Oleh :
ISRA SAIFUDIN SALAN
160301004
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan hidayah-
Nya kami diberi kemampuan, kesempatan waktu dan kesehatan jasmani dan rohani
ISLAM MASA DINASTI FATHIMIYAH yang menjadi tugas mata kuliah Pmikiran
Pendidikan Islam.Tak lupa pula solawat dan salam kita haturkan kepada junjungan
kita Nabi besar kita, Nabi Allah Muhammad SAW. beserta keluarga,dan para
sahabatnya, dan pera pengikutnya yang telah berjuang membela islam, hingga dapat
selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut, juga untuk memberikan
pada masa Dinasti Fathimiyah. Dalam makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan
sangat kami nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
Isra S. Salan
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................... 4
A. Latar Belakang........................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah................................................................................... 5
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................ 6
A. Kesimpulan.............................................................................................. 19
B. Analisis Kritis........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan daerah kekuasaanya yang luas tidak lagi
sendiri.Di antara dinasti kecil ini yang memisahkan itu adalah Dinasti Fatimiyah.
Dinasti Fatimiyah sendiri mengambil nama dari Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah
SAW, oleh karenanya para Khalifah Fatimiyah mengembalikan asal usul mereka
kepada Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad Rasulullah.
melalui sarana penerjemahan pengetahuan dari bahasa arab ke bahasa latin yang
kemudian tersebar ke Eropa. Dengan demikian selama ini para sejarawan memang
muslim pada masa kejayaan dan keemasan kebudayaan kerajaan Islam. Di antara
Pada masa inilah yang disebut Harun Nasution sebagai periode Klasik (650-
pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non-agama dan kebudayaan Islam.
Pada zaman ini dihasilkan ulama-ulama besar seperti tokoh-tokoh imam mazhab,
berkembang pada masa kejayaan Islam khususnya pada masa Dinasti Fathimiyah.
B. Rumusan Masalah
1
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam ( Cet: I, Jakarta: Gustiar Azmi, 2005), hlm 121-
122.
BAB II
PEMBAHASAN
Dinasti ini mengklaim sebagai keturunan garis lurus dari pasangan Ali Ibnu
Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Menurut mereka, Abdullah Al Mahdi
sebagai pendiri dinasti ini merupakan cucu Ismail Ibnu Djafar Al-Sadiq. Sedang
Setelah kematian Imam Jafah al-Sadiq Syi’ah terpecah menjadi dua cabang.
Cabang pertama meyakini Musa Al-Qadim sebagai imam ketujuh pengganti Imam
Jafar, sedang sebuah cabang lainnya mempercayai Ismail Ibnu Muhammad AL-
Makhtum sebagai Imam Syi’ah ketujuh. Cabang Syi’ah kedua ini dinamakan Syi’ah
muncullah Abdullah ibnu Maimun yang membentuk syi’ah Ismailiah sebagai sebuah
pemimpin gerakan Syi’ah Ismailiah. Ia adalah orang Yaman asli, dan sampai dengan
abad ke sembilan ia mengklaim sebagai wakil almahdi. Ia menyeberang ke Afrika
suku Berber, khususnya dari kalangan suku khitamah menjadi pengikut setia gerakan
ahli baiu ini. Pada saat ini penguasa Afrika Utara yakni Ibrahim Ibnu Muhammad,
berusaha menekan gerakan Islamiah ini, namun usahanya sia-sia. Jiyadatullah putra
dan sekaligus pengganti Ibrahim Ibnu Muhammad tidak berhasil menekan gerakan
Masyarakat mesir pada masa Dinasti Fathimiyah terdiri dari kelompok ahli
sunnah dan Syi’ah. Kelompok ahli sunnah merupakan kelompok mayoritas yang
tinggal di Mesir sejak masa Dinasti Thulun. Kelak banyak pengikut Sunni beralih ke
2
Ridwan Latuapo, Sejarah Peradaban Islam (Cet: I, Jakarta: Hiliana Pres, 2016), hlm. 119-
120.
Kelompok masyarakat ketiga adalah Ahl-Dzimmah; yang terdiri dari orang
Yahudi dan Nasrani. Kelompok ini banyak menempati posisi jabatan dan kedudukan
dalam diansti ini sehingga banyak pula di antara mereka yang masuk Islam dan
Nasrani dan Yahudi terjalin dengan penuh damai dan diwarnai dengan toleransi
keberagaman yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan diizinkannya mereka mendirikan
di Mesir sejak masa Dinasti Thuluniyah hingga masa Khalifah al-Hakim kelak.
sejak masa Dinasti Ikhsyidiyah hingga masa Khalifah al-Hakim yang menyelamatkan
mereka dari tentara Turki. Pada akhirnya mereka aman berada dalam Dinasti ini
Politik dalam negeri dinasti ini hanya memiliki satu tujuan yaitu berusaha
mazhab ini sebagai mazhab utama di negara Mesir dan wilayah negeri yang berada di
bawahnya. Untuk hal ini Khalifah al-Aziz sangat menunjukan sikap yang baik
Sementara itu beliau juga menjadikan Minassa al-Yahudi sebagai wali di Syam.
Adapun politik Fathimiyah kepada kelompok ahli sunnah antara lain dengan
apa yang dilakukan Khalifah al-Aziz pada bulan Safar tahun 357 H/995 M. Ia
dan Utsman) di sepanjang tembok Masjid Atiq dan kantin-kantin serta kuburan.
ini akan menaikan derajat Fathimiyah di wilayah Mesir, Syam, Palestina, dan Hejaz.
Penguasaan atas wilayah ini pula akan sangat memudahkan dalam menguasai wilayah
Baghdad pada masa itu. Karena itu Khalifah Abbasiyah memancing Dinasti Buwaihi
untuk memerangi Dinasti Fathimiyah yang pada akhirnya terjadi peperangan antara
3
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, hlm. 125.
C. Lembaga Pendidikan Pada Masa Dinasti Fatimiyah
Pada masa dinasti ini masjid juga menjadi tempat berkumpulnya ulama fiqih
khususnya ulama yang menganut mazhab Syi’ah Islamiyah dan juga para wazir dan
Hakim.Mereka berkumpul menulis buku tentang mazhab Syi’ah Islamiyah yang akan
diajarkan masyarakat. Diantara tokoh yang membuat buku itu antara lain Ya’qub ibn
Killis.
a. Masjid
Pada masa Dinasti ini masjid juga menjadi tempat berkumpulnya ulama fiqih
khususnya ulama yang menganut mazhab Syi’ah Ismailiyah dan juga para wazir dan
hakim. Mereka berkumpul menulis buku tentang mazhab Syi’ah Ismailiyah yang
akan diajarkan kepada masyarakat. Di antara tokoh yang membuat buku itu antara
lain Ya’qub ibn Killis. Buku ini menjadi pedoman para Hakim dalam perkumpulan
ini dalam rangka memutuskan perkara yang timbul dalam proses pembelajaran
b. Istana
penghargaan khusus bagi para ilmuwan ini dan menugaskan mereka untuk menjadi
tersedia di Istana.
c. Perpustakaan
dalam penyebaran akidah Syi’ah Ismailiyah di masyarakat. Untuk itu para khalifah
perpustakaan Istana menjadi perpustakaan yang terbesar pada masa itu. Perpustakaan
terbesar yang dimiliki Dinasti Fathimiyah ini diberi nama “Dar al ‘Ulum” yang
penyebaran mazhab dinasti ini, maka Ya’qub ibn Yusuf ibn Killis salah seorang yang
berjasa pada masa Dinasti Fathimiyah di Kairo. Atas dorongan Cendekiawan Muslim,
dinar emas setiap bulan untuk honor para cendekiawan dan para penyalin, serta
tukang jilid.
pemerintah tetapi juga toko buku milik orang kaya dapat menyediakan tinta, kertas,
dan meja-meja serta ruangan bagi para ilmuwan untuk belajar. Pada masa ini
ilmuwan yang kekurangan biaya menerima living cost untuk kehidupannya selama
studi. Dalam kondisi yang sangat kondusif ini maka bukan suatu kemustahilan bagi
Begitu giatnya usaha penerjemahan buku ilmiah dan propaganda mazhab yang
terdapat 40 lemari di mana setiap lemari memiliki 18.000 volume buku. Dan
perpustakaan ini sebagaimana dikatakan Abi Syamah sebagai salah satu keajaiban
dunia di dalamnya juga dinyatakan terdapat sebanyak 1.220 naskah dari Tarikh
Thabari.
d. Dar al-Ilm
Pada bulan jumadil Akhir tahun 395 H/1005 M, atas saran perdana menteri
Ya’qub ibn Killis, khalifah al-Hakim mendirikan Jamiah Ilmiyah berupa akademi
(lembaga riset) seperti akademi-akademi lain yang ada di baghdad dan di belahan
dunia lain. Lembaga ini kemudian diberi nama Dar al-Hakim. Di sinilah berkumpul
para ahli fiqh, astronom, dokter, dan ahli nahwu dan bahasa untuk mengadakan
Pada hari kedelapan pada saat Jumadil Tsani 399 H, bangunan yang disebut
Bait al-Hikmah telah dibuka. Para mahasiswa mengambil tempat mereka belajar di
yang sekaligus tempat tinggal khalifah Fathimiyah; dan masyarakat pun diizinkan
juga memasukinya. Siapa pun bebas menyalin bebrapa buku yang diinginkan, atau
siapa pun yang ingin membaca buku tertentu dapat dilakukan di perpustakaan itu. Di
perpustakaan ini para pelajar dapat mempelajari Fiqh Syi’ah, Ilmu Bahasa, Ilmu
dan Ilmu Kedokteran. Gedung perpustakaan tersebut juga diperindah dengan karpet,
dan pada semua pintu dan koridor terdapat tirai. Untuk perawatannya ditugaskan
manajer, pelayan, penjaga, dan pekerja kasar lainnya. Al-Hakim memberikan hak
masuk bagi setiap orang tanpa perbedaan tingkat, siapa yang ingin membaca dan
menyalin buku.
Pada tahun 403 H Khalifah al-Hakim mulai mengadakan Majelis Ilmu yang
dihadiri oleh para ahli Kesehatan, Mantik, Fiqh, Kedokteran, dan mereka bersama-
e. Al-Azhar
Ramadhan tahun 359 H (970 M). Di kemudian hari masjid ini berkembang menjadi
sebuah Universitas besar diakhir jabatan al-Muidz li Din illah al-Fatimi sebagai
perdana Menteri yaitu pada bulan Shafar 365 H (Oktober 975 M), dan sampai
sekarang Universitas ini masih berdiri megah. Nama Al-Azhar diambil dari al-Zahra,
julukan Fatimah, putri Nabi muhammad SAW. Dan istri Ali ibn Abi Thalib, imam
pertama Syi’ah. Masjid al-Azhar selesai dibangun pada tahun 361 H (972 M),
merupakan masjid pertama di Kairo dan masjid keempat di Mesir, setelah masjid
Amr ibn Ash, Masjid Askar, dan Masjid Ahmad ibn Thulun.
sebagai lembaga pendidikan formal, melainkan hanya sebagai masjid yang oleh
namun kemudian berkembang menjadi Universitas. Pada waktu yang sama dibangun
pula istana Khalifah sebagai tempat untuk mengkoordinasi dakwah dan membantu
sangat besar, seperti seorang guru tidak boleh mengajar, sebelum mendapat izin dari
Khalifah. Karena seorang guru yang mengajar di al-Azhar, biasanya diangkat oleh
Khalifah.
Pada masa ini muncul pula Ya’qub ibn Kallas, seorang menteri Khalifah al-
Aziz bi Allah, Ia termasuk ulama daulah Fatimiyah yang mempunyai pengaruh cukup
kelebihan atau prestasi dalam studi Fiqh aliran Fatimiyah dan telah mengarang
beberapa kitab, diantaranya kitab dalam ilmu Fiqh (kitab Fi al-Fiqh). Kitab ini
mencakup apa yang pernah Ia dapatkan dari al-Muiz li Din Allah dan al-Aziz, di
Ya’qub ibn kallas pernah pula mengajukan kepada Khalifah al-Aziz, bahwa
jami al-Azhar tidak haya terbatas untuk mendirikan shalat dan penyebaran dakwah
Fatimiyah, tetapi dijadikan sebagai lembag pendidikan. Tidak lama kemudian
akhirnya muncul pemikiraan tentang studi di jami al-Azhar pada akhir masa al-Muiz
Ketika itu duduk sebagai pengajar Abu Hasan Ali ibn Nu’man al-Maghribi di
jami al-Azhar Ia mengajarkan sebuah kitab al-Ikhtishar karya ayahnya sendiri, kitab
ini berisi masalah-masalah fikihhiyyah yang berpegang kepada imam ahl-Baith. Ini
merupakan kelompok studi pertama di jami al-Azhar. Selain Abu hasan Ali ibn
ibn Nu’man pada tahun 385 H turut pula mebantu mengajarkan ilmu-ilmu ahl-Baith.
antara lain : fikih, Hadist, Tafsir, Nahwu, ilmu Tafsir, ilmu Qiro’at, ilmu Hadist, dan
ilmu Kalam diantara ulama yang turut belajar di al-Azhar pada masa ini adalah:
1. Hasan ibn Ibrahim, yang lebih dikenal dengan ibn Zulaq (wafat tahun 387 H).
2. Al-Amir al-Mukhtar izzul Mulk Muhammad ibn Abdullah (wafat tahun 450
H). Dia seorang pakar dalam bidang politik, Administrasi, dan sejarah.
Tarikh li-Mish.
3. Abu Abdillah al-Kudha’i (wafat tahun 454 H).
4. Abu Ali Muhammad ibn al-Hasan ibn al-Haidsam. Ia ilmuwan dalam bidang
dakwah Fathimiyah sejak masa Khalifah al-Aziz billah. Pada masa itu umat manusia
fikih Syi’ah. Jami al-Azhar saat itu telah menjadi pusat ilmu pengetahuan dengan
al-hakim bi amirillah. Sistem Halaqah-halaqah yang ada saat itu merupakan dasar
studi di al-Azhar.4
Tahun 945 bani Fatimiyah sudah berhasil memantapkan diri dari Tunisia dan
Jelas tersirat dalam pendirian bani Fatimiyah bahwa mereka harus mencoba untuk
menguasai pusat dunia Islam; dan dua pendahulunya telah melakukan perjalanan
penaklukan yang tidak berhasil terhadap Mesir. Seorang pangeran Ikhsidiyah sudah
4
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam (Cet: I, Jakarta: Kalam Mulia, 2011),
hlm. 118-122.
tidak berfungsi lagi dan tidak memberikan perlawana pada Jauhar. Nama, Khalifah
Abbasiyah serta merta dihilangkan dari doa Ibadah Jumat, walau cara-cara Ibadah
Ismailiyah hanya dimasukkan secara bertahap. Tahun 973 Kairo menjadi kediaman
Mekah dan Medinah dengan cepat beralih mengakui Fatimiyah, tetapi terdapat
Damaskus,tetapi terlepas lagi dan tidak direbut kmbali oleh bani Fatimiyah.
Di Mesir sendiri era Fatimiyah berlangsung selama sedikit lebih dari dua abad
Kota yang terletak di tepi sungai Nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan,
yaitu pada masa dinasti Fatimiyah, di masa Shala Al-Din Al-Ayyubi dan dibawah
Baybars dan Al-Nashir pada masa dinasti Mamalik. Periode Fatimiyah dimulai
dengan Al-Muizz dan puncaknya terjadi pada masa pemerintahan anaknya, Al-Aziz.
Harun Al- Rasyid dan Al-Ma’mun di Baghdad. Selama pemerintahan Muizz dan tiga
5
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis (Cet: I,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm. 215-216.
Al-Muizz melaksanakan tiga kebijaksaan besar yaitu pembaharuan dalam
khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya. Dalam
bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan, dua untuk mazhab Syi’ah
Shalah Al-Din, seorang pahlawan Islam terkenal dalam perang salib. Ia tetap
tempat belajar yeologi dan hukum.Karya-karya ilmiah yang muncul pada masanya
Prestasinya yang lain adalah didirikannya sebuah rumah sakit bagi orang sakit.6
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiah (Cet: 1, Jakarta: Rajawali Pers,
2015), hlm. 281-283.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinasti ini mengklaim sebagai garis lurus keturunan dari pasangan Ali ibnu
Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Menurut mereka, Abdulah Al-Mahdi
sebagai pendiri dinasti ini merupakan cucu Ismail Ibnu Djafar Al-Sadiq. Sedang
Masyarakat mesir pada masa Dinasti Fathimiyah terdiri dari kelompok ahli
sunnah dan Syi’ah. Kelompok ahli sunnah merupakan kelompok mayoritas yang
tinggal di Mesir sejak masa Dinasti Thulun, Kelompok kedua adalah orang-orang
Afrika yang dalam Dinasti Fathimiyah ini memiliki kedudukan sebagai tentara-
tentara, Kelompok masyarakat ketiga adalah Ahl-Dzimmah; yang terdiri dari orang
Yahudi dan Nasrani, Kelompok masyarakat keempat adalah orang-orang Turki yang
telah menetap di Mesir sejak masa Dinasti Thuluniyah hingga masa Khalifah al-
Hakim kelak.
Pada masa dinasti ini masjid juga menjadi tempat berkumpulnya ulama fiqih
khususnya ulama yang menganut mazhab Syi’ah Islamiyah dan juga para wazir dan
Hakim.Mereka berkumpul menulis buku tentang mazhab Syi’ah Islamiyah yang akan
diajarkan masyarakat. Diantara tokoh yang membuat buku itu antara lain Ya’qub ibn
Killis.
Lembaga pendidikan yang dibangun pada masa Dinasti Fathimiyah ini adalah:
Masjid, Istana, Perpustakaan, Dar al-Ilm, dan Al-Azhar, bahkan banyak ilmuwan-
B. Analisis Kritis
pngetahuan.
mongol, perang salib, dan pengusiran Muslim dari Spanyol meminta korban sejumlah
Dari pemaparan yang telah di jelaskan di atas maka jelas diketahui bahwa
sekolah-sekolah yang ada pada masa klasik bisa disebut sekolah yang bercirikan
teologis karena tidak hanya berlandaskan motif sosial dan budaya tetapi juga ada
pertumbuhan serta perkembangan pemikiran pendidikan Islam, baik dari segi ide dan
konsep maupun segi Institusi dan operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad
bangunan (arsitektur). Mereka mempercantik ibu kota dan kota-kota lainnya dengan
Politik dalam negeri yang dijalankan oleh Khalifah al-Aziz sangatlah strategis,
dalam mengajak dan menyeru masyarakat untuk memeluk satu mazhab saja yaitu
Syi’ah Ismailiyah dan yang utama di negara Mesir. Bahkan untuk memancing
wilayahnya.
Lembaga pendidikan yang dibangun pada masa Dinasti Fathimiyah ini adalah:
Masjid, Istana, Perpustakaan, Dar al-Ilm, dan Al-Azhar, bahkan banyak ilmuwan-
ilmuwan yang lahir dari dinasti Fathimiyah. Sehingga pada masanya, Dinasti
2016.
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam Cet: I, Jakarta: Gustiar Azmi, 2005.