Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGAH

Oleh:
Hanif Muslim (215551113)
Rikza Nur Rosyid (215551130)
Rani Waluyo (215551102)

Studi Islam Interdisipliner


Universitas Nahdlatul Ulama’ Yogyakarta

Abstract: This paper is structured to provide a small overview of how the face of
Islamic civilization in Central Asia, the dynamics of the transition and its
development from Arabia, Persia to land where scientists were born, namely Central
Asia. Seeing how Islam in the beginning built the buildings of the past until then it
was firmly rooted. And succeeded in forming a unique and brilliant power, culture
and science. In addition, this paper also contains the Geo-Politics that occurred at
that time. The main theme in this paper is the history and dynamics of Islam in the
area which in classical historical literature is called ‘Bilad Ma Wara'a al nahr’ (The
country across the river) or in Latin literature it is called Transoksania. And all the
History that accompanies it. The scope of time studied in this paper is from the early
days of the entry of Islam into the region (around the 8th century), as for the aspects
that have received attention in this paper apart from the political dynamics, the ups
and downs of power that occurred in Central Asia in the work of It also contains
intellectual developments along with prominent Islamic scholars.

Abstrak: Tulisan ini disusun untuk memberikan gambaran kecil tentang bagaimana
wajah peradaban Islam di Asia tengah, Transisi dinamikan dan perkembangannya
dari Arab, Persia hingga kemudian mendarat di tanah para ilmuwan dilahirkan yakni
Asia tengah. Melihat bagaiamana Islam pada mulanya mendirikan bangunan-
bangunan kesilaman hingga kemudian ia berakar kuat. Dan berhasil membentuk
sebuah kekuasaan, kebudayaan dan keilmuwan yang unik dan gemilang. Selain itu,
tulisan ini juga memuat Geo-Politik yang terjadi pada saat itu. Adapun yang menjadi
tema poko dalam tulisan ini adalah sejarah dan dinamika Islam di kawasan yang
dalam Literatur sejarah klasik disebut Bilad Ma Wara’a al nahr (Negeri di seberang
Sungai) atau dalam Literatur latin disebut Transoksania. Dan segenap Historisitasnya
yang mengiringinya. Cakupan waktu yang dikaji dalam tulisan ini adalah sejak masa-
masa awal masuknya Islam ke kawasan tersebut (sekitar abad ke-8), adapun aspek-
aspek yang mendapat perhatian dalam tulisan ini selain dinamika politik, pasang surut
kekuasaan yang terjadi di Asia tengah dalam karya ini juga dimuat perkembangan
intelektual berikut tokoh-tokoh ilmuwan Islam terkemuka.

Keywords: Sejarah, Politik, Intelektual, Ilmuwan

Pendahuluan
Jika hendak membicarakan tentang hal-ihwal yang berkaitan dengan peradaban dan
kebudayaan Islam, jari telunjuk orang biasanya langsung diarahkan ke Timur Tengah,
khususnya kawasan Arab. Bukan hanya orang-orang Indonesia saja, tetapi juga
orang-orang di negara-negara Barat, dan di mana pun. Bukan hanya Muslim saja,
tetapi juga umat non-Muslim. Bukan hanya masyarakat awam saja, tetapi juga kaum
cerdik-pandai. Mereka memiliki anggapan, persepsi dan imajinasi serupa: Arab
Timur Tengah-lah pusat peradaban dan kebudayaan Islam.

Karena menganggap Arab Timur Tengah sebagai “pusat Islam”, maka banyak
energi, tulisan, dan dana yang dihabiskan untuk meneliti kawasan ini. Hampir atau
nyaris tidak ada yang mengatakan bahwa kawasan Asia Tengah juga merupakan
pusat peradaban dan kebudayaan Islam yang gemilang. Padahal, seperti dikatakan
oleh S. Frederick Starr, penulis buku Lost Enlightenment: Central Asia’s Golden Age
from the Arab Conquest to Tamerlane, “For many centuries, Central Asia–not the
Arab Middle East–was the intellectual and political center of the Muslim world.”
Tetapi kenapa Asia Tengah luput dari perhatian?
Bahwa Islam dan Nabi Muhammad lahir di Tanah Arab memang betul. Bahwa
Timur Tengah pernah menjadi pusat politik-pemerintahan dan peradaban Islam
memang benar. Bahwa di Timur Tengah, terdapat kota-kota yang menjadi sumber
inspirasi intelektualisme Islam memang valid. Di kawasan ini ada Mekkah, Madinah,
Baghdad, Kufah, Damaskus, Kairo, Yerusalem, dan lainnya. Bahwa banyak karya
akademik di Abad Pertengahan Islam (hingga dewasa ini) yang ditulis dengan
menggunakan Bahasa Arab memang tidak salah.

Tetapi, harap diingat, meskipun Nabi Muhammad dan Islam lahir di Tanah
Arab, Arab Timur Tengah juga pernah menjadi pusat politik-pemerintahan Islam
yang spektakuler dari berbagai rezim, dan karya-karya ilmiah yang agung oleh para
sarjana Muslim juga ditulis dalam Bahasa Arab, tetapi ruh, energi, dan spirit
kemajuan intelektualisme, peradaban, dan kebudayaan Islam di Abad Pertengahan itu
banyak digerakkan oleh kaum non-Arab, dan Asia Tengah menjadi salah satu
kawasan penyumbang peradaban Islam yang gemilang itu, selain Iran, Turki, Asia
Selatan, Mongol, Afrika Barat dan Utara, dan lainnya, termasuk Asia Tenggara
tentunya.

Pada Abad Pertengahan Islam, pusat-pusat peradaban dan intelektualisme Islam


bukan hanya di Mekkah, Madinah, Baghdad, Kufah, Damaskus, atau Kairo,
melainkan juga Samarkand, Bukhara dan Urgench di Asia Tengah yang menjelma
menjadi pusat-pusat studi, seni dan kebudayaan Islam yang adi luhung.

Asia tengah menjadi bagian dari dunia Islam sejak awal abad VIII yang
merupakan bagian dari penaklukan Islam. Pertempuran talas pada pada 751 antara
tentara Abbasiyyah dan Dinasti Tang untuk menguasai Asia tengah merupakan titi
awal konversi massal di wilayah itu. Sebagian besar dari kerajaan atau khanate Turki
asuk Islam pada abad X. Sebelum invasi Mongol pada abad XIII, Samarkand dan
Bukhara telah menjadi pusat keilmuwan Islam. Tetapi, Islamisai menjadi lebih kuat
ketika Berke Khan (w. 1266). Cicit dari Jengis Khan dan Khan dari Golden Horde
(yang menguasi Russia dan Kaukasus pada 1252), penaklukan demi penaklukan
menjadikan pengaruh Islam sangat luas meliputi seluruh wilayah Asia Tengah. Di
antara penguasa yang sangat berperan dalam Islamisasi itu adalah Timurlenk yang
kemudian dilanjutkan oleh anak-cucunya sebagai penguasa di wilayah itu. Madzab
Hanafi dalam fiqih dan maturidi dalam teologi Dominan di wilayah ini. Sementara itu
Syi’ah Imamiyyah dan Ismailiyah mendapatkan pengikutnya di padang pamir dan
pengunungan Tian Shan Barat, dan beberapa di lembah Sungai Zarafzhan, dari
Samarkand ke Bukhara.

Geo-Kultural dan Geo-Politik Asia Tengah


Kawasan Asia Tengah yang membentang dari Laut Kaspia di barat sampai China di
timur serta dari Afghanistan di selatan hingga Rusia di utara, dewasa ini menjadi
rumah bagi lima negara: Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Uzbekistan dan
Turkmenistan. Afganistan kadang-kadang dianggap masuk wilayah Asia Tengah,
meskipun secara geografi lebih ke Asia Selatan.

Total penduduk di kawasan Asia Tengah (tidak termasuk Afghanistan) sekitar


70 juta jiwa dari berbagai kelompok etnik seperti Kazakh, Uzbek, Tatar, Turki,
Uyghur, Kyrgyz, Tajik, Persi, Pasthun, dlsb. Selama berabad-abad Asia Tengah
menjadi “melting pot” berbagai suku-bangsa: Arab Timur Tengah, Iran, Eropa, India
dan China sehingga membuat kawasan ini sangat kaya kebudayaannya.

Asia Tengah sudah dijamah oleh Islam sejak masa-masa awal perkembangan
agama ini. Perang Talas tahun 751 antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Tang
Tiongkok untuk mengontrol Asia Tengah menjadi “turning point” konversi massal
masyarakat setempat ke dalam agama Islam.
Sejak itu, Islam, pelan tapi pasti, berkembang secara merdeka di Asia Tengah.
Meskipun kelak ketika Uni Soviet menjajah Asia Tengah ada cukup banyak kendala
bagi kaum Muslim, tetapi itu tidak menghalangi perkembangan kebudayaan Islam di
kawasan ini. Menariknya, keislaman yang berkembang di kawasan ini bukan jenis
keislaman ortodoks dan puritan yang anti-tradisi dan kebudayaan lokal, melainkan
jenis dan praktik keislaman yang menghargai dan mengadopsi aneka ragam tradisi
dan budaya lokal, persis seperti yang dulu berkembang di Jawa dan berbagai daerah
lain di Indonesia. Maka, jadilah corak keislaman di Asia Tengah itu semacam “Islam
heterodoks” atau “folk Islam” dalam istilah antropologi.

Salah satu ciri menonjol dari “folk Islam” ini adalah perkembangan tasawuf
atau Sufisme. Asia Tengah menjadi salah satu kawasan tertua mengenai tradisi
Sufisme atau mistisisme dan tarekat (ordo Sufi). Yasawiyyah atau Yeseviye
merupakan salah satu ordo Sufi tertua yang diciptakan oleh Khawaja Ahmad Yasawi
(Ahmed Yesevi, w. 1166) dan berkembang bukan hanya di Asia Tengah saja tapi juga
di kawasan Islam lain.

Selain guru tarekat, Ahmad Yasawi juga sarjana fiqih Mazhab Hanafi
sebagaimana gurunya, Abu Yaqub Yusuf Hamdani (w. 1141), seorang mursyid
tarekat Naqsabandiyah di Asia Tengah. Sufisme dan Mazhab Hanafi memang
menjadi ciri menonjol keislaman di Asia Tengah, selain Shamanisme.

Dari aspek politik-ekonomi, negara-negara di Asia Tengah mengikuti sistem


politik pemerintahan sekuler-republik serta prinsip-prinsip pasar bebas kapitalisme.
Ideologi Islamisme yang mengusung “Negara Islam”, khilafah, dan sejenisnya tidak
laku di sini. Sejumlah kelompok Islam radikal dan pengusung ideologi Islamisme
seperti Ikhwanul Muslimin, Al-Qaidah, atau Hizbut Tahrir tidak mendapatkan tempat
di Asia Tengah.
Sejak merdeka dan pisah dari Uni Soviet di awal 1990-an, negara-negara di
Asia Tengah mencitrakan diri sebagai kawasan Islam moderat dan modern yang anti-
radikalisme, fanatisisme, dan konservatisme. Hasilnya cukup menggembirakan. Tidak
seperti negara-negara di kawasan Timur Tengah yang selalu ramai dengan kekerasan,
terorisme dan peperangan, kawasan Asia Tengah relatif aman, stabil, dan terhindar
dari kekacauan sosial.

Tanah Lahirnya Para Ilmuwan Muslim


Hal lain yang menjadikan Asia Tengah penting dalam sejarah peradaban Islam adalah
kawasan ini telah melahirkan banyak teolog, filusuf, sarjana, dan ilmuwan Muslim
ternama yang karya-karya agung mereka masih dikenang hingga kini dan menjadi
rujukan di timur dan barat.

Di antara mereka adalah (1) Muhammad bin Musa al-Khwarizmi (w. 850; ahli
matematika, astronomi dan geografi), (2) Abu Rayhan al-Biruni (w. 1048; seorang
sarjana polymath yang menguasai berbagai disiplin: matematika, fisika, astronomi,
ilmu alam, sejarah, bahasa, dan sebagainya. Oleh Profesor Akbar Ahmed, al-Biruni
juga dianggap sebagai antropolog pertama, karena melalui karyanya, Kitab al-Hind,
ia menggunakan metode etnografi untuk mengkaji struktur masyarakat, sistem agama,
dan kebudayaan masyarakat India), (3) Farabi (seorang filsuf, ahli hukum dan
ilmuwan politik), (4) Ibnu Sina (seorang dokter dan ilmuwan ternama yang karyanya
mampu mempengaruhi kelahiran ilmu-ilmu medis di Timur Tengah, Eropa, dan
India).

Juga tidak kalah penting adalah Imam Ghazali (w. 1111), seorang penulis
prolifik dan sarjana kenamaan, teolog, ahli hukum, dan mistikus legendaris.
Setidaknya dua ahli hadis ternama yang buku-bukunya menjadi rujukan umat Islam
juga berasal dari Asia Tengah, yaitu Imam Bukhari (kelahiran Bukhara, Uzbekistan)
dan Imam Nasai (kelahiran Nasa, Turkmenistan). Ahli astronomi ternama, Abu
Mahmud Khojandi, juga berasal dari Asia Tengah, tepatnya Khujand, Tajikistan. Dan
masih banyak lagi.

Dengan demikian, ketika melihat catatan historis yang gemilang di Asia


Tengah, maka sudah saatnya dan tidak berlebihan jika kawasan ini perlu dijadikan
sebagai salah satu “kiblat” dalam hal riset dan pengkajian sejarah, peradaban, dan
kebudayaan Islam, bukan melulu kawasan Timur Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Abu An Nashr Azhim Abdul Muhammad. 2017. Islam di Asia Tengah:


Sejarah, Peradaban, dan Kebudayaan. Jakarta Timur, Pustaka Al Kautsar

Prof. Dr. Arnold W. Thomas. 2019. Sejarah Lengkap Penyebaran Islam di


Dunia. Yogyakarta, IRCiSod

Hodgson G.S Marshall. 1977. The Venture Of Islam Volume 3. London, The
University of Chicago Press

Anda mungkin juga menyukai