Anda di halaman 1dari 12

1

FATIMIYAH : SEBUAH MODEL NEGARA ISMAILIYAH

Nyimas Ma’rifatillah
marifatillah95@gmail.com
Magister Studi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

ABSTRAK
Satu catatan sejarah Rasulullah SAW mengatakan “kuntu maulaahu fa Ali maulahu” (jika aku
adalah pemimpin, maka Ali adalah pemimpin, baiat/pengakuan Rasulullah SAW kepada Ali
bin Abi Thalib dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW di bukit Ghadirkhum (suatu bukit
perbatasan Makkah-Madinah), sekaligus embrio munculnya I’tikad pendukung Ali bin Thalib
yang militant, atau sering disebut Syiah. Banyak peristiwa politik Syiah yang bergulir hingga
zaman cucu Nabi Muhammad SAW yaitu Hasan dan Husain.
Kata Kunci : Dinasti Fathimiyah, Model Pemerintahan Dinasti Fathimiyah, Isma’iliyah

PENDAHULUAN
Dinasti Fathimiyah (909-1171) berdiri di Tunisia, adalah sebuah kekuasaan yang
muncul untuk kemerdekaan yang lebih awal para pemimpin Ali yang mengincar dinasti
Idrisiyah dan Humudiyah, syarif-syarif Maroko yang kekuasaannya diperkirakan bermula pada
1544, menelusuri garis keturunan mereka melalui al-Hasan, ke Ali dan Fathimiyah, tetapi
mereka cenderung ortodok.

Keortodokan Fathimiyah Maghrib beralih ke Tunisia pada tahun 945, Untuk


memperkuat kerajaan barunya, ‘Ubaidullah al-Mahdi mengakomodir orang-orang Barbar di
Afrika Utara sebagai kekuatan militer. Ia berhasil mempengaruhi orang-orang Barbar yang
sudah kecewa dengan Dinasti Aghlabiyah di Afrika Utara dan menjanjikan posisi yang baik
dan balasan yang memuaskan apabila mereka bergabung dengan Dinasti Fatimiyah.

Usaha ‘Ubaidullah al-Mahdi tidak sia-sia, orang-orang Barbar dengan berbagai


sukunya berhasil diajak bergabung dan membantunya menaklukkan Dinasti Aghlabiyah. Di
Kota Raqqadah bekas istana Aghlabiyah pemerintahan Ubaidullah al-Mahdi dimulai. Dari sini
kekuasaanya mulai meluas dari Afrika Utara, Maroko, Aljazair, Tunisia, Libia, Sisilia, dan
Malta berhasil jatuh dan tunduk di bawah kekuasaannya.

Pada tahun 969 M, Fatimiyah sudah memiliki kekuatan yang cukup besar, inilah
saatnya menakulkkan wilayah yang besar, strategis, dan memiliki pengaruh dan prestise, yaitu
2

Mesir. Saat itu, Mesir dipimpin oleh Dinasti Ikhsidiyah yang dipercayakan penguasa
Abbasiyah untuk bertanggung jawab di Mesir dan wilayah kota suci: Mekkah, Madinah, dan
Jerusalem. Dinasti Fatimiyah berhasil menaklukkan Dinasti Iksidiyah sehingga secara otomatis
tiga kota suci tersebut jatuh ke wilayah kekuasaan Fatimiyah. Setelah itu, mereka menjadikan
Kairo sebagai ibu kota kekhalifahan. Di akhir tahun 900-an M, dinasti ini menjadi sebuah
kekuatan adidaya, mereka menguasai sebagian besar dunia Islam, kekuasaan mereka
terbentang dari Maroko hingga Suriah. Saat inilah para orientalis menyebut bahwa Dinasti
Fatimiyah mencapai masa keemasan dan mempraktikkan nilai-nilai toleran antara umat
beragama. Namun kenyataannya, teloransi di masa Dinasti Fatimiyah hanyalah mitos belaka,
bahkan nilai-nilai toleran itu semakin buruk saat mereka berhasil menaklukkan Mesir.

Para orientalis menyebut masa itu sebagai masa toleransi semata-mata karena saat itu
populasi Yahudi dan Kristen semakin besar di dunia Islam. Mengapa kita katakan hal itu hanya
mitos? Berikut ini data-data sikap intoleran yang dipraktikkan Dinasti Fatimiyah, sekaligus
membantah klaim para orientalis tersebut. Orientalis berpendapat bahwa pada masa
Fatimimiyah pertumbuhan populasi Yahudi dan Kristen cukup besar dan orang-orang
Fatimiyah secara terbuka bekerja sama dengan orang-orang ahlul kitab ini.

Kita katakan, hal ini bukanlah hal yang baru dalam perjalanan sejarah umat Islam.
Dinasti Umayyah dan Abbasiyah juga terbuka dan profesional bekerja sama dengan orang-
orang non-Islam. Bahkan pada masa Abbasiyah hal itu sangat tampak kentara. Pemerintah
Abbasiyah terbuka mengundang orang-orang ahlul kitab, bahkan orang-orang pagan
(penyembah berhala) Yunani untuk memasuki Baghdad. Mereka dimanfaatkan oleh Abbasiyah
untuk membangun kejayaan umat Islam, disisi lain Syiah Fatimiyah sangat keras cara
pandangnya dengan kelompok Sunni, sehingga tidak diikutkan dalam etalase politik masa itu,
bisa disimpulkan corak Dinasti Fatimiyah sudah tergeser dari Monarki Absolut ke Semi
demokrasi-Konstitusional.

PEMBAHASAN
A. Dinasti Fatimiyah

Berdirinya dinasti Fatimiyah dilatarbelakangi oleh melemahnya dinasti Abbasiyah.


Kemudian, Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan dinasti Fatimiyah yang lepas dari kekuasaan
Abbasiyah pada tahun 909 M di Tunisia. 1 Pada awalnya dinasti ini hanya merupakan

1
K. Hitti, Philip. History Of The Arabs, PT Serambi Ilmu Semesta, 2014, 787.
3

sebuah gerakan keagamaan yang berkedudukan di Afrika Utara, dan kemudian berpindah
ke Mesir. Dinasti ini dinisbatkan kepada Fatimah Zahra putri Nabi Muhammad SAW dan
sekaligus istri Ali bin Abi Thalib RA, dan juga dinasti ini mengklaim dirinya sebagai
keturunan garis lurus dari pasangan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah Zahra binti
Rasulullah SAW. Namun masalah nasab keturunan Fathimiyah ini masih dan terus menjadi
perdebatan antara para sejarawan. 2 Pandangan para sejarawan muslim mengenai keaslian
dan keabsahan silsilah al-Syi’i keturunan Fatimah terbagi menjadi dua kelompok. Pertama,
beberapa sejarawan terkemuka yang mendukung keabsahan silsilahnya adalah Ibn al-
‘Atsir, Ibn Khaldun, dan al-Maqrizi. Kedua, kalangan yang menyangkal silsilah keturunan
itu, dan menganggap Sa’id sebagai penipu yang lihai diantaranya adalah Ibn Khallikan, Ibn
al-Idzari, al-Suyuthi, dan Ibn Taghri-Birdi. 3

Kebudayaan berkembang pesat pada masa dinasti Fathimiyah yang ditandai dengan
berdirinya Masjid Al-Azhar yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan ilmu
pengetahuan. Dinasti ini berakhir setelah Al-‘Adid, khalifah terakhir dinasti Fathimiyah
yang jatuh sakit.

Para khalifah dinasti Fatimiyah yang pernah berkuasa di Tunisia dan Mesir selama 202
tahun, diantaranya;

1. Ubaidillah Al-Mahdi (297-322 H/909-934 M),


2. Al-Qa’im (322-334 H/934-946 M),
3. Al-Manshur (334-341 H/946-953 M),
4. Al-Mu’iz (341-365 H/953-975 M),
5. Al-Aziz (365-386 H/975-996 M),
6. Al-Hakim (386-411 H/996-1021 M),
7. Al-Zahir (411-427 H/ 1021-1036 M),
8. Al-Muntashir (427-487 H/1036-1094 M),
9. Al-Musta’li (487-495 H/1094-1101 M),
10. Al-Amir (495-525 H/1101-1130 M),
11. Al-Hafiz (525-544 H/1130-1149 M),
12. Al-Zafir (544-549 H/1149-1154 M),

2
Artikel “Dinasti Fathimiyah : Sejarah Berdirinya hingga Runtuhnya”, Institut Agama Islam An-Nur Lampung,
https://an-nur.ac.id/dinasti-fathimiyah-sejarah-berdiri-hingga-
keruntuhannya/#:~:text=Sejarah%20berdirinya%20Dinasti%20Fathimiyah.&text=H%2F1171%20M%20yang%
20pada,bin%20Abi%20Thalib%20Radhiallahu%20anhu. Diakses 27 November 2022.
3
K. Hitti, Philip. History Of The Arabs, PT Serambi Ilmu Semesta, 2014,hlm 787.
4

13. Al-Fa’iz (549-555 H/1154-1160 M),


14. Al-‘Adid (555-567 H/1160-1171 M).4

a. Al-Mahdi (909-934 M)
Diantara penguasa Fathimiyah yang cakap adalah Al-Mahdi. Dua tahun
semenjak pengangkatannya, ia menghukum mati pimpinan propaganda yaitu Abu
Abdullah Al-Husain karena ia bersekongkol dengan saudaranya yang bernama
Abdul Abbas dengan suatu obsesi untuk merebut jabatan khalifah. Pada tahun 920
M, Khalifah Al-Mahdi membangun kota baru di pantai Tunisia dan meresmikannya
sebagai ibukota Fathimiyah. Kota ini disebut kota Mahdiniyah.
b. Al-Qa’im (934-946 M)
Setelah Al-Mahdi wafat, ia digantikan oleh putranya yang tertua bernama Abdul
Qasim dan bergelar Al-Qa’im. Al-Qa’im dikenal prajurit pemberani, hampir setiap
ekspedisi militer dipimpinnya sendiri secara langsung. Ia merupakan khalifah
pertama yang menguasai Laut Tengah. Al-Qa’im meninggal pada tahun 964 M dan
ia digantikan oleh putranya yang bernama Al-Manshur.
c. Al-Mu’iz (953-975 M)
Ketika Al-Manshur wafat, ia digantikan oleh putranya yang bernama Abu
Tamim Ma’ad sebagai khalifah dengan gelar Mu’iz Lidinillah. Banyak keberhasilan
yang dicapainya. Pertama kali ia mengadakan peninjauan ke seluruh penjuru
wilayah kekuasaannya untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Selanjutnya,
khalifah Mu’iz membuat program-program yang berorientasi kepada usaha
mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi rakyat.
Pada tahun 969 M, Jauhar berhasil menguasai Fustat tanpa perlawanan.
Kemudia ia membangun kota Fustat menjadi kota baru dengan nama Al-Qahirah
(Kairo). Semenjak tahun 973 M kota ini ditetapkan menjadi ibukota pemerintahan
dinasti Fathimiyah. Selanjutnya khalifah Mu’iz mendirikan masjid Al-Azhar.
Khalifah Mu’iz meninggal pada tahun 975 M, setelah memerintah selama 23 tahun.
Ia merupakan khalifah yang terbesar. Ia adalah pendiri dinasti Fathimiyah di Mesir
yang sebenarnya.
d. Al-‘Aziz (975-996 M)

4
Ensiklopedi Islam, Jilid 2, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm 4.
5

Al-‘Aziz menggantikan kedudukan ayahnya, Mu’iz Lidinillah sebagai khalifah.


Kemajuan dinasti Fathimiyah mencapai punccaknya pada masa pemerintahan
Mu’iz. Pembangunan fisik dan seni arsitektur merupakan simbol kemajuan pada
masa ini, yang tercermin pada banyaknya bangunan megah didirikan di kota Kairo.
Al-Aziz meninggal pada tahun 996 M dan sejak itu berakhir pula kejayaan dinasti
Fathimiyah.
e. Al-Hakim (996-1021 M)
Setelah Al-‘Aziz wafat, kekhalifahan digantikan oleh putranya yang bernama
Abu Al-Mansyur Al-Hakim. Ketika naik tahta ia berusia sebelas tahun. Oleh karena
itu, bertahun-tahun Al-Hakim berada dibawah pengaruh seorang gubernrnya yang
bernama Barjawan. Pada tahun 1306 M, ia menyelesaikan pembangunan Dar Al-
Hikmah sebagai lembaga penyebaran teologi Syiah dan sebagai pendukung
kemajuan kegiatan pengajaran.
f. Al-Zahir (1021-1036 M)
Al-Hakim digantikan oleh putranya yang bernama Abu Hasyim Ali, ia bergelar
Al-Zahir. Ia naik takhta pada usia enam belas tahun sehingga pusat kekuasaan
berada ditangan bibinya yang bernama Siti Al-Mulk. Sepeninggal bibinya, khalifah
Al-Zahir menjadi khalifah boneka ditangan menterinya. Pada masa pemerintahan
ini rakyat menderita kekurangan bahan pangan, harga barang tidak terjangkau oleh
rakyat. Kondisi ini disebabkan terjadinya musibah banjir terus menerus. Setelah
memerintah selama 16 tahun, Al-Zahir meninggal pada 1036 M.
g. Al-Muntashir (1036-1094 M)
Al-Zahir digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Tamim Ma’ad, ia bergelar
Al-Muntashir, masa pemerintahannya selama 59 tahun. Akan tetapi, justru pada
masa yang panjang ini kekuasaan Fathimiyah mengalami kemunduran secara
drastis. Sepeninggal Al-Muntashir pada tahun 1094 M, dinasti Fathimiyah dilanda
konflik dan permusuhan. Tidak seorang pun khalifah pasca Al-Muntashir yang
mampu mengendalikan kemerosotan dinasti ini.
h. Al-Musta’li (1094-1101 M)
Sepeninggal Al-Muntashir kemudian putranya yang termuda yang bergelar Al-
Musta’li menduduki takhta kekhalifahan. Setelah Al-Musta’li meninggal, anaknya
yang masih muda bernama Al-Amir Manshur dengan gelar Al-Amir dinobatkan
sebagai khalifah. Ketika Al-Amir menjadi korban pembunuhan politik, kemenakan
Al-Amir bernama Al-Hafiz memproklamirkan diri sebagai khalifah. Anaknya
6

bernama Abu Manshur Ismail, dengan gelar Al-Zafir menggantikan kedudukan


ayahnya. Al-Zafir meninggal pada tahun 1154 M.

Anak Al-Zafir yang masih kecil menggantikan kedudukan ayahnya dengan gelar Al-
Faiz, ia meninggal sebelum dewasa dan digantikan kemenakannya Al-‘Adid. Al-‘Adid
berusaha keras untuk mempertahankan kedudukannya dari serangan Raja Yerusalem. Dalam
keadaan yang kacau, datang Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, pejuang dalam Perang Salib.
Sultan Shalahuddin menurunkan Al-‘Adid dari jabatan khalifah Fathimiyah pada tahun 1171
M.5

B. Puncak Kejayaan Dinasti Fathimiyah

Dinasti Fathimiyah memasuki era kejayaan pada masa pemerintahan Abu Tamim
Ma’ad yang bergelar al-Mu’iz (953-975 M). Seperti pada keterangan diatas pada masa Al-
Mu’iz behasil menaklukkan Mesir dan memindahkan pemerintahan ke Mesir. Kemudian
dilanjutkan oleh khalifah setelahnya Al-‘Aziz. Wilayah kekuasaannya membentang luas
sehingga kekhalifahan Mesir tidak hanya menjadi lawan tangguh bagi kekhalifahan Baghdad,
tapi bisa dikatakan bahwa kekhalifahan itu telah menenggelamkan penguasa Baghdad 6, dan ia
berhasil menempatkan kekhalifahan Fathimiyah sebagai negara Islam terbesar di kawasan
Mediterania Timur.7 Sejak khalifah pertama dinasti Fathimiyah yaitu Al-Mahdi sampai pada
khalifah ke lima, Al-‘Aziz, pencapaian dibuktikan dengan perluasan wilayah hingga menuju
Atlantik.

Pada masa kejayaan Al-‘Aziz, rakyat merasakan kehidupan yang makmur dan
sejahtera. Indikatornya adalah banyaknya bangunan fisik seperti masjid, rumah sakit,
penginapan, jalan utama yang dilengkapi lampu dan pusat perbelanjaan. Pada masa ini pula
berkembang berbagai jenis perusahaan dan kerajinan seperti tenunan, keramik, perhiasan emas,
dan perak, peralatan kaca, ramuan, obat-obatan. Kesuksesan lainnya adalah dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan. Besarnya minat masyarakat kepada ilmu pengetahuan

5
Pulungan, J Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2017, 240-243.
6
Baca penjelasan tentang: Kekhalifahan Fathimiyah di Mesir, Puncak Kejayaan Dinasti Fathimiyah. K. Hitti,
Philip. History Of The Arabs, PT Serambi Ilmu Semesta, 2014, 791.
7
Sebelum kemunculan Daulah Fatimiyah di wilayah Afrika Utara dan kejayaan dalam menguasai sebagian
wilayah Laut Mediterania, Khalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan pernah melakukan beberapa serangan ke wilayah
tersebut. Namun, mereka mengalami kegagalan hingga akhirnya Laut Mediterania tetap dikuasai pihak penguasa
Kristen saat itu pada abad ke-7 M. Akan tetapi berbeda ceritanya, semenjak kehadiran dari Dinasti Fatimiyah,
yang mana upaya aneksasi dan invasi terus dilakukan oleh mereka hingga memunculkan ketegangan berupa
konflik di wilayah tersebut. Sumber Artikel : Dinasti Fatimiyah dan Perseturuan di Laut Mediterania Abad 10
M https://ibtimes.id/?p=57320, diakses 27 november.
7

mendapat dukungan penguasa dengan membangun Dar al-Hikmah pada tahun 1005 M dan
perguruan tinggi al-Azhar (yang sebelumnya adalah bangunan masjid), yang mengajarkan ilmu
kedokteran, Fiqh, Tauhid, Al-Bayan, Bahasa Arab, Mantiq, dan sebagainya. 8

Mayoritas khalifah Fathimiyah bersikap moderat dan penuh perhatian kepada urusan
agama nonmuslim. Selama masa ini, pemeluk Kristen Mesir diperlakukan secara bijaksana,
hanya Khalifah Al-Hakim yang bersifat agak keras terhadap mereka. Sebelumnya pemeluk
agama Kristen tidak pernah merasakan kemurahan dan keramahan melebihi sikap
pemerintahan muslim. 9

C. Kemunduran Dinasti Fathimiyah

Ada beberapa faktor penyebab kemunduran dinasti Fathimiyah yang disimpulkan


dalam beberapa keterangan sejarah, diantaranya :

1. Figur khalifah yang lemah


Khalifah yang dianggap figur yang lemah disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
diangkat sebagai khalifah diusia yang masih muda dan belum berkompeten dalam hal
kepemimpinan. 10 Diantaranya, khalifah Al-Hakim naik takhta ketika usia sebelas tahun,
khalifah Al-Zhahir berusia enam belas tahun menggantikan ayahnya, kemudian Al-
Muntashir yang berusia sebelas tahun menggantikan ayahnya sebagai khalifah 11 dan
khalifah-khalifah setelahnya yang juga diangkat dalam usia muda. Usia muda menjadi
salah satu faktor kesewenangan dalam kebijakan sebagai pemimpin dan tidak
diimbangi dengan kompetensi yang cukup.
2. Perebutan kekuasaan di tingkat istana
Setelah kepemimpinan Al-‘Aziz peran para menteri mondominasi sebagai akibat dari
diangkatnya enam khalifah diusia yang muda. Mengakibatkan peranan wazir menjadi
sangat penting dan kompetitif sehingga perebutan kekuasaan antar wazir tidak
terhindarkan lagi. Konflik yang terjadi semakin melemahkan kekuasaan khalifah
Fathimiyah. Demikian juga pada masa Al-‘Adid juga terjadi pertentangan, terutama

8
Artikel “Dinasti Fathimiyah : Sejarah Berdirinya hingga Runtuhnya”, Institut Agama Islam An-Nur Lampung.
9
Pulungan, J Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2017, 243.
10
Ibid, 244.
11
Dalam buku “History of the Arabs”, Philip K. Hitti, menjelaskan bahwa kemunduran dinasti Fathimiyah
dimulai dari Al-Hakim sebagai ganti khalifah sebelumnya, h. 792. Dalam buku “Sejarah Peradaban Islam”,
Akhmad Saufi dkk, bahwa kemunduran Dinasti Fathimiyah dimulai dari Al-‘Aziz, h. 279.
8

perebutan wazir antara Syawar dan Dirgham. Akan tetapi, dari pertentangan inilah
secara berangsur-angsur dinasti Fathimiyah mengalami kehancurannya.
3. Konflik di tubuh militer
Pada masa Khalifah Al-Muntashir, di masa ini kekuasaan dinasti Fathimiyah merosot
tajam. Tentara professional betul-betul tidak bisa dikendalikan sang khalifah.
Kelompok militer yang terdiri dari orang Turki, Sudan, Barbar dan Armenia bersaing
sengit dan terkadang terjadi pertempuran diantara mereka.
4. Bencana alam yang berkepanjangan
5. Keterlibatan nonmuslim dalam pemerintahan
D. Mengenal Syiah Ismailiyah

Ismailiyah adalah salah satu kelompok sekte Syiah. Ismailiyah muncul pada awal abad
ke 2 H/8 M kemudian bercabang-cabang dan terbagi menjadi beberapa kelompok.
Ismailiyah seperti kelompok Syiah Al-Imamiyah Al-Itsna Asyariyah (Syiah 12 Imam)
meyakini akan pentingnya imamah. Namun, Ismailiyah berbeda dengan Syiah Imamiyah
dalam hal silsilah para imam setelah Imam Ja’far Ash-Shadiq. Mereka mengakui putranya
yang bernama Ismail sebagai imam dan menisbatkan mereka kepadanya sehingga
dinamakan Ismailiyah12.

Penganut Ismailiyah berkeyakinan bahwa imam setelah Ja’far adalah Muhammad bin
Ismail, karena Ja’far mengangkat pertama kali Ismail sebagai penggantinya. Ketika Ismail
telah meninggal, saat sang ayah masih hidup, maka imam tetap dipegang oleh
keturunannya, sehingga Muhammad bin Ismail adalah sang imam. Mereka tidak menerima
imam Musa yang diakui oleh mayoritas penganut syiah13.

Ibnu Hazm dan Asy-Syahrastani menyebutkan bahwa Ismailiyah menggunakan takwil


khusus dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam aturan Mazhab Ismailiyah, makna-
makna lahir Al-Qur’an dan syariah berbeda dengan makna batinnya. Ini bukan berarti
mereka mengabaikan makna lahir, tetapi mereka meyakini adanya akidah lahir dan batin
secara bersamaan.

Kalangan mayoritas penganut Ismailiyah pertama bahwa Muhammad bin Ismail adalah
ima ketujuh dari periode keenam, yaitu periode nabi Muhammad bin Abdullah. Ini berarti

12
Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir, Ensiklopedi Aliran dan Mazhab di Dunia Islam, Pustaka
Alkautsar, Jakarta Timur, 37.
13
Firaq Asy-Syi’ah, karya Hasan An-Nubakhti, tahqiq: Reitz, Istanbul, 1931, hal. 58, Kitab Al-Maqalat wa Al-
Firaq, karya Sa’ad bin Abdullah Al-Qummi, tahqiq Muhammad Jawwad Masykur, Teheran, 1963, 80-81.
9

bahwa Muhammad bin Ismail telah memperlihatkan kepada semuanya hakikat-hakikat


tersembunyi yang dititipkan dalam risalah sang pembicara Islam dan syariat-syariat para
nabi terdahulu yang dikenal dengan ulul azmi. Sebagian penganut Ismailiyah meyakini
imamahnya Ismail, kemudian imamah putranya Muhammad. An-Nubakhti menyebutkan
bahwa Al-Khatbiyah mengangap Muhammad bin Ismail masih hidup dan tidak meninggal.
Ia menghilang dan bersembunyi di negeri Romawi. Ia adalah seorang yang bertugas dan
mendapat petunjuk atau Imam Mahdi. 14

E. Bentuk Pemerintahan Fatimiyah Model Negara Ismailiyah


Dinamika pemerintahan Dinasti Fathimiyah ini tergolong rumit, otoritas
kekuasaan monarki –absolut (adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara atau
pemerintahan yang dikepalai oleh raja, ratu, syah atau kaisar) yang kewenangannya
tidak terbatas. dikatakan demikian karena dalam perhelatan kekhalifahan mulai dari
Ubaidlillah Al Mahdi hingga Al Adid masih satu garis keturunan, sistem monarki sarat
dengan otoriter, sebab otoritas pemerintahan ada pada kebijakan khalifah, bukti empiris
kesuksesan kebijakan ini diantaranya; Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Inggris dan
lain sebagainya, negara nya terindikasi maju dan makmur juga berperadaban tinggi.
Dinasti Fathimiyah mengalami kesuksesan puncaknya pada periode Mesir,
terutama pada masa kepemimpinan al-Muiz, al-Aziz, dan al-Hakim. Al- Aziz yang
paling berperan penting dalam membangun beberapa sektor pemerintahan,
kebudayaan, politik, keilmuan dan kesusastraan, ekonomi, dan sosial. Mesir senantiasa
berada dalam kedamaian dan kemakmuran rakyatnya karena keadilan dan
kedermawanan Khalifah, nama sang Khalifah selalu disebut-sebut di sepanjang wilayah
kekuasaannya yang membentang dari Atlantik hingga laut merah. Pada masa ini terjadi
perluasan wilayah dan pembangunan dalam kerajaan dan wilayah kerajaan, istananya
bisa menampung 30.000 tamu, masjidnya sangat megah, akses perhubungan lancar, dan
keamanan terjamin baik dari sektor industri, pertanian, perdagangan maupun industri
sesuai dengan perkembangan teknologi pada waktu itu.
Namun, semenjak Khalifah yang dianggap figur melemah disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya diangkat sebagai khalifah diusia yang masih muda dan belum
berkompeten dalam hal kepemimpinan, diantaranya; khalifah Al-Hakim naik takhta
ketika usia sebelas tahun, khalifah Al-Zhahir berusia enam belas tahun menggantikan
ayahnya, kemudian Al-Muntashir yang berusia sebelas tahun menggantikan ayahnya

14
An-Nubakhti, Hasan. Firaq Asy-Syi’ah, tahqiq: Reitz, Istanbul, 1931.
10

sebagai khalifah, ini kemudian kemrosotan yang tajam merubah sistem pemerintahan
dari Monarki Absolut ke Sistem Parlementer.
Beberapa faktor pemerintahan di zaman Dinasti Fathimiyah;
1. Kedudukan dan Fungsi Pimpinan Negara
Pada masa pemerintahan Dinasti Fathimiyah, kedudukan khalifah sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan, khalifah
menunjuk seorang menteri untuk membantu menjalankan pemerintahan, namun
demikian, ada dua fase mengenai peran menteri dalam Pemerintahan Dinasti
Fathimiyah, yaitu fase konsolidasi berupa khalifah memiliki kekuasaan penuh (absolut)
dalam mengambil kebijakan dalam rangka menjalankan pemerintahan. Fase kedua
yaitu fase parlementer yaitu suatu fase peran menteri menentukan kebijakan (fase ini
suksesi kepemimpinan ditentukan oleh menteri).
Misal proses suksesi kepemimpinan setelah khalifah Muntashir meninggal dunia.
Sebelum Khalifah Muntashir meninggal dunia pada tahun 487H/1094M, dia merasa
bahwa ajalnya telah dekat dan dia berfikir untuk memproklamirkan anaknya yang
paling tua, Nizar untuk menjadi putera Mahkota. Namun demikian, menterinya Afdhal
putera Hadr Al Jamali, menunda proklamasi ini dan mempercepat untuk menyatakan
hormat kepada kemenakannya, Ahmad yang bergelar Musta’li. Pemimpin Gadhi
(hakim) dan pejabat tinggi lanilla dan beberapa anggota keluarga Fathimiyah mengikuti
calon menteri. Bersama dengan beberapa sanak keluarga dan pendukung-
pendukungnya, Nizar pergi ke Iskandariyah dimana dia mendapat bantuan militer dari
gubernur setempat, tetapi ia dikalahkan dengan segera dibunuh.
Hal tersebut sebagai fakta betapa dominannya pengaruh seorang menteri dalam
pemerintahan pada dinasti Fathimiyah pada fase ini, oleh karena itu fase ini dinamakan
fase parlementer.
2. Struktur Negara
Struktur Negara yang ada pada Dinasti fathimiyah terdiri dari pemerintahan pusat yang
dipimpin oleh Khalifah dan jajarannya dan pemerintah daerah yang dipimpin oleh
seorang gubernur. Pemerintahan opusat berkantor di Kairo sedangkan pemerintahan
daerah diantaranya meliputi Syiria, Turki, Palestina, Afrika Utara.
3. Asas Negara
Asas dasar negara pada masa Dinasti Fathimiyah, menurut penulis adalah bedasarkan
hukum Islam. Hal ini dapat dilihat adanya penerapan hukuman ta’zir dan hudud. Dalam
11

hal ini, muhtasib yang berkewajiban dan diberi otoritas untuk menjatuhkan hukuman
ta’zir, meskipun hudud tidak berada di bawah mandatnya secara langsung.

KESIMPULAN
Topik pembahasan Dinasti Fathimiyah sangat dinamis, beragam model kebijakan
pemerintahan Ubaidillah Al-Mahdi (297-322 H/909-934 M) hingga Al-‘Adid (555-567
H/1160-1171 M). Hanya pada era Al Muiz dinasti Fatimiyah berkembang dan berorientasi pada
perwujudan kesejahteraan rakyat, termasuk peninggalannya nama kota besar yang menjadi
pusat peradaban dunia akademik Islam Modern, Kairo.

Adapun kemundurannya, diantaranya adalah faktor;

1. Figur khalifah yang lemah


2. Perebutan kekuasaan di tingkat istana
3. Konflik di tubuh militer
4. Bencana alam yang berkepanjangan

Sehingga dalam era Fathimiyah ini terdapat dua fase model pemerintahan, monarki Absolut
ke sistem parlementer. Ini disesuaikan dengan keadaan khalifah Al Hakim hingga Az Zahir
karena dipimpin khalifah yang masih terlalu muda.

Adapun kejayaannya, Dinasti Fathimiyah memasuki era kejayaan pada masa


pemerintahan Abu Tamim Ma’ad yang bergelar al-Mu’iz (953-975 M). Seperti pada
keterangan diatas pada masa Al-Mu’iz behasil menaklukkan Mesir dan memindahkan
pemerintahan ke Mesir. Kemudian dilanjutkan oleh khalifah setelahnya Al-‘Aziz. Wilayah
kekuasaannya membentang luas sehingga kekhalifahan Mesir tidak hanya menjadi lawan
tangguh bagi kekhalifahan Baghdad, tapi bisa dikatakan bahwa kekhalifahan itu telah
menenggelamkan penguasa Baghdad, dan ia berhasil menempatkan kekhalifahan Fathimiyah
sebagai negara Islam terbesar di kawasan Mediterania Timur. Sejak khalifah pertama dinasti
Fathimiyah yaitu Al-Mahdi sampai pada khalifah ke lima, Al-‘Aziz, pencapaian dibuktikan
dengan perluasan wilayah hingga menuju Atlantik.

PENUTUP
Sejarah Fathimiyah memiliki parameter yang cukup panjang, merupakan salah satu
warisan yang ikut berkontribusi dalam dunia Islam terlebih basis intelektual-akademik sebagai
embrio Al Azhar, Kairo, sebagai barometer pendidikan Islam dunia. Tentu dalam kaitanya data
dan informasi mengenai ini yang penulis hadirkan kepada pembaca bukanlah satu-satunya
12

refrensi yang harus diketahui, namun masih lingkup umum. Variable dan teks-teks lain yang
belum kami temukan sangat mungkin terjadi, maka kritik dan saran akan kami butuhkan demi
menunjang tulisan-tulisan selanjutnya, sekian terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Artikel Jurnal, Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian Pembentukan


dan Perkembangannya, Nuraini H. A. Manan Dosen Tetap pada Fakultas Adab
dan Humaniora Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh – Indonesia.

Artikel “Dinasti Fathimiyah : Sejarah Berdirinya hingga Runtuhnya”,


Institut Agama Islam An-Nur Lampung, https://an-nur.ac.id/dinasti-fathimiyah-
sejarah-berdiri-hingga-
keruntuhannya/#:~:text=Sejarah%20berdirinya%20Dinasti%20Fathimiyah.&text=H%
2F1171%20M%20yang%20pada,bin%20Abi%20Thalib%20Radhiallahu%20anhu.
Diakses 27 November 2022.

Artikel, Dinasti Fatimiyah dan Perseturuan di Laut Mediterania


Abad 10 M https://ibtimes.id/?p=57320, diakses 27 november 2022.

Saufi, Akhmad dkk. Sejarah Peradaban Islam, I, Penerbit CV Budi Utama. Oktober, 2015.

Suhail Thaqussy, Muhammad. Bangkit dan Runtuhnya Daulah Fathimiyah, ii, Pustaka Al
Kautsar, Jakarta, 2018.

“Sistem Politik Pemerintahan Dinasti Fatimiyah”, oleh: Duscik Ce’olah, Makalah Hukum
Islam, 9 Jul 2012, https://berlinang.wordpress.com/2012/07/09/sistem-politik-pemerintahan-
dinasti-fathimiyah-oleh-duscik-ceolah/ diakses 4 Desember 2022.

Pulungan, J Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2017, 240-243.

K. Hitti, Philip. History Of The Arabs, PT Serambi Ilmu Semesta, 2014, 787.

Kekhalifahan Fathimiyah - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses 4


Desember.

Anda mungkin juga menyukai