1. Pendahuluan
Islam masuk Mesir pada masa pemerintahan Umar ibn Khathab ketika itu Amr
ibn Ash disuruh Khalifah membawa tentara Islam untuk mendudukinya karena dari
segi geografis Palestina yang berbatasan langsung dengan Mesir tidak akan aman
tanpa menduduki Mesir, sementara Palestina ketika itu sudah dapat ditaklukkan
tentara Islam.
Setelah menduduki daerah Mesir, Amr ibn Ash langsung diangkat menjadi
gubernurnya (632-550) dan menjadikan Fustah (dekat Cairo) sebagai ibu kotanya.
Selanjutnya, Daulah Islamiyah silih berganti menduduki Mesir, antara lain, Daulah
Umayyah, Daulah Abbasyiyah, Daulah Fathimiyah (909-1171), yang ditandai dengan
berhasilnya Jauhar al-Katib (Panglima Besar) Khalifah Muiz Lidinillah mendirikan
Universitas tertua di dunia ‘Al-Azhar’ pada tahun 972 M, Daulah Ayyubiyah (1174-
1250) yang ditandai dengan datangnya serangan tentara Perang Salib (1096-1273) ke
Mesir, Daulah Mamluk (1250-1517) yang ditandai dengan berhasilnya Daulah
Mamluk di bawah pimpinan Khalifah Baybas (1260) membendung serangan Mongol
yang hendak menguasai Mesir. Pada masa selanjutnya Mesir menjadi bagian dari
Kerajaan Turki Usmani.
Abad Modern, Mesir berada di bawah penjajahan Barat, pada tahun 1798
tentara Napoleon mendarat di Mesir, tanpa mendapat perlawanan yang berarti dari
Umat Islam. Inggris mulai campur tangan dalam pemerintahan Mesir pada tahun1882
dan Mesir merdeka dari Inggris pada tahun 1922.
2. Pembentukan Pemerintahan
Menjelang akhir abad ke-10 kondisi Daulah Abbasyiyah di Baghdad mulai
melemah karena daerah kekuasaannya yang luas sudah tidak dapat terkonsolidasikan
lagi atau tepatnya memasuki masa disintegrasi. Kondisi seperti ini membuka peluang
bagi munculnya Daulah-Daulah kecil di daerah-daerah yang membebaskan diri dari
pemerintahan pusat, terutama bagi gubernur dan khalifahnya yang sudah memiliki
tentara sendiri. Di antaranya adalah Daulah Fathimiyah.
1
Sewaktu terjadi pengejaran besar-besaran terhadap orang-orang Syi’ah pada
masa Khalifah al-Hadi, Imam Idris Ibn Abdullah dan pengikut-pengikutnya berhasil
melarikan diri ke Maroko dan mendirikan Daulah Idrisiyah disana pada tahun 172 H.
Imam Abdullah As-Syi’i (Imam Syi’ah) termasuk orang yang hendak ditangkap tentara
Daulah Abbasyiyah sehingga dia melarikan diri dari Baghdad dan berhasil sampai ke
desa Salmajah dekat Syiria dan menetap di sana. Kemudian dia menjadikannya
sebagai markas dakwah orang-orang Syi’ah. Tidak lama menetap di Salmajah dia
melanjutkan perjalanannya sampai ke Maroko.
Pada mulanya pusat ibu kota Daulah Fathimiyah adalah di Maroko agar
mereka terbebas dari pengejaran Daulah Abbasyiyah yang menjadi musuh mereka
karena letak Maroko jauh dari jangkauan Baghdad sehingga Khalifah Daulah
Abbasyiyah Baghdadpun tidak bisa berbuat apa-apa. tetapi setelah kuat mereka
kemudian pindah ke Mesir untuk mempermudah pengaruh ke timur dan barat karena
letak Mesir berada di antara keduanya, lebih dari itu mereka ingin membebaskan
kawasan ini dari kekuasaan Daulah Abbasyiyah.
Daulah ini diberi nama “Fathimiyah” karena dibangsakan kepada Fatimah putri
Rasulullah Saw, sebab mereka mengaku masih keturunan Nabi Muhammad Saw
melalui Ali dan Fatimah dari keturunan Isma’il anak Ja’far al-Shadiq. Mereka adalah
sekte Syi’ah Isma’iliyah. Daulah yang didirikan oleh Ubaidillah Al-Mahdi ini berkuasa
selama lebih kurang 262 tahun (909-1171 M) diperintah oleh 12 orang Khalifah. Masa
pemerintahan Khalifah-Khalifah itu dapat dibagi kepada tiga periode yaitu masa
pertumbuhan, masa kejayaan dan kemajuan kemudian masa kemunduran.
2
- Al-Mansur (946-953 M)
Pada masa ini ibu kota Daulah Fathimiyah masih berada di Moroko. Tidak lama
setelah berdiri Daulah Fathimiyah di Maroko (909 M) maka Abdurrahman III yang
memerintah Daulah Umyyah di Spanyol (921-961 M) tidak mau lagi memakai gelar
Sultan karena itu dia memproklamirkan diri pula memakai gelar Khalifah di Cordova
setelah memahami kelemahan Khalifah Abbasyiyah di Baghdad.
Oleh sebab itu pada waktu yang bersamaan terdapat tiga Khalifah di dunia
Islam, yakni:
Usaha kedua, Pada tahun 1009M/307 H, enam tahun kemudian, Khalifah Al-
Mahdi dari Daulah Fathimiyah kembali mengirim pasukan di bawah pimpinan Abu Al-
Qasim, dia juga berhasil menaklukkan kota Iskandariyah dan Al-Jarirah, tetapi Daulah
Abbasyiyah mengirim pasukan besar lagi di bawah pimpinan Muannis Al-Khadam,
iapun berhasil mengalahkan tentara Daulah Fathimiyah dan membakar kapal-kapal
mereka. Pasukan Daulah Fathimiyah terpaksa mundur kembali ke Maroko.
Usaha ketiga pada tahun 933 M/321 H Khalifah Al-Mahdi kembali mengirim
pasukan di bawah pimpinan Al-Jaisy ibn Ahmad Al-Maghribi. Khalifah Daulah
Abbasyiyah mengirim pasukan lagi di bawah pimpinan Ahmad ibn Thunghuj.
3
Pertempuran sengit kembali terjadi antara dua pasukan tersebut selama tiga tahun,
dalam pada itu Khalifah Ubaidillah Al-Mahdi meninggal dan digantikan anaknya Al-
Qasim. Al-Qasim sebagai Khalifah kedua Daulah Fathimiyah mengirim pasukan
tambahan tetapi Daulah Ikhsyad yang pernah berkuasa di Mesir berpihak kepada
Daulah Abbasyiyah dan membantunya untuk mengalahkan tentara Daulah
Fathimiyah sehingga pasukan tentara Daulah Fathimiyah kalah dan mereka terpaksa
mundur lagi ke Maroko.
Setelah Al-Muiz Lidinillah naik tahta pada tahun 953 M/341 H, dia berusaha
mengokohkan kedudukannya sebagai Khalifah keempat Daulah Fathimiyah.
Untuk itu, dia mengamankan seluruh wilayah kekuasaannya dari kekacauan-
kekacauan yang selama ini terjadi, hal itu berlangsung selama 17 tahun. Setelah
situasi dalam negeri aman memberi kesempatan kepadanya untuk menyerang
dan merebut Mesir dari Daulah Abbasyiyah.
4
Pada tahun 970 M/358 H Al-Muiz Lidinillah mengerahkan pasukan dalam
jumlah besar di bawah Panglimanya Abu Hasan Al-Jauhar dan barulah kali ini
mereka berhasil menguasai Mesir pada bulan Jumadil Awwal 359 H/971 M
kemudian Jauhar pergi ke masjid Ibn Tulun dan menyuruh muazzin menyuarakan
azan Syi’ah, yaitu “Haiya ‘ala kharil ‘amal”. Itulah azan pertama orang Syi’ah di
Mesir.
Faktor keberhasilan Al-Muiz Lidinillah dalam merebut Mesir kali ini karena
dia lebih dulu mengamankan wilayah kekuasaannya sehingga dia berada dalam
situasi benar-benar kuat kemudian baru dia melakukan penaklukan untuk
merebut Mesir, juga ditentukan oleh sosok pribadinya yang cemerlang. Pada
masa Khalifah Al-Muiz Lidinillah Daulah Fathimiyah mengalami kemajuan pesat.
Dia melakukan perluasan wilayah Daulah Fathimiyah sampai ke negeri Syam
(Syiria) dan Palestina, juga namanya disebut di atas mimbar di negeri Hijaz
Makkah Madinah) sebagai lambang dari kekuatan Daulah Fathimiyah ketika itu.
5
banyak kemajuan dan kecemerlangan untuk masyarakat Mesir walaupun tidak
dapat menyaingi kecemerlangan Baghdad dan Spanyol.
6
perpustakaan juga mempunyai peranan penting dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Oleh karena itu pada masa pemerintahan Hakim Biamrillah dia sudah
membangun perpustakaan “Darul Hikmah” dan menugaskan kepada para ilmuan
baik di bidang ilmu naqli maupun ilmu aqli untuk mengelola perpustakaan
tersebut. Di dalamnya dilengkapi buku-buku karangan para ilmuan ternama
untuk ditela’ah dan dikaji. Semua orang diizinkan memanfa’atkannya. Diskusi-
Diskusi diadakan secara rutin yang dihadiri oleh Khalifah Al-Hakim dan AlHakim
membagi-bagikan hadiah kepada mereka.
Dengan demikian, persaingan secara positif dan sportif dari tiga kerajaan
Islam tersebut di atas untuk memajukan kekuasaan masing-masing turut serta
menjadi pendukung dan faktor tersendiri bagi kemajuan dan kecemerlangan
perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, karena hal itu membangkitkan
semangat yang dinamik dan enerjik.
Belajar dari tiga Khalifah Islam tersebut dapat diketahui bahwa kemajuan
ilmu pengetahuan dan kecemerlangan peradaban di daerah manapun akan dapat
tercapai jika didukung oleh Kepala Pemerintahan (Presiden, gubernur, bupati)
dan disediakan atau dialokasikan dana atau biaya yang benar-benar memadai
dari pemerintah bersangkutan.
5. Kemajuan Ekonomi
Kemajuan ilmu pengetahuan dapat tercapai karena didukung oleh kemajuan
ekonomi. Suatu negara. Maka Daulah Fathimiyah menggali sumber pemasukan
ekonomi negara dari berbagai bidang, di antaranya;
1) Pajak
Mesir dikenal sebagai negara yang kaya dari hasil-hasil pertanian karena
tanah-tanah di lembah sungai Nil sangat subur. Maka pajak dari hasil pertanian
tersebut turut serta menjadi sumber pemasukan keuangan negara. Sumber
pemasukan lain juga diperoleh dari pajak hasil binatang ternak karena Mesir juga
kaya dengan binatang ternak seperti kibas, kambing dan unta. Pajak yang
dipungut oleh Perdana Menteri Ya’qub ibn Keles memperoleh hasil yang luar
biasa. Untuk pajak kawasan “Fustah” saja berkisar antara 120.000-500.000 dinar
perharinya. Demikian juga pajak kota Dimyat lebih dari 200.000 dinar per-
harinya. Hal tersebut belum pernah terjadi di Mesir sebelumnya.
2) Al-Jawali/Jizyah
Adapun yang dimaksud dengan Al-Jawali atau Jizyah adalah pungutan yang
diwajibkan kepada orang-orang kafir Zimmi yang tinggal di wilayah Islam yang
merdeka lagi baligh, tetapi tidak diwajibkan kepada wanita dan anak-anak kecil.
Sebagai gambaran, hasil yang diperoleh dari system Jawali ini, dapat dilihat pada
jumlah Jawali tahun 587 M mencapai 30.000 dinar.
3) Al-Makus
6. Masa Kemunduran
Pada masa kemunduran ini berada di bawah enam Khalifah, yaitu:
o Al-Zafir (1021-1036 M).
o Al-Mustansir (1035- 1094 M),
o Al-Musta’li (1094-1101 M),
o Al-Amir (1101-1130 M),
o Al-Hafiz (1130-1149),
o Al-Zafir (1149-1154 M),
o Al-Fa’iz (1154- 1160 M) dan
o Al-Adid (1160-1171 M).
9
Fathimiyah ini sepeninggal Khalifah Al-Hakim para Khalifah yang dilantik sesudahnya
mereka telah tenggelam dalam kemewahan hidup sampai Khalifah terakhir Al-Adid
(1160-1171 M).
Faktor luar karena mereka mengancam rakyat untuk menganut faham Syi’ah
yang menjadi mazhab mereka maka gubernur Iskandariyah Ibn Al-Silar menyerbu ke
Kairo pada saat itu menteri dijabat Najamuddin ibn Mishal. Terjadi bentrok dan
peperangan di antara dua pasukan tersebut. Demikianlah terjadi silih berganti
perebutan kekuasaan, anehnya setiap terjadi bentrok masing-masing minta bantuan
kepada musuh.
Pada tahap ini terjadi perjanjian antara pasukan Asaduddin dengan pasukan
Salib untuk sama-sama menarik diri dari Mesir. Tetapi setahun kemudian orang Salib
membatalkan perjanjian tersebut. Maka Nuruddin kembali mengirim bantuan tentara
dalam jumlah besar di bawah pimpinan Salahuddin al-Ayyubi. Dia dapat memukul
mundur pasukan tentara Salib dari Mesir. Pasukan tentara Salib melarikan diri ke
Syam. Untuk jasanya itu dia diangkat menjadi menteri besar di Mesir.
10