Anda di halaman 1dari 19

BAB III

SEJARAH DINASTI AYYUBIYAH

A. Kondisi Mesir Sebelum Berdirinya Dinasti Ayyubiyah


Sebelum Shalahuddin al-Ayyubi hadir di Mesir, Mesir merupakan wilayah
kekuasaan Kerajaan Syi’ah (Dinasti Fatimiyyah).1 Dinasti ini mengklaim bahwa mereka
adalah keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Zahra binti Rasulullah Saw. Dinasti
Fatimiyyah saat itu merupakan tandingan Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Pada masa
Pemerintahan Fatimiyyah ini, Mesir penuh dengan pertikaian yang terjadi di dalam negeri
maupun persaingan antar kelompok, kelaparan, wabah penyakit merajalela dan menyerap
segala kekuatan.2
Kekhalifahan Dinasti Fatimiyyah tidak mempunyai pengaruh apapun, justru
pengaruh kekuasaan ada di tangan para menteri dan panglima. Akibatnya, telah terjadi
beberapa kali pembantaian demi menduduki jabatan sebagai Menteri Dinasti Fatimiyyah.
Karir politik Shalahuddin dimulai pada tahun 560 H/1164 M. Hal ini terlihat ketika
pertama kali Shalahuddin pergi ke Mesir mendampingi pamannya yang mendapat tugas
dari Gubernur Suriah yang bernama Nuruddin Zanki. Ketika itu, kekuasaan ada pada
khalifah terakhir Dinasti Fatimiyyah yang bernama Khalifah Al-Adid yang meminta
bantuan kepada Sultan Nuruddin untuk mengirimkan pasukannya melawan tentara Salib.
Lalu, Asaduddin Syirkuh didampingi oleh Shalahuddin al-Ayyubi beserta 6.000 pasukan
bala tentaranya pun turun untuk bergerak menuju Mesir.3
Sebelum bergerak menuju Mesir, Asaduddin Syirkuh memenuhi segala kebutuhan
bala tentaranya dengan terlebih dahulu memberikan dua puluh dinar kepada setiap
prajuritnya. Pertempuran kali ini pun dimenangkan oleh pasukan Asaduddin yang tentu
saja membuat Khalifah Al-Adid merasa senang sekaligus juga bangga. Namun di sisi yang

1
Dinasti Fatimiyyah pada awalnya merupakan sebuah gerakan keagamaan yang berkedudukkan di
Afrika Utara, kemudian pindah ke wilayah Mesir.
2
Lilik Rochmad Nurcholisho, Op.cit, hlm. 15.
3
Hamka Amir, Sejarah Sang Pembebas Kota Suci: Salahuddin al-Ayyubi, http://hamka-
media.blogspot.com/2013/09/sejarah-sang-penakluk-kota-suci.html (diunduh 26 Agustus 2015, pukul 10.49
WIB).
lain, pencapaian yang diraih oleh Asaduddin ini telah membuat iri Wazir Fatimiyyah yang
bernama Syawar.
Tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 563 H / 1167 M, Nuruddin Zanki
menugaskan kembali Asaduddin Syirkuh beserta Shalahuddin untuk menaklukkan Mesir.
Hal ini dilakukan karena Syawar telah mengadakan perjanjian dengan Amuray yang
merupakan Panglima Tentara Salib. Nuruddin Zanki memandang bahwa perjanjian
tersebut bisa membahayakan posisi Suriah dan umat Islam pada umumnya.
Pasukan Asaduddin dan Shalahuddin pun bergerak cepat hingga bisa memasuki
Iskandariyah. Pertempuran sengit pun tidak bisa dielakkan lagi yang melibatkan Pasukan
Salib dan Pasukan Asaduddin-Shalahuddin. Tentara Salib mengepung posisi Asaduddin
dan Shalahuddin yang telah memasuki wilayah Iskandariyah melalui jalur darat dan laut.
Meskipun telah terkepung, Pasukan Asaduddin dan Shalahuddin masih bisa
mempertahankan diri. Hingga pada akhirnya pertempuran ini diakhiri dengan perjanjian
damai yang isinya antara lain Asaduddin dan Shalahuddin kembali ke Suriah, Amuray
kembali ke Yerussalem, dan Iskandariyah diserahkan kepada Syawar.
Dua tahun kemudian, Asaduddin beserta Shalahuddin kembali ke Mesir untuk
membantu kaum Muslimin yang ada di wilayah tersebut dari serbuan Pasukan Salib untuk
kesekian kali. Khalifah Al-Adid pun menyambut baik kedatangan pasukan dari Suriah.
Sebaliknya, Syawar justru merasa tidak senang dengan kedatangan pasukan dari Suriah
yang mendapat sambutan baik dari Khalifah Al-Adid.4 Kali ini, keberanian dan kekuatan
pasukan Asaduddin-Shalahuddin dapat memukul mundur pasukan Salib. Karena hal ini,
nama Shalahuddin al-Ayyubi pun semakin mendapat tempat dihati rakyat Mesir.
Keberhasilan pasukan Suriah mengusir Pasukan Salib membuat Khalifah Al-Adid
senang hingga memutuskan untuk memberi imbalan berupa jabatan sebagai perdana
menteri kepada Asaduddin Syirkuh yang sebelumnya telah ditinggalkan oleh Syawar.
Asaduddin pun menjabat sebagai perdana menteri hanya selama dua bulan lima hari 5

4
Syawwar yang tidak senang terhadap kehadiran Shalahuddin beserta pamannya, berencana untuk
membunuh Shalahuddin, Asaduddin, dan khalifah Al-‘Adid Billah untuk mengakhiri jabatan khalifah beliau.
Namun rencana Syawar, sudah lebih dulu tercium oleh Shalahuddin. Kemudian Shalahuddin membentuk
pasukan khusus yang berhasil menangkap Syawar lalu membunuhnya.
5
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op.cit, hlm. 240.
karena beliau sakit hingga meninggal dunia pada tanggal 22 Jumadil Akhir 564 H / 21
Maret 1169 M.
Setelah Asaduddin Syirkuh meninggal, Khalifah Al-Adid mengangkat keponakan
Asaduddin Syirkuh yakni Shalahuddin al-Ayyubi sebagai Perdana Menteri Dinasti
Fatimiyyah dengan gelar Al-Malik An-Nasr pada tanggal 25 Jumadil Akhir 564 H / 26
Maret 1169 di saat usianya sekitar tiga puluh dua tahun. Jabatan Shalahuddin sebagai
Wazir Dinasti Fatimiyyah inilah yang kemudian menjadi langkah awal baginya
membangun Dinasti Ayyubiyah.
Kehidupan Shalahuddin al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan. Semua
itu dilakukannya dalam rangka menunaikan tugas negara dan agama untuk memadamkan
api pemberontakan dari Tentara Salib. Meskipun demikian, Shalahuddin tetap memiliki
toleransi yang tinggi terhadap umat agama lain.6 Hal ini dibuktikannya dalam beberapa
sikap berikut ini:
1. Ketika beliau menguasai Iskandariyah, beliau tetap mengunjungi orang-orang Kristen.
2. Ketika perdamaian tercapai dengan Tentara Salib, beliau mengizinkan orang-orang
Kristen berziarah ke Bait al-Maqdis.

Shalahuddin al-Ayyubi pada akhirnya berhasil menaklukkan Dinasti Fatimiyyah 7


dengan berbagai cara seperti diberhentikannya pelaksanaan Shalat Jum’at di Masjid
Jami’al-Azhar8, penghapusan simbol-simbol Dinasti Fatimiyyah, dan mengubah orientasi
keagamaan dari Syi’ah menjadi Ahlus Sunnah (Sunni). Meski begitu, penutupan Al-Azhar
sebagai masjid dan perguruan tinggi pada masa Dinasti Ayyubiyah bukan berarti Dinasti
Ayyubiyah tidak memperhatikan bidang agama dan pendidikan. Akan tetapi, pendidikan
tetap menjadi bagian penting yang diperhatikan secara serius dari para penguasa Dinasti
Ayyubiyah ini. Hal ini bisa dibuktikan dengan penemuan 40 madrasah Syafi’i, 34
madrasah Hanafi, 10 madrasah Hambali, dan 3 madrasah Maliki yang dilakukan oleh para

6
Rizem Aizid, Op.cit, hlm. 277.
7
Di Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya Perang Salib dan keadaan Dinasti Fatimiyyah
sedang lemah dan Khalifah terakhirnya, al-Adid kondisinya telah renta dan sakit. Akhirnya Khalifah al-Adid
meminta bantuan kepada Sultan Nuruddin Zanki.
8
Dalam Madzhab Syafi’i, tidak diperkenankan ada dua Khutbah Jum’at dalam satu kota yang sama.
ahli sejarah selama kekuasaan Dinasti Ayyubiyah berlangsung. 9 Karena keberhasilannya
itu, Sultan Nuruddin kemudian mengangkat Shalahuddin menjadi menteri di wilayah
Mesir.

B. Dinasti di Mesir Sebelum Dinasti Ayyubiyah


Mesir merupakan sebuah negeri yang memiliki peradaban tinggi yang telah
mengalami berbagai puncak kejayaan dari berbagai dinasti. Pada masa Pemerintahan
Dinasti Abbasiyah periode kedua, Mesir menjadi wilayah otonomi Baghdad. Namun
karena terjadi perselisihan di pusat Pemerintahan Abbasiyah, maka daerah otonomi ini
kemudian mendapatkan hak-hak otonominya. Hal ini semakin membuat dinasti-dinasti
kecil yang berada di Mesir semakin kuat dalam mencapai puncak kejayaan.
Adapun dinasti-dinasti pengukir peradaban yang dimaksud diantaranya adalah
Dinasti Thuluniyah (254-291 H/868-904 M), Dinasti Ikhsyidiyah (323-358/935-969 M),
Dinasti Fatimiyyah (297-567 H/909-1171 M), Dinasti Ayyubiyah (570-646 H/1174-1250
M), dan Dinasti Mamluk (648-923 H/1250-1517 M). Dalam pembahasan ini akan
dijelaskan mengenai dinasti yang berkuasa di Mesir sebelum Dinasti Ayyubiyah yakni
Dinasti Fatimiyyah;
 Dinasti Fatimiyyah
Dinasti ini berdiri pada tahun 297-567 H / 909-1171 M dan didirikan oleh
Ubaidillah al-Mahdi. Beliau merupakan Khalifah Fatimiyyah pertama yang menguasai
Lautan Tengah. Karena itu, ia juga dikenal sebagai pemimpin yang cakap. Pada masa
awal pemerintahannya, ia gencar melakukan ekspansi wilayah ke seluruh Afrika yang
terbentang dari Mesir hingga Maroko. Ia wafat pada tahun 934 M dan digantikan oleh
putra tertuanya yang bernama Abul Qasim yang bergelar Al-Qa’im.
Al-Qa’im melanjutkan ekspansi wilayah yang telah dimulai oleh Ayahnya. Ia
wafat pada tahun 946 M di saat tengah terjadi terjadi pemberontakan yang dipimpin
Abu Yazid. Kemudian Al-Qa’im digantikan oleh putranya bernama Al-Manshur.
Melalui tangan Al-Manshur inilah, kekuatan Abu Yazid dapat dihancurkan. Semasa

9
Ali M Zebua, Dinasti Ayyubiyah Hubungan Politik dengan Pendidikan Islam,
https://alimzebua.wordpress.com/2012/02/19/adinasti-ayyubiyah-hubunganpolitik-dengan-pendidikan-islam-
oleh-ali-m-zebua-mahasiswa-magister-mpipascasarjana-iain-su-medan/ (diunduh 02 Oktober 2015, pukul
15.30 ).
Al-Manshur berkuasa berhasil membangun sebuah kota yang megah yang kemudian
diberi nama Kota Al-Manshuriyah.10
Setelah Al-Manshur wafat, posisi pemerintahan digantikan oleh putranya yang
bernama Abu Tamim Ma’ad dengan gelar Mu’iz Lidnillah. Pada masa awal
pemerintahannya, Khalifah Al-Mu’iz mengadakan peninjauan ke seluruh penjuru
wilayah kekuasaannya untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya di lapangan.
Berdasarkan hasil peninjauan yang dilakukannya inilah, ia kemudian menetapkan
strategi-strategi yang harus ditempuh agar tercipta masyarakat yang sejahtera dan
adil.11 Al-Muiz merupakan seorang negarawan yang berpendidikan tinggi yang mahir
terutama dalam bidang syair dan kesusastraan Arab selain menguasai beberapa bahasa.
Kemudian ia wafat setelah memerintah kurang lebih selama 23 tahun tepatnya pada
tahun 975 M.
Al-Aziz menggantikan kedudukan Ayahnya yang merupakan Khalifah
Fatimiyyah yang paling bijaksana dan murah hati. Pada saat pemerintahan Al-Aziz
inilah, Dinasti Fatimiyyah mencapai puncak kemajuannya. Luas kekuasaannya
terbentang mulai dari Eufrat hingga Atlantik. Ia juga banyak mendirikan bangunan
megah di Kairo, diantaranya adalah the Golden Palace, the Pear Pavillion, dan Masjid
Karafa. Puncak perkembangan kebudayaan Islam yang pesat pun ditandai dengan
pendirian Masjid Al-Azhar pada masa pemerintahan Dinasti Fatimiyyah berkuasa. 12
Masjid Al-Azhar yang diresmikan oleh Khalifah Al-Aziz ini kemudian berkembang
menjadi lembaga pendidikan ternama di kemudian hari. Al-Aziz wafat pada tahun 996
M. Khalifah-khalifah pengganti yang menjabat setelahnya adalah Al-Hakim, Al-
Zhahir, dan Al-Muntasir.
Dinasti Fatimiyah mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Abu Al-
Manshur Nizar Al-Aziz. Sedangkan masa kemunduran dinasti ini dimulai dari masa
pemerintahan Al-Hakim dan terus merosot pasca pemerintahan Al-Zhahir hingga
musnahnya kekuasaan dinasti ini yang terjadi pada masa pemerintahan Al-Adid. Di
masa-masa terakhir dinasti ini, Shalahuddin menjadi menteri untuk khalifah Al-Adid

10
Samsul Munir Amin, Op.cit, 257.
11
Loc.cit.
12
Masjid ini berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan Ilmu Pengetahuan.
yang menganut Syi’ah13 dan wakil dari Nuruddin Mahmud yang beraliran Sunni.
Shalahuddin pun mulai memisahkan diri hingga akhirnya ia dapat menguasai Mesir. 14
Setelah wafatnya Khalifah Al-Adid pada tahun 567 H/1171 M, kekuasaan Dinasti
Fatimiyyah pun berakhir. Sementara itu, posisi kekuasaan diambil alih oleh
Shalahuddin al-Ayyubi yang kemudian mendirikan Dinasti Ayyubiyah.
Selama masa perkembangannya, dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di Mesir
telah memberikan pengaruh yang penting terhadap kejayaan Islam. Salah satu masa
terpenting bagi Islam mengalami masa kejayaan adalah saat dimana Dinasti
Ayyubiyah berkuasa. Dinasti yang didirikan oleh Shalahuddin al-Ayyubi ini telah
berperan sangat penting dalam pengusiran terhadap Tentara Salib yang secara
langsung telah membua tnamanya semakin terkenal baik di kalangan orang-orang
Arab maupun orang Barat khususnya Eropa.

C. Sejarah Berdirinya Dinasti Ayyubiyah


Dinasti Ayyubiyah merupakan dinasti yang berdiri setelah Dinasti Fatimiyyah.
Dinasti ini bermadzhab Sunni. Sultan pertama yang juga berperan sebagai pendirinya
adalah Shalahuddin al-Ayyubi. Dinasti ini didirikan pada tahun 570 H/1174 M dengan
pusat pemerintahannya ditempatkan di Kairo, Mesir. Pada saat membangun Dinasti
Ayyubiyah, Shalahuddin mengandalkan kecintaan rakyat Mesir yang sebelum kedatangan
Shalahuddin selalu mengalami kedzaliman dari para penguasa mereka. 15 Hingga
Ayyubiyah bisa berdiri menjadi sebuah dinasti yang berbentuk kerajaan dan berkuasa
mulai dari abad ke-12 sampai abad ke-13. Berkat kerja keras dari Shalahuddin inilah,
Dinasti Ayyubiyah berhasil mencapai puncak kejayaannya.
Dinasti Ayyubiyah berdiri pada saat Dinasti Abbasiyyah masih berkuasa di Baghdad.
Pada awalnya, Dinasti Ayyubiyah ini masih berstatus sebagai bagian provinsi yang
mengakui kekuasaan Dinasti Abbasiyyah dengan membayarkan upeti setiap tahunnya.
Sedangkan peranan Shalahuddin di sini tidak menjadikannya sebagai pemimpin Mesir

13
Syi’ah merupakan sebuah aliran dalam Islam yang meyakini bahwa Ali adalah pewaris sebenarnya
dari kepemimpinan Rasulullah SAW.
14
Shalahuddin al-Ayyubi merupakan penguasa yang beraliran sunni, ia berprinsip untuk
menghapuskan Syi’ah dan bid’ah.
15
F Ismiatuddiniyah, Peranan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1137-1193 M) Dalam Menghadapi
Perang Salib III, http://digilib.uinsby.ac.id/10/4/Bab%203.pdf (diunduh 8 Juni 2015, pukul 09.24).
secara penuh. Shalahuddin hanya menempatkan dirinya sebagai wakil Nuruddin untuk
daerah tersebut. Setelah Nuruddin wafat pada 570 H/1174 M, Shalahuddin secara resmi
menjadi Khalifah di Mesir dan ia memproklamirkan kebebasan dari kekuasaan Saljuk-
Abbasiyyah di Irak.
Karakteristik kepemimpinan Dinasti Ayyubiyah berbeda dengan dinasti
sebelumnya.16 Hal ini disebabkan karena pola serta gaya kepemimpinan Shalahuddin yang
lebih bersikap terbuka terhadap budaya asing. Selain itu, ia juga menekankan persamaan
hak seluruh warga negara serta menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sehingga, dinasti ini
berhasil mencapai masa kejayaan pada masa awal kekuasaannya.
Selain faktor-faktor penentu keberhasilan Dinasti Ayyubiyah sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, figur Shalahuddin yang mampu menjadi seorang pemimpin yang baik
juga dibuktikan dengan proses seleksi jabatan sebagai wazir yang ditentukan oleh
kecerdasan serta latar belakang pendidikannya. Beberapa wazir tersebut diantaranya adalah
Al-Qadhi Al-Fadhil dan Al-Katib Al-Isfahani.
Dinasti Ayyubiyah berkuasa selama kurang lebih 75 tahun. Selama kurun waktu
tersebut, setidaknya terdapat 9 orang Sultan yang pernah memimpin Dinasti Ayyubiyah.
Mereka adalah:17
1. Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi (570-589 H/1174-1193 M)
2. Malik al-Aziz Imaduddin (589-596 H/1193-1198 M)
3. Malik al-Mansur Nasiruddin (595-596 H/1198-1200 M)
4. Malik al-Adil Saifudin, pemerintahan I (596-615 H/1200-1218 M)
5. Malik al-Kamil Muhammad (615-635 H/1218-1238 M)
6. Malik al-Adil Saifudin, pemerintahan II (635-637 H/1238-1240 M)
7. Malik as-Shaleh Najmuddin (637-647 H/1240-1249 M)
8. Malik al-Mu’azzam Turansyah (647 H/1249 M)
9. Malik al-Asyraf Muzaffaruddin (647-650 H/1249-1252 M)

16
Insan Nuhari, Perkembangan Islam Pada Masa Dinasti Al-Ayyubiyah Pada Tahun (567-648 H /
1171-1250 M), https://www.academia.edu/10226870/dinasti_ayyubiyah (diunduh 20 Juni 2015, pukul 14.04).
17
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Jakarta: Saufa, 2014), hlm.
265.
Dari kesembilan penguasa Dinasti Ayyubiyah di atas, ada tiga pemimpin yang
memiliki peranan paling menonjol terhadap perkembangan Dinasti Ayyubiyah yaitu
Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi, Malik al-Adil Saifudin, dan Malik al-Kamil Muhammad.
Shalahuddin al-Ayyubi tidak membuat pusat kekuasaan hanya dipusatkan di Mesir.
Ia justru membagi wilayah kekuasaan kepada saudara-saudara dan keturunannya. Hal ini
mengakibatkan munculnya beberapa cabang Dinasti Ayyubiyah antara lain sebagai
berikut:18
1. Kesultanan Ayyubiyah di Mesir.
2. Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus.
3. Kesultanan Ayyubiyah di Aleppo.
4. Kesultanan Ayyubiyah di Hammah.
5. Kesultanan Ayyubiyah di Homs.
6. Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafaiqin.
7. Kesultanan Ayyubiyah di Sinjar.
8. Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa.
9. Kesultanan Ayyubiyah di Yaman.
10. Kesultanan Ayyubiyah di Karak.
Selama perkembangannya, Shalahuddin al-Ayyubi yang berperan sebagai pendiri
Dinasti Ayyubiyah menyatakan kesetiaannya pada Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah di
Baghdad. Hal ini berarti bahwa secara langsung Shalahuddin al-Ayyubi mendirikan Dinasti
Ayyubiyah sebagai sikap oposisi terhadap Dinasti Fatimiyyah. Pertentangan ini terletak
pada perbedaan sikap politik antara Dinasti Fatimiyyah dengan Dinasti Ayyubiyah melalui
pengakuan terhadap posisi Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
Sultan Shalahuddin pun dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat
mengembalikan madzhab Sunni. Melihat keberhasilannya itu, Khalifah al-Mustadi dari
Bani Abbasiyah memberi kepadanya gelar Al-Muiz li Amiril Mu’minin dan beberapa
wilayah kekuasaan Islam. Sejak saat itulah, Shalahuddin dianggap sebagai Sultanul Islam
Wal Muslimin (Pemimpin umat Islam dan kaum Muslimin).19

18
Insan Nuhari, Perkembangan Islam Pada Masa Dinasti Al-Ayyubiyah Pada Tahun (567-648 H /
1171-1250 M), https://www.academia.edu/10226870/dinasti_ayyubiyah (diunduh 20 Juni 2015, pukul 14.04).
Lihat juga Clifford Edmund Bosworth, The Islamic Dynasties dalam lampiran halaman 70.
19
Loc.cit.
Selama masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah di Mesir, perkembangan aliran atau
madzhab Sunni menjadi berkembang dengan sangat pesat. Dimana pola dan sistem
pendidikan yang dikembangkan tidak bisa dilepaskan dari kontrol penguasa yang beraliran
Sunni. Sehingga al-Azhar hingga masa-masa berikutnya masih dikenal sebagai lembaga
tinggi yang sekaligus menjadi wadah pertahanan ajaran Sunni. Hal inilah yang
mengakibatkan al-Azhar menjadi lembaga strategis bagi perkembangan madzhab Sunni.
Selain pola dan sistem pendidikan, perkembangan madzhab Sunni juga didukung
oleh sikap para penguasa Dinasti Ayyubiyah yang bermadzhab Sunni. Dimana mereka
masih tetap menaruh hormat setia kepada pemerintahan Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Oleh karena itu, di bawah kepemimpinan Khalifah Abbasiyah mereka berusaha sungguh-
sungguh menjalankan kebijaksanaan untuk kembali kepada ajaran Sunni.
Shalahuddin al-Ayyubi tidak hanya dikenal sebagai seorang panglima perang yang
gagah berani dan disegani. Lebih dari itu, Shalahuddin juga dikenal sebagai seorang yang
sangat memperhatikan kemajuan pendidikan. Pada era keemasannya, Dinasti Ayyubiyah
berhasil menguasai wilayah Mesir, Damaskus, Aleppo, Diyarbakr, serta Yaman. 20 Salah
satu karya monumental yang disumbangkannya selama Shalahuddin menjabat sebagai
sultan adalah sebuah bangunan benteng pertahanan yang diberi nama Qal’atul Jabal dan
orang-orang Barat biasa menyebutnya sebagai The Citadel of Saladin yang dibangun di
Kairo pada tahun 1183 M.21
Dinasti Ayyubiyah pada masa pemerintahan Shalahuddin mempunyai kebijakan
untuk melancarkan jihad terhadap tentara-tentara Salib.22Karena pada saat itu sedang
terjadi Perang Salib ke-2.23 Kebijakan Shalahuddin ini telah membuat antusiasme umat
Islam bersatu dibelakangnya. Sehingga beliau mampu mempersatukan tentara Turki,

20
Abdul Syukur al-Azizi, Op.cit, hlm. 271.
21
Tujuan dibangunnya benteng ini untuk mengawasi kota Kairo dari Bukit Muqattam. Di sekitar
benteng ini terdapat beberapa peninggalan sejarah, seperti Masjid Alabaster, Masjid Sulaiman Pasya, dan
Dinding Yosep.
22
F Ismiatuddiniyah, Peranan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1137-1193 M) Dalam Menghadapi
Perang Salib III, http://digilib.uinsby.ac.id/10/4/Bab%203.pdf (diunduh 8 Juni 2015, pukul 09.24).
23
Perang Salib merupakan perang yang diproklamirkan oleh orang-orang Nasrani melawan Islam
sekitar tahun 1096 M . Mesir merupakan salah satu negara Islam yang diintai oleh Tentara Salib. Perang
Salib periode kedua disebut juga periode reaksi umat Islam yang berlangsung pada tahun 1144 – 1192 M.
Kurdi, dan Arab di bawah komandonya. Selama berkuasa, Shalahuddin selalu berhasil
mengalahkan serbuan pasukan Salib.
Pada tahun 1187, Shalahuddin menyerang Kerajaan Latin Yerussalem di Hittin yang
sering disebut dengan Perang Hittin. Dalam pertempuran sengit ini, Shalahuddin berhasil
menangkap Guy of Lusignan yang merupakan penguasa Yerussalem.24 Prestasi
Shalahuddin yang paling gemilang adalah berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis pada
Jum’at 27 Rajab 583 H/2 Oktober 1187 M yang sebelumnya berada dibawah kekuasaan
Pasukan Salib selama kurang lebih 80 tahun.
Selama masa pemerintahannya, Shalahuddin juga membangun kekuatan militer serta
perekonomian yang tangguh melalui kerja sama antar penguasa Muslim di kawasan lain.
Dalam hal perekonomian khususnya, ia menggalakkan kerja sama perdagangan dengan
kota-kota di Laut Tengah dan Laut Hindia. Ia juga menyempurnakan sistem perpajakan
yang berlaku.
Selain itu, Shalahuddin juga membangun tembok kota sebagai benteng pertahanan di
Kairo dan Bukit Muqattam.25 Pasukannya juga diperkuat dengan bergabungnya pasukan
Barbar, Turki dan Afrika. Atas dasar inilah, ia melancarkan serangan guna merebut al-
Quds (Jerusalem) dari tangan Tentara Salib yang dipimpin oleh Guy de Lusignan di Hittin.
Lalu, beliau pun berhasil menguasai Yerussalem pada tahun 1187 M. Sampai akhirnya
Raja Inggris Richard membuat perjanjian gencatan senjata yang dimanfaatkannya untuk
menguasai kota Acre. Salah satu faktor pendukung kemenangan Shalahuddin
memenangkan peperangan dengan tentara Salib adalah dengan merebut kembali wilayah-
wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Tentara Salib.
Sebagaimana dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah juga pernah mencapai
kemajuan yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Kemajuan-
kemajuan tersebut mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bidang Arsitektur
Kemajuan dalam bidang arsitektur yang dilakukan oleh Sultan Shalahuddin
adalah dengan tidak menghancurkan Kota Kairo yang sebelumnya telah dibangun oleh
Dinasti Fatimiyyah. Sebaliknya, ia justru melanjutkan pembangunan Kairo dengan

24
Muhammad Syafii Antonio dkk, Op.cit, hlm. 147.
25
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva Press, 2015), hlm. 391.
antusias. Pada awalnya Kairo memiliki 12 gerbang kota. Seiring dengan bergantinya
kekuasaan dari masa ke masa, Gerbang Kairo ini mengalami penambahan. Adapun
nama-nama Gerbang Kota Kairo pada masa itu, antara lain Bab Nasr, Bab Futuh, Bab
Zuwailah, Bab Wazir, Bab Sya’riyah, Bab Khalq, Bab Luq, Bab Ghuri, Bab Khan al-
Khalili, Bab Husainiyah, Bab Farg, Bab Akhdar, Bab Taufiq, Bab ‘Izb, Bab Ahmar,
Bab Jadid, Bab Gharib, Bab Qait Bey, Bab Qintarah, dan Bab Sa’adah.26 Salah satu
gerbang yang masih ada dan utuh hingga saat ini adalah Bab Futuh yang terletak di
benteng Shalahuddin.
Shalahuddin juga membangun tembok yang membentang mengelilingi Kota
Kairo pada masa pemerintahannya yakni Kota Fustat yang dibangun oleh Amr bin
Ash, Kota Askar yang dibangun oleh Saleh bin Ali Al-Abbasiy, dan Kota Kairo yang
dibangun oleh Jauhar Ash-Shaqliy.27 Shalahuddin mengangkat seorang wakil yang
bernama Thawasy Bahauddin Qaraqusy untuk mengawasi pembangunan tembok-
tembok ini. Adapun ukuran tembok tersebut adalah 29.302 hasta (kira-kira sepanjang
13.396 m). Di antara benteng-benteng yang berhasil dibangun Shalahuddin adalah
Benteng Sinai yang terletak di semenanjung Pulau Sinai yang berjarak 57 km arah
timur laut Kota Suez.
Selain membangun benteng, pada masa pemerintahannya Shalahuddin juga
mendirikan sejumlah rumah sakit, diantaranya adalah sebagai berikut:28
a. Rumah Sakit An-Nashiri disebut juga Rumah Sakit Ash-Shalahi atau Rumah Sakit
Shalahuddin di Kairo. Ibn Jubair dalam tulisannya menggambarkan tentang
sejumlah kebanggaan Sultan Shalahuddin yang telah disaksikannya adalah
maristan atau rumah sakit yang terdapat di Kairo. Awalnya bangunan ini
merupakan sebuah istana yang megah peninggalan para penguasa Fatimiyyah
ketika Sultan Shalahudin berkuasa di Mesir pada tahun 567 H/1171 M. Kemudian
sultan Shalahuddin mengubahnya menjadi rumah sakit besar. Demi menjalankan
manajemen rumah sakit yang baik, ia pun mengangkat seorang pengawas dari
kalangan profesional.

26
Muhammad Syafii Antonio, Op.cit, hlm. 130.
27
Lilik Rochmad Nurcholisho, Op.cit, hlm. 172.
28
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op.cit, hlm. 467-470.
b. Bimaristan Iskandaria yang didirikan oleh sultan Shalahuddin ketika beliau
mengunjungi Iskandaria pada tahun 577 H untuk mempelajari kitab Al-
Muwaththa’ pada Syaikh Abu Ath-Thahir bin Auf.
c. Bimaristan Ash-Shalahi di Bait al-Maqdis. Sultan Shalahuddin mendirikan rumah
sakit ini setelah beliau berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang
sebelumnya dikuasai oleh Tentara Salib dan berhasil mengusirnya pada tahun 583
H/1187 M.
d. Bimaristan Akka di Akka. Sultan Shalahuddin menyerahkan pembangunan serta
renovasinya kepada Baha’uddin Qaraqusy.
Terlepas dari luasnya yang berbeda-beda, tentunya rumah sakit-rumah sakit
tersebut mempunyai kesamaan dalam hal tata ruang dasar yang terdiri dari;
a. Ruangan khusus kaum laki-laki yang terpisah dari ruangan khusus kaum wanita.
b. Ruangan-ruangan pasien sesuai jenis penyakit yang diderita.
c. Ruangan untuk dokter kepala dan para staf administrasi.
d. Dapur untuk memasak makanan-makanan yang sehat.
e. Apotik dan beberapa gudang penyimpanan serta ruangan untuk memandikan
jenazah.
f. Ruangan kuliah yang dijadikan tempat bagi para dokter untuk menyampaikan
pelajaran dan para muridnya berkumpul dan dilengkapi dengan perpustakaan.
g. Sejumlah kamar mandi dan masjid.

2. Bidang Pendidikan
Shalahuddin adalah orang yang mencintai ilmu pengetahuan dan mempunyai
perhatian yang besar terhadap para ulama. Pada masa Shalahuddin berkuasa, masjid-
masjid di wilayah Mesir, Suriah, maupun al-Quds memainkan peranan penting sebagai
tempat belajar dan sarana mencerdaskan anak bangsa. Ketika pusat pemerintahan
dipindahkan ke Syria, penguasa Ayyubiyah ini telah berhasil menjadikan Damaskus
sebagai kota pendidikan.29 Pembangunan madrasah-madrasah Sunni oleh Keluarga

29
Abdul Syukur al-Azizi, Op.cit, hlm. 272.
Ayyubiyun dimulai pada tahun 572 H/1176 M. Berikut ini beberapa madrasah terkenal
yang dibangun pada masa pemerintahan Ayyubiyah, antara lain:30
a. Madrasah Ash-Shalahiyah
Pembangunan madrasah ini dimulai pada tahun 572 H (1176 M) di dekat
makam Imam Syafi’i yang diwakafkan kepada para penganut madzhab Syafi’i.
Pengajaran pada madrasah ini diserahkan kepada seorang ilmuwan yang zahid
bernama Najmuddin Al-Khabusyani. Ibnu Jubair menuturkan bahwa tidak ada
suatu madrasah pun di Mesir yang dibangun seperti madrasah ini dan tidak ada
tandingan dalam luasnya lahan ataupun kemegahan bangunan. Bahkan orang-
orang yang berjalan mengelilinginya akan merasakan bahwa mereka sedang
berada di sebuah negara yang berdiri sendiri.
b. Madrasah Masyhad Al-Husaini
Shalahuddin juga membangun sebuah madrasah di Kairo di area masyhad
(monumen) Al-Husain yang merupakan benteng terakhir yang dijadikan tempat
berlindung oleh sisa-sisa kaum Syiah di Mesir. Oleh karena itu, tujuan
didirikannya madrasah ini adalah untuk mengajarkan agama yang benar dan
memerangi beragam akidah sesat Syiah yang telah disebarluaskan oleh sisa-sisa
Dinasti Fatimiyyah itu.
c. Madrasah Al-Fadhiliyah
Madrasah ini dibangun oleh Qadhi al-Fadhil31 pada tahun 580 H/1184 M
dan ditetapkan sebagai madrasah wakaf untuk penganut madzhab Syafi’i dan
Maliki. Sultan al-Adil32 turut pula dalam pembangunan madrasah ini yang
diperuntukkan kepada para penganut Madzhab Maliki. Pengajaran ilmu Qira’at
diberikan oleh Imam al-Qasim Abu Muhammad Asy-Syathibi.
d. Darul Hadits Al-Kamiliyah
Madrasah ini didirikan oleh al-Malik al-Kamil karena beliau mempunyai
kegemaran mendengarkan hadits yang mulia. Maka dari itu, beliau membangun
sebuah pusat pembelajaran hadits pertama di Kairo yang dibangun pada tahun 622
30
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op.cit, hlm. 345-347.
31
Qadhi Al-Fadhil adalah sekretaris dan penasihat utama Shalahuddin, beliau wafat pada tahun 1200
M.
32
Sultan al-Adil adalah salah satu saudara laki-laki Shalahuddin al-Ayyubi.
H/1225 M. Ia mewakafkannya untuk orang-orang yang ingin menyibukkan diri
mempelajari hadits Nabawi dan untuk para fuqaha madzhab Syafi’i sesudah
mereka.
Adapun madrasah-madrasah lain yang didirikan pada masa pemerintahan Dinasti
Ayyubiyah, antara lain:33
Nama Madrasah Pendiri
Al-Nashriyat Shalahudin al-Ayyubi
Al-Qamhiyat Shalahudin al-Ayyubi
Al-Suyufiyat Shalahudin al-Ayyubi
Al-Malik al-‘Adil
Al-Kamiliyat Manan
Al-Shalihiyat al-‘Izz
Al-Quthbiyat Al-Adil
Al-Kamil Najm
Al-Shalih al-Din
Quthb al-Din
Taqiu al-Din
Al-Fadhliyat Taqiu al-Din ‘Umar
Al-Azkasyiyat Al-Fadhil
Al-Sayfiyat Shayf al-Din bin Ayyub
Al-Asyuriyat ‘Asyura binti Saruch
Al-Qadhi ‘Ishmat al-Din binti al-‘Adil
Quthbiyat Fakhr al-Din
Al-Syarifiyat ‘Abdullah ibn ‘Ali
Al-Shahibiyat Fakhr al-Din ibn Shairam
Al-Syarif Ibnu al-Arsufy
Al-Fakhriyat Ibnu Rasyiq
Al-Shairamiyat Syaraf al-Din

33
Insan Nuhari, Perkembangan Islam Pada Masa Dinasti Al-Ayyubiyah Pada Tahun (567-648 H /
1171-1250 M), https://www.academia.edu/10226870/dinasti_ayyubiyah (diunduh 20 Juni 2015, pukul
14.04).
Al-Shairamiyat ‘Abdullah ibn Arsyufy
Al-Masruriyat Masrul al-Shafady
Al-Ghaznawiyat Hisam al-Din
Hibatullah Qaymaz

Anwar Ul Haque dalam jurnalnya menuliskan 34 tentang Salahuddin al-Ayyubi.


Menurutnya, Shalahuddin merupakan salah satu penakluk dunia terhebat yang begitu
dikagumi oleh Eropa. Shalahuddin dianggap sangat berani dan memiliki nilai moral
yang tinggi. Selain itu, bentuk dukungan Shalahuddin yang besar sekali terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan telah ditunjukkannya melalui:
a. Hal-hal penting dalam kebijakannya adalah untuk mendorong perkembangan dan
penyebaran lembaga pendidikan.
b. Ia dikenal sebagai pribadi yang murah hati dan berbudi luhur. Tapi di sisi lain,
beliau juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang tegas, royal, dan kejam.
c. Ia adalah seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab yang besar,
berpengetahuan luas, dan pintar.
d. Ia adalah seorang penuntut ilmu sejati. Tidak heran jika ia tidak ragu untuk pergi
belajar.
e. Ia tidak suka berdiskusi yang tidak ada gunanya dan bersifat kontroversi.
f. Ia berhasil menempatkan Universitas al-Azhar dalam bidang yang benar dan
membuatnya menjadi pusat perkembangan.
g. Ia dan orang-orang terdekatnya termasuk saudara dan keponakan perempuannya
telah mendirikan banyak lembaga pendidikan di Mesir. Salah satu saudara
perempuannya yang bernama Salahuddin Rabiyah Khatun telah mendirikan
lembaga pendidikan yang cukup besar di dekat Damaskus.
h. Salahuddin menjadi salah satu raja yang tidak mempunyai istana dan tidak
mempunyai uang untuk membayar sendiri biaya naik hajinya ke Mekah.
i. Ia menghabiskan kekayaannya untuk pendidikan, lembaga ilmiah dan untuk
menyokong rumah sakit dan para ilmuwan.

34
Anwar Ul Haque, Sultan Salahuddin Ayyubi (1137-1193),
http://www.jpathology.com/Issues/82/Sultan%20Salahuddin%20Ayyubi.8.2.pdf (diunduh 3 Desember 2014,
pukul 13.38).
j. Ia mendorong pelajar-pelajar yang hebat, mendirikan lembaga ilmu pengetahuan
yang bisa mereka gunakan, dan mengangkat mereka untuk produktif menulis.
k. Ia membangkitkan semangat yang sama seperti pada masa Nabi Muhammad dan
para sahabat masih berkarya. Dengan semangat dari para Muslim inilah, ia banyak
mendirikan yayasan ilmu pengetahuan modern melalui percobaan laboratorium
yang mendalam yang kemudian menjadi kristalisasi pemikiran yang cerah tanpa
prasangka.
Selain madrasah-madrasah yang telah penulis sebutkan sebelumnya, ada juga
madrasah yang dibangun oleh saudara perempuan Shalahuddin yang bernama Sitt
Rabia Khatoun yang mendirikan Madrasah al-Sahiba yang didirikan pada tahun 1242
M di Damaskus.35
Disamping membangun madrasah-madrasah, Sultan Shalahuddin pun
membangun banyak pasar buku demi menunjang pengetahuan dan pendidikan.
Sebagai contohnya di Mesir, pasar buku yang dibangun olehnya terletak di sebelah
timur Masjid Amr bin Ash. Selain di Mesir, di Suriah juga dibangun fasilitas penjualan
buku yang kadang buku-bukunya sendiri didatangkan dari penjuru negeri.36
Seiring dengan penyebaran paham Sunni yang dianut oleh Dinasti Ayyubiyah di
bawah kepemimpinan Shalahuddin al-Ayyubi, visi dan misi pendidikan di al-Azhar
pun ikut berubah dari Syi’ah menjadi Sunni. Selain mengajarkan ilmu-ilmu agama
yang bercorak Sunni, di sana diajarkan juga ilmu-ilmu lainnya seperti fisika, kimia,
astronomi, biologi, dan ilmu hitung.

3. Bidang Ekonomi
Pada masa pemerintahan Shalahuddin, Kerajaan Islam mengalami kehidupan
yang sejahtera. Hal ini disebabkan karena dikuasainya sumber-sumber penghidupan
yang penting seperti saat dimana Sultan Shalahuddin memegang kendali atas harta
simpanan Dinasti Fatimiyyah setelah Mesir berada di bawah kendali kekuasaannya.
Selain itu, Shalahuddin memegang kendali atas kepemilikan sumber-sumber

35
Dar al-‘Ilm, Atlas Sejarah Islam, (Jakarta: Kaysa Media, Anggota IKAPI, 2011), hlm. 133.
36
Lilik Rochmad Nurcholisho, Op.cit, hlm. 178.
penghasilan seperti harta tebusan dari para tawanan dan harta rampasan perang yang
didapatkan dari hasil peperangan. 37
Selain itu, Sultan Shalahuddin juga mencegah bahaya kelaparan yang mungkin
saja terjadi saat peperangan dengan memberikan perhatian lebih pada sektor pertanian
dan sarana-sarana perairan. Hal ini ia lakukan agar tanah bisa menjadi subur dan bisa
menghasilkan buah yang banyak. Adapun langkah lain yang dilakukannya adalah
dengan membangun jaringan antara Mesir dan Suriah untuk melakukan barter hasil-
hasil pertanian demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Sehingga kerjasama ini
tidak hanya akan menguatkan hubungan kedua pihak, tapi juga dapat melawan
intimidasi dari keganasan Eropa.
Dalam bidang perdagangan, Shalahuddin berhasil membawa pengaruh besar
bagi Eropa dan negara-negara yang dikuasainya. Pada masa pemerintahannya, Mesir
menjadi penghubung antara wilayah Timur dan Barat. Sehingga banyak kota di Eropa
seperti Venesia yang sangat tergantung pada aktivitas perdagangan Mesir. Bahkan
ketergantungan ini mengakibatkan Venesia membangun pasar perdagangan di
Alexandria yang dinamakan Pasar Aik. Pada saat yang sama, di Eropa juga mulai
muncul perdagangan agrikultur dan industri.38 Hal ini menimbulkan perdagangan
internasional melalui jalur laut dengan menggunakan sistem kredit dan bank. Bahkan
saat itu, telah muncul mata uang yang terbuat dari emas. Tidak salah jika kita
menyimpulkan bahwa Shalahuddin menaruh segala perhatiannya terhadap pasar-pasar
perdagangan di Mesir dan Suriah yang mendukung kegiatan ekonomi produktif
kerajaan meningkat.

4. Bidang Militer
Pemerintahan Dinasti Ayyubiyah yang berjalan selama kurang lebih 90 tahun itu
lebih banyak difokuskan untuk membebaskan wilayah-wilayah Islam yang telah
dikuasai oleh Bangsa Eropa (Tentara Salib). Pembebasan wilayah-wilayah tersebut
dapat berlangsung dengan sangat cepat karena berkali-kali Shalahuddin memimpin
kemenangan dalam peperangan yang terjadi. Selain karena memiliki persenjataan

37
Loc.cit.
38
Abdul Syukur al-Azizi, Op.cit, hlm. 273.
perang yang lengkap seperti kuda, pedang, panah, dan burung elang sebagai kepala
burung-burung dalam peperangan.39 Kemenangan-kemenangan ini juga ditentukan
oleh kepiawaian Shalahuddin dalam menerapkan strategi perang dan menyusun
kekuatan pasukan militernya yang maju.

5. Bidang Sosial
Kehidupan sosial masyarakat dimana Shalahuddin berkuasa telah memunculkan
karakteristik masyarakat yang giat bekerja disertai semangat juang yang tinggi untuk
melawan bangsa Eropa dan musuh-musuh lainnya. Selain membangun karakteristik
masyarakatnya, Al-Imad Al-Ashfahani menggambarkan karakter Shalahuddin dalam
berpakaian dan pergaulannya dengan mengatakan bahwa Shalahuddin hanya akan
mengenakan pakaian halal yang dirasa baik seperti pakaian yang terbuat dari kapas,
katun, dan wol. Hingga orang yang duduk bersamanya tidak tahu bahwa ia sedang
duduk dengan seorang Sultan, karena sikap tawadhu yang dimiliki Shalahuddin.”40
Berbagai bentuk bid’ah yang dibasmi oleh Shalahuddin misalnya perayaan Hari
Raya Nairuz. Hari Raya Nairuz adalah hari raya yang dirayakan oleh kerumunan masa
yang besar, berbagai kemungkaran tampak terang-terangan di hari tersebut. 41 Wanita-
wanita fasik dan banci di Istana akan menari sambil meminum minuman keras.
Beberapa diantaranya bahkan ada yang bermain judi.
Di Kairo, Shalahuddin al-Ayyubi tidak hanya membangun sekolah besar
bermazhab Ahlussunnah wa al-Jamaah. Tapi juga membangun masjid, benteng,
rumah sakit, bahkan gereja. Pembangunan gereja ini menjadi bukti bahwa beliau
adalah pemimpin yang memiliki rasa toleransi yang tinggi. 42 Karena sikapnya itu,
rakyatnya pun dapat hidup rukun dan damai tanpa diskriminasi rasisme. Bahkan umat
Muslim dan Kristen dapat hidup berdampingan dengan rukun.

39
Ibid, hlm. 274.
40
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op.cit, hlm. 477.
41
Ibid, hlm. 478.
42
Rizem Aizid, Op.cit, hlm. 256.
Pada tahun 1193 M Shalahuddin wafat dan mewariskan pemerintahan yang stabil
dan kokoh kepada keturunan dan saudaranya yang memerintah diberbagai wilayah.
Penerus Shalahuddin yang dianggap paling menonjol adalah saudaranya yang bernama al-
Malik al-Adil dan keponakannya yang bernama al-Kamil. Keduanya berhasil menyatukan
para penguasa Ayyubi lokal dengan menjadikan pusat pemerintahan ada di Mesir.

Anda mungkin juga menyukai