Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

SEJARAH DAN Dr. H. ASIKIN NOR, M. Ag


PERADABAN ISLAM

“PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM


MASA BANI FATHIMIYAH MESIR”

OLEH KELOMPOK 5 :

LINDA SARI : 210101020275


MARIATUL QIFTIAH : 210101020250
RAHMI HUMAIDA : 210101020246

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

BANJARMASIN

TAHUN AJARAN 2022-2023


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puja dan puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat


Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
pula lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM MASA BANI FATHIMIYAH
MESIR” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
beserta keluarga, para sahabat seta pengikut beliau hingga akhira zaman.

Disusunnya makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah dan
Peradaban Islam pada program studi Pendidikan Bahasa Arab di Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin.

Ribuan terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengajar mata kuliah
Sejarah dan Peradaban Islam yaitu Bapak Dr. H. Asikin Nor, M. Ag. yang telah
memberikan tugas ini kepada kami, sehingga bertambahlah pengetahuan dan
wawasan kami tentang Pertumbu4han dan Perkembangan Peradaban Islam Masa
Bani Fathimiyah Mesir. Dan tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan serta
kekurangan. Maka dari itu, kami sangat berharap adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun bagi kami. Semoga dengan adanya makalah ini dapat
memberikan manfaat dan dapat menjadi sumber ilmu bagi setiap individu yang
membutuhkan. Sehingga tujuan dibuatnya makalah ini dapat tercapai dengan baik.
Aamiin.

Banjarmasin, 19 Mei 2022

Penyusun

Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perjalanan sejarah peradaban Islam telah menuliskan bahwa dinasti
Fatimiyah sebagai salah satu dinasti Islam pada abad X telah membuat
prestasi yang gemilang dalam sejarah peradaban di dunia Islam. Dinasti
Fatimiyah yang didirikan oleh Ubaidillah al-Mahdi, cucu Ismail bin Ja‟far
al-Shidiq ini tergolong ke dalam pengikut Syi‟ah Ismailiyah. Ismailiyah
adalah salah satu sekte Syiah yang mempercayai bahwa Ismail merupakan
imam ketujuh, setelah Imam Ja‟far al-Shadiq. Pusat pemerintahan semula
berada di Tunisia dengan ibukota Qairuwan (909-971 M.), kemudian
pindah ke Kairo, Mesir (972-1171 M.).
Dinasti ini merupakan dinasti Syi‟ah Isma‟iliyah yang pertama
kali lahir, diiringi lahirnya Dinasti Bani Buwaih (932 M.) di Baghdad, dan
belakangan Kerajaan Safawi (1501 M.) di Persia. Meskipun pada saat
munculnya dinasti Fatimiyah menjadi rival Dinasti Bani Abbas di
Baghdad maupun Dinasti Bani Umayyah di Spanyol, Dinasti Fathimiyah
membuktikan prestasinya yang luar biasa kepada sejarah Islam di masa
klasik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah dan perkembangan Dinasti Fathimiyah?
2. Siapa saja khalifah-khalifah Dinasti Fathimiyah?
3. Di bidang apa saja yang menjadi kemajuan peradaban pada masa
Dinasti Fathimiah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Dinasti Fathimiyah
2. Untuk mengetahui siapa saja khalifah-khalifah Dinasti Fathimiyah
3. Untuk mengetahui bidang-bidang kemajuan peradaban pada masa
Dinasti Fathimiyah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Dinasti Fathimiyah


Dinasti ini mengklaim sebagai keturunan garis lurus dari pasangan
Ali Ibn Abu Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Menurut mereka,
Abdullah al-Mahdi sebagai pendiri dinasti ini merupakan cucu Ismail Ibn
Ja'far al-Shadiq. Sedangkan Ismail merupakan Imam Syiah yang ketujuh
(Ali, 2003: 291). Tujuan berdirinya untuk menyingkirkan Bani Abbas dan
mengembalikan kepemimpinan Islam ke tangan keluarga (Su'ud, 2003:
90).
Setelah kematian Imam Ja'far al-Shadiq, syi'ah terpecah menjadi
dua buah cabang. Cabang pertama meyakini Musa al-Kazim sebagai imam
ketujuh pengganti Imam Ja'far, sedangkan cabang kedua mempercayai
Ismail Ibn Muhammad al-Maktum sebagai Imam Syiah ketujuh yang
dinamakan syiah Ismailiyah. Syiah Ismailiyah tidak menampakan
gerakannya secara jelas hingga muncullah Abdullah Ibn Maymun yang
membentuk Syiah Ismailiyah sebagai sebuah sistem gerakan politik
keagamaan. Secara rahasia ia mengirimkan misionaris (pendakwah) ke
segala penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan ajaran Syiah
Ismailiyah. Kegiatan ini menjadi latar belakang berdirinya Dinasti
Fatimiyah di Afrika dan kemudian pindah ke Mesir (Ali, 2003: 292).
Keyakinan sekte Ismailiyah mengingatkan kita pada komunis awal,
dengan sel-sel rahasia, sistem teologi yang rumit, dan jaringan sistem
propaganda yang untuk melawan tata sosial mapan.
Salah satu cabang aliran itu, yaitu Karmatiah, bentuk republik
kaum Baduwi di Bahrain. Suku-suku bangsa Berber berpotensi untuk
memberontak terhadap penguasa di Baghdad, karena masih satu keturunan
dengan penguasa Bani Umayah yang digulingkan Bani Abasiyah di
Baghdad. Itu sebabnya bagi Dinasti Fatimiyah Tunisia, yang penduduknya
sebagian besar orang Berber merupakan tempat paling baik untuk
membangun kekuasaan dunia Islam baru, guna mengalihkan kekuasaan
Abbasiyah. Dengan meningkatkan jaringan propaganda, mereka tidak
bermaksud merebut Baghdad. Sebaliknya mereka menduduki Mesir,
negeri yang telah memainkan peranan besar sekali dalam penyebaran
Islam di masa awal perkembangan.
Negeri itu telah berhasil dikuasai berbagai dinasti sejak Ahmad Ibn
Tulun mendirikan negeri merdeka pada 868. Ketika Jawahir, jenderal
pasukan Fatimiyah sedang menghadapi ar mada Bizantium di Laut
Tengah, keadaan Mesir terasa kacau dan lemah. Maka pada tahun 969
Jauhar menyerbu Fustat, yang merupakan titik pertahanan paling lemah.
Segera setelah itu dia menyatakan Mesir sebagai benteng kekuasaan
Ismailiyah.
Segera setelah itu Fustat bagian Utara ditentukan sebagai Ibukota
kekhalifahan Fatimiyah yang baru. Mereka bertuntuk membangun
kekaisaran Islam baru. Selanjutnya mereka menyebut Ibukota baru itu al-
Kahirah, yang berarti sang penakluk. Secara bahasa sama dengan kata
Mars. Nama itu kemudian lebih gampang diucapkan dengan Kairo.
Sebagai perkembangan intelektual dan keilmuan kota Kairo telah
membangun al-Azhar sebagai Universitas-Mesjid yang sangat potensial
(Su'ud, 2003: 92).1

B. Khalifah Dinasti Fathimiah

Khalifah-Khalifah daulah Fatimiyah secara keseluruhan ada empat


belas orang dan delapan orang diantaranya berperan dalam perkembangan
dinasti Fathimiyah, yaitu:
1. Abu Muhammad Abdu l-Läh (Ubaydu l-Lah) al-Mahdi bi'llah (910-
934 M) pendiri Fatimiyah
2. Abü l-Qasim Muhammad al-Qa'im bi-Amr Allah bin al-Mahdi
Ubaidillah (934-946M)

1
Abrari Syauqi, dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2016), hlm.
3. Abu Tahir Isma'il al-Manşür bi-llah (946-953 M)
4. Abu Tamim Ma'add al-Mu'izz li-Din Allah (953-975 M) Mesir
ditaklukkan semasa pemerintahannya
5. Abu Mansür Nizar al-'Azīz bi-llah (975-996 M)
6. Abu 'Ali al-Mansür al-Hakim bi-Amr Allah (996-1021 M)
7. Abu'l-Hasan 'Ali al-Zähir li-l'zaz Din Allah (1021-1036 M)
8. Abū Tamim Ma'add al-Mustansir bi-llah (1036-1094 M)
Dan enam orang khalifah lainnya, yaitu:
1. Al-Musta'li bi-llah (1094-1101 M) pertikaian atas suksesinya
menimbulkan perpecahan Nizari.
2. Al-Amir bi-Ahkam Allah (1101-1130 M) Penguasa Fatimiyah di Mesir
setelah tak diakui sebagai Imam oleh tokoh Ismailiyah Mustaali
Taiyabi.
3. 'Abd al-Majid al-Hafiz (1130-1149 M)
4. Al-Zafir (1149-1154 M)
5. Al-Fä'iz (1154-1160 M)
6. Al-'Adid (1160-1171 M)

Dinasti Fatimiyah mengalami masa kejayaan saat berada dibawah


pimpinan khalifah Al Aziz. Kala itu, dinasti ini mengalami kemajuan di
berbagai bidang adalah kebudayaan islam.

Mesjid al-Azhar mengalami perubahan dasar di masa al-Aziz.


Keistimewaan Mesjid ini, ia dimulai sebagai sebuah mesjid dan
berkembang menjadi sebuah Universitas al-Azhar yang dibangun tahun
970 M sebagai mesjid yang baru, lambat laun berkembang menjadi pusat
pendidikan tinggi islam yang terus berlanjut sampai sekarang. Semula
perguruan tinggi al-Azhar dimaksudkan untuk menyebarluaskan teologi
Syi'ah, namun kemudian oleh Shalahuddin al-Ayyubi diubah menjadi
pusat pendidikan Sunni sampai sekarang (Sunanto, 2011: 143). Selain itu,
keberadaan pusat keilmuan Darul Hikam atau Darul Ilmu menjadi salah
satu bukti perkembangan keilmuan masa Dinasti Fatimiyah. Konon, Darul
Hikam dibangun khusus sebagai doktrin propaganda kelompok Syiah.
Dinasti Fatimiyah juga membangun sebuah pusat pendidikan pada 970
yang kemudian berkembang hingga saat ini dan menjadi Universitas Al-
Azhar di Kairo, Mesir.

C. Kemajuan Peradaban pada masa Dinasti Fathimiyah


1. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
Dinasti Fatimiyah dapat dikatakan mengungguli prestasi bani
Abbas di Baghdad dan Bani Umayyah di Spanyol pada saat yang
sama. Prestasi ini berawal dari tradisi yang dirintis oleh khalifah
al-‘Aziz, istananya dijadikan pusat kegiatan keilmuan, diskusi para
ulama, fuqaha’, qurra’, nuhat dan ahli hadist. Al-‘Aziz memberi gaji
yang besar kepada para pengajar sehingga banyak ulama yang pindah
dari Baghdad ke Mesir. Salah satu penyebab Ilmu pengetahuan
berkembang pesat kala itu adalah adanya penerjemahan dan penerbitan
sumber-sumber pengetahuan dari bahasa asing kedalam bahasa Arab,
yang diantaranya adalah dari Yunani, Persia, dan India. Disamping itu
didirikannya masjid dan istana yang menjadi basis ilmu pengetahuan.
Khalifah al-Hakim mendirikan sebuah akademi yang sejajar dengan
lembaga- lembaga ilmu pengetahuan di Cordova, Baghdad dan lain-
lain. Dan pada tahun 1005 M, akademi ini diberikan nama Dar al-
Hikmah.
Kemudian pada masa Dinasti ini perpustakaan juga mempunyai
peran yang besar untuk itu para khalifah dan wazir memperbanyak
pengandaan berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga perpustakaan
istana menjadi perpustakaan terbesar pada masa itu. Dan perpustakaan
ini di kenal dengan nama Dar al-Ulum digabungkan dengan Dar al-
Hikmah yang berisi berbagai ilmu pengetahuan sehingga melahirkan
sejumlah ulama, pada masa ini muncul sejumlah ulama diantaranya;
Muhammad al-Tamimi (ahli Fisika dan kedokteran), Al-Kindi (sejarah
dan filsafat), Al-Nu’man (ahli hukum dan menjabat sebagai hakim),
Ali Ibn Yusuf (w. 1009) seorang astronomi paling hebat yang
dilahirkan di Mesir, dan lain-lain.

2. Bidang Ekonomi dan Sosial


Mesir pada masa ini mengalami kemakmuran ekonomi dan
kesejahteraan sosial yang mengungguli Irak dan daerah-daerah lain
dalam dunia Islam masa itu, diceritakan oleh seorang Persi yang
menjadi Propagandis Isma’iliyah, Nasir-i-Khusraw ketika ia
berkunjung ke Mesir pada tahun 1046-1049 H. Bahwa istana khalifah
mempekerjakan 30.000 orang, 12.000 orang diantaranya adala pelayan
dan 1.000 orang pengurus kuda.
Hubungan dagang dengan dunia non-muslim terbina dengan
baik, termasuk dengan India dan negeri Mediterania yang beragama
kristen serta melakukan hubungan kerja sama dengan republik Italia,
al-Maji, Pisa dan Vinice.dibangun dengan batu bata dengan ketinggian
hingga lima atau enam lantai dan dipenuhi dengan berbagai pruduk
komoditi internasional, jalan-jalan utama diberi atap dan diterangi
lampu serta keamanan dan ketertiban pada masa itu sangat
diperhatikan. Konon, jika ada seorang pedagang yang curang, ia akan
dipertontonkan diatas sepanjang jalan kota sambil membunyikan
lonceng dan mengakui kesalahannya, toko-toko perhiasan atau tempat
penukaran uang (money changer) tidak pernah dikunci saat ditinggal
pemiliknya.
Ini semua menandakan betapa makmur, aman dan damainya
penduduk Mesir ketika itu. Dinasti Fatimiyah mempunyai sikap
toleransi yang tinggi, mereka sangat menghargai keberadaan
nonmuslim disana. Tidak hanya masyarakat Sunni saja yang
mempunyai kebebasan bergerak dan dihargai, masyarakat Kristenpun
mendapat perlakuan yang baik dari setiap Khalifah Fatimiyah, hanya
ada seorang Khalifah yang agak keras dan intoleran yaitu Khalifah al-
Hakim. Orang-orang Sunnipun banyak yang mendalami ilmu di al-
Azhar, yang mana al-Azhar ini sebenarnya adalah basis keilmuan
orang-orang Syi’ah.

3. Bidang Politik
Keadaan politik pada masa awal pemerintahan Dinasti
Fatimiyah sampai priode pemerintahan yang ketujuh, masa
pemerintahan al-Zahir, relatif stabil dan tidak ada kejadian besar,
karena para khalifah tersebut masih berkuasa penuh terhadap
pemerintahan, meskipun keputusan politik yang diambil oleh mereka
sering kali merugikan pihak lain yang non Shi’ah bahkan non muslim,
seperti keputusan politik yang diambil oleh al-Hakim terhadap orang-
orang Yahudi dan Kristen dengan memaksa mereka memakai jubah
hitam dan hanya dibolehkan menunggangi keledai, lalu al-Hakim
mengeluarkan maklumat untuk menghancurkan seluruh gereja di
Mesir dan menyita tanah serta seluruh harta kekayaan mereka sehingga
mereka merasa kehilangan hak-haknya sebagai warga negara,
sedangkan kepada orang-orang muslim yang menjadi pegawai kerajaan
diwajibkan mengikuti paham Shi’ah, Keadaan ini sangat bertolak
belakang dengan kehidupan politik pada masa pemerintahan al-‘Aziz
yang begitu moderat, kondusif terhadap perkembangan semua paham
dan agama yang ada di Mesir, meskipun al-‘Aziz sendiri pernah
melarang pelaksanaan salat tarawih disemua masjid di Mesir, hal itu
disebabkan agar tidak terjadi gejolak sosial antara pengikut beberapa
mazhab dengan pendapat yang berbeda-beda tentang pelaksanaan salat
tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Selama dua abad lebih menguasai Mesir, keberadaan Dinasti
Fathimiyah telah memberikan sumbangan peradaban yang besar.
Kemajuan terbesar adalah memberikan ruang berkembangnya ilmu
pengetahuan di dunia Islam yang melahirkan banyak ilmuwan dengan
didirikannya Dār al-Hikmah dan Dār al-‘Ilmi dan keberadaan Universitas
al-Azhar sebagai pusat pengkajian ilmu pengetahuan yang masih terasa
hingga kini.
Kemajuan lain yang dicapai oleh Dinasti Fathimiyah adalah
tertatanya sistem administrasi pemerintahan yang membuahkan
kemakmuran. Catatan sejarawan tentang kecemerlangan Mesir saat itu dan
jejak peninggalannya berupa karya-karya seninya yang bernilai sangat
tinggi, membuktikan kebenaran fakta tersebut. Dinasti Fatimiyah juga
terkenal dengan toleransi beragamanya. Para penguasa Fatimiyah tidak
mencoba melakukan tekanan agar penganut Sunni menyeberang ke Syi’ah
Ismailiyah. Mereka juga sangat menghargai kemerdekaan agama Kristen
maupun Yahudi. Satu-satunya pengecualian adalah pada masa khalifah al-
Hakim.
Dinasti Fatimiyah adalah dinasti yang dibangun atas dasar protes
politik terhadap kekuasaan pada saat itu dengan legitimasi agama yaitu
tuntutan Imamah sebagai pengganti Rasulallah SAW. Karena sebuah
hadith al-aimmah min quraysh dengan keyakinan bahwa Ali ibn Abi Talib
(suami Fatimah al-Zahra putri Rasulallah) dan keturunannya sebagai
pewaris kekhalifahan / Nabi. Dinasti Fatimiyah adalah satu-satunya dinasti
Syi’ah dalam Islam yang eksis selama kurang lebih dua setengah abad dan
bisa berjaya melampaui capaian wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan
Islam terdahulu, dan telah memberi banyak sumbangan peradaban
terhadap dunia Islam, khususnya Mesir, karena pada masa Dinasti
Fatimiyah ini, Mesir mengalami tingkat kemakmuran dan vitalitas kultural
yang mengungguli Irak dan Baghdad sebagai pusat kekuasaan Islam kala
itu.
B. SARAN
Dengan selesainya makalah ini, kami menyadari bahwa masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan dalam segi penyusunan
maupun kelengkapan materi. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kami dan kita semua agar
penulisan makalah kedepannya dapat lebih baik lagi dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai