Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA

SEJARAH PERJUANGAN DAKWAH WALISONGO


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Islam Indonesia
Dosen Pembimbing: Nur Saidah, S. Ag. M. Ag.

DISUSUN OLEH:
Mukhammad Imron Mustofa 16410056
Roudhatun Nafi’ah 16410096
Lu’luul ‘Ilma 16410099

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Multikultural. Shalawat serta salam senantiasa
kita curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafa’atnya
pada yaumil kiyamah. Aamiin.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah
wawasan. Tak lupa ucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Saidah, S. Ag. M. Ag. selaku
dosen pengampu mata kuliah Sejarah Islam Indonesia yang memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca. Kami
mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa
kata ataupun isi dari keseluruhan laporan ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami
harapkan demi kebaikan untuk ke depannya.

Yogyakarta, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3

A. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Gresik ........................................................... 3

B. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Ampel .......................................................... 5

C. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Giri ............................................................... 7

D. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Bonang ....................................................... 10

E. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Kalijaga ...................................................... 14

F. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Gunungjati ................................................. 20

G. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Drajat ......................................................... 23

H. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Kudus ......................................................... 27

I. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Muria.......................................................... 31

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 34

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah mencatat peran besar para ‘ulama dalam mengemban dakwah di
pelosok dunia termasuk di Indonesia sehingga Islam menjadi mayoritas di negara
ini. Maka dari itu kami akan membahas tokoh ulama yang memiliki peran dalam
Islamisasi yaitu peran walisongo dalam Islamisasi Indonesia dengan jalur dakwah
di Pulau Jawa. Walisongo sebagai peletak batu pertama Islam di pulau Jawa.
Kiprah walisongo dalam peta dakwah Islam di Indonesia pada umumnya dan di
Pulau Jawa khususnya memang merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan
Walisongo masyhur sebagai juru syiar kebenaran dan pekerja giat dalam
memperjuangkan Islam terhadap masyarakat, semua lapisan sosial hingga ke para
punggawa dan pembesar Negeri. Di samping tetap memelihara ajaran Islam murni,
juga tidak tanggung-tanggung memberantas kebiasaan dan kepercayaan yang
berbau kemusyrikan, lalu digiringnya ke tauhid yang sejati.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Gresik?
2. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Ampel?
3. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Giri?
4. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Bonang?
5. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Kalijaga?
6. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Gunungjati?
7. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Drajat?
8. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Kudus?
9. Bagaimana sejarah perjuangan dakwah Sunan Muria?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Gresik
2. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Ampel

1
3. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Giri
4. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Bonang
5. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Kalijaga
6. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Gunungjati
7. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Drajat
8. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Kudus
9. Sejarah perjuangan dakwah Sunan Muria

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Gresik


1. Biografi Sunan Gresik
Sunan Gresik yang memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim lahir
pada tahun 1350 M di Samarkand, Uzbekistan. Beliau merupakan putra dari
Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra yang mana keturunan ke 10 dari Nabi
Muhammad SAW. Sunan Gresik juga bersaudara dengan Maulana Ishak,
ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku)
dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri dari hasil perkawinan dengan putri
Raja Campa (sekarang Kamboja).1
Sunan Gresik diperkirakan datang dari Campa menuju Tanah Jawa pada
tahun 1404 M, tepatnya didesa Sembalo, daerah Leran Kecamatan Manyar,
Kabupaten Gresik. Jawa Timur. Sebagaimana pada umumnya kaum pendatang
Jawa Timur, setibanya di Gresik beliau berprofesi sebagai pedagang. Selain
itu, sunan Gresik juga berprofesi sebagai tabib, kemudian lama kelamaan
beliau membangun sebuah pondok pesantren dan tinggal menetap di Gresik.
Beliau berada di Tanah Jawa kurang lebih 27 tahun, kemudian wafat pada hari
Senin,, 12 Rabi’ul Awal tahun 822 H/1419 M.2
2. Tantangan dan Peran/Prestasi Sunan Gresik dalam Mendakwahkan
Islam
a. Tantangan
Mengenai tantangan yang harus dihadapi oleh Sunan Gresik yaitu
tentang cara atau strategi yang harus dilakukan yang mana mayoritas
penduduk setempat adalah beragama Hindu-Budha. Dan beliau terlebih
dahulu harus mengetahui kebudayaan masyarakat Gresik untuk mampu
beradaptasi dan mudah diterima oleh penduduk setempat dalam
menyebarkan agama Islam.
b. Peran/Prestasi

1
Yanuar Arifin, Ensiklopedia Sejarah Walisongo 1, (Yogyakarta : Lontar Mediatama, 2018), hlm. 10
2
Sofwan Ridin, Dkk., ISLAMISASI DI JAWA Walisongo Penyebar Islam di Jawa Menurut Penuturan
Babad, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2004), hlm. 24

3
Sunan Gresik berhasil menyebarkan Islam di Tanah Jawa, selain atas
berkat rahmat Allah SWT juga atas lantaran metode dakwah yang beliau
gunakan sangat efektif, seperti mempelajari adat istiadat masyarakat
setempat; membuka lahan pertanian yang kemudian beliau pertama kalilah
yang mempunyai gagasan mengairkan air dari gunung untuk mengairi
lahan pertanian tersebut. Melalui interaksi tersebut, secara perlahan Sunan
Gresik menyampaikan ajaran-ajaran Islam. selain itu, sering mengobati
orang yang sakit; menghapus perbedaan kelas (kasta); dan pastinya
metode keteladanan, yaitu memberikan contoh atau teladan yang baik,
seperti hidup dengan penuh kesederhanaan; serta mendirikan sebuah
masjid dan pondok pesantren sebagai pusat pengajaran tentang agama
Islam.3
3. Jejak Peninggalan Sunan Gresik4
a. Makam Sunan Gresik
Adanya makan Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim
merupakan salah satu bukti sejarah yang menjelaskan keberadaan sosok
Sunan Gresik sebagai penyiar agama Islam di Tanah Jawa, yang mana
menjadi bukti autentik, dan bukan hanya sekedar mitos belaka.
b. Gapura Paduraksa
Gapura Paduraksa terdapat di pintu masuk makam Sunan Gresik.
Gapura ini terdiri atas susunan batu bata. Pada sisi kanan bawah gapura
terdapat prasasti pendek yang bertuliskan angka tahun Jawa kuna 1340
saka/1419. Tahun itu sama dengan tahun wafatnya Sunan Gresik, dan
dibuat dimaksudkan sebagai salah satu bukti sejarah.
c. Masjid Pesucinan
Masjid Pesucinan berlokasi di Dusun Pesucinan, Desa Leran,
Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Penduduk setempat
mengatakan bahwa masjid ini merupakan peninggalan Sunan Gresik,
walaupun tidak banyak catatan sejarah yang bercerita mengenai
keberadaan masjid ini, tetapi tetaplah penting yang mana
menginformasikan perihal keberadaan syiar Islam diwilayah tersebut.
d. Kolam Sunan Gresik

3
Yanuar Arifin, Ensiklopedia Sejarah Walisongo 1..., hlm. 13
4
Ibid., hlm. 30-33

4
Kolam ini berada di dekat Masjid Pesucinan. Konon, kolam ini buatan
sendiri Sunan Gresik dengan ukuran sekitar 3x3 m. Masyarakat sekitar percaya
bahwa kolam ini memiliki khasiat menyembuhkan segala penyakit. Sebab, rasa
airnya berbeda dengan beberapa kolam yang ada di sisi kiri dan kanan masjid.
Selain itu, apabila warga membuat kolam atau sumur baru itu rasanya asin.
Oleh karena itu, masyarakat setempat percaya jika kolam tersebut buatan asli
dari Sunan Gresik.

B. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Ampel


1. Biografi Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya adalah Raden Rahmat lahir sekitar tahun 1401
M (ada data yang menyebutkan 1381 M) di Kerajaan Cempa yang sekarang
menjadi Kamboja, ada juga yang menyebutkan sekitar Thailand. Beliau
merupakan putra tertua Syekh Maulana malik Ibrahim. Masuk ke Tanah Jawa
bersama Adik kandungnya Sayyid Ali Murtadho pada tahun 1443 M. Datang
ke daerah Jawa awalnya untuk menemui bibinya, seorang putri dari Campa
bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang Raja Majapahit
beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.5 Setelah lama menetap di
Jawa, beliau kemudian menikah dengan putri adipati Tuban yaitu Dewi
Condrowati (Nyai Agem Manila) putri Aryotejo (kakek Sunan Kalijaga), dan
dari perkawinannya dikaruniai putra dan putri di antaranya Sunan Bonang,
Sunan Drajat, dan istri Sunan Kalijaga. Sunan Ampel wafat pada tahun 1481
dan dimakamkan di komplek masjid dan Pondok Pesantren Ampel.
2. Tantangan dan Peran/Prestasi Sunan Ampel dalam Mendakwahkan
Islam
a. Tantangan
Mengenai tantangan yang harus dihadapi oleh Sunan Ampel yaitu
kebiasaan hidup dan rusaknya moral di kalangan istana ataupun rakyat
jelata, seperti sering minum-minuman keras, berjudi, memakai candu,
main perempuan dan sebagainya. Oleh karena itu, Sunan Ampel harus
terlebih dahulu mampu beradaptasi dengan budaya setempat, untuk
menghapus perlahan-lahan kebiasaan buruk masyarakat setempat.

5
Sumihara, WALI SONGO DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI NUSANTARA, Jurnal
Rihlah Vol. 5 No.2/2017

5
b. Peran/Prestasi
Sunan Ampel awalnya menyebarkan agama Islam ke wilayah Sumatra
dan tinggal sementara di Palembang serta berhasil mengislamkan Bupati
Arya Damar yang kemudian namanya berganti Arya Abdillah. Setelah itu,
melanjutkan mengembara ke Tanah Jawa dan tinggal di kampung Ampel
Denta Hujung Galuh (Surabaya) pada tahun 1431 M atas izin raja
Majapahit yaitu Ratu Suhita dan Putra Mahkota Kertawijaya. Walaupun
pada saat itu Kertawijaya belum masuk Islam, tetapi Ia tidak pernah
melarang perjuangan Sunan Ampel untuk menyebarkan Islam. Beliau juga
membangun sebuah pondok pesantren di Ampel Denta untuk mendidik
para santri dan kader-kader Islam dari kalangan semua umur. Beliau
merupakan guru dan pemimpin para walisongo. Sunan Ampel selain
bergelut dibidang keagamaan juga dibidang politik pemerintahan. Salah
satunya yaitu beliaulah yang mengusahakan agar Raden Fatah diangkat
menjadi penguasa di pusat Kerajaan Majapahit. Dan beliau juga yang
meletakkan dasar-dasar pemerintahan Islam di Jawa. Diawali di Kadipaten
Bintoro dengan masjidnya yang kemudian menjadi Kesultanan Demak
sepeninggal Sunan Ampel. Berkat jasa-jasanya Islam berkembang secara
damai, hingga akhirnya menjadi agama yang dianut mayoritas penduduk
Indonesia terutama daerah Ampel Denta. Menurut penuturan Babad
Gresik, Raden Rahmat/ Sunan Ampel juga berhasil Selain Ampel Denta,
menurut penuturan Babad Gresik, Raden Rahmat berhasil mendirikan
daerahnya (Ampel Denta) yang semula berlumpur dan berair menjadi
daerah yang makmur.
3. Jejak Peninggalan Sunan Ampel6
1. Ajaran Moh Limo
Untuk memperbaiki moral masyarakat setempat, Sunan Ampel
mengajarkan ajaran sebuah prinsip hidup dan sangat masyhur berupa
ajaran Moh Limo, yang terdiri atas :
a. Moh Main yang artinya tidak mau berjudi
b. Moh Ngombe yang artinya tidak mau mencuri
c. Moh Maling yang artinya tida mau mencuri

6
Masykur Arif, Sejarah Lengkap Walisongo, (Yogyakarta : Dipta, 2013), hlm. 110

6
d. Moh Madat yang artinya tidak mau menghisap candu
e. Moh Madon yang artinya tidak mau main perempuan, melacur, dan
berzina.
2. Masjid
Peninggalan Sunan ampel yang masih bisa disaksikan sampai
sekarang di antaranya adalah Masjid Rahmat didaerah Kembang Kuning
Surabaya, yang mana awalnya adalah sebuah langgar sebagai tempat
ibadah. Masjid ini dibangun sekitar tahun 1421 M. Masjid dengan 16 tiang
penyangga kayu jati setinggi 17 meter dan memiliki pintu-pintu sebanyak
48 buah yang dipercaya terbuat dari kayu-kayu yang masih asli
peninggalan sunan Ampel.
3. Sumur dan Gapura
Untuk memenuhi keperluan hidup dan kebutuhan ibadah, Sunan
Ampel menggali sebuah sumur yang posisinya berada di dalam masjid,
karena sekarang masjid telah mengalami perluasan.
Mengenai Gapura, banyak versi mengenai gapura mana yang asli
peninggalan Sunan Ampel. Ada yang menyebutkan jumlahnya 9 dan 5.
Kemudian yang asli buatan dari Sunan ampel hanya 3 atau 4 saja.
4. Makam
Makam Sunan Ampel terletak di sebelah kanan depan masjid. Dan
memiliki keunikan dari pada makam-makam yang lain, yaitu tidak terdapat
cungkup (penutup) atau bangunan diatasnya, hanya dikelilingi pagar
pembatas saja. Menurut cerita masyarakat setempat. Tidak adanya penutup
karena permintaan dari Sunan Ampel sendiri untuk menggambarkan
sebuah kesederhanaan.

C. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Giri


1. Biografi Sunan Giri
Sunan Giri yang memiliki nama asli Raden Paku. Beliau lahir pada tahun
1365 M di Blambangan. Ayahnya bernama Syekh Maulana Ishaq yang berasal
dari Pasai (Aceh), yang mana merupakan saudara kandung dari Sunan Gresik.
Adapun ibu Sunan Giri ialah Dewi Sekarad, putri dari Prabu Menak Sembuyu
yang menjadi raja kerajaan Blambangan. Oleh karena itu jika dilihat dari
silsilah ayahnya, beliau adalah keturunan Rasululloh SAW dan dapat dikatakan

7
sebagai keturunan ke-22. Kemudian dari garis silsilah ibunya berasal dari
keturunan raja yang sangat dihormati di Tanah Jawa. Semasa hidupnya Sunan
Giri menikahi 2 orang perempuan, yaitu Dewi Wardah dan dewi Martusilah,
serta beberapa putra putri, yaitu Susuhunan Tegalwangi, Ageng Sido Luhur,
Pangeran Sido Timur, Susuhunan Kidul, Nyai Ageng Kelanggonan, Zainal
Abidin Sunan dalem, Nyai Agen Sawo, Susuhunan Kesalin, Pangeran Pasir
Batang, dan Susuhunan Waruju. Kemudian Sunan Giri wafat pada tahun 1680
M dan dimakamkan didesa Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur.
2. Tantangan dan Peran/Prestasi Sunan Giri dalam Mendakwahkan Islam
a. Tantangan
Mengenai tantangan yang harus dihadapi oleh Sunan Giri yaitu
tentang cara atau strategi yang harus dilakukan supaya Islam mampu
menarik perhatian dan mudah terima oleh penduduk setempat yang mana
mayoritas beragama Hindu-Budha. Selain itu, banyak pemberontakan-
pemberontakan terjadi terhadap Kerajaan Demak, seperti pemberontakan
Pangeran Trunojoyo dari Kerajaan Majapahit terhadap Amangkurat 1 da
Amangkurat II yana mana mataram bersekutu dengan VOC pada saat itu.
Sehingga beliau bersama Sunan Kudus menjadi panglima perang langsung
dalam penyerangan Kerajaan Majapahit.
b. Peran/Prestasi
Diceritakan di Babad Demak Ihwal, keterlibatan aktif Sunan Giri
dimulai dari pendirian Kerajaan Demak Bintoro. Ketika itu beliau bersama
Sunan Kudus bersama-sama menjadi panglima perang dalam peperangan
melawan Majapahit. selain itu, beliau juga merupakan pemimpin para
wali mengantikan Sunan Ampel setelah wafat, dan diberi gelar Prabu
Satmata. Kemudian selain berdakwah melalui jalur politik, Sunan Giri
juga menggunkan jalur kesenian dalam menyiarkan agama Islam, yaitu
dengan menciptakan tembang Asmaradana dan Pocung, menciptakan
permainan anak-anak yang bernapaskan Islam seperti Jamuran, Cublak-
cublak Suweng, Jethungan, dan Dhelikan. Kemudian, pada jalur
pendidikan Sunan Giri membangun masjid dan pondok pesantren sebagai
tempat mengajarkan agama Islam kepada murid-muridnya.

8
3. Jejak Peninggalan Sunan Giri7
1. Makam
Makam Sunan Giri terletak di sebelah masjid Giri, yang berada di
dusun Giri Gajah, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Letaknya dibukit Giri. Putra beliau membangun kompleks makam pada
tahun 1506 M. Hal menarik dari makam Sunan Giri yaitu bentuk lengkung
simetris dan repetitif pada fondasi batuan putihnya, dan dinding gebyog
kayu dengan ornamen ukiran yang sangat cantik. Itu semua sebagai tanda
penghormatan dan kecintaan masyarakat yang amat besar kepada Sunan
Giri.
2. Masjid
Masjid Sunan Giri dibangun pada tahun 1544 M atas prakarsa Nyi
ageng Kabunan (cucu Sunan Giri), lantaran setelah wafatnya beliau
banyak masyarakat yang berdatangan untuk berziarah.
Mengunjungi makam dan masjid Sunan Giri seolah belajar pada
kearifan masa lalu, yaitu masa ketika syiar Islam tidak harus menjauhkan
dan memisahkan seseorang dari akar budayanya.
3. Situs Giri Kedaton
Situs Giri Kedaton berlokasi di Kecamatan Kebomas, kabupaten
Gresik. Tempat ini berada di dalam lingkungan sekitar pesantren atau
kerajaan Islam yang didirikan oleh Sunan Giri pada abad ke-15. Di situs
seluas kurang lebih 1 hektar ini, berdiri sebuah masjid yang terakhir
dipugar secara total pada tahun 1990’an. Kemudian, terdapat juga dua
kolam air peninggalan Sunan Giri, tetapi kondisinya selalu kering, dan
hanya menyisakan ceruk sedalam masing-masing 2 meter.
Dalam buku Babad Gresik, diceritakan bahwa Kedaton merupakan
pusat pemerintahan dan penyebaran agama Islam di Gresik oleh Sunan
Giri. Dan membangun Kedaton Tundo Pitu (Istana bertingkat Tujuh)
untuk menjalankan praktik keagamaan dan menyelenggarakan lembaga
pendidikan pesantren.
Menurut keterangan Juru Kunci Mbah H. Abdul Jalil peninggalan
berharga dari Sunan Giri adalah sebagai berikut :

7
Yanuar Arifin, Ensiklopedia Sejarah Walisongo 1..., hlm.134.

9
1. Masjid Jami’ Ainul Yaqin yang terletak di Sidomukti
2. Pulo Pancikan (Petilasan Pijakan) Kanjeng Sunan Giri yang terletak di
Kecamatan Gresik
3. Kolam wudhu keluarga Kanjeng Sunan Giri yang terletak di
Kelurahan Sidomukti
4. Petilasan Kolam Wudhu Masjid Giri Kedaton yang terletak di
Kelurahan Sidomukti
5. Petilasan Paseban (Majlis Sidang) Pemerintah Kanjeng Sunan Giri
yang terletak di kelurahan Sidomukti
6. Telogo Pegat yang terletak kelurahan Sidomukti
7. Batu Giwang Petilasan, tempat sholat Kanjeng Sunan Giri
8. Trap Undak-undakan menuju Pondok Pesantren yang terletak
dikelurahan Sidomukti
9. Telogo Pati yang terletak di Desa Klanggonan
10. Petilasan Pertapaan Kanjeng Sunan Giri (Gunung Batang) yang
terletak di kelurahan Gulomantung
11. Telogo Sumber yang terletak di desa Kembangan, dan lain
sebagainya.

D. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Bonang


1. Biografi Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra ke empat Sunan Ampel dari perkawinan
dengan Nyai Ageng Manila putrid Arya teja, Bupati Tuban. Menurut Babad
Risaking Majapahit dan Babad Cerbon, kakak-kakak sunana Bonang adalah
Nyai Patimah bergelar Nyai Gedeng Panyuran, Nyai Wilis alias Nyai Pengulu,
dan Nyai Taluki bergelar Nyai Gedeng maloka. Adik Sunan Bonang adalah
Raden Qosim yang kelak menjadi anggota Walisongo dan dikenal dengan
sebutan Sunan Drajat. Sunan Bonang lahir dengan nama kecil Mahdum
Ibrahim. Menurut Perhitungan B.J.O. Schrieke dalam Het Book Van Bonang
(1916), Sunan Bonang diperkirakan lahir sekitar tahun 1465 M dan tidak bisa
lebih awal dari tahun itu.8

8
Agus Suntoyo, Atlas Walisongo: Buku Pertama yang Mengungkap Walisongo sebagai Fakta sejarah,
(Depok: Pustaka IIman, 2016), hlm. 222.

10
Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta.
Setelah cukup dewasa ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok pulau
Jawa. Mula-mula di Kediri yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu, di
sana ia mendirikan masjid Sangkal Daha. Dari Kediri ia menetap di Bonang,
sebuah desa kecil di Lasem, Jawa Tengah. Di Bonang ia membangun tempat
persujudan/zawiyah sekaligus yang kini dikenal dengan Watu Layar. Sunan
Bonang juga dikenal sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, bahkan
sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tidak
pernah berhenti berkelana untuk menyebarkan ajaran agama Islam, seperti di
Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean yang menjadi tempat wafatnya.
(Susmihara, 2017)
Menurut catatan Sadjarah dalem, Sunan Bonang dikisahkan hidup tidak
menikah atau membujang sampai wafatnya. Penjelasan ini sama dengan Carita
Lasem yang menggambarkan Sunan Bonang sejak tinggal di Lasem sampai
tinggal di Tuban tidak memiliki seorang Istri. Dalam Babad Tanah Jawi pun
tidak disebut adanya istri dan putra dari Sunan Bonang.9
Sebuah silsilah Sunan Bonang yang muncul pada pertengahan abad-19
menggambarkan bahwa tokoh bernama Mahdum Ibrahim itu nasabnya dari
Nabi Muhammad Saw melalui Fatimah dan Ali bin Thalib. Urut-Urutan
silsilah sebagai berikut.
1) Muhammad SAW
2) Fatimah & Ali bin Abi Thalib
3) Husain
4) Ali Zainal Abidin
5) Muhammad Al-Baqir
6) Ahmad al-Muhajir
7) Isa ar-Rumi
8) Muhammad an-Naqib
9) Ali Uraidhi
10) Ja’far Ash Shadiq
11) Ubaidullah
12) Alawi Awwal

9
Ibid., hlm. 242.

11
13) Muhammad Sohibus Saumi’ah
14) Alawi ast-Tsani
15) Ali Kholi’ Qosam
16) Muhammad Shohib Mirbath al-Hadrami
17) Alawi Ammil Faqih al-Hadrami
18) Abdul Malik al-Muhajir an-Nasrabadi
19) Abdullah Khan
20) Ahmad Jalaluddin Khan
21) Jamaluddin Akbar Khan Syaikh Jumadil Kubro
22) Mulana Malik Ibrahim
23) Sayyid Ahmad Rahmatillah
24) Raden Rahmat
25) Mahdum Ibrahim
2. Dakwah Sunan Bonang
a) Kediri
Menurut Babad Daha-Kediri, usaha dakwah awal yang dilakukan
Pangeran Mahdum Ibrahim di pedalaman Kediri adalah dengan
pendekatan yang cenderung bersifat kekerasan. Untuk menjalankan
dakwah Islam di pedalaman, Sunan Bonang dikisahkan mendirikan
langgar (musholla) pertama di tepi barat Sungai Brantas, tepatnya di desa
Singkal (sekarang masuk wilayah Kabupaten Nganjuk). Sebagai akibat
dakwahnya yang keras itu, dalam Babad Daha-Kediri dikisahkan
bagaimana Sunan Bonang menghadapi resistensi dari penduduk Kediri
berupa konflik dalam bentuk perdebatan maupun pertarungan fisik dengan
Ki Buto Locaya dan Nyai Plencing, yang kiranya musuh-musuh Sunan
Bonang itu tokoh-tokoh penganut Bhairawa-bhairawa.
b) Demak
Setelah kurang berhasil melakukan dakwah di Kediri menurut
Hikayat Hasanuddin, Sunan Bonang pergi ke Demak atas panggilan
Pangeran Ratu (Raden Patah) untuk menjadi Imam masjid Demak.
Sebutan Sunan Bonang kiranya berkaitan dengan kediaman barunya di
Desa Bonang (Guru Suci) di Demak. Namun tidak lama kemudian jabatan
imam Masjid Demak ditinggalkannya. Demikian lah setelah meninggalkan
jabatannya, Sunan Bonang tinggal di Lasem.

12
c) Lasem
Menurut naskah Cerita Lasem, pada tahun 1402 Saka (1480 M),
Sunan Bonang tinggal di bagian belakang Kadipaten Lasem, kediaman
kakak kandungnya, Nyai Gede Maloka. Di sana Sunan Bonang diminta
untuk merawat makam nenek mereka asal Champa. Tugas Sunan Bonang
merawat makam neneknya di Puthuk Regol itulah yang melahirkan
berbagai cerita legenda tentang petilasan persujudan Sunan Bonang di
bukit Watu Layar di timur kota Lasem. Dan rupanya di tempat bernama
Puthuk Regol yang sekarang disebut Watu Layar Sunan Bonang
membangun sebuah Zawiyah, yang secara harfiah bermakna pojok, yaitu
semacam tempat khusus untuk khlawat dan juga digunakan untuk para
pengamal ajaran tasawuf bertemu.
d) Tuban
Menurut Carita Lasem, pada usia 30 tahun, Sunan Bonang dujadikan
wali segara Tuban yang mengurusi berbagai hal yang menyangkut Agama
Islam. Sejak saat itu Sunan Bonang sering terlihat di Tuban
Raden Mahdum Ibrahim dikenal sering menggunakan wahana kesenian
dan kebudayaan untuk menarik simpati masyarakat. Salah satunya dengan
perangkat gamelan Jawa yang disebut Bonang. Menurut R. Poedjosoebroto
dalam Wayang Lambang Ajaran Islam (1978), kata “bonang” berasal dari suku
kata bo+ nang yaitu babon+menang yang artinya baboning kemenangan yaitu
induk kemenangan. Bonang sendiri adalah sejenis alat musik dari bahan
kuningan berbentuk bulat dengan tonjolan di bagian tengah, mirip gong ukuran
kecil.10Masyarakat benar benar tertarik dengan hiburan seni, terlebih bila yang
dimainkan adalah boning. Jika Sunan Bonang telah memainkan alat music
boning maka masyarakat akan segera berbondong-bondong untuk
mendengarkannya.11
Dalam proses reformasi seni pertunjukan wayang, Sunan Bonang dikenal
sebagai dalang yang membabar ajaran rohani pergelaran wayang. Sunan
Bonang yang dikenal menguasai pertunjukan wayang dan memiliki
pengetahuan mendalam tentang kesenian dan kesusastraan Jawa, juga
diketahui telah menggubah sejumlah tembang tengahan macapat. Salah satu

10
Ibid., hlm. 237
11
Yanuar Arifin, Ensiklopedi Sejarah Walisongo 1..., hlm. 45.

13
gubahannya dalah tembang macapat yang termasyhur adalah Kidung Bonang.
Tembang tombok ati adalah salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam konteks berdakwah dengan tulisan, Sunan Bonang berfokus pada
karya-karya sastra religi. Karya sastranya ini biasa disebut dengan istilah
suluk. Suluk memiliki arti menempuh jalan kesempurnaan batin atau jiwa,
yaitu melalui ajaran tasawuf dan tarekat.
3. Karya dan Peninggalan Sunan Bonang
a. Makam Sunan Bonang12
Makam dari Sunan Bonang berada di Desa Bonang, Lasem, Rembang,
terletak sekitar 2 km dari Makam Putri Champa.
b. Tapak Kaki
Cekungan yang membentuk tapak kaki diyakini sebagai bekas tapak kaki
Sunan Bonang.
c. Bonang
Salah satu perangkat gamelan Jawa yang digunakan Sunan Bonang
sebagai media dalamb beliau berdakwah.
d. Wayang13
Sunan Bonang juga salah satu pencipta wayang versi Islam untuk
kepentingan dakwah bersama-sama Sunan Kalijaga.
e. Durmo
Durmo adalah lagu gending Jawa yang diciptakan oleh Sunan Bonang.
Menurut sastra Jawa lagu ini masuk ke dalam kelompok tembang cilik.
f. Suluk Sunan Bonang

E. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Kalijaga


1. Biografi Sunan Kalijaga
Raden Sahid yang dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga adalah putra
Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban. Selain Raden Sahid, Sunan Kalijaga
dikenal dengan sejumlah nama lain, yaitu Syaikh Malaya, Lokajaya, Raden
Abdurraman, Pangeran Tuban, dan Ki Dalang Sida Brangti.14

12
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo..., hlm. 224.
13
Bibit Suorapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara, (Jakarta: Gelegar Media Indonesia, 2009), hlm. 743.
14
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo..., hlm. 246-249.

14
Menurut Babad Tuban, kakek Sunan Kalijaga yang bernama Aria Teja,
nama aslinya adalah Abdurrahman, orang keturunan Arab. Karena berhasil
mengislamkan Adipati Tuban yang bernama Aria Dikara, Abdurrahman
mengawini putrid Aria Dikara. Ketika menggantikan kedudukan mertuanya
sebagai Bupati Tuban, Abdurrahman menggunakan nama AriaTeja. Dari
perkawinan dengan Putri Aria Dikara ini, Aria Teja memiliki Putra bernama
Aria Wilatikta. Sebelum menikah dengan Putri Aria Dikara, Aria Teja telah
menikah dengan putri Raja Surabaya yang bernama Aria Lembu Sura. Dari
pernikahan itu Aria Teja memiliki seorang putrid yang dikenal dengan Nyai
Ageng Manila yang diperistri Sunan Ampel. C.L.N Van Den Berg dalam “Le
Hadhramaut at les Colonies Arabes dans l’Archipel Indien”(1886),
menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adala keturuan Arab, dengan garis silsilah
sebagai berikut.
1) Abdul Muthalib
2) Abbas
3) Abdul Wakhid
4) Mudzakir
5) Abdullah
6) Kharmia
7) Mubarak
8) Abdullah
9) Madhra’uf
10) Arifin
11) Hasanuddin
12) Jamal
13) Ahmad
14) Abdullah
15) Abbas
16) Kourames
17) Abdurrahman (Aria Teja)
18) Teja Laku (Bupati Majapahit)
19) Lembu Kusuma (Bupati Tuban)
20) Tumenggung Wilatikta
21) Raden Mas Said (Sunan Kalijaga)

15
Silsilah dari R.M. Soidioko ini bertemu dengan sumber Babad Tuban
dan pendapat H.J. De Graaf maupun va Den Berg, yaitu menyebutkan Sunan
Kalijaga adalah keturunan Arab dari jalur Sayyidina Abbas, paman Nabi
Muhammad SAW. Namun terdapat perbedaan silsilah-silsilah tersebut. Pada
Babad Tuban dan yang diajukan H.J. De Graaf disebutkan Kakek Sunan
Kalijaga yang bernama Aria Teja seorang tokoh dari daerah Arab bernama
Abdurrahman. Sementara itu, menurut silsilah dari keluarga R.M. Mohammad
Soedikoro Kakek Sunan Kalijaga adalah Bupati Tuban yang bernama Rangga
Tejalaku, sedangkan tokoh bernama Abdurrahman adalah cangah dari Sunan
Kalijaga. Sementara menurut C.L.M Van Den Berg, Kakek Sunan Kalijaga
adalah Lembu Kusuma, Putra Tejalaku.
Memiliki kemiripan nama Aria Teja, dengan nama Rangga Tejalaku
dan Tejalaku, dapat ditafsirkan nama itu sejatinya menunjuk pada satu tokoh
sejarah yang sama dengan tiga nama berbeda, sehingga sangat mungkin tokoh
sejarah yang disebut Aria teja, Rangga Tejalaku, dan Tejalaku itu adalah tokoh
bernama Abdurahman, yaitu tkoh yang memiliki nama sama dengan kakeknya
karena nama-nama seperti Abdurrahman digunakan secara umum oleh
penguasa-penguasa muslim pada era Demak. Sunan sendiri selaku purta Bupati
Tuban menggunakan nama Pangeran Abdurrahman. Yang pasti, semua sumber
menunjuk bahwa ayah Raden Sahid adalah Aria Wilatikta, yang memiliki
nama asli Abdul Syakur, yang menikah dengan putri Nawangarum.
Selama hidup Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Sarokah dan
mempunyai lima anak yaitu Kanjeng Ratu Pembayung yang menjadi istri
Raden Trenggono (Demak), Nyai Ageng Penenggak yang menikah dengan
Kyai Ageng Pakar, Sunan Hadi (yang menjadi panembahan kali), Raden
Abdurrahman, Nyai Ageng Wareng. Dikatakan juga bahwa Sunan Kalijaga
menikah dengan Dewi Sarah binti Maulana Ishaq dan mempunyai tiga orang
putra, yaitu Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Ruqoyyah, dan Dewi
Sofuyah. Selain dua istrinya tersebut, Sunan Kalijaga juga menikah dengan
putrid Sunan Ampel bernama Siti Khafsah. Namun sejauh ini, belum ada
keterangan mengenai jumla dan nama putra Sunan Kalijaga dari perkawinan
dengan putri Sunan Ampel tersebut.15

15
Yudi Hadinata, Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Dipta, 2015), hlm. 28.

16
Diperkirakan Usia Sunan Kalijaga mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan
demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir tahun
1478). Kesultanan Demak, Kasultanan Cirebon, dan Banten bahkan juga
kerajaan Pajang yang lahir pada tahun 1546) M. serta awal kerajaan Mataram
di bawah pimpinan Panembahan Senopati. Beliau ikut merancang
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang tatal
(pecahan kayu) yang merupakan tiang utama masjid adalah kreasi Sunan
Kalijaga.(Susmihara, 2017)
2. Perjuangan Sunan Kalijaga dalam Mendakwahkan Islam
Sunan Kalijaga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana atau
media untuk berdakwah. Karena itu ia sangat toleran pada budaya local. Beliau
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Oleh
karena itu, mereka harus didekati secara baertahap, yaitu mengikuti sambil
memepengaruhinya. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami,
dengan sendirinya kebiasaan lama menghilang.
Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam,
sebab dalam menjalankan dakwahnya, ia menggunakan seni ukir, wayang,
gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta baju
taqwa, perayaan sekaten, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang
petruk jadi raja, lanskap pusat kota kraton, alun-alun dengan beringin serta
masjid yang diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.(Susmihara, 2017)
Melalui wayang Sunan Kalijaga berdakwah kepada masyarakat yang
masih menganut agama lain. Dengan kmapuan yang menakjubkan sebagai
dalang ahli memainkan wayang, Sunan Kalijaga dikenal penduduk dengan
sebagai dalang dengan berbagai nama samaran.Di Pajajaran beliau dikenal
dengan nama Ki Dalang Sido Brangti. Di tegal beliau dikenal sebagai dalang
barongan dengan nama Ki Dalang Bengkok. Di daerah Purbalingga beliau
dikenal sebagi dalang topeng dengan nama Ki Dalang Kumendung. Sedangkan
di Majapahit dikenal dengan nam Ki Unehan.16
Menurut Babad Cirebon, bahwa selama menjadi dalang berkeliling ke
berbagai tempat, Sunan Kalijaga kadang menjadi dalang pantun dan dalang

16
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo..., hlm. 255.

17
wayang. Masyarakat yang ingin nanggap wayang bayarannya tidak berupa
uang, melainkan cukup membaca dua kalimat syahadat.
Sunan Kalijaga juga menciptakan lagu sekar ageng dan sekar alet.
Diantara tembang-tembang yang termasyhur dan paling banyak dihafal
masyarakat Jawa adalah Kidung Rumekso ing wengi yang disampaikan dalam
langgam dandhanggula. Tembang gubahan lain yang sederhana api memuat
ajaran spiritual, juga banyak dihafal masyarakat Jawa adalah tembang ilir-ilir.
Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai guru ruhani yang mengajarkan
tarekat Syatariyah yang sampai sekarang masih diamalkan oleh para
pengikutnya di berbagi tempat di Nusantara.
Sunan Kalijaga menyusupkan ajaran-ajaran Islam ke hal apapun dalam
msyarakat Jawa. Salah satunya adalah dengan menciptakan cerita-cerita yang
syarat ajaran falsafah Islam atau disebut dengan suluk. Suluk Linglung adalah
salahsatu karya sunan Kalijaga yang menceritakan kisah spiritualnya, antara
lain perjalananay mencari ilmu sejati, berguru dengan Sunan Bonang, dan
pertemuannya dengan Nabi Khidir. Nama pena beliau dalam suluk tersebut
adalah Syekh Malaya. Dari kisah yang memuat wejangan serta ajaran tasawuf
tersebut, kita akan mengetahui bahwa Suluk Linglung mempunyai spiritulitas,
makrifat, serta corak ajaran tasawuf yang tinggi.17
3. Karya dan Peninggalan Sunan Kalijaga18
a. Seni Pakaian
Berbeda dengan wali lainnya yang menggunakan Gamis berwarna
putih, Ia memilih melebur bersama masyarakat dengan menggunakan kain
motif khas Jawa, tetapi desain atau corak dibuat sendiri. Sunan Kalijaga
menciptakan berbagai motif ilustrasi dalam berbagai bentuk. Bahkan ia
juga sosok pertama kali menciptakan baju taqwa.
b. Seni Suara
Sunan Kalijaga menciptakan berbagai syair dan tembang, seperti
Lir-Ilir, Gundul-gundul Pacol, Sunan Kalijaga juga menciptakan tembang
macapat Dandhanggula.
c. Seni Ukir

17
Yudi Hadinata, Sunan Kalijaga..., hlm. 118.
18
Ibid., hlm. 231-242.

18
Sunan Kalijaga menciptakan seni ukir bermotif dedaunan atau
pohon. Ia membuat gayor atau alat untuk menggantungkan gamelan serta
ornament yang kini diakui sebagai seni ukir Nasional.
d. Saka Tatal Masjid Demak
Berkat keuletan dan kecerdikannya, Sunan Kalijaga mampu
membuat saka berbahan serpihan-serpihan kayu yang disusun dengan
sedemikian rupa.
e. Beduk Masjid
Sunan Kalijaga merupakan tokoh yang pertama kali mempunyai
gagasan untuk memasang bedug di masjid. Ia memerintahkan muridnya
yang bernama Sunan Tembayat untuk membuat beduk guna memanggil
orang-orang untuk menghadiri sholat berjamaah.
f. Grebeg Maulid
Grebeg merupakan upaca keagamaan keratin yang biasa dilakukan
untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
g. Seni Gamelan
Sunan Kalijaga menciptakan seperangkat instrument gamelan guna
memperingati Maulud Nabi. Sebelum dikenal sebutan sekaten, nama asli
peringatan tersebut adalah Syahadatain. Adapun seperangkat gamelan
tersebut sebagai berikut.
1. Kenong ( “ke” pada kata kepareng yang berarti dengan izin serta
“nong” yakni Tuhan yang maha Kuasa. Alat ini untuk mengajarkan
bahwa tujuan akhir dari segala usaha manusia tergantung pada izin
Sang Pencipta)
2. Saron (saron yang berarti sero atau keras, maknanya agar sampai pada
tujuan diperlukan usaha keras)
3. Kempul (berasal dari kata kempel yang berarti padat atau bulat. Jadi
kempul memiliki makna setiap usahauntuk mencapai tujuan harus
bulat dan padat agar dapat tercapai)
4. Kendang (Kendali dan Padang atau terang, maknanya yaitu setiap
tujuan manusia harus dikendalikan dengan hati, pikiran terang,serta
tanpa pamrih dalam melaksanakan usaha)

19
5. Genjur (berasal dari bahsa jawa jegur yang berarti terjun, maknanya
yaitu menyeru manusia untuk beregas masuk ke masjid dalam rangka
menyucikan diri dan mendekatkan diri kepada Ilahi)
h. Seni Wayang Kulit
i. Penataan Negara

F. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Gunungjati


1. Biografi Sunan Gunungjati
Menurut Naskah Mertasinga yang dialih bahasakan oleh Amman N.
Wahyu yang diberi judul Sejarah Wali, Syarif Hidayat yang termasyhur
dengan sebutan Sunan Gunungjati adalah putra Sultan Hud yang berkuasa di
negara Bani Israil, hasil pernikahan dengan Nyi Rara Santang, putri raja
Pajajaran, Raden Manah Rerasa. Menurut naskah Arita Purwaka Caruban
Nagari, ayahanda Sunan Gunungjati adalah Sultan Mahmud yang bernama
Syarif Abdullah putra Ali Nurul Alim dari bani Hasyim keturunan bani Ismail,
yang berkuasa di Ismailiyyah, negeri Mesir yang wilyahnya mencapai
Palestina kediaman Bani Israil. Berikut asal-usul beliau menurut naskah
Mertasinga.19
1) Nabi Muhammad SAW
2) Fatimah & Ali bin Abi Thalib
3) Husein
4) Zainal Abidin
5) Zainal Kabir
6) Jumadil Kabir
7) Raja Odhara
8) Sultan Hud yang berkuasa di Negara Bani Israil
9) Syarif Hidayat
Setelah dua tahun melahirkan Syarif Hidayat, Nyai lara Santang
dikisahkan hamil dan melahirkan lagi seorang putra yang dinamai syarif
Nurullah, tidak lama sesudah itu, suaminya Syarif Abdullah wafat.20

19
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo..., hlm. 270.
20
Ibid., hlm. 272.

20
Pada tahun 1568 M, Sunan Gunungjati wafat diusia 120 tahun, di Cirebon
ia dimakamkan di Daerah Gunung Sembung. Gunungjati, sekitar 15 km
sebelum kota Cirebon darai arah Barat.(Susmihara, 2017)
2. Perjuangan Sunan Gunungjati dalam Mendakwahkan Islam
Salah satu starategi dakwah yang dilakukan Syarif Hdayatullah dalam
memperkuat kedudukan, sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh
berpengaruh di Cirebon adalah melalui pernikahan sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.21
Dikisahkan Syarif Hidayat menikah padakali pertama dengan Nyai
Babadan putrid Ki Gedeg Babadan, yang membuat pengaruhnya meluas dari
Gunung Sembung Hingga wilayah Babadan.
Cerita Purwaka Caruban Nagari menuturkan bahwa atasa perkenan
Pangeran Cakrabuwana, Syarif Hidayat dikisahkan diangkat menjadi
tumenggung di Cirebon, yang wilayahnya meliputi Pesisir Sunda dan menjadi
Panetep Panatagama.
Wilayah Cirebon semula adalah bawahan Kerajaan Pakuan Pajajaran,
yang berkewajiban membayar upeti tahunan berupa terasi dan garam. Namun
sejak Syarif Hidayat menjadi tumenggung Cirebon, ia menolak untuk
membayarnya. Tindakan itu diikuti oleh penguasa daerah. Prabu Siliwangi
mengutus Tumenggung Jagabaya dan pasukannya beserta 60 prajurit, namun
mereka tidak berani berperang melawan Syarif Hidayat, malahn memeluk
agama Islam. Tidak lama kemuadian, tersiar kabar bahwa Prabu Siliwangi
mangkat.
Pada bagian naskah yang diberi sub judul Jeng Maulana Insan kamil
Sinareng Ki Kuwu Cirebon Tumindhak ing Banten, dikisahkan sebagaiman
Syarif Hidayat bersama Sri Mangana, dari Keraton Pakuan Pajajaran
melanjutkan perjalanan ke barat menuju Banten. Di Banten ia berhasil
mengislamkan Ki Gedeg Kwunganten beserta rakyatnya. Dari pernikahannay
dengan Nyai Kawunganten, lahir dua orang keturunan, yaitu ratu Winaon,.
Putra kedua adalah pangeran Sbakingkin, kelak menjadi Sultan Banten yang
bergelar Sultan Hasanuddin.

21
Ibid., hlm. 280.

21
Syarif Hidayat dikisahkan pula menikahi perempuan dari Cina bernama
Ong Tien. Syaruf Hidayat kemudian menikahi Nyai Syarifah Baghdadi. Dari
pernikahan itu lahir dua orang putra,yaitu Pangeran Jayakelana dan Pangeran
Bratakelana, yang keduanya adalah menantu Raden Fatah.
Istri Syarif yang lain adalah Nyai Tepasari, putrid Ki gedeg Tepasan,
seorang pejabat Majapahit yang berkuasa di Tepasan. Dari pernikahan ini lahir
dua orang putra, Nyai Ratu Ayu dan Pangeran Muhammad Arifin. Sedang
pernikahannya dengan Nyi Mas Rarakerta putrid Ki Gedeng Jadimerta, lahir
seorang putra yang dinamai Bung Cikal.
Kisah dakwah Islam yang dilakukan Syarif Hidayat Susuhunan Jati,
selain ditandai kisah pernikahan, pencarian ilmu, dan peperangan, juga di
tandai penggalangan kekuatan para tokoh yang dikenal memiliki kesaktian dan
kekuatan politik serta kekuatan bersenjata. Kekuetan bersenjata orang-orang
yang ditunjuk Syarif Hidayat itu menunjukkan hasil yang mengejutkan
sewaktu kekuatan umat Islam di serang oleh pasukan Raja Galuh, yang
berakhir dengan kemenangan pihak Cirebon. Dengan takluknya Raja Galuh,
dakwah Islam seketika berkembang pesat. Akibatnya, bukan hanya keluara
raja dan para pejabat yang memeluk Islam tapi seluruh penjuru negeri Raja
Galuh pun berama-ramai masuk Islam. Bukan hanya Raja Galuh tapi Raja
Indramayu, Kerajaan Talaga menyatakan menyerah terhadap Cirebon. 22
Sunan Gunungjati adalah satu-satunya walisongo yang memimpin
pemerintahan. Sunan Gunungjati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putera
raja pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman
Pasundan dan Priangan. Dalam berdakwah ia menganut kecenderungan Timur
Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun
insfratruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah. Bersama
putranya, Maulana Hasanuddin, ia melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa
setempat, Pucuk Umum, menyerahkan secara sukarela penguasaan wilayah
banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal kesultanan
Banten.(Susmihara, 2017)
3. Karya dan Peninggalan Sunan Gunungjati

22
Ibid., hlm. 282-289.

22
a. Masjid Merah Panjunan23
Masjid ini merupakan peninggalan Syarif Abdurrahman atau
Pangeran Panjunan, kecamatan Lemahwungkuk, Cirebon.
b. Prasasti Wasiat Sunan Gunungjati24
Prasasti ini bertuliskan “Insung Titip Tajug Lan Fakir Miskin”
c. Makam Sunan Gunungjati25
Makam Sunan Gunungjati terletak di GunungSembung yang masuk
Desa Astana, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon.
d. Bangunan Istana
Bangunan Istana yang ditinggalka oleh Sultan Gunungjati mempunyai
nilai budaya yang tinggi. Keraton peninggalan Sunan Gunungjati terdiri
dari sebegai berikut.
1. Dalem Agung Pakungwati
2. Sitingigilyang terdiri dari beberapa buah bangunan yang pada
umumnya tidak berdinding antara lain bangunan pandawa limayang
bertiang lima dan melambangkan Rukun Islam.
3. Malang Semirang
e. Jembatan Kretek Pengrawit
Jembatan ini bermakna bahwa orang yang masuk ke Keratonharus
mempunyai tujuan yang baiksebagaimana yang dimaksud dengan
Pengrawit yang dalam bahasa Jawa diartikan lembut dan penuh perasaan.
f. Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Masjid ini mempunyai beberapa tiang utama yang disebut Sokoguru
yang salahsatunya terbuat dari potongan-potongansisa kayu yang disebut
Sokototal.

G. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Drajat


1. Biografi Sunan Drajat
Sunan Drajat lahir dengan nama Raden Qasim, diperkirakan lahir pada
tahun 1470 Masehi. Sunan drajat adalah putra bungsu dari Sunan Ampel
dengan Nyi Ageng Manila. Menurut Babad Risaking Majapahit dan Babad

23
Ibid., hlm. 289.
24
Ibid., hlm. 281.
25
Ibid., hlm. 269.

23
Cerbon, Raden Qasim adalah adik Nyai Patimah bergelar Gede Penyuran,
Nyai Wilis alis Nyai Pengulu, Nyai Taluki bergelar Nyai Gede Maloka, dan
Raden Mahdum Ibrahim bergelar Sunan Bonang. Ini berarti, garis nasab Sunan
Drajat sama dengan Sunan Bonang yakni berdarah Champa-Samarkand-Jawa
karena Sunan Ampel, ayahandanya adalah putra Ibrahim Asmarakandani.26
Sebagaimana Sunan Bonang, oleh karena ibunya berasal dari keluarga
Bupati Tuban, Raden Qasim dididik dalam lingkungan keluarga ibunya yang
Jawa, sehingga pengetahuannya tentang ilmu, bahasa, seni, budaya, sastra, dan
agama lebih dominan bercorak Jawa. Itu sebabnya, seperti Sunan Bonang,
kakaknya, Sunan Drajat juga dikenal sangat pandai mengubah berbagai jenis
tembang Jawa. Sejumlah tembang Macapat langgam Pangkur diketahui
digubah oleh Sunan Drajat.27
Raden Qasim atau Sunan Drajat menuntut ilmu agama kepada ayahnya
sendiri yakni Sunan Ampel. Lalu, Sunan Ampel mengirimnya untuk belajar
kepada Sunan Gunungjati di Cirebon. Babad Cerbon menyebut Raden Qasim
dengan nama Masaikh Munat atau Pangeran Kadrajat. Dalam Babad Cerbon it,
dikisahkan bahwa Raden Qasim alias Masaikh Munat setelah beruru kepada
Sunan Gunungjati kemudian menikah dengan putrinya, Dewi Sufiyah. Setelah
menikah dengna Dewi Sufiyah, Raden Qasim tinggal di Kadrajat sehingga
disebut pangeran Kangeran Kadrajat atau Pangeran Drajat. Dari pernikahan
dengan Dewi Sufiyah, Raden Qasim dikaruniai tiga orang anak, yaitu Pangeran
Rekyana alias Pangeran Tranggana, Pangeran Sandi, dan putri bungsu Dewi
Wuryan.28
2. Perjuangan Sunan Drajat dalam Mendakwahkan Islam
Sunan Drajat dikenal sebagai penyebar Islam yang berjiwa sosial tinggi
dan sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin serta lebih mengutamakan
pencapaian kesejahteraan sosial masyarakat. Setelah memberi perhatian penuh,
baru Sunan Drajat memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Ajarannya
lebih menekankan pada empati dan etos kerja keras berupa kedermawanan,
pengentasan kemiskinan, usaha menciptakan kemakmuran, solidaritas sosial,
dan gotong royong. Menurut primbon milik Prof. KH. R. Mohammad Adnan,

26
Agus Suntoyo, Atlas Walisongo..., hlm. 304.
27
Ibid., hlm. 306.
28
Ibid., hlm. 306.

24
dalam melakukan dakwah mengajak penduduk sekitar memeluk Islam, Sunan
Drajat yang menjadi anggota walisongo dikisahkan mengajarkan tata cara
membangun rumah, membuat alat-alat yang digunakan orang untuk memikul
orang seperti tandu dan joli. 29
Secara umum, ajaran Sunan Drajat dalam menyebarkan dakwah Islam
dikenal masyarakat sebagai pepilu pitu (tujuh dasar ajaran), yang mencakup
tujuh falsafah yang dijadikan pijakan dalam kehidupan sebagaimana berikut:
1) Memangun resep tyasing sasana (kita selalu membuat senang hati orang
lain)
2) Jroning suka kudu eling lan waspada (dalam suasana gembira hendaknya
tetap ingat Tuhan dan selalu wasapada)
3) Laksitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah. (dalam
upaya mencapai cita-cita luhur jangan menghiraukan halangan dan
rintangan)
4) Meper Hardaning Pancadriya. (Senantiasa berjuang menekan gejolak
nafsu-nafsu inderawi)
5) Heneng-Hening-Henung. (dalam diam akan dicapai keheningan dan di
dalam hening akan mencapai jalan kebebasan mulia)
6) Mulya guna Panca Waktu. (Pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai
dengan menjalani sholat lima waktu)
7) Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang
wong kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono
pangiyup marang wong kang kudanan. (berikan tongkat kepada orang
buta. Berikan makan kepada orang lapar. Berikan pakaian kepada orang
yang tak memiliki pakaian. Berikan tempat berteduh kepada orang yang
kehujanan.30
Dengan ajarannya yang sederhana, dan bisa dijalani masyarakat, maka
semakin lama pengikut Sunan Drajat semakin banyak. Salah satu faktor yang
menyebabkan Sunan Drajat dekat dengan masyarakat, bukan saja karena
ajaran-ajarannya yang sederhana dan berorientasi pada kesejahteraan semua
orang, melainkan kemampuan Sunan Drajat dalam berkomunikasi lewat
kesenian juga telah menjadi daya dorong bagi dekatnya usaha dakwah dengan

29
Ibid., hlm. 309.
30
Ibid., hlm. 310.

25
masyarakat. Sunan Drajat diketahui menggubah sejumlah tembang tengahan
macapat pangkur, yang digunakan untuk menyampaikan ajaran falsafah
kehidupan kepada masyarakat. Sunan Drajat dikisahkan juga menyukai
pertunjukan wayang dan sesekali memainkan wayang sebagai dalang,
sebagaimana Sunan Bonang, kakaknya.31
Sebagian cerita tutur yang berkembang di masyarakat, dikisahkan bahwa
setelah tinggal lama di Drajat, Sunan Drajat memindahkan tempat tinggalnya
ke arah selatan yang tanahnya lebih tinggi, yang dikenal sebagai Dalem
Duwur. Di Dalem Duwur inilah Sunan Drajat tinggal di usia tua sampai
wafatnya. Sejumlah peninggalan Sunan Drajat yang masih terpelihara sampai
sekarang ini salah satunya adalah seperangkat gamelan yang disebut “Singo
Mengkok” dan beberapa benda seni lain.32
3. Jejak Peninggalan Sunan Drajat
Ada beberapa peninggalan dari Sunan Drajat antara lain
a. Makam Sunan Drajat
Makam Sunan Drajat terletak di Desa Drajat Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan. Seperti makam walisongo lainnya, makam Sunan
Drajat berada dalam sebuah bangunan bertungkub yang dindingnya dihias
ukiran kayu yang indah.33
b. Gamelan Singo Mengkok
Seperangkat gamelan sebagai syiar agama Islam di daerah Paciran.
Ditabuh para sahabat Sunan Drajat mengiringi tembang pangkur (panguri
isine qur’an) ciptaan Sunan Drajat. Ukiran singo mengkok (singo yang
duduk dengan sikap siap menerkam). Kesenian ini adalah sebuah
akulturasi dari budaya Hindu/Budha dan Islam, mengingat masyarakat
sekitar adalah pemeluk agama Hindu, agar mudah diterima masyarakat
sehingga gamelan tersebut dinamakan singo mengkok sebagai lambang
kearifan, kelembutan, nafsu dan kesempurnaan manusia.
c. Lentera
Lentera ini digunakan sebagai penerangan mengaji Sunan Drajat dan saat
ini terdapat di museum Sunan Drajat.

31
Ibid., hlm. 310.
32
Ibid., hlm. 310.
33
Ibid., hlm. 303.

26
d. Kursi goyang

H. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Kudus


1. Biografi Sunan Kudus
Dari segi silsilahnya Sayyid Ja’far Sodiq yang tak lain adalah Sunan
Kudus adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan
Sunan Ngundung di Jipang Panolan (ada yang mengatakan letaknya adalah di
sebelah utara kota Blora). Mengenai silsilah Sunan Kudus, secara sederhana
dapat diuraikan sebagai berikut: Nabi Muhammad SAW-Ali bin Abi Thalib-
Sayyidina Husein-Sayyiina Zaenal Abidin-Sayyidina Zainul Kabir-Syaikh
Mahmudinil Kabir-Syaikh Dulnapi (menikah dengan putri Prabu Brawijaya V,
menurunkan Sunan Ampel)-Nyi Ageng Manyura (menikah dengan Syaikh
Kaji Ngusman)-Kanjeng Sunan Ngundung-Sunan Kudus.34
Sebenarnya banyak versi tentang garis keturunan para wali, khususnya
Sunan Kudus. Tetapi, dengan demikian, dapat diambil sebuah simpulan bahwa
kehadiran Sunan Kudus dalam lingkaran walisongo bertemu dengan Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Maulana Maqdum Ibrahim. Meskipun bisa
dihubungkan secara genealogis asal silsilah Sunan Kudus dengan beberapa
walisongo yang terdapat di daerah Jawa Timur tersebut, namun juga perlu
dicatat bahwa pertemuannya dengan beberapa wali yang terdapat di Cirebon,
seperti Sunan Gunung Jati merupakan garis keturunan yang melatarbelakangi
dirinya. Dari penjelasan inilah dapat dicermati secara saksama bahwa silsilah
dari kemunculan para walisongo di Tanah Jawa merupakan mata rantai yang
tidak bisa dijauhkan antara satu wali dengan lainnya. Pertemuan mereka dari
jalur kekerabatan meneguhkan bahwa lingkaran dakwah walisongo
merupakan sebuah nilai yang dijadikan strategi umum penyebaran agama
Islam di Tanah Jawa.35
2. Perjuangan Sunan Kudus dalam Mendakwahkan Islam
Sebagaimana pendekatan dakwah yang dilakukan para wali penyebar
Islam pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, yaitu menggunakan
pendekatan yang sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat

34
Nur Said, S. Ag., M. Ag., Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa,
(Kudus: Brillian Media Utama, 2010), hlm. 28-29.
35
Mas’udi, Genealogi Walisongo: Humanisasi Strategi Dakwah Sunan Kudus, ADDIN, Vol. 8, No. 2,
Agustus 2014, hlm. 228-229.

27
125 yang berbunyi, “Hendaknya engkau mengajak orang ke jalan Allah
dengan cara hikmah, dengan peringatan yang ramah tamah serta bertukar
pikiran dengan mereka melalui cara yang sebaik-baiknya.”.
Dengan kebijaksanaan dakwah itu, Raden Ja’far Shodiq berusaha
mendekati masyarakat untuk menyelami serta memahami apa yang diharapkan
masyarakat. Dan dalam hal dakwah langsung ke tengah masyarakat itu, Raden
Ja’far Shodiq banyak memanfaatkan jalur seni dan budaya beserta teknologi
terapan yang bersifat tepat guna, yang dibutuhkan masyarakat.36
Berikut ini merupakan beberapa strategi yang dilakukan oleh Sunan Kudus
dalam mendakwahkan Islam:
a. Menciptakan ruang budaya (cultural sphere)
Langkah pertqama aksi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus
adalah membangun masjid. Mengapa masjid? Tampaknya hal ini juga
sejalan dengan strategi dakwah Rasulullah dalam pendirian masjid Quba
di kota Madinah. Dengan didirikannya masjid, meski awalnya dalam
wujud yang sederhana, dalam perspektif budaya, Sunan Kudus sebenarnya
sudah sadar akan pentingnya culture sphere dalam melakukan
transformasi sosial. Masjid dalam hal ini semacam menjadi nilai simbolik
babak baru dalam melakukan transmisi nilai, meski dari segi struktur
bentuk masjid masih tetap memperhatikan budaya lokal yang mirip
dengan bangunan pura, tempat ibadah umat Hindu.37
b. Akulturasi
Akulturasi merupakan konsep mengenai proses sosial yang muncul
apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan pada unsur-unsur dari kebudayaan baru (asing), sehingga
unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu. Apa
yang dilakukan oleh Sunan Kudus dalam dakwah Islam tampaknya pola
akulturasi seperti di atas sangat kental. Sunan Kudus mencoba membawa
unsur budaya baru yang sarat dengan muatan nilai Islami, namun tetap

36
Agus Suntoyo, Atlas Walisongo..., hlm. 341.
37
Nur Said, S. Ag., M. Ag., Jejak Perjuangan Sunan Kudus..., hlm. 68-69.

28
mempertahankan unsur-unsur budaya lama yang melekat dalam
masyarakat Kudus saat itu.38
Jauh sebelum kehadiran Islam yang dibawa oleh sunan kudus
kebanyakan masyarakat memiliki kepercayaan yang cenderung
bertentangan dengan tauhid. Struktur masyarakat dibangun dengan sistem
kasta atau perbedaan golongan kelas, sehingga kehidupan masyarakat
cenderung diskriminatif, tidak adil pada saat itu. Manifestasi yang suci
diwujudkan dalam bentuk arca dan juga binatang-binatang tertentu yang
dianggap memiliki nilai sakral. Yang menonjol adalah mempercayai
adanya banyak tuhan (politeisme).39
Maka ketika sunan kudus membawa ajaran baru dengan agama
Islam yang menekankan aspek tauhid (monoteisme), jelas sangat bertolak
belakang dengan ajaran masyarakat setempat. Ini merupakan tantangan
berat bagi sunan kudus. Maka dengan penuh bijaksana sunan kudus tidak
secara frontal menyampaikan ajaran Islam tersebut kepada mereka.
Akulturasi Islam dan budaya lokal adalah salah satu strategi yang
ditawarkan oleh sunan kudus. Beberapa bentuk pola akulturasi budaya
lokal yang dekat dengan tradisi Hindu dengan nilai-nilai Islam dapat
dicermati pada pembahasan berikut:
1) Bentuk Bangunan (Arsitektur)40
Pola akulturasi budaya lokal Hindu/Budha dengan Islam dalam
bentuk arsitektur yang paling jelas terdapat pada bangunan menara
kudus yang menjadi kebanggaan umat Islam. Kalau diperhatikan
bentuk menara kudus itu menyerupai bangunan pura di bali atau candi
jago peninggalan Hindu-Budha di malang. Demikian juga ornamen–
ornamen yang ada pada menara kudus juga mencerminkan lintas
budaya, seperti piringan yang melekat di dinding menara adalah
model piringan cina.
Menara kudus yang bentuknya mirip pura, di fungsikan sebagai
tempat adzan agar orang-orang bisa mendengarkan bila adzan
dikumandangkan. Di menara ini juga selalu dibunyikan bedug setiap

38
Ibid., hlm. 71.
39
Ibid., hlm. 72.
40
Ibid., hlm. 72-74.

29
kali datangnya bulan suci Ramadhan, sebagai tanda masuknya ibadah
puasa.
Bentuk lain pola akulturasi juga bisa dilihat pada delapan
pancuran/padasan kuno. Tiap–tiap pancuran dihiasi dengan relief arca
sebagai ornamen penambah estetika. Pancuran wudhu itu mengadopsi
ajaran Budha, asta sanghika marga yakni delapan jalan utama yang
menjadi pegangan umat saat itu dengan merujuk pada 8aspek yang
penting dalam kehidupan yakni: pengetahuan, keputusan, perbuatan,
cara hidup, daya, usaha, meditasi, dan keutuhan. Pada ornamen
pancuran yang masih autentik tersebut dialih fungsikan untuk bersuci
sebelum sholat dilakukan yang hingga sekarang masih ada dan
berfungsi dengan baik.
2) Mengikat Sapi di Halaman Masjid41
Untuk mengait masyarakat sekitar agar tertarik datang masuk ke
masjid menara kudus, sunan kudus mendatangkan sapi lalu diikat di
depan masjid. Dalam kepercayaan mereka sapi adalah binatang yang
dihormati, sehingga jarang orang memiliki sapi. Sapi biasanya hanya
oleh orang–orang tertentu yaitu pemuka–pemuka mereka. Dengan
cara yang seperti itu, orang berbondong–bondong datang ke masjid,
yang tujuan awalnya adalah menghampiri sapi yang langka itu. Maka
ketika sudah banyak orang yang berkumpul di masjid, sunan kudus
menyampaikan wejangan–wejangan ringan terkait dengan ajaran
Islam.
Yang tak kalah menarik sunan kudus juga melarang jamaahnya
untuk menyembelih sapi, meski dalam Islam hal itu dihalalkan. Hal
ini sebagai wujud strategi menarik simpati masyarakat yang
kebanyakan saat itu menganggap binatang sapi sebagai makhluk yang
suci. Ternyata apa yang dilakukan oleh sunan kudus benar–benar
ampuh, sehingga dalam waktu yang tidak lama Islam dapat diterima
dan dianut oleh sebagian besar masyarakat Kudus hingga sekarang
warga kudus masih mempertahankan adat tersebut dengan tidak
menyembelih sapi pada saat hari raya Idul Adha. Dengan demikian

41
Ibid., hlm. 74-75.

30
sunan kudus lebih mengedepankan toleransi dan harmoni dari pada
konflik dalam menyiarkan Islam.
3) Mengubah Tembang dan Cerita-Cerita Ketauhidan42
Sunan kudus juga dikenal sebagai penyair dan pengubah cerita
rakyat yang bervisi ketauhidan. Buah karyanya adalah lagu gending
Maskumambang dan Mijil. Dalam banyak hal sunan kudus mencoba
mewarnai gending atau cerita–cerita tertentu yang semula kering dari
nilai Islam, diisi dengan semangat ketauhidan.
3. Jejak Peninggalan Sunan Kudus
Terdapat beberapa peninggalan Sunan Kudus, antara lain:
a. Makam Sunan Kudus yang terletak di bagian belakang kompleks Masjid
Agung Kudus di dalam kota Kudus.43
b. Pada masa perjuangan, Sunan Kudus juga meninggalkan bangunan
monumental Masjid Al-Aqsa dan menara Kudus yang begitu artistik dan
menakjubkan. Bahkan menara Kudus ini menjadi land mark (identitas)
dari kota Kudus. Menara Kudus dan masjid kuno peninggalan Sunan
Kudus inilah yang hingga sekarang menjadi andalan pariwisata kota
Kudus.44
c. Selain itu, Sunan Kudus juga meninggalkan pusaka keris yang diberi nama
Ciptaka atau Cintaka yang mengandung arti bahwa barang siapa dicipta
maka akan terwujud, dan barang siapa dicinta maka akan datang. Keris ini
setiap bulan Suro (Muharram) menjelang buka luwur Sunan Kudus, dicuci
oleh sesepuh dengan suatu proses ritual Jamas. Karena keris yang dijamas
bukan sembarang keris, tetapi yang empunya adalah Sunan Kudus yang
keris tersebut dianggap memiliki kekuatan magis, maka penjamasan
dilakukan dengan cara-cara khusus dan dilakukan oleh orang-orang
pilihan.45

I. Sejarah Perjuangan Dakwah Sunan Muria


1. Biografi Sunan Muria

42
Ibid., hlm. 76.
43
Ibid., hlm. 335.
44
Nur Said, S. Ag., M. Ag., Jejak Perjuangan Sunan Kudus..., hlm. 34.
45
Ibid., hlm. 35.

31
Nama pribadi Sunan Muria ada yang mengatakan Raden Prawoto, ada
pula yang mengatakan Raden Umar Said. Beliau disebut dengan gelar Sunan
Muria karena berhubungan dengan nama gunung tempat beliau dimakamkan:
Gunung Muria. Oleh karena Sunan Muria tergolong anggota walisongo dari
generasi yang lebih muda dibanding Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus, kisah
hidupnya kurang cukup ditulis lengkap oleh para penulis historiografi kecuali
dalam cerita tutur dengan sejumlah perbedaannya, termasuk menyangkut
silsilah dari mana sejatinya Sunan Muria berasal.46
Berbeda dengan para Wali penyebar Islam dari generasi yang lebih tua,
yang kisah hidupnya cukup banyak ditulis dalam historiografi Jawa Tengah,
Jawa Timur, Cirebon, dan Banten, kisah hidup dan asal-usul serta nasab Sunan
Muria lebih banyak didasarkan pada cerita-cerita legenda yang berkembang
secara lisan di tengah masyarakat sekitar Gunung Muria.47
Ada dua versi yang menyatakan asal-usul Sunan Muria. Versi pertama
menyatakan bahwa Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Sedangkan versi
kedua, beliau adalah putra Sunan Ngudung. Implikasi dari dua versi ini tentu
saja mendudkkan Sunan Muria dalam hubungan yang berbeda dengan wali
yang ada. Jika mengikuti versi pertama, maka Sunan Muria adalah ipar Sunan
Kudus (Ja’far Shodiq) dan menantu sunan Ngudung. Sedangkan jika mengikuti
versi kedua, maka Sunan Muria adalah saudara kandung Sunan Kudus dan
kemenakan Sunan Kalijaga. Meskipun kedua versi tersebut berbeda, tetapi
dengan mengikuti keduanya, Sunan Muria akan bertemu moyang dengan
Sunan Kudus pada Syekh Jumadil Kubro.48
2. Perjuangan Sunan Muria dalam Mendakwahkan Islam
Dalam melakukan dakwah Islam, Sunan Muria memilih pendekatan
sebagaimana dijalankan ayahandanya, Sunan Kalijaga. Tradisi keagamaan
lama yang dianut tidak dihilangkan, melainkan diberi warna Islam dan
dikembangkan menjadi tradisi keagamaan baru yang khas Islam. Demikianlah
tradisi bancakan dengan tumpeng yang biasa dipersembahkan ke tempat-
tempat angker diubah menjadi kenduri, yaitu upacara mengirim doa kepada
leluhur dengan menggunakan doa-doa Islam di rumah orang yang

46
Agus Suntoyo, Atlas Walisongo..., hlm. 366.
47
Agus Suntoyo, Atlas Walisongo..., hlm. 366.
48
Sofwan Ridin, Dkk., ISLAMISASI DI JAWA..., hlm. 153.

32
menyelenggarakan kenduri. Dalam usaha menyiarkan ajaran Islam sesuai
pemahaman masyarakat, Sunan Muria mengikuti jejak Sunan Kalijaga dan
wali-wali yang lain, yaitu melalui bahasa tembang.49
Sunan Muria, dalam menyebarkan Islam di Jawa, menggunakan
pendekatan seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Tradisi yang ada
bukan dibabad, melainkan diberi warna Islam. Hal ini terlihat antara lain dalam
upacara selamatan yang dilaksanakan orang Jawa pada waktu itu tetap di
pelihara. Sunan Muria menyebarkan Islam pada daerah-daerah Jepara, Tayu,
Juana, dan sekitar Kudus. Ini bisa diketahui dengan legenda dan cerita rakyat
di daerah-daerah tersebut yang dikaitkan dengan kehidupan Sunan Muria.
Dalam berdakwah, beliau, sebagaimana wali-wali yang lainnya, juga
menciptakan lagu-lagu jawa.
Sunan giri menciptakan lagu Asmarandana dan Pocung. Sunan kalijaga
menciptakan lagu Dhandanggula dan Dhandanggula Semarangan, Sunan
Bonang menciptakan lagu Durma, Sunan Kudus menciptakan lagu
Maskumambang dan Mijil, Sunan Drajat menciptakan lagu Pangkur, dan
akhirnya Sunan Muria menciptakan lagu Sinom dan Kinanti.50
3. Jejak Peninggalan Sunan Muria
a. Makam Sunan Muria
Makam Sunan Muria terletak di salah satu puncak bukit di lereng
Gunung Muria, masuk Kecamatan Colo, kira-kira 18 kilometer di utara
kota Kudus.
b. Pelana Kuda
Pelana kuda tersebut biasa digunakan Sunan Muria untuk
berdakwah.
c. Gentong

49
Agus Suntoyo, Atlas Walisongo..., hlm. 372.
50
Sofwan Ridin, Dkk., ISLAMISASI DI JAWA..., hlm. 157-158.

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Walisongo dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke
14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-
Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah,
dan Cirebon di Jawa Barat.
Era walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya
Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol
penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang
juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan
Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara
luas serta dakwah secara langsung, membuat para walisongo ini lebih banyak
disebut dibanding yang lain.

34
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Masykur. 2013. Sejarah Lengkap Walisongo. Yogyakarta : Dipta.


Arifin, Yanuar. 2018. Ensiklopedia Sejarah Walisongo 1. Yogyakarta : Lontar
Mediatama.
Mas’udi. 2014. Genealogi Walisongo: Humanisasi Strategi Dakwah Sunan Kudus.
ADDIN, Vol. 8, No. 2.
Ridin, Sofwan, dkk. 2004. ISLAMISASI DI JAWA: Walisongo Penyebar Islam di Jawa
Menurut Penuturan Babad. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Said, Nur. 2010. Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa.
Kudus: Brillian Media Utama.
Sumihara. 2017. WALI SONGO DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI
NUSANTARA. Jurnal Rihlah Vol. 5 No.2.
Suntoyo, Agus. 2016. Atlas Walisongo: Buku Pertama yang Mengungkap Walisongo
sebagai Fakta sejarah. Depok: Pustaka IIman.
Suorapto, Bibit. 2009. Ensiklopedi Ulama Nusantara. Jakarta: Gelegar Media
Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai