DISUSUN OLEH:
Mukhammad Imron Mustofa 16410056
Roudhatun Nafi’ah 16410096
Lu’luul ‘Ilma 16410099
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Multikultural. Shalawat serta salam senantiasa
kita curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafa’atnya
pada yaumil kiyamah. Aamiin.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah
wawasan. Tak lupa ucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Saidah, S. Ag. M. Ag. selaku
dosen pengampu mata kuliah Sejarah Islam Indonesia yang memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca. Kami
mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa
kata ataupun isi dari keseluruhan laporan ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami
harapkan demi kebaikan untuk ke depannya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Rumusan Masalah..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Kesimpulan............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................7
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah mencatat peran besar para ‘ulama dalam mengemban dakwah di
pelosok dunia termasuk di Indonesia sehingga Islam menjadi mayoritas di negara
ini. Maka dari itu kami akan membahas tokoh ulama yang memiliki peran dalam
Islamisasi yaitu peran walisongo dalam Islamisasi Indonesia dengan jalur dakwah
di Pulau Jawa. Walisongo sebagai peletak batu pertama Islam di pulau Jawa. Kiprah
walisongo dalam peta dakwah Islam di Indonesia pada umumnya dan di Pulau Jawa
khususnya memang merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan
Walisongo masyhur sebagai juru syiar kebenaran dan pekerja giat dalam
memperjuangkan Islam terhadap masyarakat, semua lapisan sosial hingga ke para
punggawa dan pembesar Negeri. Di samping tetap memelihara ajaran Islam murni,
juga tidak tanggung-tanggung memberantas kebiasaan dan kepercayaan yang
berbau kemusyrikan, lalu digiringnya ke tauhid yang sejati.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Gresik?
2. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Ampel?
3. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Giri?
4. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Bonang?
5. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Kalijaga?
6. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Gunungjati?
7. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Drajat?
8. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Kudus?
9. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Muria?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Gresik
2. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Ampel
3. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Giri
4. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Bonang
5. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Kalijaga
1
6. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Gunungjati
7. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Drajat
8. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Kudus
9. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Muria
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sunan Gresik yang memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim lahir
pada tahun 1350 M di Samarkand, Uzbekistan. Beliau merupakan putra dari
Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra yang mana keturunan ke 10 dari Rasululloh
SAW. Sunan Gresik juga bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di
Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku) dan Sayid Ali
Murtadha alias Reden Santri dari hasil perkawinan dengan putri Raja Campa
(sekarang Kamboja).1
Sunan Gresik diperkirakan datang dari Campa meuju Tanah Jawa pada
tahun 1404 M, tepatnya didesa Sembalo, daerah Leran Kecamatan Manyar,
Kabupaten Gresik. Jawa Timur. Sebagaimana pada umumnya kaum pendatang
Jawa Timur, setibanya di Gresik beliau berprofesi sebagai pedagang. Selain itu,
sunan Gresik juga berprofesi sebagai tabib, kemudian lama kelamaan beliau
membangun sebuah pondok pesantren dan tinggal menetap di Gresik. Beliau
berada di Tanah Jawa kurang lebih 27 tahun,krmudian wafat pada hari Senin,,
12 Rabi’ul Awal tahun 822 H/1419 M.2
2. Tantangan dan Peran/Prestasi Sunan Gresik dalam Mendakwahkan Islam
a. Tantangan
Mengenai tantangan yang harus dihadapi oleh Sunan Gresik yaitu
tentang cara atau strategi yang harus dilakukan yang mana mayoritas
penduduk setempat adalah beragama Hindu-Budha. Dan beliau terlebih
dahulu harus mengetahui kebudayaan masyarakat Gresik untuk mampu
beradaptasi dan mudah diterima oleh penduduk setempat dalam
menyebarkan agama Islam.
b. Peran/Prestasi
Sunan Gresik berhasil menyebarkan Islam di Tanah Jawa, selain atas
berkat rahmat Allah SWT juga atas lantaran metode dakwah yang beliau
1 Yanuar Arifin, Ensiklopedia Sejarah Walisongo 1, (Yogyakarta : Lontar Mediatama, 2018), hlm. 10
2 Sofwan Ridin, Dkk., ISLAMISASI DI JAWA Walosongo Penyebar Islam di Jawa Menurut Penuturan
Babad, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2004), hlm. 24
3
gunakan sangat efektif, seperti mempelajari adat istiadat masyarakat
setempat; membuka lahan pertanian yang kemudian beliau pertama kalilah
yang mempunyai gagasan mengairkan air dari gunung untuk mengairi
lahan pertanian tersebut. Melalui interaksi tersebut, secara perlahan Sunan
Gresik menyampaikan ajaran-ajaran Islam. selain itu, sering mengobati
orang yang sakit; menghapus perbedaan kelas (kasta); dan pastinya metode
keteladanan, yaitu memberikan contoh atau teladan yang baik, seperti
hidup dengan penuh kesederhanaan; serta mendirikan sebuah masjid dan
pondok pesantren sebagai pusat pengajaran tentang agama Islam.3
3. Jejak Peninggalan Sunan Gresik4
a. Makam Sunan Gresik
Adanya makan Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim
merupakan salah satu bukti sejarah yang menjelaskan keberadaan sosok
Sunan Gresik sebagai penyiar agama Islam di Tanah Jawa, yang mana
menjadi bukti autentik, dan bukan hanya sekedar mitos belaka.
b. Gapura Paduraksa
Gapura Paduraksa terdapat di pintu masuk makam Sunan Gresik.
Gapura ini terdiri atas susunan batu bata. Pada sisi kanan bawah gapura
terdapat prasasti pendek yang bertuliskan angka tahun Jawa kuna 1340
saka/1419. Tahun itu sama dengan tahun wafatnya Sunan Gresik, dan
dibuat dimaksudkan sebagai salah satu bukti sejarah.
c. Masjid Pesucinan
Masjid Pesucinan berlokasi di Dusun Pesucinan, Desa Leran,
Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Penduduk setempat
mengatakan bahwa masjid ini merupakan peninggalan Sunan Gresik,
walaupun tidak banyak catatan sejarah yang bercerita mengenai
keberadaan masjid ini, tetapi tetaplah penting yang mana
menginformasikan perihal keberadaan syiar Islam diwilayah tersebut.
d. Kolam Sunan Gresik
Kolam ini berada di dekat Masjid Pesucinan. Konon, kolam ini buatan
sendiri Sunan Gresik dengan ukuran sekitar 3x3 m. Masyarakat sekitar percaya
bahwa kolam ini memiliki khasiat menyembuhkan segala penyakit. Sebab, rasa
airnya berbeda dengan beberapa kolam yang ada di sisi kiri dan kanan masjid.
Selain itu, apabila warga membuat kolam atau sumur baru itu rasanya asin.
3 Yanuar Arifin, Ensiklopedia Sejarah Walisongo 1, (Yogyakarta : Lontar Mediatama, 2018), hlm. 13
4 Yanuar Arifin, Ensiklopedia Sejarah Walisongo 1, (Yogyakarta : Lontar Mediatama, 2018), hlm. 30-33
4
Oleh karena itu, masyarakat setempat percaya jika kolam tersebut buatan asli
dari Sunan Gresik.
5 Sumihara, WALI SONGO DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI NUSANTARA, Jurnal Rihlah Vol. 5
No.2/2017
5
pada saat itu Kertawijaya belum masuk Islam, tetapi Ia tidak pernah
melarang perjuangan Sunan Ampel untuk menyebarkan Islam. Beliau juga
membangun sebuah pondok pesantren di Ampel Denta untuk mendidik
para santri dan kader-kader Islam dari kalangan semua umur. Beliau
merupakan guru dan pemimpin para walisongo. Sunan Ampel selain
bergelut dibidang keagamaan juga dibidang politik pemerintahan. Salah
satunya yaitu beliaulah yang mengusahakan agar Raden Fatah diangkat
menjadi penguasa di pusat Kerajaan Majapahit. Dan beliau juga yang
meletakkan dasar-dasar pemerintahan Islam di Jawa. Diawali di Kadipaten
Bintoro dengan masjidnya yang kemudian menjadi Kesultanan Demak
sepeninggal Sunan Ampel. Berkat jasa-jasanya Islam berkembang secara
damai, hingga akhirnya menjadi agama yang dianut mayoritas penduduk
Indonesia terutama daerah Ampel Denta. Menurut penuturan Babad
Gresik, Raden Rahmat/ Sunan Ampel juga berhasil Selain Ampel Denta,
menurut penuturan Babad Gresik, Raden Rahmat berhasil mendirikan
daerahnya (Ampel Denta) yang semula berlumpur dan berair menjadi
daerah yang makmur.
3. Jejak Peninggalan Sunan Ampel6
1. Ajaran Moh Limo
Untuk memperbaiki moral masyrakat setempat, Sunan Ampel
mengajarkan ajaran sebuah prinsip hidup dan sangat masyhur berupa ajaran
Moh Limo, yang terdiri atas :
a. Moh Main yang artinya tidak mau berjudi
b. Moh Ngombe yang artinya tidak mau mencuri
c. Moh Maling yang artinya tida mau mencuri
d. Moh Madat yang artinya tidak mau menghisap candu
e. Moh Madon yang artinya tidak mau main perempuan, melacur, dan
berzina.
2. Masjid
Peninggalan Sunan ampel yang masih bisa disaksikan sampai
sekarang diantaranya adalah Masjid Rahmat didaerah Kembang Kuning
Surabaya, yang mana awalnya adalah sebuah langgar sebagai tempat
ibadah. Masjid ini dibangun sekitar tahun 1421 M. Masjid dengan 16 tiang
penyangga kayu jati setinggi 17 meter dan memiliki pintu-pintu sebanyak
6 Masykur Arif, Sejarah Lengkap Walisongo, (Yogyakarta : Dipta, 2013), hl. 110
6
48 buah yang dipercaya terbuat dari kayu-kayu yang masih asli
peninggalan sunan Ampel.
3. Sumur dan Gapura
Untuk memenuhi keperluan hidup dankebutuhan ibadah, Sunan
Ampel menggali sebuah sumur yang posisinya berda didalam masjid,
karena sekarang masjid telah mengalami perluasan.
Mengenai Gapura, banyak versi mengenai gapura mana yang asli
peninggalan Sunan Ampel. Ada yang menyebutkan jumlahnya 9 dan 5.
Kemudia yang asli buatan dari Sunan ampel hanya 3 atau 4 saja.
4. Makam
Makam Sunan Ampel terletak disebelah kanan depan masjid. Dan
memiliki keunikan dari pada makam-makam yang lain, yaitu tidak terdapat
cungkup (penutup) atau bangunan diatasnya, hanya dikelilingi pagar
pembatas saja. Menurut cerita masyarakat setempat. Tidak adanya penutup
karena permintaan dari Sunan Ampel sendiri untuk menggambarkan sebuah
kesederhanaan.
7
Mengenai tantangan yang harus dihadapi oleh Sunan Giri yaitu
tentang cara atau strategi yang harus dilakukan supaya Islam mampu
menarik perhatian dan mudah terima oleh penduduk setempat yang mana
mayoritas beragama Hindu-Budha. Selain itu, banyak pemberontakan-
pemberontakan terjadi terhadap Kerajaan Demak, seperti pemberontakan
Pangeran Trunojoyo dari Kerajaan Majapahit terhadap Amangkurat 1 da
Amangkurat II yana mana mataram bersekutu dengan VOC pada saat itu.
Sehingga beliau bersama Sunan Kudus menjadi panglima perang langsung
dalam penyerangan Kerajaan Majapahit.
b. Peran/Prestasi
Diceritakan di Babad Demak Ihwal, keterlibatan aktif Sunan Giri
dimulai dari pendirian Kerajaan Demak Bintoro. Ketika itu beliau bersama
Sunan Kudus bersama-sama menjadi panglima perang dalam peperangan
melawan Majapahit. selain itu, beliau juga merupakan pemimpin para
wali mengantikan Sunan Ampel setelah wafat, dan diberi gelar Prabu
Satmata. Kemudian selain berdakwah melalui jalur politik, Sunan Giri
juga menggunkan jalur kesenian dalam menyiarkan agama Islam, yaitu
dengan menciptakan tembang Asmaradana dan Pocung, menciptakan
permainan anak-anak yang bernapaskan Islam seperti Jamuran, Cublak-
cublak Suweng, Jethungan, dan Dhelikan. Kemudian, pada jalur
pendidikan Sunan Giri membangun masjid dan pondok pesantren sebagai
tempat mengajarkan agama Islam kepada murid-muridnya.
3. Jejak Peninggalan Sunan Giri7
1. Makam
Makam Sunan Giri terletak disebelah masjid Giri, yang berada
didusun Giri Gajah, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Letaknya dibukit Giri. Putra beliau membangun kompleks makam pada
tahun 1506 M. Hal menarik dari makam Sunan Giri yaitu bentuk lengkung
simetris dan repetitif pada pondasi batuan putihnya, dan dinding gebyog
kayu dengan ornamen ukiran yang sangat cantik. Itu semua sebagai tanda
penghormatan dan kecintaan masyarakat yang amat besar kepada Sunan
Giri.
2. Masjid
7 Yanuar Arifin, Ensiklopedia Sejarah Walisongo 1, (Yogyakarta : Lontar Mediatama, 2018), hlm.134-
8
Masjid Sunan Giri dibangun pada tahun 1544 M atas prakarsa Nyi
ageng Kabunan (cucu Sunan Giri), lantaran setelah wafatnya beliau
banyak masyarakat yang berdatangan untuk berziarah.
Mengunjungi makam dan masjid Sunan Giri seolah belajar pada
kearifan masa lalu, yaitu masa ketika syiar Islam tidak harus menjauhkan
dan memisahkan seseorang dari akar budayanya.
3. Situs Giri Kedaton
Situs Giri Kedaton berlokasi di Kecamatan Kebomas, kabupaten
Gresik. Tempat ini berada didalam lingkunagn sekitar pesantren atau
kerajaan Islam yang didirikan oleh Sunan Giri pada abad ke-15. Disitus
seluas kurang lebih 1 hektar ini, berdiri sebuah masjid yang terakhir
dipugar secara total pada tahun 1990’an. Kemudian, terdapat juga dua
kolam air peninggalan Sunan Giri, tetapi kondisinya selalu kering, dan
hanya menyisakkan ceruk sedalam masing-masing 2 meter.
Dalam buku Babad Gresik, diceritakan bahwa Kedaton merupakan
pusat pemerintahan dan penyebaran agama Islam di Gresik oleh Sunan
Giri. Dan membangun Kedaton Tundo Pitu (Istana bertingkat Tujuh) untuk
menjalankan praktik keagamaan dan menyelenggarakan lembaga
pendidikan pesantren.
Menurut keterangan Juru Kunci Mbah H. Abdul Jalil peninggalan
berharga dari Sunan Giri adalah sebagai berikut :
1. Masjid Jami’ Ainul Yaqin yang terletak di Sidomukti
2. Pulo Pancikan (Petilasan Pijakan) Kanjeng Sunan Giri yang terletak di
Kecamatan Gresik
3. Kolam wudhu keluarga Kanjeng Sunan Giri yang terletak di
Kelurahan Sidomukti
4. Petilasan Kolam Wudhu Masjid Giri Kedaton yang terletak di
Kelurahan Sidomukti
5. Petilasan Paseban (Majlis Sidang) Pemerintah Kanjeng Sunan Giri
yang terletak di kelurahan Sidomukti
6. Telogo Pegat yang terletak kelurahan Sidomukti
7. Batu Giwang Petilasan, tempat sholat Kanjeng Sunan Giri
8. Trap Undak-undakan menuju Pondok Pesantren yang terletak
dikelurahan Sidomukti
9. Telogo Pati yang terletak di Desa Klanggonan
10. Petilasan Pertapaan Kanjeng Sunan Giri (Gunung Batang) yang
terletak di kelurahan Gulomantung
9
11. Telogo Sumber yang terletak di desa Kembangan, dan lain
sebagainya.
8 Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo (Depok: Pustaka IIMan, 2016), hlm. 222
9 Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo (Depok: Pustaka IIMan, 2016), hlm. 242
10
Sebuah silsilah Sunan Bonang yang muncul pada pertengahan abad-19
menggambarkan bahwa tokoh bernama Mahdum Ibrahim itu nasabnya dari
Nabi Muhammad Saw melalui Fatimah dan Ali bin Thalib. Urut-Urutan silsilah
sebagai berikut.
1) Muhammad SAW
2) Fatimah & Ali bin Abi Thalib
3) Husain
4) Ali Zainal Abidin
5) Muhammad Al-Baqir
6) Ahmad al-Muhajir
7) Isa ar-Rumi
8) Muhammad an-Naqib
9) Ali Uraidhi
10) Ja’far Ash Shadiq
11) Ubaidullah
12) Alawi Awwal
13) Muhammad Sohibus Saumi’ah
14) Alawi ast-Tsani
15) Ali Kholi’ Qosam
16) Muhammad Shohib Mirbath al-Hadrami
17) Alawi Ammil Faqih al-Hadrami
18) Abdul Malik al-Muhajir an-Nasrabadi
19) Abdullah Khan
20) Ahmad Jalaluddin Khan
21) Jamaluddin Akbar Khan Syaikh Jumadil Kubro
22) Mulana Malik Ibrahim
23) Sayyid Ahmad Rahmatillah
24) Raden Rahmat
25) Mahdum Ibrahim
2. Dakwah Sunan Bonang
a) Kediri
Menurut Babad Daha-Kediri, usaha dakwah awal yang dilakukan
Pangeran Mahdum Ibrahim di pedalaman Kediri adalah dengan
pendekatan yang cenderung bersifat kekerasan. Untuk menjalankan
dakwah Islam di pedalaman, Sunan Bonang dikisahkan mendirikan
langgar (musholla) pertama di tepi barat Sungai Brantas, tepatnya di desa
Singkal (sekarang masuk wilayah Kabupaten Nganjuk). Sebagai akibat
dakwahnya yang keras itu, dalam Babad Daha-Kediri dikisahkan
bagaimana Sunan Bonang menghadapi resistensi dari penduduk Kediri
berupa konflik dalam bentuk perdebatan maupun pertarungan fisik dengan
11
Ki Buto Locaya dan Nyai Plencing, yang kiranya musuh-musuh Sunan
Bonang itu tokoh-tokoh penganut Bhairawa-bhairawa.
b) Demak
Setelah kurang berhasil melakukan dakwah di Kediri menurut
Hikayat Hasanuddin, Sunan Bonang pergi ke Demak atas panggilan
Pangeran Ratu (Raden Patah) untuk menjadi Imam masjid Demak.
Sebutan Sunan Bonang kiranya berkaitan dengan kediaman barunya di
Desa Bonang (Guru Suci) di Demak. Namun tidak lama kemudian jabatan
imam Masjid Demak ditinggalkannya. Demikianlan setelah meninggalkan
jabatannya, Sunan Bonang tinggal di Lasem.
c) Lasem
Menurut naskah Cerita Lasem, pada tahun 1402 Saka (1480 M),
Sunan Bonang tinggal dibagian belakang Kadipaten Lasem, kediaman
kakan kandungnya, Nyai Gede Maloka. Disana Sunan Bonang diminta
untuk merawat makam nenek mereka asal Champa. Tugas Sunan Bonang
merawat makam neneknya di Puthuk Regol itulah yang melahirkan
berbagai cerita legenda tentang petilasan persujudan Sunan Bonang di
bukit Watu Layar di timur kota Lasem. Dan rupanya di tempat bernama
Puthuk Regol yang sekarang disebut Watu Layar Sunan Bonang
membangusn sebuah Zawiyah, yang secara harfiah bermakna pojok, yaitu
semacam tempat khusus untuk khlawat dan juga digunakan untuk para
pengamal ajaran tasawuf bertemu.
d) Tuban
Menurut Carita Lasem, pada usia 30 tahun, Sunan Bonang dujadikan
wali segara Tuban yang mengurusi berbagai hal yang menyangkut Agama
Islam. Sejak saat itu Sunan Bonang sering terlihat di Tuban
Raden Mahdum Ibrahim dikenal sering menggunakan wahana kesenian dan
kebudayaan untuk menarik simpati masyarakat. Salah satunya dengan
perangkat gamelan Jawa yang disebut Bonang. Menurut R. Poedjosoebroto
dalam Wayang Lambang Ajaran Islam (1978), kata “bonang” berasal dari suku
kata bo+ nang yaitu babon+menang yang artinya baboning kemenangan yaitu
induk kemenangan. Bonang sendiri adalah sejenis alat musik dari bahan
12
kuningan berbentuk bulat dengan tonjolan di bagian tengah, mirip gong ukuran
kecil.10Masyarakat benar benar tertarik dengan hiburan seni, terlebih bila yang
dimainkan adalah boning. Jika Sunan Bonang telah memainkan alat music
boning maka masyarakat akan segera berbondong-bondong untuk
mendengarkannya.11
Dalam proses reformasi seni pertunjukan wayang, Sunan Bonang dikenal
sebagai dalang yang membabar ajaran rohani pergelaran wayang. Sunan
Bonang yang dikenal menguasai pertunjukan wayang dan memiliki
pengetahuan mendalam tentang kesenian dan kesusastraan Jawa, juga diketahui
telah menggubah sejumlah tembang tengahan macapat. Salah satu gubahannya
dalah tembang macapat yang termasyhur adalah Kidung Bonang. Tembang
tombok ati adalah salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam konteks berdakwah dengan tulisan, Sunan Bonang berfokus pada
karya-karya sastra religi. Karya sastranya ini biasa disebut dengan istilah suluk.
Suluk memiliki arti menempuh jalan kesempurnaan batin atau jiwa, yaitu
melalui ajaran tasawuf dan tarekat.
3. Karya dan Peninggalan Sunan Bonang
a. Makam Sunan Bonang12
Makam dari Sunan Bonang berada di Desa Bonang, Lasem, Rembang,
terletak sekitar 2 km dari Makam Putri Champa.
b. Tapak Kaki
Cekungan yang membentuk tapak kaki diyakini sebagai bekas tapak kaki
Sunan Bonang.
c. Bonang
Salah satu perangkat gamelan Jawa yang digunakan Sunan Bonang
sebagai media dalamb beliau berdakwah.
d. Wayang13
Sunan Bonang juga salah satu pencipta wayang versi Islam untuk
kepentingan dakwah bersama-sama Sunan Kalijaga.
e. Durmo
Durmo adalah lagu gending Jawa yang diciptakan oleh Sunan Bonang.
Menurut sastra Jawa lagu ini masuk ke dalam kelompok tembang cilik.
f. Suluk Sunan Bonang
14 Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo (Depok: Pustaka IIMan, 2016), hlm. 246-249
14
20) Tumenggung Wilatikta
21) Raden Mas Said (Sunan Kalijaga)
Silsilah dari R.M. Soidioko ini bertemu dengan sumber Babad Tuban
dan pendapat H.J. De Graaf maupun va Den Berg, yaitu menyebutkan Sunan
Kalijaga adalah keturunan Arab dari jalur Sayyidina Abbas, paman Nabi
Muhammad SAW. Namun terdapat perbedaan silsilah-silsilah tersebut. Pada
Babad Tuban dan yang diajukan H.J. De Graaf disebutkan Kakek Sunan
Kalijaga yang bernama Aria Teja seorang tokoh dari daerah Arab bernama
Abdurrahman. Sementara itu, menurut silsilah dari keluarga R.M. Mohammad
Soedikoro Kakek Sunan Kalijaga adalah Bupati Tuban yang bernama Rangga
Tejalaku, sedangkan tokoh bernama Abdurrahman adalah cangah dari Sunan
Kalijaga. Sementara menurut C.L.M Van Den Berg, Kakek Sunan Kalijaga
adalah Lembu Kusuma, Putra Tejalaku.
Memiliki kemiripan nama Aria Teja, dengan nama Rangga Tejalaku dan
Tejalaku, dapat ditafsirkan nama itu sejatinya menunjuk pada satu tokoh
sejarah yang sama dengan tiga nama berbeda, sehingga sangat mungkin tokoh
sejarah yang disebut Aria teja, Rangga Tejalaku, dan Tejalaku itu adalah tokoh
bernama Abdurahman, yaitu tkoh yang memiliki nama sama dengan kakeknya
karena nama-nama seperti Abdurrahman digunakan secara umum oleh
penguasa-penguasa muslim pada era Demak. Sunan sendiri selaku purta Bupati
Tuban menggunakan nama Pangeran Abdurrahman. Yang pasti, semua sumber
menunjuk bahwa ayah Raden Sahid adalah Aria Wilatikta, yang memiliki
nama asli Abdul Syakur, yang menikah dengan putri Nawangarum.
Selama hidup Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Sarokah dan
mempunyai lima anak yaitu Kanjeng Ratu Pembayung yang menjadi istri
Raden Trenggono (Demak), Nyai Ageng Penenggak yang menikah dengan
Kyai Ageng Pakar, Sunan Hadi (yang menjadi panembahan kali), Raden
Abdurrahman, Nyai Ageng Wareng. Dikatakan juga bahwa Sunan Kalijaga
menikah dengan Dewi Sarah binti Maulana Ishaq dan mempunyai tiga orang
putra, yaitu Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Ruqoyyah, dan Dewi
Sofuyah. Selain dua istrinya tersebut, Sunan Kalijaga juga menikah dengan
putrid Sunan Ampel bernama Siti Khafsah. Namun sejauh ini, belum ada
15
keterangan mengenai jumla dan nama putra Sunan Kalijaga dari perkawinan
dengan putri Sunan Ampel tersebut.15
Diperkirakan Usia Sunan Kalijaga mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan
demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir tahun
1478). Kesultanan Demak, Kasultanan Cirebon, dan Banten bahkan juga
kerajaan Pajang yang lahir pada tahun 1546) M. serta awal kerajaan Mataram
di bawah pimpinan Panembahan Senopati. Beliau ikut merancang
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang tatal
(pecahan kayu) yang merupakan tiang utama masjid adalah kreasi Sunan
Kalijaga.(Susmihara, 2017)
2. Perjuangan Sunan Kalijaga dalam Mendakwahkan Islam
Sunan Kalijaga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana atau
media untuk berdakwah. Karena itu ia sangat toleran pada budaya local. Beliau
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Oleh
karena itu, mereka harus didekati secara baertahap, yaitu mengikuti sambil
memepengaruhinya. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami,
dengan sendirinya kebiasaan lama menghilang.
Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam,
sebab dalam menjalankan dakwahnya, ia menggunakan seni ukir, wayang,
gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta baju
taqwa, perayaan sekaten, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang
petruk jadi raja, lanskap pusat kota kraton, alun-alun dengan beringin serta
masjid yang diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.(Susmihara, 2017)
Melalui wayang Sunan Kalijaga berdakwah kepada masyarakat yang
masih menganut agama lain. Dengan kmapuan yang menakjubkan sebagai
dalang ahli memainkan wayang, Sunan Kalijaga dikenal penduduk dengan
sebagai dalang dengan berbagai nama samaran.Di Pajajaran beliau dikenal
dengan nama Ki Dalang Sido Brangti. Di tegal beliau dikenal sebagai dalang
barongan dengan nama Ki Dalang Bengkok. Di daerah Purbalingga beliau
dikenal sebagi dalang topeng dengan nama Ki Dalang Kumendung. Sedangkan
di Majapahit dikenal dengan nam Ki Unehan.16
18
F. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Gunungjati
1. Biografi Sunan Gunungjati
Menurut Naskah Mertasinga yang dialih bahasakan oleh Amman N.
Wahyu yang diberi judul Sejarah Wali, Syarif Hidayat yang termasyhur dengan
sebutan Sunan Gunungjati adalah putra Sultan Hud yang berkuasa di negara
Bani Israil, hasil pernikahan dengan Nyi Rara Santang, putri raja Pajajaran,
Raden Manah Rerasa. Menurut naskah Arita Purwaka Caruban Nagari,
ayahanda Sunan Gunungjati adalah Sultan Mahmud yang bernama Syarif
Abdullah putra Ali Nurul Alim dari bani Hasyim keturunan bani Ismail, yang
berkuasa di Ismailiyyah, negeri Mesir yang wilyahnya mencapai Palestina
kediaman Bani Israil. Berikut asal-usul beliau menurut naskah Mertasinga.19
1) Nabi Muhammad SAW
2) Fatimah & Ali bin Abi Thalib
3) Husein
4) Zainal Abidin
5) Zainal Kabir
6) Jumadil Kabir
7) Raja Odhara
8) Sultan Hud yang berkuasa di Negara Bani Israil
9) Syarif Hidayat
Setelah dua tahun melahirkan Syarif Hidayat, Nyai lara Santang
dikisahkan hamil dan melahirkan lagi seorang putra yang dinamai syarif
Nurullah, tidak lama sesudah itu, suaminya Syarif Abdullah wafat.20
Pada tahun 1568 M, Sunan Gunungjati wafat diusia 120 tahun, di Cirebon
ia dimakamkan di Daerah Gunung Sembung. Gunungjati, sekitar 15 km
sebelum kota Cirebon darai arah Barat.(Susmihara, 2017)
2. Perjuangan Sunan Gunungjati dalam Mendakwahkan Islam
Salah satu starategi dakwah yang dilakukan Syarif Hdayatullah dalam
memperkuat kedudukan, sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh
berpengaruh di Cirebon adalah melalui pernikahan sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.21
19 Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo (Depok: Pustaka IIMan, 2016), hlm. 270
20 Ibid, hlm. 272
21 Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo (Depok: Pustaka IIMan, 2016), hlm. 280
19
Dikisahkan Syarif Hidayat menikah padakali pertama dengan Nyai
Babadan putrid Ki Gedeg Babadan, yang membuat pengaruhnya meluas dari
Gunung Sembung Hingga wilayah Babadan.
Cerita Purwaka Caruban Nagari menuturkan bahwa atasa perkenan
Pangeran Cakrabuwana, Syarif Hidayat dikisahkan diangkat menjadi
tumenggung di Cirebon, yang wilayahnya meliputi Pesisir Sunda dan menjadi
Panetep Panatagama.
Wilayah Cirebon semula adalah bawahan Kerajaan Pakuan Pajajaran,
yang berkewajiban membayar upeti tahunan berupa terasi dan garam. Namun
sejak Syarif Hidayat menjadi tumenggung Cirebon, ia menolak untuk
membayarnya. Tindakan itu diikuti oleh penguasa daerah. Prabu Siliwangi
mengutus Tumenggung Jagabaya dan pasukannya beserta 60 prajurit, namun
mereka tidak berani berperang melawan Syarif Hidayat, malahn memeluk
agama Islam. Tidak lama kemuadian, tersiar kabar bahwa Prabu Siliwangi
mangkat.
Pada bagian naskah yang diberi sub judul Jeng Maulana Insan kamil
Sinareng Ki Kuwu Cirebon Tumindhak ing Banten, dikisahkan sebagaiman
Syarif Hidayat bersama Sri Mangana, dari Keraton Pakuan Pajajaran
melanjutkan perjalanan ke barat menuju Banten. Di Banten ia berhasil
mengislamkan Ki Gedeg Kwunganten beserta rakyatnya. Dari pernikahannay
dengan Nyai Kawunganten, lahir dua orang keturunan, yaitu ratu Winaon,.
Putra kedua adalah pangeran Sbakingkin, kelak menjadi Sultan Banten yang
bergelar Sultan Hasanuddin.
Syarif Hidayat dikisahkan pula menikahi perempuan dari Cina bernama
Ong Tien. Syaruf Hidayat kemudian menikahi Nyai Syarifah Baghdadi. Dari
pernikahan itu lahir dua orang putra,yaitu Pangeran Jayakelana dan Pangeran
Bratakelana, yang keduanya adalah menantu Raden Fatah.
Istri Syarif yang lain adalah Nyai Tepasari, putrid Ki gedeg Tepasan,
seorang pejabat Majapahit yang berkuasa di Tepasan. Dari pernikahan ini lahir
dua orang putra, Nyai Ratu Ayu dan Pangeran Muhammad Arifin. Sedang
pernikahannya dengan Nyi Mas Rarakerta putrid Ki Gedeng Jadimerta, lahir
seorang putra yang dinamai Bung Cikal.
Kisah dakwah Islam yang dilakukan Syarif Hidayat Susuhunan Jati,
selain ditandai kisah pernikahan, pencarian ilmu, dan peperangan, juga di
20
tandai penggalangan kekuatan para tokoh yang dikenal memiliki kesaktian dan
kekuatan politik serta kekuatan bersenjata. Kekuetan bersenjata orang-orang
yang ditunjuk Syarif Hidayat itu menunjukkan hasil yang mengejutkan
sewaktu kekuatan umat Islam di serang oleh pasukan Raja Galuh, yang
berakhir dengan kemenangan pihak Cirebon. Dengan takluknya Raja Galuh,
dakwah Islam seketika berkembang pesat. Akibatnya, bukan hanya keluara raja
dan para pejabat yang memeluk Islam tapi seluruh penjuru negeri Raja Galuh
pun berama-ramai masuk Islam. Bukan hanya Raja Galuh tapi Raja Indramayu,
Kerajaan Talaga menyatakan menyerah terhadap Cirebon. 22
Sunan Gunungjati adalah satu-satunya walisongo yang memimpin
pemerintahan. Sunan Gunungjati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putera
raja pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman
Pasundan dan Priangan. Dalam berdakwah ia menganut kecenderungan Timur
Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun
insfratruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah. Bersama
putranya, Maulana Hasanuddin, ia melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa
setempat, Pucuk Umum, menyerahkan secara sukarela penguasaan wilayah
banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal kesultanan Banten.
(Susmihara, 2017)
3. Karya dan Peninggalan Sunan Gunungjati
a. Masjid Merah Panjunan23
Masjid ini merupakan peninggalan Syarif Abdurrahman atau Pangeran
Panjunan, kecamatan Lemahwungkuk, Cirebon.
b. Prasasti Wasiat Sunan Gunungjati24
Prasasti ini bertuliskan “Insung Titip Tajug Lan Fakir Miskin”
c. Makam Sunan Gunungjati25
Makam Sunan Gunungjati terletak di GunungSembung yang masuk
Desa Astana, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon.
d. Bangunan Istana
Bangunan Istana yang ditinggalka oleh Sultan Gunungjati mempunyai
nilai budaya yang tinggi. Keraton peninggalan Sunan Gunungjati terdiri
dari sebegai berikut.
1. Dalem Agung Pakungwati
A. Kesimpulan
Ketik di sini
28
DAFTAR PUSTAKA
Ketik di sini
29