mustanshir Billah (1035-1094 M)
i. Khalifah Musta’li Billah (1094-1101 M)
j. Khalifah al-Amir Biahkamillah (1101-1129 M)
k. Khalifah al-Hafizh Lidinillah (1129-1148 M)
l. Khalifah al-Dhafir Biamrillah (1148-1153 M)
m. Khalifah al-Faiz Billah (1153-1159 M)
n. Khalifah al-Adhid Lidinillah (1159-1171 M). 12
Dari penjelasan di atas maka jelaslah bahwa Dinasti Fatimiyah merupakan
komunitas ahli bait (Keluarga keturunan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salaam.)
yang didirikan sebagai tandingan terhadap Dinasti Abbasiyah yang penguasa tertinggi
ketika itu. Oleh karena itu nuansa Dinasti Fatimiyah sangat kental dengan paham
10
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah)… hlm 129
11
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Ed.1, cet. 2, ( Jakarta : Kencana, 2008) Hlm 132
12
Dedi Sahputra Napitupulu dan Solihah Titin Sumanti, Lembaga Pendidikan Tinggi Al-Azhar:
Mengenang Peradaban Islam Masa Fatimiyah (297-567 H/9091171M) ,Jurnal Sejarah Peradaban Islam, 1(2)
(2017), hlm 246
7

Syi’ah, sebagaimana lazimnya sebuah pemerintahan jika suatu rezim berkuasa maka
tujuan pemerintahannya adalah untuk menyebarluaskan ideologinya.
2. Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam di Mesir pada Masa Dinasti
Fatimiyah
Awalnya proses pendidikan Islam berlangsung hanya di masjid-masjid namun
karena banyaknya minat umat Islam untuk belajar sedangkan kapasitas masjid tidak
lagi mencukupi, maka didirikanlah institusi pendidikan.
Ada 3 masjid yang pada awalnya memainkan peranan sebagai lembaga
pendidikan yaitu :
1. Masjid ‘Amr bin al’As yang dianggap masjid pertama dibangun di Mesir pada
tahun 20 H (641 M)
2. Masjid al-‘askar yang didirikan pada tahun 132 H (750 M) oleh gubernur
Kerajaan Abbasiyyah setelah penguasa Umayyah digulingkan.
3. Masjid Ibn Tulun, didirikan oleh Ahmad bin Tulun pada tahun 265 H (878-879
M)13
Pembenahan dalam rangka pembinaan dan pengembangan pendidikan yang
dilakukan oleh Khalifah pada masa Dinasti Fatimiyah ialah dengan membangun
beberapa lembaga pendidikan. Diantara lembaga pendidikan yang dibangun oleh para
khalifah pada masa Dinasti Fatimiyah adalaah Universitas al-Azhar (Kairo), Dar al-
Hikmah, dan Majelis al-Hikmah.14
a. Universitas al-Azhar ( Kairo)

Universitas al-Azhar dibangun oleh Khalifah Mau’uzuddin li Dinillah, ia


membangun masjid pada pada 24 Jumadil awal tahun 359 H dan selesai pada 7
Ramadhan tahun 361 H. Nama masjid al-Azhar adalah nama yang dinisbatkan kepada
putri Nabi Muhammad Sholallahu ‘alahi wa salaam yaitu Fatimah az-Zahra,
sebelumnya nama masjid itu adalah al-Qohirah yang berarti Cairo dan kemudian
dikaitkan dengan al-Qohiroh al-Zahirah yang berarti kota yang cemerlang.15

Tiga tahun setelah masjid al-Azhar didirikan pada tahun 359 H (970 M)
barulah dimulai kegiatan ilmiah sederhana seperti ceramah yang diberikan oleh Abu
al-Hasan Ali bin Muhammad bin al-N’uman al-Qiwarani yang bergelar Qadi tertinggi

13
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad ke 21,.. Hlm 57
14
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah), … Hlm 130
15
Asriati Amaliyah, Eksitensi Pendidikan Islam di Mesir Masa Daulah Fatimiyah( lahirnya al-Azhar,
Tokoh-tokoh Pendidikan pada Masa Daulah Fatimiyah dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam) Hlm104
8

(Qadi al-Qudah) suatu gelar tertinggi dikerajaan Fatimiyah pada waktu itu. Ceramah
ini membahas mengenai fiqh Syi’ah yang terkandung dalam buku al-Ikhtisar atau al-
Iqsar.16 Mulanya, Universitas al-Azhar didirikan dengan tujuan untuk menyebarkan
keyakinan Ismailiyah di kalangan mayoritas Suni di Mesir.

Pada masa pemerintahan al-‘Aziz billah (365-386 H/975-996 M) masjid Jami’


al-Qahiroh diubah namanya menjadi masjid al-Azhar. Ditingkatkan fungsinya
menjadi al-Jami’ah (Universitas) hingga jadilah Universitas al-Azhar sampai
sekarang, dengan kurikulum dan kegiatan pendidikan yang teratur secara sistematis
yang mengajarkan ilmu-ilmu agama, ilmu akal (logika), dan ilmu umum lainnya. Al-
Azhar juga dilengkapi asrama untuk para Fuqaha (dosen ; tenaga pendidik) serta
kebutuhan lainnya.17

Al-Azhar pada masa Dinasti Fatimiyah merupakan alat yang digunakan


sebagai propaganda kekuasaan kekhalifahan, sekaligus alat penyebar doktrin ajaran
Syi’ah, pada masa kekhalifahan Dinasti Fatimiyah sistem pengajaran dibagi menjadi
empat kelas.

Pertama, kelas umum yang diperuntukan bagi orang yang dating ke al-Azhar
untuk mempelajari al-Qur’an dan penafsirannya. Kedua, kelas para mahasiswa
Universitas al-Azhar yang mengikuti perkuliahan dengan para dosen dengan cara
mengajukan pertanyaan dan menentukan jawaban. Ketiga, kelas Dar al-Hikam
merupakan kuliah formal yang diberikan oleh para mubaligh seminggu sekali yakni
pada hari senin yang dibuka untuk umum, dan pada hari kamis dibuka untuk
mahasiswa pilihan. Keempat, kelas non formal yaitu kelas untuk pelajar wanita.

Para mahasiswa yang belajar di Universitas al-Azhar tidak diperbolehkan


mempelajari mazhab selain mazhab Syi’ah, sedemikian ketatnya, ada mahasiswa yang
menyimpan kitab al-Muwttho karya Monumental Imam Malik, mahasiwa itupun
dikenai hukuman dan dipenjara.18

16
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad ke 21… Hlm 58
17
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah).. hlm 131
18
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah).. 132
9

Ilmu-ilmu yang diajarkan di al-Azhar meliputi : Ilmu Tafsir, Qiraat, Hadits,


Fiqh, Nahwu, Sharaf, dan sastra. Adapun ilmu-ilmu umum meliputi Filsafat, Ilmu
Falak, Musik, Kedokteran, Kimia, Sejarah, serta Ilmu Bumi.

Pada mulanya sistem pengajaran di al-Azhar menggunakan sistem halaqoh


(melingkar), seorang pelajar bebas memilih guru dan berpindah sesuai dengan
kemauannya. Metode yang sering digunakan oleh Syaikh (Guru) dalam proses
pembelajaran adalah sistem diskusi antar pelajar dan guru, guru hanya berperan
sebaga fasilitator dan memberikan penajaman terhadap materi yang telah
didiskusikan.

Kurikulum yang digunakan al-Azhar pada mulanya fiqh dan al-Qur’an dan
ilmu agama lainnya. Namun setelah menjadi Universitas al-Azhar mulai memasukkan
kurikulum-kurikulum umum, seperti kedokteran, ilmu sejarah, ilmu hitung, logika dan
lain-lain.

b. Dar al-Hikmah
Lembaga pendidikan lain yang dibangun pada masa dinasti Fatimiyyah adalah
Dar al-Hikmah. Pengkajian dan pengembangan ilmu tidak hanya dilakukan di
Universitas al-Azhar, tetapi juga dilaksanakan di lembaga-lembaga lain, seperti Dar
al-Hikmah.
Dar al-Hikmah didirikan oleh Abu ‘Ali Manshur bin al-‘Aziz billah yang
bergelar al-Hakim bi Amrillah, khalifah keenam (386-411 H/996-1020 M). Lembaga
ini diresmikan pada tanggal 10 Jumadil Akhir 395 H (24 Maret 1005 M). Al-Hakim
berharap lembaga ini nantinya dapat menandingi Bait al-Hikmah yang didirikan oleh
al-Ma’mun, khalifah ketujuh dinasti ‘Abbasiyyah, di Baghdad. Buku-buku yang ada
di perpustakaan al-Qasr asy-Syarqi al-Kabir dipindahkan ke perpustakaan Dar al-
Hikmah.
Dar al-Hikmah merupakan sebuah akademi yang di dalamnya terdapat
perpustakaan besar Dar al-‘ilm dengan koleksi buku yang sangat banyak, mencapai
jutaan eksemplar. Al-Hakim juga membentuk majelis pengkajian ilmu di istananya
yang di dalamnya berhimpun para pakar dari berbagai disiplin ilmu.19

19
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah).. 133
10

c. Majelis al-Hikmah
Setelah membangun Dar al-Hikmah, al-Hakim kemudian membentuk sebuah
majelis pengajian yang diberi nama Majelis al-Hikmah. Majelis ini berlokasi di
sebuah gedung perkumpulan besar yang terdapat di lingkungan Dar al-Hikmah.
Kegiatan rutin majelis ini dilaksanakan pada hari senin dan rabu, dan dihadiri peserta
laki-laki dan perempuan.
Semua peserta mengenakan pakaian putih dan menempati tempat duduk yang
telah ditetapkan. Sebelum acara dimulai, Da’i ad-Du’at selaku the Grand Prior of the
Lodge (Pemimpin Besar Gedung Perkumpulan) menunggu kedatangan khalifah yang
menjadi the Grand Master (Guru Agung) dan menyampaikan kepadanya materi yang
akan disampaikan kepada murid-murid yang baru. Selain itu, ia juga menerima tanda
tangan the Grand Master (Guru Agung) yang dibubuhkan di atas sampul sebuah buku.
Setelah selesai proses pembelajaran, murid-murid mencium tangan Pemimpin Besar
dan dengan khidmat menyentuh tanda tangan Guru Agung dengan kening mereka.
Hal ini menunjukkan adanya pengawasan yang ketat dari para khalifah terhadap
materi yang akan disampaikan oleh guru saat itu. Selain itu, para guru juga berusaha
menanamkan nilai-nilai adab dalam diri para murid terhadap gurunya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan ilmu pada masa Dinasti
Fatimiyah
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Ilmu Pengetahuan di Masa
Dinasti Fatimiyyah dapat dilihat dari beberapa faktor. Pertama, banyak ulama dan
ilmuan yang lahir dan popular di zaman itu. Kedua, banyaknya karya ilmiah yang
dihasilkan. Ketiga, berkembangnya berbagai cabang ilmu dan Kairo tumbuh menjadi
sebuah kota intelektual. Keempat, tersedianya koleksi buku yang sangat banyak di
perpustakaan, di antaranya perpustakaan Dar al-‘ilm. Kelima, perhatian besar para
khalifah Fatimiyyah terhadap pembinaan dan pengembangan ilmu.20
a. Ulama dan Ilmuan
1) Dari Kalangan Ulama Ulama yang sangat terkenal di masa itu antara lain
Abu Hanifah al-Nu’man bin Abu ‘Abdillah bin Muhammad bin Manshur
bin Ahmad bin Hayyun al-Tamimi al-Maghribi (wafat 363 H/973 M), dari
kalangan Syiah, dan Abu Bakr Muhammad al-Ni’ali al-aliki (wafat 380
H/990 M) dari kalangan Malikiah. Dinasti Fatimiyyah juga memiliki

20
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah).. 134
11

beberapa juru dakwah yang tidak hanya ahli di bidang ilmu agama tetapi
juga ahli di bidang filsafat, di antaranya Abu Hatim Ahmad bin Hamdan
bin Ahmad al-Warasnani yang terkenal dengan nama Abu Hatim al-Razi
(wafat 322 H/934 M), Abu Ahmad alNasafi (wafat 312 H/933 M), Ja’far
bin Manshur al-Yamani (wafat 363 H/973 M), dan Abu Ya’qub al-Sijistani
(wafat 331 H/942 M).
2) Dari Kalangan Ilmuan
a) Bidang Astronomi Ilmuan yang sangat populer sebagai astronom di
masa itu di antaranya adalah Abu al-Hasan ‘Ali bin Abu Sa’id ‘Abd al-
Rahman bin Ahmad bin Yunus (wafat 400 H/1009 M). Dia merupakan
astronom Mesir terbesar yang berhasil menemukan pendulum dan
ukuran waktu dengan ayunannya.
b) Bidang Sejarah Di bidang sejarah, dinasti Fatimiyyah memiliki para
sejarawan yang memiliki karya besar, di antaranya Abu al-Hasan ‘Ali
bin Muhammad asy-Syabusyti (wafat 388 H/998 M), al-Musabbihi
(wafat 420 H/1029 M), Ahmad bin ‘Abdullah bin Ahmad al-Farghani
(397 H/1006 M), dan al-Hasan bin Ibrahim al-Laisti yang terkenal
dengan nama Ibn Zulaq (wafat 387 H/997 M). Ibn Zulaq (wafat 387
H/997 M) merupakan tokoh sejarah besar yang karyanya banyak
dikutip para ahli sejarah sesudahnya, di antaranya Ibn Khalikan (wafat
681 H/1282 M), al-Nuwairi (wafat 732 H/1331 M), dan al-‘Asqalani
(wafat 852 H/1448 M)
c) Bidang Kedokteran Selain para ahli sejarah, dinasti Fatimiyyah juga
memiliki orang-orang yang ahli di bidang kedokteran, di antaranya
Muhammad bin Ahmad bin Sa’id al-Tamimi (wafat 370 H//980 M)
yang ahli dalam mencampur dan meracik ramuan obat dari tumbuh-
tumbuhan, Abu al-Fath Manshur bin Sahlan bin Muqasysyar (wafat
pada masa pemerintahan al-Hakim bi Amrillah 386-411 H/996-1020
M), Abu al-Hasan ‘Ali bin Ridwan (wafat 460 H/1067 M), dan
Muhammad bin alHasan bin al-Haistam (wafat + 430 H/1039 M), ahli
optika yang terkenal dengan karya besarnya, kitab al-Manazhir.21

21
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah).. 136
12

b. Perkembangan Berbagai Cabang Ilmu


Banyaknya ulama dan ilmuan yang lahir di masa dinasti Fatimiyyah
menjadi sebab pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di masa itu.
Kegiatan pengajian tersebar di mana-mana, baik di masjid-mesjid maupun di
rumah-rumah. Pusat-pusat pengkajian dan pengembangan ilmu tersebar di
berbagai kota seperti Kairo, Fustat, Iskandariyyah, Tinnis, Aswan, dan Qus. Di
antara kota-kota tersebut Kairo menjadi pusat intelektual dan ilmu
pengetahuan yang baru di dunia Islam. Hal ini karena kota Kairo merupakan
kota yang paling ramai dengan berbagai kegiatan keilmuan. Selanjutnya Kairo
menjadi pusat peradaban dan kebudayaan Islam yang besar di samping
Baghdad, Damaskus, dan Kordova.
c. Koleksi Buku
Koleksi buku yang sangat banyak menggambarkan kemajuan ilmu
pengetahuan di masa ini. Menurut al-Maqrizi, di perpustakaan istana al-Qasr
asy-Syarqi al-Kabir terdapat 40 tempat penyimpanan buku, di antaranya
terdapat satu tempat berisi 18.000 buku al-‘Ulum al-qadimah (ilmu-ilmu
klasik). Menurut Ahmad Amin, yang dimaksud al-‘Ulūm al-qadimah ialah
ilmu-ilmu filsafat, ketuhanan, pengobatan, dan sejenisnya.22
d. Perhatian Terhadap Pembinaan dan Pengembangan Ilmu
Bentuk perhatian yang diberikan para khalifah dan pejabat saat itu di
antaranya dengan membangun sekolah-sekolah tinggi, perpustakaan-
perpustakaan umum, dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan yang dilengkapi
buku-buku dan alat-alat pembelajaran yang banyak. Di sana bekerja sejumlah
guru-guru besar beserta asistennya. Masyarakat umum bebas memasuki
perpustakaan dan memanfaatkan pasilitas yang ada. Alat-alat tulis diberikan
secara cuma-cuma. Untuk mengembangkan institusi ini, al-Hakim
mengeluarkan dana sebesar 257 dinar di antaranya digunakan untuk menyalin
berbagai naskah, memperbaiki buku, dan pemeliharaan umum lainnya.
Gedung ini dibangun berdekatan dengan istana kerajaan yang di
dalamnya terdapat sebuah perpustakaan dan ruang-ruang pertemuan.
Kurikulumnya meliputi kajian tentang ilmu-ilmu keIslaman, astronomi, dan
kedokteran. Bahkan, para khalifah saat itu juga sering mengadakan seminar-

22
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam
di Masa Dinasti Fatimiyah).. 137
13

seminar bersama para guru besar dari berbagai akademi, baik ilmu tentang
hukum, kedokteran, dan lain-lain. Untuk kelangsungan al-Jami’ah
(Universitas) tersebut, Wazir Ibn Killis mengangkat 37 orang ahli fikih
sebagai guru dan Abu Ya’qub sebagai pimpinannya. Sedangkan khalifah al
‘Aziz memberikan gaji tetap dan menyediakan rumah untuk tempat tinggal
mereka yang terletak di samping al-Jami’ah (Universitas) tersebut.23
4. Runtuhnya Dinasti Fatimiyah
Kemunduran Khilafah Fatimiyah dengan cepat terjadi setelah berakhirnya masa
pemerintahan al-Aziz. Keruntuhan itu diawali dengan munculnya kebijakan untuk
mengimpor tentara-tentara dari Turki dan Negro sebagaimana yang dilakukan Dinasti
Abbasiyah. Ketidak patuhan dan perselisihan yang terjadi di antara mereka, serta
pertikaian dengan pasukan dari suku Barbar menjadi salah satu sebab utama
keruntuhan dinasti ini.
Khalifah al-Azis meninggal pada tahun 386 H/ 996 M, lalu digantikan oleh
putranya Abu Ali Manshur al-Hakim yang baru berusia 11 tahun. Pemerintahannya
ditandai dengan tindakan-tindakan kejam yang menakutkan. Ia membunuh beberapa
orang wazirnya, menghancurkan beberapa gereja Kristen, termasuk di dalamnya
kuburan suci umat Kristen (1009 M). Dia memaksa umat Kristen dan Yahudi untuk
memakai jubah hitam, menunggangi kedelai dan menunjukkan tanda salib bagi orang
kristen serta menaiki lembu dengan memakai bel bagi orang Yahudi. Al-Hakim
adalah khalifah ketiga dalam Islam, setelah al-Mutawakkil dan Umar II yang
menetapkan aturan-aturan ketat kepada kalangan non-muslim. Jika tidak, tentu saja
kekuasaan Fatimiyah akan sangat nyaman bagi kalangan Dzimmi.
Maklumat untuk menghancurkan kuburan suci ditandatangani oleh
sekretarisnya yang beragama Kristen, Ibnu Abdun dan tindakan itu merupakan sebab
utama terjadinya Perang Salib. Kesalahan yang paling fatal ialah pernyataannya yang
menyatakan diri sebagai inkarnasi Tuhan, yang kemudian diterima dengan baik oleh
sekte Syiah baru yang bernama Druz sesuai dengan nama pemimpinnya al-Daradzi
yang berasal dari Turki. Pada tahun 1021 M, al-Hakim dibunuh di Muqattam oleh
suatu konspirasi yang dipimpin oleh saudaranya sendiri yang bernama Sita al-
Muluk.24

23
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan Pendidikan
Islam di Masa Dinasti Fatimiyah).. 138
24
Susmihara, Dinasti Fatimiyah (muncul, perkembangan, dan kehancuran), hlm…54
14

Kebijakan politik al-Hakim telah menimbulkan rasa benci kaum Dzimmi dan
muslim non-Syi’ah. Anaknya Abu al-Hasan Ali al-Zhahir (1021-1035 M) naik tahta
ketika masih berumur enam belas tahun. Sebagai orang yang cukup piawai ia berhasil
kembali menarik simpati kaum Dzimmi. Namun tidak lama kemudian ia jatuh sakit
karena paceklik dan meninggal dunia pada tahun 1035 M. Sepeninggalnya, tahta
digantikan oleh Abu Tamim Ma’ad al-Mustanshir (1035-1049 M). Pada tahun 1083
M kekuasaan Fatimiyah di Syria mulai goyah. Palestina selalu berontak dan
kekuasaan Seljuk dari timur pun menguasai Asia Barat.
Pada tahun 446-454 H, Mesir dilanda wabah penyakit, kemarau panjang dan
sungai Nil mengering. Setelah al-Mustanshir meninggal, kekhalifaan diganti oleh
puteranya yang kedua bernama Abu al-Qasim Ahmad al-Musta’li. Anak pertamanya
yang bernama Nizar yang melarikan diri ke Iskandariyah tetapi berhasil ditangkap dan
dipenjarakan sampai meninggal. Pada masa pemerintahan al-Musta’li ini Tentara
Salib mulai bergerak menuju pantai negeri Syam dan menguasai Antokia sampai Bait
al-Maqdish.
Setelah al-Musta’li wafat, ia digantikan oleh anaknya Abu Ali al-Mansur al-
Amir yang masih berusia lima tahun (1101 M/495H-1130 M/524 H). Kemudian al-
Amir dibunuh oleh kelompok Batinia.
Al-Amir digantikan oleh Abu Al-Maemun Abdul al-Majid al-Hafiz (524-544
M). Al-Hafiz meninggal dunia dan digantikan oleh Abu Mansur Ismail, yang
merupakan anaknya yang berusia tujuh belas tahun dengan gelar az-Zhafir. Ia seorang
pemuda yang tampan dan lebih senang memikirkan para gadis dan nyanyian daripada
urusan militer dan politik.
Pada tahun 1054 M, az-Zhafir dibunuh oleh anaknya Abbas, kemudian
digantikan oleh anak laki-lakinya yang masih bayi bernama Abul Qasim Isa yang
bergelar al-Faiz. Al-Faiz meninggal dunia sebelum dewasa dan digantikan oleh
sepupunya yang berusia sembilan tahun yang bernama Abu Muhammad al-Adhid.
Belum lagi al-Adhid memantapkan dirinya ke tahta kerajaan, Raja Yerusalem
menyerbu Mesir sampai ke pintu gerbang Kairo. Perebutan kekuasaan terus terjadi
sampai munculnya Salah al-Din yang menggantikan pamannya sebagai wazir. Salah
al-Din adalah orang yang sangat ramah sehingga dengan cepat mendapatkan simpati
rakyat dan bahkan mengalahkan pengaruh khalifah. Al-Adhid adalah khalifah
Fatimiyah yang paling akhir meninggal dunia pada 10 Muharram 576 H/1171 M.
15

Pada saat itulah Dinasti Fatimiyah hancur setelah berkuasa sekitar dua setengah abad
(909H/1171 M).25
Beberapa pengarang juga menjelaskan tentang kemunduran dinasti
fatimiyah antara lain :
1. Perilaku al-Hakim (pengganti al-Aziz) yang kejam menjadi awal kemunduran
dinasti Fatimiyah. Al-Hakim membunuh beberapa wazir, menghancurkan
beberapa gereja, menghancurkan kuburan suci umat Kristen (1009 M.),
menetapkan aturan ketat terhadap non-Islam dengan menjadikan Islam eksklusif
dari agama lain seperti pakaian dan identitas agama.
2. Konflik internal antar para elitnya yang cukup dahsyat dan berkepanjangan.
Koflik internal dalam pemerintahan Fatimiyah muncul dikarenakan hampir semua
khalifahnya, setelah wafatnya Al-Aziz, naik tahta ketika masih dalam usia sangat
mudah bahkan kanak-kanak, misalnya, Al-Hakim naik tahta pada usia 11 tahun,
al-Zhahir berusia 16 tahun, Al-Mustansir naik tahta usia 11 tahun, Al-Amir usia 5
tahun, Al-Faiz usia 4 tahun, dan Al-Adid usia 9 tahun. Akhirnya, jabatan wazir
yang mulai dibentuk pada masa khalifah Al-Aziz bertindak sebagai pelaksana
pemerintahan. Kedudukan al-wazir menjadi begitu penting, berpengaruh dan
menjadi ajang perebutan serta ladang konflik.
3. Keberadaan tiga bangsa besar yang sama-sama mempunyai pengaruh dan
menjadi pendukung utama kekuasaan Fatimiyah, yaitu bangsa Arab, bangsa
Barbar dari Afrika Utara dan bangsa Turki. Disaat khalifah mempunyai pengaruh
kuat, ketiga bangsa itu dapat diintegrasikan menjadi kekuatan yang dahsyat. Akan
tetapi, ketika khalifahnya lemah, maka konflik ketiga bangsa itupun menjadi
dahsyat untuk saling berebut pengaruh dan kekuasaan. Kondisi terakhir itulah
yang terjadi pasca berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz.
4. Faktor eksternal juga ikut mempercepat kehancuran dinasti Fatimiyah seperti
ronrongan bangsa Normandia, Banu Saljuk dari Turki dan Banu Hilal dan Banu
Sulaim dari Nejed yang menguasai sedikit demi sedikit terhadap wilayah
kekuasan Fatimiyah.26

25
Susmihara, Dinasti Fatimiyah (muncul, perkembangan, dan kehancuran), hlm… 55
26
Susmihara, Dinasti Fatimiyah (muncul, perkembangan, dan kehancuran), hlm… 56
16

B. Peradaban Islam di Mesir


1. Daulah Fatimiyah
Dinasti pertama yang berkuasa di Mesir secara mandiri adalah Dinasti
Fatimiyah. Dinasti Fathimiyah merupakan dinasti yang beraliran Syiah. Dinasti ini
didirikan di Tunisia pada tahun 909 M.11 sebagai tandingan bagi penguasa dunia
Muslim saat itu yang berkuasa di Baghdad yaitu Bani Abbasiyah. Dinasti
Fathimiyah didirikan oleh Said Ibn Husain.
Islam mencapai kejayaannya di Mesir pada masa khalifah yang kelima, Abu
Manshur Nizar al-Aziz (975-996 M.). Dalam pemerintahannya, Dia mampu
menyaingi Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Al-Azizi bahkan menghabiskan uang dua
juta dinar untuk membangun istana yang dapat menyaingi istana Abbasiyah.
Khalifah al-Aziz dikenal sebagai seorang yang bijaksana dan paling murah hati. Dia
hidup di kota Kairo yang mewah dan cemerlang, dikelilingi beberapa mesjid, istana,
jembatan, dank analkanal yang baru, serta memberikan toleransi yang tidak terbatas
kepada umat Kristen, sesuatu yang belum pernah mereka rasakan sebelumnnya.
Setelah al-Aziz wafat, Dia digantikan oleh Abu Ali Manshur al-Hakim
(9961021 M.).14 Di bawah pemerintahannya, Dinasti Fathimiyah mulai mengalami
masa kemunduran. Pada saat itu, Dia masih berumur 11 tahun. Masa pemerintahannya
ditandai dengan tindakan-tindakan kejam yang menakutkan. Dia membunuh
beberapa orang wazirnya, menghancurkan beberapa gereja Kristen, termasuk di
dalamnya kuburan suci umat Kristen (1009 M.). Pada akhirnya, hal inilah yang
memicu sehingga Dia terbunuh pada tanggal 13 Pebruari 1021 M. di Mukatam.
Para sejarawan menyimpulkan bahwa kemungkinan pembunuhnya adalah
adik perempuannya sendiri yang bernama Sitt al-Muluk yang pernah tidak
diperlakukan secara terhormat olehnya.
Setelah al-Hakim meninggal, Dia digantikan oleh al-Zhahir (1021-1035 M.)
yang masih berumur enam belas tahun. Setelah al-Zhahir berkuasa, pemerintahan
dinasti ini makin kacau dan pada akhirnya Shalahuddin al-Ayyubi mengakhiri dinasti
ini pada tahun 1171. Khalifah terakhir Dinasti Fatimiyah adalah al-Adhid (1160-1171
M.)
17

2. Daulah Ayyubiyah
Salahud-Din Yusuf ibn Ayyub adalah pendiri Daulah Ayyubiyyah di mesir
tahun 567. Diantara jasa beliau adalah menghapuskan paham syi`ah, dengan menutup
kegiatan pembelajaran di Al-Azhar selama 1 abad lamanya, dan mendirikan banyak
madrasah untuk penyebaran paham sunni.27
Setelah Shalahuddin berkuasa, Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang
dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya
mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid,
rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial
lainnya dibangun.
Peristiwa yang paling terkenal pada masa Shalahuddin al-Ayyubi adalah
Perang Salib (perang antara Kristen dan Islam). Pada 1250 delapan tahun sebelum
Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu, kekuasaan diambil alih oleh kalangan
keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk).28
3. Daulah Mamalik
Daulah ini terdiri dari dua periode, yaitu 1) periode Mamalik Bahriyyah
(berakhir 784 H.), 2) periode Mamalik Syara Kisah Bajiyyah (784-923/1382-1517).
Pada periode pertama, dibangun Madrasah termegah saat itu yang sekarang dikenal
dengan Jami` as-Sultan. Kemudian pada periode kedua dibangun pula Madrasah yang
megah dinamai dengan Jami` Barquq, dan Jami` al-Mu'ayyid. Kurikulum pada dua
periode ini terdiri atas kajian berbagai disiplin ilmu di antaranya sastra dan hukum.
Lembaga wakaf juga terorganisir dengan baik sehingga ada madrasah khusus
mendidik anak-anak yatim secara gratis.29
Pada masa kekuasaan Dinasti Mamluk, banyak hal yang terjadi. Meskipun
masyarakat Islam pada saat itu dalam kondisi ekonomi yang lemah, mereka mampu
bertahan dari serangan Mongol di bawah pimpin Khulagu Khan.
Pada masa dinasti ini, prestasi kaum Muslimin masih tergolong di bawah
dibanding pada masa Abbasiyah. Dinasti ini pula dikenal dengan Dinasti Mamalik.
Mamalik adalah jamak dari kata Mamluk yang berarti budak. Dinasti Mamalik ini
memang didirikan oleh kaum budak. Pada mulanya, kaum budak ini merupakan
tawanan Dinasti Ayyubiyah yang kemudian dididik dan dijadikan tentara. Oleh

27
Muhammad Idris, Univeersitas al-Azhar Abad ke 20, Studi Multidisipliner 5( 2)( 2018), Hlm 4
28
Abu Haif, Sejarah Perkembangan Peradaban Islam di Mesir,… hlm 72
29
Muhammad Idris, Univeersitas al-Azhar Abad ke 20, Hlm 5
18

penguasa Ayyubiyah yang terakhir, Al-Malik al-Salih mereka dijadikan pengawal


untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa penguasa ini mereka
mendapatkan hak-hak yang istimewa. Ketika Al-Malik al-Salih wafat (1249 M.)
anaknya Turansyah naik tahta. Pada masa ini, golongan Mamalik merasa terancam
karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi yang menjadi saingannya.
Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah.
Istri Al-Malik al-Salih, Syajarah al-Duur, seorang yang juga berasal dari golongan
Mamalik mengambil alih pemerintahan sesuai kesepakatan dengan Mamalik. Dia
kemudian menikah dengan seorang tokoh Mamalik yang bernama Aybak. Namun
setelah itu aybak membunuhnya dan mengambil alih pemerintahan sepenuhnya.
Pada pemerintahan Mamluk berhasil bertahan dari serangan membabi buta
bangsa Mongol. Padahal sebelumnya tidak ada satu dinastipun yang mampu
bertahan darinya, termasuk Abbasiyah di Baghdad. Mereka bahkan mampu mengusir
semua pasukan Salib dari negeri Islam di kawasan Timur. Selain itu mereka juga
mampu menghadang serangan bangsa Portugis yang kemudian dilanjutkan oleh
pemerintahan Utsmani.
Akhir dari pemerintahan Mamluk terjadi pada tahun 1517 M.22 Pada saat itu,
Mamluk dapat ditaklukkan oleh pemerintahan Turki Utsmani. Hal Ini ditandai
dengan terbunuhnya Sultan Thumanbai. Dengan demikian berakhir pula
pemerintahan Mamluk di Mesir.30

30
Abu Haif, Sejarah Perkembangan Peradaban Islam di Mesir,… hlm 73
19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dinasti Fatimiyah adalah Dinasti pertama yang berkuasa di Mesir secara
mandiri. Dinasti Fatimiyah adalah Dinasti yang beraliran Syi’ah Ismailiyah. Dinasti
ini didirikan di Raqqadah (Tunisia sekarang) pada tahun 297 H/ 909 M, sebagai
tandingan bagi penguasa dunia Muslim pada saat itu yang berkuasa di Baghdad (Bani
Abbasiyah) Dinasti Fatimiyah didirikan oleh Sa’id ibn Husain
Diantara lembaga pendidikan yang dibangun oleh para khalifah pada masa
Dinasti Fatimiyah adalah Universitas al-Azhar (Kairo), Dar al-Hikmah, dan Majelis
al-Hikmah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Ilmu Pengetahuan di Masa
Dinasti Fatimiyyah dapat dilihat dari beberapa faktor. Pertama, banyak ulama dan
ilmuan yang lahir dan popular di zaman itu. Kedua, banyaknya karya ilmiah yang
dihasilkan. Ketiga, berkembangnya berbagai cabang ilmu dan Kairo tumbuh menjadi
sebuah kota intelektual. Keempat, tersedianya koleksi buku yang sangat banyak di
perpustakaan, di antaranya perpustakaan Dar al-‘ilm. Kelima, perhatian besar para
khalifah Fatimiyyah terhadap pembinaan dan pengembangan ilmu
Kemunduran Khilafah Fatimiyah dengan cepat terjadi setelah berakhirnya
masa pemerintahan al-Aziz. Keruntuhan itu diawali dengan munculnya kebijakan
untuk mengimpor tentara-tentara dari Turki dan Negro sebagaimana yang dilakukan
Dinasti Abbasiyah. Ketidak patuhan dan perselisihan yang terjadi di antara mereka,
serta pertikaian dengan pasukan dari suku Barbar menjadi salah satu sebab utama
keruntuhan dinasti ini.
Ada 3 daulah pada peradaban islam di mesir, yaitu : Daulah Fatimiyah, Daulah
Ayyubiyah dan Daulah mamalik. Yang masing-masing dari Daulah tersebut memiliki
kontribusi terhadap pendidikan dan peradaban Islam di Mesir.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan
karena keterbatasan sumber buku yang dimiliki oleh penulis. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah ini, agar makalah ini dapat
disempurnakan dengan lebih baik lagi.
20

DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah, Asriati , Eksitensi Pendidikan Islam di Mesir Masa Daulah Fatimiyah( lahirnya al-
Azhar, Tokoh-tokoh Pendidikan pada Masa Daulah Fatimiyah dan Pengaruhnya
Terhadap Dunia Islam) Hlm104

alkhateeb, Firas, 2016, Sejarah Islam yang Hilang, Yogyakarta : Bentang Pustaka
Haif, Abu, Sejarah Perkembangan Peradaban Islam di Mesir, Jurnal Rihlah II (1) (Mei
2015), Hlm 71
Helmianoor, Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Mesir( Sistem dan Kelembagaan
Pendidikan Islam di Masa Dinasti Fatimiyah), Jurnal al-Risalah, 13(2) (Juli-
Desember 2017), Hlm 128
Indra, Hasbi, 2016, Pendidikan Islam Tantangan dan Peluang di Era Globalisasi (Cet.1),
Yogyakarta : Deepublish,
Langgulung, Hasan, 2003, Pendidikan Islam dalam Abad ke 21, Jakarta : PT. Pustaka al-
Husna Baru
Munir, Samsul Amin, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah

Sahputra, Dedi Napitupulu dan Solihah Titin Sumanti, Lembaga Pendidikan Tinggi Al-
Azhar: Mengenang Peradaban Islam Masa Fatimiyah (297-567
H/9091171M) ,Jurnal Sejarah Peradaban Islam, 1(2) (2017), hlm 246
Suwito, 2008, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Ed.1, cet. 2, Jakarta : Kencana

Anda mungkin juga menyukai