Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI FATIMIAH DI MESIR

DISUSUN OLEH
1. PELIA PUTRI
2. NUR AFIFAH

DOSEN PENGAMPU : AZWAR ARIFIN .M.pd.I


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BATURAJA
TAHUN AJARAN : 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat ALLAH yang maha esa atas segala rahmatNYA sehingga
kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya . tidak lupa juga kami mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini .

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca , khususnya para mahasiswa untuk ke depannya dapat memperbaiki atau
dapat menambahkan isi makalh ini agar menjadi yang lebih baik lagi .

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami , kami yakin dalam


pembuatan makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan , oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN...............................................................................................................................4

A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B.Rumusan Masalah................................................................................................................4
C.Tujuan Masalah....................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................5

A. PROSES BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH...................................................5


B. PARA PENGUASA DINASTI FATIMIYAH1.............................................................6

BAB III KESIMPULAN..............................................................................................................15


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinasti Fatimiyah atau disebut juga al-Fathimiyyun adalah satu-satunyaDinasti Shi’ah dalam
Islam yang penamaannya dinisbatkan kepada Fatimah al-Zahra, putri nabi Muhammad SAW.
Kebangkitan Dinasti ini berasal dari suatutempat yang kini dikenal sebagai Tunisia ( Ifriqiyyah )
ketika Dinasti Abbasiah dibaghdad mulai melemah. Dinasti Fatimiyah ini adalah salah satu
dinasti Islam yang beraliran Syi’ah Isma’iliyah yang lahir di Afrika utara pada tahun 909
Msetelah mengalahkan Dinasti Aghlabiyah di Sijilmasa.
Dalam sejarah, kejayaan Dinasti Fatimiyah dating setelah pusatkekuasaanya dipindahkan dari
tunisia (al-Mahadiah) ke Mesir. KekhalifahanFatimiyah lahir sebagai manisfestasi dari idealisme
orang-orang Syi’ah yangberanggapan bahwa yang berhak memangku jabatan imamah
adalahketurunan dari Fatimah binti Rosulullah. Kekhalifahan ini lahir di antara duakekuatan
politik kekhalifahan, Abbasiah di Baghdad, dan Umayyah II diCordova.
Sebenarnya golongan Syi’ah sudah lama mencita-citakan berdirinyakekholifahan sejak pudarnya
kekhalifahan Ali bin Abi Tholib di Kufah. Merekaselalu mendapat tekanan-tekanan politik
semasa periode Kekhalifahan Umayahmaupun Abbasiah. Dalam kegiatan politiknya, mereka
melakukan gerakantaqiyah yang kelihatannya taat terhadap penguasa tetapi sebenarnya
merekamenyusun kekuatan secara diam-diam.

B.Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Proses berdirinya Dinasti Fatimiyah?
2. Siapa sajakah para penguasa Dinasti Fatimiyah?
3. Bagaimanakah kemajuan peradapan Dinasti Fatimiyah?

C.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Proses berdirinya Dinasti Fatimiyah.
2. Untuk mengetahui para penguasa Dinasti Fatimiyah.
3. Untuk mengetahui kemajuan peradapan Dinasti Fatimiyah
BAB II PEMBAHASAN

A. PROSES BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH


Dinasti Fatimiyah atau disebut juga al-Fathimiyyun adalah satu-satunya Dinasti Syi’ah dalam
Islam yang penamaannya dinisbatkan kepada Fatimah al-Zahra, putri nabi Muhammad SAW.
Kebangkitan Dinasti ini berasal darisuatu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia ( Ifriqiyyah )
Kemunculan Dinasti ini seperti yang dikatakan JJ. Sounders adalah diakibatkan oleh tuntutan
Imamah sebagai Khalifah atau pengganti Rasulallah setelah wafat. Lebih jauh ia mengatakan
gerakan Syi’ah tersebut merupakan sebuah protes politik terhadap penguasa. dan sebagai
tandingan bagi penguasa dunia Islam pada saat itu yang terpusat di Baghdad.
Protes politik tersebut dilakukan dengan jalan konfrontasi, sehingga para penguasa (Mu’awiyah
dan Abbasiyah) tidak ragu-ragu membunuh keluarga Ahl al-Bayt dan mengintimidasi para
pengikutnya.[1] Salah satu sekte Syi’ah yang mampu menampakkan diri pada abad X M.
Tepatnya mulai 5 Januari 910 M/ 297 H hingga 1171M / 567 H[2], adalah Shi’ah Isma’iliyah.
Sekte Shi’ah ini menisbatkan dirinya kepada Imamiyah dan menyetujui penetapan ke enam para
Imam yang pertama dari dua belas Imam. Menurut mereka, sesudah Ja’far al-Shadiq (Imam ke
enam), Imamah tidaklah berpindah kepada putranya yang bernama Musa al-Kazim, akan tetapi
berpindah kepada puteranya yang lain yakni Isma’il. Karena itulah mereka disebut dengan sekte
Syi’ah Isma’iliyah. Namun para Imam yang mereka yakini dari garis keturunan Isma’il tersebut
tidak pernah muncul, justru yang munculhanyalah juru dakwah (propagandis/ misionaris). Oleh
karena itu, para Imamtersebut dinamakan al-Aimmah al-Masturun.
Para Imam Isma’iliyah baruakan muncul kembali setelah keadaan mereka bertambah kuat di
Afrikautara pada tahun 297 H. / 909 M.[3] Para juru dakwah (propagandis/misionaris) tersebut
terus melakukangerakan-gerakan revolusioner diantara mereka yang cukup terkenal adalah Abu
al-Khattab yang dihukum mati pada 755 M. Oleh pemerintah Abbasiyah, Abd Allah bin
Maymun al Qaddah yang mengorganisir kelompok berpotensi revolusioner, dan Hamdan al
Qarmati yang berasal dari Qarmat, sebuah kota kecil yang ada di Shiria.[4] Dia pernah membuat
kewalahan Pemerintah Abbasiyah dan namanya kemudian dipakai untuk menyebut golongannya
yaitu Qaramit, mereka berhasil mempengaruhi penduduk di daerah Iraq, Suriyah, Bahrain dan
Yaman.[5]
Tokoh lainnya adalah Sa’id bin Muhammad al-Habib. Dia sangat aktif melakukan gerakan yang
mendukung Dinasti Fatimiyah, terutama di daerah kelahirannya, Salmiyah. Daerah inilah yang
merupakanpusat awal dari gerakan Dinasti Fatimiyah, yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Abd
Allah al-Husayn al-Syi’i yang berhasil mempengaruhi masyarakat Arab dan melakukan
propaganda di berbagai daerah seperti di Yaman dengan memperoleh bantuan dari para tokoh
propaganda yang lain, yakni Ali bin Fadl al-Yamani dan Ibnu Hawshab al-Kufi. Gerakan
propaganda di Yaman ini berhasil dengan baik, karena didukung oleh banyaknya pengikut
Syi’ah dan jauh dari pusat pemerintahan Abbasiyah, sehingga Yaman selain Salmiyah dapat di
jadikan sebagai basis utama untuk melakukan gerakan selanjutnya.[6]
Pada abad X M, Abu Abd Allah al-Husayn al Shi’i seorang penduduk asli Shan’a Yaman yang
mengklaim dirinya sebagai wakil al-Mahdi menyeberang ke Afrika Utara. Berkat propagandanya
yang bersemangat, ia berhasil menarik simpati suku Berber, khususnya dari kalangan suku
Kitamah. Setelah berhasil menegakkan pengaruhnya di Afrika Utara, Abu Abd Allah al-Husayn
al Syi’i menulis surat kepada Imam Isma’iliyah Sa’id bin al-Husaynal-Salmiyah (kemungkinan
keturunan kedua pendiri sekte Isma’iliyah,seorang Persia yang bernama ‘Abdullah ibn Maymun)
di Syiria, agar segeraberangkat ke Afrika Utara untuk menggantikan dirinya sebagai pemimpin
tertinggi Gerakan Shi’ah Isma’iliyah.
Sa’id mengabulkan undanganya dan memproklamirkan dirinya sebagai putra Muhammad al
Habib, cucu dari Isma’il, selanjutnya gerakan ini berhasil menduduki Tunis, pusat pemerintahan
Aghlabiyah pada tahun 297 H./909 M dan mengusirpenguasanya yang terakhir yaitu
Ziyadatullah, Sa’id kemudian memproklamirkan dirinya sebagai Khalifah/Imam dengan gelar
Ubayd Allah al-Mahdi [7] .

Sejak itulah terbentuk Dinasti Fatimiyah (dinisbatkan pada Fatimah al-Zahra’ putri
Rasululllah Saw) yang disebut juga Dinasti Bani Ubaidillah / al-‘Ubaidiyyun (menurut
kalangan Sunni atau orang yang tidak percaya bahwa mereka keturunan Fatimah al-
Zahra’) dengan ibu kota Qairawan (Tunisia).[8]

B. PARA PENGUASA DINASTI FATIMIYAH1.


Al-MAHDI ( 909-934 M. / 297-322 H. )
Penguasa sekaligus pendiri Dinasti Fatimiyah ini mempunyai nama asli Sa’id bin al Husayn al-
Salmiyah dengan gelar Ubayd Allah al-Mahdi yang menegakkan pemerintahannya di istana
Aghlabiyah yaitu Raqqadah (terletak di pinggiran kota Qairawan) setelah dapat mengusir
Ziyadatullah pada tahun 909 M/297 H, penguasa Aghlabi yang terakhir.[9] Al-Mahdi adalah
pemimpin yang sangat cakap dan berbakat, dua tahun setelah berkuasa ia membunuh pemimpin
propagandanya, Abu Abd Allahal-Husayn al-Shi’i karena terbukti bersekongkol dengan
saudaranya sendiri, Abu al-Abbas untuk melancarkam kudeta terhadap dirinya.Setelah itu ia
melakukan ekspansi ke seluruh Afrika yang terbentangdari wilayah perbatasan Mesir sampai ke
wilayah Maroko dan Fes yang dikuasai Idrisiyah dan pada tahun 914 M/302 H.
Ia berhasilmenaklukkan Iskandariyah dan kota-kota lain seperti Delta (914 M./304H.), Malta,
Sardinia, Corsika dan Balearic. Sekitar tahun 920 M/308 H. Ia memindahkan pusat
pemerintahannya di kota baru yang diberi nama dengan namanya sendiri yaitu al-Mahdiyyah di
pesisir Tunisia, sekitar27,2 km. kearah tenggara kota Qairawan. [10]
Al-Qaim ( 934-946 M. / 322-334 H. )
Al-Mahdi wafat pada tahun 934 M./322 H. dan digantikan oleh putra tertuanya Abu al-Qasim
yang bergelar al-Qaim bi Amr Allah . Ia adalah pemimpin pemberani, hampir setiap ekspsdisi
militer ia pimpin sendiri, sehingga dalam tahun pertama kekhalifannya, ia berhasil menduduki
Genoa dan wilayah sepanjang pantai Calabria dan padatahun yang sama ia mengerahkan pasukan
ke Mesir namun dapatdikalahkan oleh dinasti Ikhsidiyah sehingga mereka terusir dari
Iskandariyah. Ia meninggal dunia pada tahun 946 M. [11]
Al-Mansur ( 946-952 M. / 334-341 H. )
Al-Mansur adalah pemuda yang lincah dan berani, ia menggantikan ayahnya dalam usia 27
tahun. Meskipun hanya memerintah selama 7 tahun 6 hari, ia masih bisa menjaga kedaulatan
Dinasti Fatimiyah meskipun putra Abu Yazid Makad dan sejumlah pengikutnya senantiasa
menimbulkan keributan. Ia juga membangun sebuah kota di wilayah perbatasan Susa’ pada
tahun 337 H./949M yang diberi nama al-Mansuriyyah.[12]
Al-Mu’izz ( 952-975 M. /341-365 H. )
Setelah al-Mansur meninggal dunia pada hari Jum’at akhir Shawal 341H/952 M. Ia digantikan
putranya, Abu Tamim Ma’ad dengan gelar al-Mu’izz li Din Allah. Penobatan al-Mu’izz sebagai
khalifah keempat menandai era baru Dinasti Fatimiyah, karena di samping pusat pemerintahan
sudah berpindah dari al-Mahdiyah ke al-Qahirah yang dibangun oleh panglima perangnya,
Jawhar al-Siqilli (al-S}aqali). [13] Setelah menguasai ibu kota Fustat sebagai lambing
kemenangan dan dilanjutkan membangun Masjid al Azhar setelah Mesir dapat ditaklukannya
pada bulan Pebruari 969 M/Rabi’ al-Akhir 358 H, juga keberhasilan dalam ekspansi kekuasaan
yaitu ke Maroko, Sycilia,Palestina dan Suriah Damaskus serta mampu mengambil penjagaan atas
tempat tempat suci di Hijaz.[14]
Al-‘Aziz ( 975-996 M. / 365-386 H. )
Abu Mansur Nizar (lahir pada tahun 344 H./954 M.) menggantikan ayahnya pada bulan Rabi’ al-
Awwal 365 H. Memasuki tahun ke-22 dari umurnya dengan gelar al-‘Aziz bi Allah, ia terkenal
sangat pemurah dan bijaksana bahkan terhadap musuh musuhnya sekalipun. Puncak kekuasaan
Dinasti Fatimiyah adalah pada saat pemerintahannya yang meliputi dari wilayah Euprat sampai
Atlantik, melampaui kekuasaan dinasti Abbasiyah di Baghdad yang sedang memasuki masa
kemunduran dibawah kekuasaan Buwaihiyah [15]
Dalam pemerintahannya, ia sangat liberal dan memberikebebasan kepada setiap agama untuk
berkembang, kerukunan antar umat beragama terjalin dengan sangat baik, bahkan seorang
wazirnya, Isa ibn Nastur adalah beragama kristen dan Manasah seorang Yahudi menjadi salah
seorang pejabat tinggi di istananya. Pembangunan fisik dan seni arsitektur merupakan lambang
kemajuan pemerintahannya, karena ia juga ahli Sya’ir dan pendidikan seperti The Golden Palace,
ThePearl Pavillion dan masjid Karafa, masjid al-Azhar dijadikan al- Jami’ah /Universitas.[16]
Al-Hakim ( 996-1021 M. / 386-411 H. )
Al-‘Aziz digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Ali Mansur (lahir pada bulan Rabi’ al-
Awwal 875 H./985 M.) dengan gelar al-Hakim bi Amr Allah yang masih berumur 11 tahun.
Selama tahun-tahun pertama, ia berada dibawah pengaruh Gubernurnya yang bernama Barjawan
yang sedang terlibat koinflik dengan panglima militer Ibn ‘Ammar, setelah berhasil
menyingkirkan sang panglima, Barjawan menjadi pelaku utama dalam pemerintahannya
meskipun pada tanggal 26 Rabi’ Al-Thani 390H/1000 M.
Bajarwan dibunuh karena tuduhan penyalahgunaan kekuasaan negara. Pemerintahannya ditandai
dengan tindakan tindakan kejam yang menakutkan, ia membunuh beberapa orang wazirnya,
menghancurkan beberapa gereja, orang kristen dan orang Yahudi harus memakai jubah hitam
dan hanya dibolehkan menunggangi keledai, ia mengeluarkan maklumat untuk menghancurkan
seluruh gereja di Mesir dan menyita tanah serta seluruh harta kekayaan mereka sehingga mereka
merasa kehilangan hak-haknya sebagai warga negara. [17]
Prestasi besar dalam pemerintahannya adalah pembangunan sejumlah masjid, perguruan-
perguruan dan pusat observatorium astrologi, tahun 395 H/1005 M. Ia merampungkan
pembangunan Dar al-Hikmah sebagai sarana penyebaran ajaran-ajaran Syi’ah dan pada tahun
403 H/1013 M. Ia mendirikan al-Jam’iyyah al-‘Ilmiyyah “Akademia” dari berbagai disiplin
ilmu seperti Fiqh, mantiq, Filsafat, matematika, kedokteran dan lainnya, setelah itu seluruh kitab
yang ada di Dar al-Hikmah ia pindahkan ke masjid al-Azhar. Tetapi pada tanggal 13 Pebruari
1021 M/411 H. Ia terbunuh di Mukatam, kemungkinan konspirasi yang dipinpin oleh adik
perempuannya yang bernama Sit al-Mulk yang telah diperlakukan tidak hormat oleh khalifah.
[18]
Al-Zahir ( 1021-1035 M. / 411-427 H. )
Al-Hakim digantikan oleh putranya yang bernama Abu Hashim dengan gelar al-Zahir li I’zaz din
Allah (lahir 10 Ramadan 395 H./1005M.), ia naik tahta pada usia 16 tahun sehingga
pemerintahannya dipegang oleh bibinya Sitt al-Mulk, sepeninggal bibinya (tahun 415H./1025
M.), ia menjadi raja boneka dari menteri menterinya. Peristiwa besar pada masa ini adalah
penyelesaian sengketa keagamaan di manapara tokoh mazhab Malikiyah diusir dari Mesir [19]
Al-Mustansir ( 1035-1094 M. / 427-487 H. )
Al-Zahir diganti oleh anaknya yang bernama Abu Tamim Muhammad dengan gelar al-Mustansir
bin Allah , ia menjabat sebagai khalifah selama enam puluh tahun empat bulan yang merupakan
pemerintahan terpanjang dalam sejarah. Masa awal pemerintahannya dipegang oleh ibunya,
karena ketika dinobatkan sebagai khalifah ia masih berumur tujuh tahun. Pada masa al-
Mustansir, kekuasaan Dinasti Fatimiyah mengalami kemunduran secara drastis, relatif tidak ada
perkembangan kecuali pembangunan teropong bintang, beberapa kali terjadi perebutan perdana
menteri dan terjadi pemberontakan dan peperangan seperti Marokko menyatakan bebas dari
kekuasaan Dinasti Fatimiyah pada tahun 443 H. Mekkah dan Madinah memisahkan diri pada
tahun 462 H. Di Yaman nama Khalifah telah tidak disebut-sebut lagi pada waktu khutbah [20]
Al-Musta’li ( 1094-1101 M. / 487-495 H. )
Putra termuda dari al-Mustansir yaitu Abu al-Qasim Ahmad yang bergelar al-Musta’li bi Allah
menduduki jabatan khalifah sepeninggal ayahnya,tetapi putra al Mustansir yang tertua, Nizar
menolak penobatan adiknya lalu ia bangkit di Iskandariyah setelah memecat Gubernur wilayah
tersebut, disana ia memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan gelar al-Mustafa li Din Allah .
Ketika al-Musta’li tahu kejadian tersebut, maka al-Malikal-Afdal sebagai orang yang
mengangkat al-Musta’li membawabala tentara untuk menangkap Nizar dan memenjarakannya
sampai meninggal. Dengan kejadian ini, rakyat terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
Musta’li dan Nizari. Kaum Nizari Isma’iliyah sebagian berada di Shiria dan sebagian di
pegunungan Persia Barat dibawah pinpinan Hassan assabah, gerakan inilahyang kemudian
dikenal dengan Asasin yang berasal dari kata Hasyasyin [21]
Al-Amir ( 1101-1130 M. / 495-524 H. )
Setelah al-Musta’li meninggal dunia, anaknya yang masih berumur lima tahun dinobatkan oleh
al-Malik al-Afd al sebagai khalifah dengaan gelar kehormatan al-Amir li Ahkam Allah . al-
Malik al-Afdal adalah perdana menteri yang berkuasa secara absolut selama 20 tahun, termasuk
ketika al-Amir telah dewasadan merupakan raja Mesir yang sesungguhnya selama 50 tahun [22]
Al-Hafiz ( 1130-1149 M. / 524-544 H. )
Setelah menjadi korban pembunuhan kelompok Nizariyyah / batiniyyah, sepupunya yeng
bernama Abu al-Maymun Abd al Majid al-Hafiz memproklamirkan diri sebagai khalifah.
Pemerintahanmya banyak diwarnai dengan perpecahan antara unsur-unsur kemiliteran. [23]
Al-Zafir ( 1149-1154 M. / 544-549 H. )
Setelah kematian al-Hafiz, Putranya yang bernama Abu Mansur Isma’il dengan gelar al-Zafir. Ia
masih berumur tujuh belas (17) tahun ketika dinobatkan menjadi khalifah. Ia adalah seorang
pemuda yang tampan dan sembrono yang lebih memikirkan urusan perempuan dan musik dari
pada urusan politik dan pertahanan, meskipun sebenarnya ia hanyalah seorang boneka dari
seorang wazir dari Kurdistan, Abu al-Hasari bin al-Sallar yang menyebut dirinya al-Malik
al-‘Adil yang kemudian terbunuh dan posisi wazir digantikan oleh Abbas. Pada tahun 1153
M/548 H. Al-Zafir dibunuh oleh Nasr ibn Abbas [24]
Al-Faiz ( 1154-1160 M. / 549-555 H. )
Dua hari setelah kematian al-Zafir, putranya yang masih berumur empat tahun, Abu al Qasim Isa
dinobatkan sebagai khalifah olehAbbas dengan gelar al-Faiz, khalifah kecil ini meninggal dunia
pada usia sebelas tahun, lalu digantikan oleh sepupunya al ‘Adid [25]
Al-‘Adid ( 1160-1171 M. / 555-567 H. )
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abd Allah al-‘Adid, ia masih berumur sembilan
tahun ketika dinobatkan sebagai khalifah yang ke empat belas (khalifah terakhir dari Dinasti
Fatimiyah), karena segera disusul penyerangan Almaric, Raja Yerusalem ke Mesir pada tahun
1167M/562 H dan terus menerus terjadi perebutan kekuasaan sampai datang Salah al-Din al-
Ayyubi yang menggantikan pamannya, Syirkuh sebagai wazir pada tahun 1169 M/564 H. Salah
al-Din adalah seorang yang sangat ramah, sehingga dengan cepat mendapatkan simpati rakyat
dan bahkan sampai mengalahkan pengaruh khalifah. Langkah pertamanya adalah mengirim
pasukan militer melawan tentara Salib da Karak dan Subik dan ia mendapatkan kemenangan
sehingga rakyat Mesir Shi’ah, orang Turki dan Sunni menganggapnya sebagai pelindung mereka
dalam menghadapi tentara Salib di Sham, perang tersebut terus berlanjut hingga dibuat
perjanjian dengan Richard de Lion Heart (raja Inggris), selanjutnya Salah al-Dinmengisi pos-pos
keagamaan dengan ulama’fuqaha’ dari golongan sunni.[26]
Pada tanggal 10 Muharram 567 H./1171 M. al-‘Adid meninggal dunia dan posisi khalifahan
dipegang oleh Salah al-Din. Makasejak saat itu, Dinasti Fatimiyah (paham sekte Shi’ah
Isma’iliyyah) yang telah eksis selama dua setengah abad berakhir di Mesir dan selanjutnya
diteruskan oleh dinasti Ayyubiyah dengan paham ahl al-Sunnah wa al- Jama’ah dijadikan dasar
dalam kehidupan keagamaan di Mesir. [27]

C. KEMAJUAN PERADABAN DINASTI FATIMIYAH


Sejak awal pemerintahannya, Al-Mahdi sudah berusaha menaklukkan Mesir, ia melakukan
ekspansi tersebut sampai tiga kali yaitu pada tahun 913 M/301 H,919 M./307 H. dan tahun 933
M./321 H yang dipinpin oleh putranya Abu al-Qasim tetapi tidak pernah berhasil. Menurut
Hasan Ibrahim [28] , ekspansi tersebut didorong beberapa faktor yang antara lain adalah:
Faktor Ekonomi :
Keadaan alam Mesir yang agraris dan subur serta kaya dengan beberapa penghasilan dan
kerajinan.
Faktor Geografis:
Letak Mesir yang strategis, jauh dari pusat pemerintahan dawlah Abbasiyah di Baghdad, berada
di tengah-tengah timur dan barat, dekat dengan Sham, Palestina dan Hijaz yang merupakan
daerah-daerah yang subur dan potensial.
Faktor Politis:
Dinasti Fatimiyah mendapat sambutan yang simpatik dari rakyat Mesir
Bidang Keagamaan
Dalam urusan keagamaan, disusun lembaga dakwah dan dipimpin oleh kepala dakwah yang
sangat tendensius untuk kepentingan politik Syi’ah [29] . Lembaga ini dalam struktur
pemerintahan bertanggung jawab langsung kepada khalifah dengan tugas menyebarkan faham
Syi’ah Isma’iliyyah[30] ke berbagai wilayah kekuasaan Dinasti Fatimiyah serta menyusun
materi pelajaran pada lembaga-lembaga pendidikan melalui kurikulum kurikulum yang
ditetapkan oleh dinasti tersebut. Sedangkan diluar kekuasaan Dinasti Fatimiyah, dakwah ini
dilakukan melaluihubungan dagang yang dibangun di daerah-daerah belahan timur,khusunya di
Samudera Hindia dan daerah-daerah lain di wilayah Afrika dan Eropa. [31] Selain itu, disamping
terdapat lima belas masjid, (di kota tuaFustat ada tujuh buah masjid dan di Kairo ada delapan
buah masjid) sebagai tempat penyebaran paham Syi’ah Isma’iliyyah yangdi antaranya dicatat
oleh Hasan Ibarahim Hasan yaitu: [32]
 Masjid al-Azhar ,
Didirikan oleh Jawhar al-Siqilli yang pembangunannya dimulai pada tanggal 14 Ramadan 359
H. /970M. Dan selesai pada tanggal 7 Ramadan 361 H. / 972 M.b.
 Masjid al-Qarafah
Dibangun pada tahun 366 H. / 977 M.
 Masjid al-Maqs
Dibangun pada masa pemerintahan al-Hakim.
 Masjid Roshidah, pembangunannya dimulai pada tanggal 17 Rabi’al-Thani 393 H /1003 dan
selesai bulan Ramadan 395 H. / 1005M.

 Masjidal-Hakim
Pembangunannya dimulai pada pemerintahanal-‘Aziz tahun 380 H /990 M. Dan diselesaikan
oleh al-Hakim pada tahun 402 H./ 1012 M. Tetapi roboh pada waktu terjadi gempa pada tahun
703 H. / 1309 M.
 Masjid al-Aqmar
Dibangun pada masa pemerintahan al-Amir tahun 519 H. / 1125 M.g.
 Masjid al-Salih
Dibangun pada tahun 555 H./1160 M. Akan tetapimasjid ini roboh pada waktu terjadi gempa
tahun 702 H. / 1308 M.Dinasti Fatimiyah juga membangun sejumlah makam Imam-Imam Shi’ah
seperti Makam Husayn di Mesir dan memindahkan kepalanya dari Ascalon ke Kairo, sebagai
salah satu bentuk pemuliaan kepada Imam mereka yang ma’sum sekaligus sebagai figur
penyelamat ( Messianisal-Mahdi ), hal ini disamping dimaksudkan sebagai dakwah juga sebagai
legitimasi keagamaan bagi Imam-Imam Dinasti Fatimiyah yang berkuasa berikutnya sebagai
salah satu keturunan para Imam (al- ma’sum dan al-Mahdi ) tersebut. [33]
Bidang Administrasi dan Pemerintahan
Kekuasaan Pemerintahan Dinasti Fatimiyah mencakup wilayah yang sangat luas sekali
meliputi Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, dan Hijaz.
[34]. Bentuk pemerintahan Dinasti Fatimiyah adalah bentuk yang dianggap pola baru dalam
sejarah Mesir, karena dalam pelaksanaannya, khalifah adalah kepala negara yang bersifat
temporal dan spritual, pemecatan pejabat tinggi berada dibawah control kekuasaan khalifah.
Menteri-menteri dibagi dalam beberapa kelompk ataukelas yaitu:
a. Menteri Keamanan Negara
Yaitu menteri yang mengurusi bidang Ketentaraan, perang, pengawal rumah tangga khalifah dan
semua permasalahan yang menyangkut keamanan.
b. MenteriDalamNegeri.
c. Menteri Urusan Rumah Tangga yang bertugasmenyambut tamu-tamu kehormatan utusan
luar negerid.
d. Menteri Sekretaris Negara yang meliputi:
 Qadi yang berfungsi sebagai hakim dan direkturpercetakan uang
 Ketua Dakwah yang memimpin Dar al-Hikmah
Bidang keilmuan
Inspektur Pasar ( muhtasib )yang membidangi bazar, jalan dan pengawasan timbangan dan
takaran dalamperdagangan. Bendaharawan Negara yang membidangi bayt al-Mal .Wakil kepala
urusan rumah tangga khalifah Qari’ yang membacakan al-Qur’an kepada khalifah. [35] Terdapat
beberapa pejabat lokal yang diangkat olehkhalifah untuk mengelola negeri-negeri taklukan
untukbertugas menarik pajak [36]

Dalam bidang Kemiliteran dibagi kedalam tiga kelompok,yaitu:


a. Amir-amir yang terdiri dari para perwira tertinggidan para pengawal khalifah
b. Para perwira istana yang terdiri atas para ahli( ustadh ) dan para kasimKomando-komando
resimen yang masing-masing menyandangnama berbeda sepertii hafiziyyah , Juyushiyyah dan
sudaniyyah atau yang dinamai dengan nama khalifah, wazir dan suku. [37]
Di luar jabatan-jabatan istana diatas, terdapat jabatan tingkatdaerah yang meliputi tiga daerah
yaitu Mesir, Shiria dan daerah-daerah diAsia kecil. Khusus daerah Mesir terdiri dari empat
provinsi, yaitu provinsiMesir bagian atas, provinsi Mesir wilayah timur, provinsi Mesir
wilayahbarat dan wilayah Iksandariyyah, segala urusan yang berkaitan dengandaerah tersebut
diserahkan kepada penguasa setempat. [38]

3. Bidang Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan dan Filsafat

Dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan kebudayaan, Dinasti Fatimiyahdapat dikatakan


mengungguli prestasi bani Abbas di Baghdad dan BaniUmayyah di Spanyol pada saat yang
sama,. Prestasi ini bermula daritradisi yang dirintis oleh khalifah al-‘Aziz, istananya dijadikan
pusatkegiatan keilmuan, diskusi para ulama, fuqaha’, qurra’, nuhat dan ahlihadith. al-‘Aziz
memberi gaji yang besar kepada para pengajar sehinggabanyak ulama yang pindah dari Baghdad
ke Mesir.Di Mesir, disamping terdapat Masjid al-Azhar ( Masjid Jami’ Dan dijadikan Jami’ah /
Universitas) sebagai pusat kajian keilmuan baik aqliatau naqli, pada tahun 1005 M./395 H. (masa
pemerintahan al-Hakim)didirikan perpustakaan Dar al-Hikmah yang memiliki empat ratus
ruangdan terisi kurang lebih 200.000 buku dan 2.400 eksemplar al-Qur’an yangdihiasi ornamen-
ornamen indah ( Illuminated ) [39]

Sebagai pusat studi tingkattinggi yang didalamnya dilakukan kegiatan diskusi, penelitian,
penulisandan penerjemahan bahasa asing dari bahasa Yunani, Persi, dan India kedalam Bahasa
Arab serta pendidikan, meskipun pada tahun 1008 M./398H. lembaga ini ditutup dan para guru
besarnya dihukum mati, [40]jauhsebelum itu sudah ada perpustakaan milik Ya’qub ibn Killis
(perdanamenteri pada masa pemerintahan khalifah al-Mu’iz dan al-‘Aziz wafattahun 381 H. /
991 M.) yang bernama makatabah al-Qisr , [41] dan ada jugasekolah Dar al-‘Ilm meskipun
pada tahun 1119 M./513 H. ditutup oleh al-Malik al-Afdal karena dianggap menyebarkan ajaran
bid’ah.[42] Adapun disiplin ilmu dalamn buku-buku tersebut adalah ilmu kodrat, Tafsir, bahasa
dan nahwu, adab, logika, sejarah, musik dan filsafat [43] .
Disamping itu didirikan juga sekolah Persi yang memiliki disiplin ilmu yangdiadopsi dari ajaran-
ajaran Neo-Platonisme. Sekolah ini didirikan oleh al-Nasafi dan diaktifkan pertama kali di
Nisapur lalu di Bukhara dan kemudiantersebar di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Fatimiyah.
[44]. Para ilmuwan yang terkenal pada masa Dinasti Fatimiyah adalah Ya’qubibn Killis, seorang
wazir yang sangat peduli terhadap pendidikan dankeilmuan. Pada masanya ia berhasil
membesarkan ahli fisika Muhammadal-Tamimi dan seorang ahli sejarah yangbernama
Muhammad ibn Yusuf al-Kindi dan ibn Salamah al-Quda’i.Seorang ahli sastra yang muncul
pada masa ini adalah khalifah al-‘Azizyang berhasil membangun masjid al-Azhar. Seorang
astronomis yangterkenal pada masa ini adalah Ali ibn Yunus, Ali al-Hasan dan ibn
Haythamsebagai peletak dasar ilmu fisika dan optic.[45]
Dalam bidang kebudayaan yang bisa kita saksikan sampai saat iniadalah beberapa bangunan
masjid yang memcirikan arsitektur khas Islamdengan menampilkan tiang tiang khas yang
didesain dengan kaligrafibergaya kufi serta terdapat pintu-pintu gerbang besar yang
masihbertahan sampai sekarang yaitu:
bab zawillah,
bab al-Nasr dan
bab al-Futuh
dan juga pintu-pintu gerbang yang sangat besar di Mesir yangdibangun oleh arsitek-arsitek
Edessa dengan rancangan ala Bizantium. Termasuk produk budaya masa Dinasti Fatimiyah yang
masih bisa kitalihat di museum Arab di Kairo adalah papan-papan yang diukir beberapamakhluk
hidup seperti rusa yang diserang monster, kelinci yang diterkamelang dan beberapa pasang
burung yang saling berhadapan, koleksiperunggu yang kebanyakan berupa cermin dan pedupaan
serta patungperunggu grifin dengan tinggi 40 cm. yang sekarang berada Pisa. [46]
Priode Fatimiyah juga dikenal dalam keindahan budaya tekstilnya,beberapa contoh ditemukan di
Barat yang dibawa kesana pada masaperang salib. Sedangkan produk tenun yang berkembang
saat itu adalahbergaya Koptik-Mesir dan kemudian dipengaruhi gaya Iran dan Sasaniyah,yang
diberi nama dengan nama sesuai tempat asal tenunan tersebut dikota Mesir seperti Dabiki,
Dimyat}i, dan Tinnisi yang pada zamanChaucher dikenal dengan sebutan Fustian berasal dari
kata Fustat, Mesir. [47]
Sedangkan dalam bidang filsafat, kelompok yang paling terkenalpada masa ini adalah ikhwan al-
Safa , yang pemikirannya lebih cenderung membela kelompok Shi’ah Isma’iliyyah. Beberapa
filusuf tersebutdiantaranya:

Abu Hatim al-Razi, ia adalah sorang da’i isma’iliyyat yang pemikirannyalebih banyak dibidang
politik, hasil karyanya al-Zayyinah setebal 1200halaman membahas tentang fiqih, filsafat dan
aliran-aliran dalamagama.
Abu Abdillah al-Nasafi, ia menulis kitab al-Mawsul membahas ushulfiqh Shi’ah Isma’iliyyah,
dan kitab Unwan al-Din, usul al-Shar’i, al-Da’watu al-Munjiyyah, Kaun al-‘Alam dan al-Kaun
al-Mujrof
Abu Ya’qub al-Sajasi, ia merupakan penulis yang paling bayaktulisannya, diantaranya adalah
Asas al-Da’wah, al-Sharai’, Kashf al- Asrar, Ithbat al-Nubuwwah dan al-Nashrah
Abu Hanifah al-Nu’man, ia menulis kitab Da’aim al-Islam al Yanabu,Mukhtasar al-Athar,
Mukhtasar al-Idah}, Kayfiyah al-Salah, Manhaj al Faraid} dan al-Risalah al-Misriyyah,
Ja’far ibn Mansur al-Yamani, ia menulis al-Shawahid wa al-Bayan dan al-fitrah wa al-Qirnat
Hamid al-Din al-Kirmani, ia menulis kitab Uyun al-Akhbar dan al-Masabih fi Ithbat al-Imamah
[48]

7. Bidang Ekonomi dan Sosial


Mesir pada masa ini mengalami kemakmuran ekonomi dankesejahteraan sosial yang
mengungguli Irak dan daerah-daerah lain dalamdunia Islam masa itu, diceritakan oleh seorang
Persi yang menjadiPropagandis Isma’iliyah, Nasir-i-Khusraw ketika ia berkunjung ke Mesirpada
tahun 1046-1049 H. Bahwa istana khalifah mempekerjakan 30.000orang, 12.000 orang
diantaranya adala pelayan dan 1.000 orang penguruskuda. Hubungan dagang dengan dunia non-
muslim terbina dengan baik,termasuk dengan India dan negeri Mediterania yang beragama
kristenserta melakukan hubungan kerja sama dengan republik Italia, al- Maji, Pisadan Vinice.Hal
tersebut dilakukan disamping karena dari Mesir banyakdihasilkan produk industri tenun, kain
sutra, wol dan industry kristal, keramik, seni kerajinan tangan, seni ukir, tambang besi, baja
dantembaga [49] , juga didorong karena pada waktu itu Dinasti Fatimiyah sudahmempunyai
fasilitas pelabuhan di Iksandariyah, Damika, Ascaton dan Tripoli, jajahan Shiria. Volume
perdagangan lewat laut terbesar dilakukandengan Barat dan Spanyol, sedangkan di Timur
dengan India yang telahberhasil mengubah lintasan perdagangan yang sebelumnya melalui
telukPersia ke laut Merah menjadi Hindia ke laut Tengah, Pelabuhan besar yangdimiliki Dinasti
Fatimiyah disana adalah pelabuhan ‘Aida’ di teluk Sudan. [50]
Diceritakan oleh Nasir-i-Khusraw pada masa ketika ia berkunjung keMesir, terdapat tujuh buah
perahu berukuran 150 kubik dengan 60 tiangpancang berlabuh ditepi sungai Nil, terdapat 20.000
toko milik khalifahyang hamper semuanya dibangun dengan batu bata dengan ketinggianhingga
lima atau enam lantai dan dipenuhi dengan berbagai prudukkomoditi internasional, jalan-jalan
utama diberi atap dan diterangi lampuserta keamanan dan ketertiban pada masa itu sangat
diperhatikan. Konon, jika ada seorang pedagang yang curang, ia akan dipertontonkan
diatassepanjang jalan kota sambil membunyikan lonceng dan mengakuikesalahannya, toko-toko
perhiasan atau tempat penukaran uang ( money changer ) tidak pernah dikunci saat ditinggal
pemiliknya. [51]
Ini semuamenandakan betapa makmur, aman dan damainya penduduk Mesir ketikaitu.Dalam
hubungannya dengan masalah keuangan, ditulis oleh HasanIbrahim Hasan [52] , bahwa pada
masa itu sudah diatur dengan sangat rapi,seperti pajak ( kharaj )termasuk juga pajak wajib bagi
ahl al-zimmah khusus orang laki-laki dansudah baligh yang disebut al-Jawali , kemudian sudah
ada peraturan cukai( al-Maks ) untuk produk-produk impor serta peraturan-peraturan
lainnyaterhadap beberapa hasil bumi yang diterapkan dan dipatuhi dengan baiksesuai dengan
peraturan fiqh.

8. Bidang Politik
Keadaan politik pada masa awal pemerintahan Dinasti Fatimiyahsampai priode pemerintahan
yang ketujuh, masa pemerintahan al-Zahir ,relatif stabil dan tidak ada kejadian besar, karena
para khalifah tersebutmasih berkuasa penuh terhadap pemerintahan, meskipun keputusan
politikyang diambil oleh mereka sering kali merugikan pihak lain yang non Shi’ahbahkan non
muslim, seperti keputusan politik yang diambil oleh al-Hakim terhadap orang-orang Yahudi dan
Kristen dengan memaksa merekamemakai jubah hitam dan hanya dibolehkan menunggangi
keledai, lalu al-Hakim mengeluarkan maklumat untuk menghancurkan seluruh gereja diMesir
dan menyita tanah serta seluruh harta kekayaan mereka sehinggamereka merasa kehilangan hak-
haknya sebagai warga Negara [53] ,sedangkan kepada orang-orang muslim yang menjadi
pegawai kerajaandiwajibkan mengikuti paham Shi’ah, Keadaan ini sangat bertolak
belakangdengan kehidupan politik pada masa pemerintahan al-‘Aziz yang begitumoderat,
kondusif terhadap perkembangan semua paham dan agama yang ada di Mesir, meskipun al-‘Aziz
sendiri pernah melarang pelaksanaansalat tarawih disemua masjid di Mesir [54] , hal itu
disebabkan agar tidakterjadi gejolak sosial antara pengikut beberapa mazhab dengan
pendapatyang berbeda-beda tentang pelaksanaan salat tersebut.Setelah memasuki priode
pemerintahan yang kedelapan, masapemerintahan al-Mustansir, barulah terjadi gejolak politik
dalampemerintahan dinasti ini, kekacauan politik terjadi dimana-mana,pertikaian antara orang
Turki, suku Berber, bani Hamdan dan pasukanSudan, lalu dilanjutkan dengan munculnya
perseteruan para pejabat tinggiistana dalam memperebutkan posisi wazir yang didukung oleh
kelompoktentara masing-masing. Hal ini disebabkan karena khalifah yang diangkatmasih
dibawah umur sehingga tidak bisa berkuasa penuh terhadappemerintahan dan hanya dijadikan
sebagai boneka oleh para wazirtersebu
BAB III KESIMPULAN

Dinasti Fatimiyah adalah dinasti yang dibangun atas dasarprotes politik terhadap kekuasaan pada
saat itu denganlegitimasi agama yaitu tuntutan Imamah sebagai penggantiRasulallah SAW.
Karena sebuah hadith al-aimmah min quraysh dengan keyakinan bahwa Ali ibn Abi Talib (suami
Fatimah al-Zahro putri Rasulallah) dan keturunannya sebagai pewariskekhalifahan / Nabi
Dinasti Fatimiyah adalah satu-satunya dinasti Shi’ah dalamIslam yang eksis selama kurang lebih
dua setengah abad danbisa bejaya melampaui capaian wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan
Islam terdahulu, dan telah memberi banyaksumbangan peradaban terhadap dunia Islam,
khususnya Mesir,karena pada masa Dinasti Fatimiyah ini, Mesir mengalamitingkat kemakmuran
dan vitalitas kultural yang mengungguliIrak dan Baghdad sebagai pusat kekuasaan Islam kala
itu.
Dalam segala aspek kehidupan secara umum, Dinasti Fatimiyahmemberikan kelonggaran kepada
semua orang untukmelakukan kegiatan sosial, keagamaan dan bahkan politik,meskipun disisi
lain dinasti ini mempunyai misi menanamkanpaham keagamaan, yaitu Shi’ah sekte Isma’iliyah
Sumbangan terbesar Dinasti Fatimiyah yang cukup signifikanadalah menyatukan Dunia Barat
dan Timur, karena letak Mesir(Iskandariyah) yang sangat strategis untuk tercapainya haltersebut.

Anda mungkin juga menyukai