DAULAH FATIMIYAH
Dosen Pengampu :
Oleh:
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinasti Fatimiyah adalah salah satu dari Dinasti Syiah dalam sejarah Islam. Dinasti
ini didirikan di Tunisia pada tahun 909 M. sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim
saat itu yang terpusat di Baghdad, yaitu bani Abbasiyah. Dinasti Fatimiyah didirikan oleh
Sa’id ibn Husain, kemungkinan keturunan pendiri kedua sekte Islamiyah. Berakhirnya
kekuasaan Daulah Abbasiyah di awal abad kesembilan ditandai dengan munculnya
disintegrasi wilayah. Di berbagai daerah yang selama ini dikuasai, menyatakan melepaskan
diri dari kekuasaan pemerintah di Baghdad dan membentuk daulah-daulah kecil yang berdiri
sendiri (otonom). Di bagian timur Baghdad, muncul dinasti Tahiriyah, Saariyah, Samaniyah,
Gasaniyah, Buwaihiyah, dan Bani Saljuk. Sementara ini di bagian barat, muncul dinasti
Idrisiyah, Aglabiyah, Tuluniyah, Fatimiyah, Ikhsidiyah, dan Hamdaniyah.
Dinasti Fathimiyah adalah merupakan salah satu dinasti Islam yang pernah ada dan
juga memiliki andil dalam memperkaya khazanah sejarah peradaban Islam. Sama halnya
pengutusan Muhammad SAW sebagai Rasulullah telah menoreh sejarah Islam, yang pada
awalnya hanya merupakan bangsa jahiliyah yang tidak mengenal kasih sayang dan saling
menghormati.
Dari paparan di atas penulis tertarik untuk membahas lebih dalam lagi tentang Dinasti
Fathimiyah ini dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah berdirinya Dinasti Fathimiyah
2. Mengetahui perkembangan dan kemajuan Dinasti Fathimiyah
3. Mengetahui puncak kejayaan Dinasti Fathimiyah
4. Mengetahui apa saja faktor penyebab kemunduran dan runtuhnya Dinasti Fathimiya
BAB II
PEMBAHASAN
1. Abu Sufyan Al-Hasan bin Al-Qasim Abdullah bin Ali bin Ahmad
Pada awalnya dakwah Ismailiyah melewati dua tahap. Pertama tahap persiapan konsep
ideologis teoritis, maksudnya pada tahapan ini yang lebih ditekankan adalah penguatan
ideologi serta konsep-kosep ketuhanan, aqidah dan menguatkan keyakinan bahwa
kelompok merekalah yang paling benar. Tahap ini dipimpin oleh dua tokoh yakni Abu
Sufyan Al-Hasan bin Al-Qasim Abdullah bin Ali bin Ahmad dan Abdullah bin Ali bin
Ahmad. Sementara tahap kedua yakni tahap praktis yakni lebih ke tahap aplikatif dari
tahap pertama, Abu Abdullah al-Husain bin Ahmad as-Syi’i menjadi tokoh dari tahap ke
dua.
Abu Sufyan Al-Hasan bin Al-Qasim Abdullah bin Ali bin Ahmad dan Abdullah bin Ali
bin Ahmad diutusa untuk melakukan dakwah Ismailiyah di Afrika Utara. Pada saat itu,
madzhab Syiah Ismailiyah hanya terfokuskan pada sebuah daerah pemukiman kabilah
Barbar yang bernama Kutami. Ia tinggal di perkampungan kota Murmajannah4 sebuah
tempat yang sangat strategis dengan kondisi banyak masyarakat yang tinggal di sana dan
terdapat pusat perdagangan. Dampak positif dengan adanya pusat perdagangan ini
membuat banyak saudagar yang bergabung dan mengikuti berbagai kegiatan dakwah.
Abu Sufyan Al-Hasan kemudian menikah dan membangun sebuah masjid, ia dikenal
sebagai orang yang baik, rajin beribadah sehingga mampu menarik perhatian penduduk
dan mereka berkumpul untuk mengaji kepadanya. Semakin hari semakin banyak
penduduk yang mengaji dan mendengarkan ceramah. Dengan
kejadian ini membuat kota Murmajannah bagaikan negeri hijrah bagi para masyarakat
Syiah. Syiah menjadi madzhab yang paling banyak dipilih dan bahkan mendapat julukan
sebagai Kufah kecil.
Sementara itu Abdullah bin Ali bin Ahmad diutus untuk bedakwah ke negeri Barbar, ia
berhasil mensyiahkan pengikutnya dengan cara yang sama seperti halnya Abu Sufyan Al-
Hasan. Gerakan dakwah mereka berdua terbilang berhasil, keberhasilan ini membuat Abu
Abdullah al-Husain bin Ahmad ad-Dai sebagai penerus dakwah Ismailiyah hanya tinggal
mengaplikasikan semua konsep ideologis yang telah disampaikan oleh Abu Sufyan Al-
Hasan dan Abdullah bin Ali bin Ahmad.
2. Abu Abdullah al-Husain bin Ahmad as-Syi’i
Ia merupakan penerus dari dakwah Abu Sufyan Al-Hasan bin Al-Qasim Abdullah bin Ali
bin Ahmad. Ia bertugas untuk mengaplikasikan segala sesuatu yang telah dilakukan oleh
pendahulunya. Ia dikenal sebagai orang yang cerdas, berilmu, religius, amanah, jujur, dan
tidak bersikap berlebihan. Dengan sikap yang demikian para penguasa Daulah
Aghlabiyah terutama gubernur kota Mila yang bernama Musa bin Ayyasy tidak suka
dengan adanya dakwah Ismailiyah. Sehingga terjadi konflik sampai akhirnya kota Mila
berhasil direbut oleh asy-Syi’i dan menjadikan Abu Yusuf Makinun bin Dhabarah al-
Ajani sebagai gubernur baru.
Kota Mila menjadi kota pertama di bawah kekuasaan Daulah Aghlabiyah yang sukses
diambil alih oleh asy-Syi’i. Dengan demikian konflik antara asy-Syi’i dengan penguasa
Dinasti Aghlabiyah semakin sengit. Abdullah II bertekad akan merebut kembali kota
Mila dari kekuasaan asy-Syi’i.
Perjuangan yang sangat luar biasa yang dilakukan oleh para perintis Dinasti Fatimiyah ini
berbuah manis dengan berdirinya Dinasti Fatimiyah di Ifriqiyya. Sehingga pada abad ke
10 juga disebut sebagai abad Syiah karena Syiah berhasil membangun kekuasaan dan
sebuah peradaban baru bagi sejarah umat Islam.
Abu Abdullah al-Husain bin Ahmad as-Syi’i mengirim surat kepada Ubaidillah al-Mahdi
untuk melakukan pertemuan dan membahas beberapa hal mengenai masa depan Dinasti
Fatimiyah dan setelah pertemuan itu berlangsung Ubaidillah al-Mahdi ditunjuk untuk
meneruskan kepemimpinan Dinasti Fatimiyah dan menjadi khalifah pertama Dinasti
Fatimiyah.