Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

DISUSUN OLEH :
1. SALSABILA SYAHDA ELVARETTA
2. ZAHFA KAMELIYA APSARI
3. YUANA KUSUMAWATI
4. WULAN VIKA ARMADANI
5. NIKITA CINTA FEBRIYANTI
6. RANGGA DWI PRASTYA
7. TEGAR WIRA NUGRAHA
8. WISNU YOSSYLA AIDIL PRATAMA
9. ANDREA DAVID
10. TRIANA NUR F.
11. RAMA

MTs NEGERI 3 PACITAN


TAHUN PELAJARAN 2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat disusun dengan selesai. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
yang membahas mengenai Wali Songo.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis meminta masukan demi perbaikan pembuatan makalah untuk yang
akan datanng. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR NAMA DAN NOMOR UJIAN PESERTA

N NAMA NO.UJIAN TTD


O
1 SALSABILA SYAHDA E. 1
2 ZAHFA KAMELIYA APSARI 2
3 YUANA KUSUMAWATI 3
4 WULAN VIKA ARMADANI 4
5 TRIANA NUR F. 5
6 NIKITA CINTA FEBRIYANTI 6
7 RANGGA DWI PRASTYA 7
8 TEGAR WIRA NUGRAHA 8
9 WISNU YOSSYLA AIDIL P. 9
10 ANDREA DAVID 10
11 RAMA 11

GURU PENGUJI I GURU PENGUJI II

NIP. NIP.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………....i
DAFTAR NAMA DAN NOMOR UJIAN PESERTA…………………………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………………….……………….….iii
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang……………….…..……………………………………………1
Rumusan Masalah……………………………………………………………...
Tujuan Makalah………………………………..……………..………………..
BAB II : PEMBAHASAN
 Sunan Gresik
Biografi Singkat……………………………………………………………………….3
Strategi Dakwah……………………………………………………………………….4
Karya-Karya…………………………………………………………………………...5
 Sunan Ampel
Biografi Singkat……………………………………………………………………….6
Strategi Dakwah……………………………………………………………………….7
Karya-Karya…………………………………………………………………………...8
 Sunan Bonang
Biografi Singkat……………………………………………………………………….9
Strategi Dakwah………………………………………………………………………10
Karya-Karya………………………………………………………………………….11
 Sunan Giri
Biografi Singkat………………………………………………………………………12
Strategi Dakwah………………………………………………………………………13
Karya-Karya………………………………………………………………………….14
 Sunan Derajat
Biografi Singkat………………………………………………………………………15
Strategi Dakwah………………………………………………………………………16
Karya-Karya………………………………………………………………………….17

 Sunan Kalijaga
Biografi Singkat………………………………………………………………………18
Strategi Dakwah………………………………………………………………………19
Karya-Karya………………………………………………………………………….20
 Sunan Kudus
Biografi Singkat………………………………………………………………………21
Strategi Dakwah………………………………………………………………………22
Karya-Karya………………………………………………………………………….23
 Sunan Muria
Biografi Singkat………………………………………………………………………24
Strategi Dakwah………………………………………………………………………25
Karya-Karya………………………………………………………………………….26
 Sunan Gunung Jati
Biografi Singkat………………………………………………………………..27
Strategi Dakwah………………………………………………………………..28
Karya-Karya…………………………………………………………………...29
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………………….30
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah
Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara
Pulau Jawa, yaitu Surabaya,Gresik,Lamongan,Tuban di Jawa Timur, Demak, Kudus
Muria di JawaTengah, dan Cirebon di Jawa Barat.Era Walisongo adalah era
berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantarauntuk digantikan
dengan kebudayaan Islam.
Mereka adalah simbol penyebaran Islam diIndonesia, khususnya di Jawa.
Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat
besar dalam mendirikan Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, jugapengaruhnya
terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung,membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.B.

B.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Walisongo?
2. Siapa saja nama-nama Walisongo?
3. Bagaimana peranan Walisongo dalam berbagai bidang?
4. Bagaimana peranan Walisongo dalam penyebaran Islam di Indonesia

C.Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas akhir
BAB II
Pembahasan

A. Sejarah Tentang Walisongo


Walisongo secara sederhana artinya sembilan orang yang telah mencapai
tingkat “Wali”, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan hawa
sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga memiliki peringkat
wali. Para wali tidak hidup secara bersamaan. Namun satu sama lain memiliki
keterkaitan yang sangat erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan
guru-murid.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang
sembilan,yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam
bahasa Jawa. Pendapatlain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata
tsana yang dalam bahasa Arabberarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata
sana berasal dari bahasa Jawa, yangberarti tempat.Pendapat lain yang mengatakan
bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yangpertama kali didirikan oleh
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi(808 Hijriah).
Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya.
Pengaruhmereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban
baru masyarakat Jawa,mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan,
kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan,hingga ke pemerintahan.
Adapun penjelasan tokoh-tokoh Walisongo adalah sebagai berikut:
Sunan Gresik
(Maulana Malik Ibrahim)
Disusun Oleh : Nikita Cinta

Maulana Malik Ibrahim merupakan salah satu Sunan yang ada di dalam Walisongo. Beliau
adalah putra dari Jamaluddin Akbar Al Husaini yang lahir pada awal abad ke 14. Hingga kini
nama ibu Sunan, masih belum diketahui. Istri beliau bernama Siti Fathimah yang merupakan
keturunan dari Raja Champa Dinast Azmatkhan 1. Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun
1419 Masehi dan dimakamkan di Kota Gresik, tepatnya di Desa Gapurosukolilo. Maulana
Malik Ibrahim memiliki karomah atau biasa dikenal dengan kemuliaan yang diberikan Allah
SWT.Karomah tersebut berupa beliau dapat menurunkan hujan lebat. Selain itu, beliau juga
pernah mengajarkan muridnya untuk menaklukkan atau mencegah perampok.Selain
karomah, Sunan memiliki karya dalam bidang kesenian dan juga pendidikan. Dalam karya
seni berupa Gundul-Gundul Pacul, Tembang Suluk, dan karya seni lainnya.Kemudian dalam
bidang pendidikan beliau mendirikan Pondok Pesantren yang berada di daerah Leran, Kota
Gresik.Maulana Malik Ibrahim telah berjuang dalam menyebarkan ajaran Agama Islam di
Pulau Jawa. Hal ini menciptakan persepsi tersendiri mengenai asaln usul Sunan, dalam diri
masyarakat.
Sebagian masyarakat yang percaya bahwa beliau berasal dari Maroko. Masyarakat
memiliki persepsi bila Maulana Malik Ibrahim berasal dari Kashan atau saat ini bernama
Iran.Persepsi ini diperkuat dengan adanya Prasasti Gapura Wetan yang telah dibaca oleh J.P
Moquette. Dia membaca tulisan yang ada di baris kelima pada makam prasasti Sunan.Dari
hasil membaca prasasti tersebut, muncullah kesimpulan yang kini menjadi persepsi
masyarakat sekitar.

Strategi Dakwah Sunan Gresik

Maulana Malik Ibrahim dikenal oleh masyarakat luas sebagai Sunan pertama yang
menyebarkan Islam di Pulau Jawa.Awal penyebaran ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim
mendatangi sebuah daerah yang dahulunya dikenal dengan Sembolo.Daerah tersebut
berada di Utara Kota Gresik yang saat ini bernama Daeran Leran. Penyebaran Agama Islam
sendiri diawali dengan mendirikan masjid di Desa Pasucian Manyar.
Namun disamping menyebarkan ajaran Islam anut,Sunan mulai dari memperlihatkan
kebaikan serta keindahan Agama Islam kepada masyarakat sekitar.Melalui pendekatan
pergaulan yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim, sedikit demi sedikit masyarakat sekitar
mulai memeluk Agama Islam. Selanjutnya beliau menerapkan cara penyebaran Agama Islam
melalui perdagangan.Sunan melakukan perdagangan di daerah Pelabuhan.
Pada penyebaran Agama Islam melalui cara berdagang, semakin banyak lagi
masyarakat yang mulai berpindah agama.Bahkan melalui berdangan tersebut, Sunan dapat
menyebarkan Islam pada kalangan kerajaan. Alhasil beliau menjadi orang yang disegani oleh
masyarakat sekitar.Setelah di Kota Gresik dirasa cukup, Sunan mulai merambah ke Ibu Kota
Majapahit yang terletak di Trowulan.Beliau disambut hangat oleh Raja Majapahit yang kala
itu tidak memeluk Agama Islam. Raja Majapahit memberikan Sunan berupa sebidang tanah
di salah satu daerah bernama Gapura yang kemudian dijadikan
sebagaipesantren.Pembangunan pesantren tersebut digunakan untuk tempat melakukan
penyebaran Ajaran Islam kepada masyarakat sekitar.

 Karya-Karya Sunan Kalijaga


Pada proses penyebaran ajaran Agama Islam yang dilakukan oleh Maulana Malik
Ibrahim, memberikan beberapa peninggalan bersejarah .Hingga kini peninggalan
tersebut masih ada dan banyak dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah.
Berikut adalah penjelasan mengenai peninggalan bersejarah oleh Maulana Malik
Ibrahim.

1. Peninggalan Masjid Pensucian Gresik

Peninggalan pertama adalah


Masjid Pasucian. Masjid ini
tergolong sebagai masjid tertua
yang berada di Desa Leran, Kota
Gresik. Masjid ini berdiri saat
kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Sehingga tidak heran bila masjid ini tergolong sangat tua. Menurut kabar yang
beredar bila nama Masjid Pasucian dimaksud untuk membuat masyarakat yang
awalnya beragama Hindu Buddha menjadi memeluk Agama Islam. Di sekitar masjid
ini juga terdapat banyak peninggalan-peninggalan yang berupa batu arsenik.

2. Peninggalan Air Sumur

Peninggalan kedua adalah air sumur.


Air sumur tersebut berada di dalam
Masjid Pasucian. Banygtbak orang yang
meyakini bahwa air sumur ini bukanlah
air biasa, karena dapat
menyembuhkan segala macam
penyakit Khasiat air sumur yang ada di
Masjid Pasucian pernah diuji oleh seseorang yang menderita sakit keras. Lalu pakar
spiritual menyarankan untuk mengambil air sumur tersebut.Setelah mendapatkan
air sumur tersebut, penyakit yang diderita tadi menjadi sembuh total. Dari
pengalaman tersebut, banyak yang meyakini bahwa Masjid Pasucian memiliki anergi
positif.
Sunan Ampel
(Raden Rahmat)
Disusun Oleh : Yuana Kusuma

Sunan Ampel dikenal juga dengan nama Sunan Rahamat yang berasal dari nama asli Sunan
Ampel yaitu Raden Mohammad Ali Rahmatullah.Beliau lahir di Kerajaan Champa, Kota Phan
Thiet, Vietnam pada tahun 1401 M. Sunan Ampel mulai menginjakkan kakinya di tanah
Indonesia yaitu lebih tepatnya di Tuban, Jawa Timur pada tahun 1443 M. Sunan Ampel
adalah anak dari ketuturan Raja Champa di Vietnam yaitu Syekh Ibrahimm Zainuddin As-
Samaraqandy dan ibunya adalah Dyah Candrawulan. Sedangkan Kakek Sunan Ampel yang
saat itu merupakan Raja Champ bernama Jamaluddin Akbar Al-Khusaini.Ayahnya juga
adalah seorang Wali Songo pertama dan yang tertua yaitu yang kita kenal dengan Nama
Syekh Maulana Malik Ibrahim yang juga adalah keponakan dari Raja Majapahit. Sunan
Ampel memiliki dua orang istri yang bernama Dewi Condrowati atau dikenal sebagai Nyai
Ageng Manila dan Dewi Karimah.Dari pernikahannya dengan Nyai Ageng Manila, Sunan
Ampel dikaruniai lima orang anak yaitu Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang),
Syafuddin atau Raden Qasim (Sunan Drajad), Siti Syari'ah, Siti Maimunah, dan Siti Hafsah.
Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan
sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga
telah ditugaskan sebagai kapten Tionghoa di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian
menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Tionghoa di Jiaotung (Bangil)

Strategi Dakwah Sunan Ampel

Sunan Ampel terkenal akan caranya berdakwah dengan cara yang damai tanpa
menggunakan kekerasan sama sekali.Beliau melakukan dakwah dengan cara mengakulturasi
beragam aspek budaya yang ada di masyarakat dengan pokok ajaran islam sehingga mudah
diterima oleh masyarakat. Salah satu falsafah beliau yang membuat para masyarakat banyak
menerima ajaran islam itu falsafah 'Moh Limo' yang diambil dari bahasa Jawa yang memiliki
arti tidak mau melakukan lima hal tercela.Isi dari falsafah dakwah 'Moh Limo' tersebut yaitu:
1. Moh Main (tidak mau main judi)
2. Moh Ngombe (tidak mau minum-minuman yang memabukkan)
3. Moh Maling (tidak mau mencuri)
4. Moh Madat (tidak mau menghisap candu)
5. Moh Madon (tidak mau berzina)
Selain itu Sunan Ampel juga berdakwah dengan cara melalui jalur politik. Salah satu strategi
dakwah beliau juga adalah dengan menjalin jarungan dakwah dan kekerabata yaitu dengan
menikahkan putra-putri pendakwah islam dengan penguasa Majapahit.

 Karya-Karya Sunan Ampel

1.Pondok Pesantren Ampel


Masjid Ampel didirikan tahun 1421
oleh Sunan Ampel, dibantu sahabat
karibnya Mbah Sholeh dan Mbah
Sonhaji, serta santrinya. Masjid ini
dibangun di atas sebidang tanah seluas
120 x 180 meter persegi di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel),
Kecamatan Semampir Surabaya atau sekitar 2 km ke arah Timur Jembatan
Merah. Tidak disebut kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini. Sunan
Ampel juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel. Sejak tahun 1972 Kawasan
Masjid Agung Sunan Ampel telah ditetapkan menjadi tempat wisata religi oleh
Pemkot Surabaya

2.Masjid Rahmat
Masjid Rahmat merupakan satu
dari sekian banyak masjid tua yang
dibangun di kota Surabaya, bahkan
menurut penuturan beberapa
orang masjid ini merupakan masjid
tertua yang dibangun di kota Surabaya. Konon masjid ini sudah dibangun sejak
abad ke-14 dan mengalami renovasi total di tahun 1967 hingga bentuknya
menjadi semegah sekarang. Awal mula pembangunan Masjid Rahmat
terbilang cukup unik. Raden Rahmat atau yang lebih dikenal dengan nama
Sunan Ampel yang tengah melakukan perjalanan dari Majapahit menuju ke
kawasan Ampel Denta, sebelum tiba di Ampel Denta beliau menyusuri aliran
sungai Brantas dan tiba di kawasan Kembang Kuning. Beliau kemudian
menetap di kawasan ini sekaligus untuk menyebarkan ajaran Islam.

Sunan Bonang
(Makhdum Ibrahim)
Disusun Oleh : Wulan Vika

Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan salah satu ulama anggota Wali
Songo sebagai penebar syiar Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi. Sunan Bonang juga
dikenal sebagai seniman yang berdakwah dengan menggunakan sejumlah perangkat seni,
termasuk gamelan, juga karya sastra. Konon, Raden Makdum Ibrahim adalah penemu salah
satu jenis gamelan dengan tonjolan di bagian tengahnya atau yang kerap disebut bonang.
Dari situlah julukan Sunan Bonang disematkan kepada Raden Makdum Ibrahim. Raden
Makdum Ibrahim lahir pada 1465 M di Surabaya dan tumbuh dalam asuhan keluarga ningrat
yang agamis. Sunan Ampel adalah pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Ampeldenta.
Pendidikan Islam diperoleh Raden Makdum Ibrahim pertama kali dari ayahnya sendiri di
pesantren Ampeldenta. Sejak kecil, Sunan Ampel sudah mempersiapkan putranya itu
sebagai penerus untuk mensyiarkan ajaran Islam di bumi Nusantara. Beranjak remaja,
Raden Makdum Ibrahim pergi ke negeri Pasai, Aceh, untuk berguru kepada Syekh Maulana
Ishak, ayahanda Sunan Giri. Sejak kecil, sudah tampak kecerdasan dan keuletan Raden
Makdum Ibrahim dalam menuntut ilmu. Selain dibimbing oleh Sunan Ampel dan Syekh
Maulana Ishak, Raden Makdum Ibrahim juga berguru kepada banyak ulama lainnya. Hingga
akhirnya, Raden Makdum Ibrahim diakui keilmuannya yang mumpuni dalam penguasaan
fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan bela diri silat.Raden Said pun tunduk
dan bertobat, kemudian ikut menyebarkan dakwah Islam dan menjadi anggota Wali Songo
yang dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.

Strategi Dakwah Sunan Bonang

Raden Makdum Ibrahim menyebarkan Islam melalui media seni dan budaya. Ia
menggunakan alat musik gamelan untuk menarik simpati rakyat. Konon, Raden Makdum
Ibrahim sering memainkan gamelan berjenis bonang, yaitu perangkat musik ketuk
berbentuk bundar dengan lingkaran menonjol di tengahnya. Jika tonjolan tersebut diketuk
atau dipukul dengan kayu, maka akan muncul bunyi merdu. Raden Makdum Ibrahim alias
Sunan Bonang membunyikan alat musik ini yang membuat penduduk setempat penasaran
dan tertarik. Warga berbondong-bondong ingin mendengarkan alunan tembang dari
gamelan yang dimainkan Sunan Bonang. Ia menggubah sejumlah tembang tengahan
macapat, seperti Kidung Bonang, dan sebagainya.

Hingga akhirnya, banyak orang yang bersedia memeluk agama Islam tanpa
paksaan.Sunan Bonang juga mahir memainkan wayang serta menguasai seni dan sastra
Jawa. Dalam pertunjukan wayang, Sunan Bonang menambahkan ricikan, yaitu kuda, gajah,
harimau, garuda, kereta perang, dan rampogani untuk memperkaya pertunjukannya. Dalam
buku Sejarah Kebudayaan Islam (2013), Hery Nugroho menuliskan bahwa dakwah Sunan
Bonang yang lain adalah melalui penulisan karya sastra yang bertajuk Suluk Wujil. Saat ini,
naskah asli Suluk Wujil disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Suluk Wujil
diakui sebagai salah satu karya sastra terbesar di Nusantara karena isinya yang indah serta
kandungannya yang kaya dalam menafsirkan kehidupan beragama.

 Karya-Karya Sunan Bonang

1.Tembang Tombo Ati

Syair Tombo Ati adalah tembang


jawa yang dikarang oleh Sunan
Bonang. Seorang Wali Sanga
penyebar agama Islam di Jawa
yang berdakwah dari satu daerah
ke daerah lain. Sunan Bonang
bernama asli Raden Maulana Makdum Ibrahim. Lagu ini berisi tentang 5 cara
yang mendasar agar seorang Muslim memperoleh kedamaian dan ketenangan
spiritual, yaitu dengan membaca Al Quran beserta maknanya, melakukan salat
sunnah tahajjud (di samping juga melakukan shalat fardhu), berkumpul
dengan orang-orang sholeh, melaksanakan puasa-puasa sunnah (di samping
juga melaksanakan puasa wajib), serta terus-menerus berdzikir kepada Allah.

2.Suluk Wujil

Salah satu suluk karya Sunan


Bonang adalah Suluk Wujil. Suluk
Wujil merupakan salah satu karya
sastra Jawa Tengahan berisi
ajaran mistik Islam Jawa yang
masih menggunakan bahasa asli Jawa Tengahan (ha-na-ca-ra-ka). Muncul
disekitar abad 16 M, ditulis pada zaman Islam. Suluk Wujil menceritakan
ajaran Pangeran Wahdat kepada seseorang bernama Wujil tentang agama
Islam yang sesungguhnya. Ajaran tersebut berkaitan dengan tasawuf Islam.
Selain itu juga diuraikan tentang ajarah Seh Malaya mengenai wayang
Pandawa dan Kurawa dengan symbol keislaman.

Sunan Giri
(Raden Paku)
Disusun Oleh :Tegar Wira

Sunan Giri lahir pada tahun 1443 M dan wafat di tahun 1506 M. Selama hidupnya beliau
melakukan syiar agama islam di wilayah Giri, Gresik, Jawa Timur. Setelah meninggal, beliau
juga dimakamkan di daerah tersebut.Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishak dan
ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Kebesaran Sunan Giri terlihat
antara lain sebagai anggota dewan Walisongo. Nama Sunana Giri tidak bisa dilepaskan dari
proses pendirian kerajaan Islam pertama di Jawa, Demak. Ia adalah wali yang secara aktif
ikut merencanakan berdirinya negara itu serta terlibat dalam penyerangan ke Majapahit
sebagai penasihat militer.Sunan Giri atau Raden Paku dikenal sangat dermawan, yaitu
dengan membagikan barang dagangan kepada rakyat Banjar yang sedang dilanda musibah.
Beliau pernah bertafakkur di goa sunyi selama 40 hari 40 malam untuk bermunajat kepada
Allah. Usai bertafakkur ia teringat pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk
mencari daerah yang tanahnya mirip dengan yang dibawahi dari negeri Pasai melalui desa
Margonoto sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya sejuk, lalu dia
mendirikan pondok pesantren yang dinamakan Pesantren Giri. Tidak berselang lama hanya
daam waktu tiga tahun pesantren tersebut terkenaldi seluruh Nusantara. Sunan Giri sangat
berjasa dalam penyebaran Islam baik di Jawa atau nusantara baik dilakukannya sendiri
waktu muda melalui berdagang tau bersama muridnya. Beliau juga menciptakan tembang-
tembang dolanan anak kecil yang bernafas Islami, seperti jamuran, cublak suweng dan lain-
lain.

Strategi Dakwah Sunan Giri

Upaya Sunan Giri dalam berdakwah melalui pendidikan dilakukan dengan mendirikan
pesantren. Aktivitas dakwahnya dimulai di daerah Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten
Gresik, Jawa Timur. Melansir buku Sejarah Kebudayaan Islam oleh Murodi, nama kecil Sunan
Giri adalah Raden Paku, sementara nama aslinya yaitu Muhammad Ainul Yaqin. Lahir pada
tahun 1442 M, di Blambangan yang sekarang dikenal dengan Banyuwangi.Ketika kecil,
Sunan Giri Pernah dibuang ke laut oleh ibunya, yakni Dewi Sekardadu yang merupakan putri
Raja Blambangan.Setelah menuntut ilmu sekian lama, ia mendirikan pesantren di wilayah
perbukitan Desa Sidomukti, Gresik Selatan.

Dari situlah ia disebut sebagai Sunan Giri. Sebab dalam bahasa Jawa, giri artinya
bukit.Giri juga menciptakan permainan seperti jamuran, jelungan, hingga cublak-cublak
suweng. Permainan tradisional tersebut hingga saat ini masih dimainkan.Permainan yang
dibuat Sunan Giri ada nyanyiannya. Nyanyian dalam permainan tersebut mengandung nilai-
nilai dakwah.Tidak hanya melalui permainan anak-anak, Sunan Giri juga memanfaatkan seni
sebagai strategi dalam berdakwahnya. Misalnya dengan wayang hingga tembang-tembang
Jawa.Selain itu, jalur politik juga dijadikan Sunan Giri sebagai sarana untuk berdakwah
dalam rangka menyebarkan agama Islam.

 Karya-Karya Sunan Giri

1.Cublak-Cublak Suweng

Makna lirik yang


terkandung pada lirik
Cublak-Cublak Suweng
adalah untuk mencari harta
janganlah menuruti hawa
nafsu tetapi semuanya
kembali ke hati nurani yang
bersih. Tidak dipengaruhi hawa nafsu. Dengan hati nurani akan lebih mudah
menemukan kebahagian, dan tidak tersesat jalan hingga lupa akan akhirat.
Dari segi kultural lagu dolanan Cublak-Cublak Suweng dapat memberikan
ajaran kepada anak agar tidak menuruti hawa nafsu, menjaga harmoni dengan
alam, sesama manusia dan Orang Tua.

2.Tembang Padang Bulan

Sunan Giri juga membuat


nyanyian untuk kanak-
kanak yang bersifat
pedagogi serta berjiwa
agama. Adapun maksud
dari tembang itu adalah agama Islam (bulan) telah datang memberi
penerangan hidup, maka marilah segera orang menuntut penghidupan
(dolanan, bermain) di bumi ini (latar, halaman) akan mengambil manfaat ilmu
agama Islam (padang, gilar-gilar, terang benderang) itu, agar sesat kebodohan
diri (begog, gelap) segera terusir.

Sunan Drajat
(Raden Qasim)
Disusun Oleh : Rangga Dwi P.

Sunan Derajat putra dari Sunan Ampel yang lahir di Ampel, surabaya tahun 1470 M.
Beliau saudara kandung Sunan Bonang. Nama populernya lebih dikenal sebagai Sunan
Drajat, namun nama asilnya yakni Raden Qosim atau Raden Syarifuddin putra dari seorang
wali yang terkenal juga, yakni Sunan Ampel.Belum ada kepastian mengenai waktu
kelahirannya, diperkirakan sekitar tahun 1470 M. Sunan Drajat juga bersaudara dengan
anggota walisongo lainnya, yakni Sunan Bonang. Sejak kecil Sunan Drajat memiliki
kecerdasan luar biasa sehingga mampu menguasai materi tentang agama Islam.Julukannya
sebagai Sunan Drajat karena telah berhasil menyebarkan Islam di Desa Drajat, Kecamatan
Paciran, Kabupaten Lamongan.Gelar lain yang diberikan oleh Raden Patah kepada Sunan
Drajat yakni Sunan Mayang Madu karena keberhasilannya tersebut.Jika dilihar dari susunan
silsilah keluarga, Sunan Drajat termasuk anak yang kedua berasal dari lima
bersaudara.Beliau juga merupakan cucu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim yang menjadi
satu-satunya pelopor yang pertama kali mengembangkan Islam di Jawa. Jika silsilahnya
ditarik lebih jauh lagi, Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang anak dari Syekh
Jamaludin Akbar, atau yang dikenal Jumadil Kubro.Silsilah tersebut berasal dari keturunan
kesepuluh cucu Nabi Muhammad, yakni Sayyidina Husein.Sunan Drajat memiliki jiwa sosial
tinggi selain kegiatannya untuk menyebarkan Islam, Ia juga sangat peduli dengan kaum fakir
dan miskin. Beliau wafat pada pertengahan abad ke-16 dan dimakamkan di daerah Sedayu,
Gresik, Jawa Timur.

Strategi Dakwah Sunan Drajat

Beliau menerapkan cara dan strategi tertentu agar setiap orang yang mendengar
dakwahnya bisa memahami dengan benar dan tertarik belajar Islam.
1. Menggunakan Metode Kesenian
Salah satu metode yang digandrungi oleh masyarakat setempat yaitu dengan metode
kesenian.Beliau menciptakan tembang Pangkur sebagai metode untuk berdakwah, sehingga
masyarakat setempat menjadi lebih tertarik untuk mendengar dan belajar Islam.
2. Menggunakan Filosofi Sendiri
Oleh karena itu, dalam berdakwah, beliau sering menggunakan filosofi sendiri yang dikenal
dengan sebutan ketujuh sap tangga.
» Memangun resep tyasing sasoma = selalu membuat hati orang lain menjadi senang dan
gembira.
» Jroning suka kudu eling lan waspada = meskipun sedang dalam keadaan senang dan
bahagia, kita harus tetap ingat dan waspada.
» Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah = dalam perjalanan
meraih cita-cita luhur, maka jangan takut dengan segala bentuk rintangan atau halangan
yang akan dihadapi.
» Meper hardaning pancadriya = selalu berusaha menekan hawa nafsu.» Heneng – hening
– henung = di dalam keadaan diam akan diperoleh keheningan (ketenangan) dan di dalam
keheningan tersebut kita bisa meraih dan mencapai cita-cita yang luhur.
» Mulya guna panca waktu = suatu kebahagiaan lahir batin akan diperoleh jika kita
mengerjakan dan menunaikan sholat lima waktu.
» Catur piwulang = berilah tongkat pada orang yang buta (tidak dapat melihat), berilah
makanan kepada orang yang kelaparan, berilah payung (peneduh) untuk orang yang
kehujanan, dan berilah pakaian kepada orang yang tidak berpakaian.

 Karya-Karya Sunan Drajat


1.Gamelan Gending Pangkur

Selain terkenal sebagai ahli ukir,


dalam menyebarkan Islam, Sunan
Drajat seringkali menggunakan
gamelan Jawa. Salah satu karyanya
yang masih disukai masyarakat Jawa
sampai saat ini yaitu gending pangkur. Sunan Drajat biasa menyampaikan ajaran
Islam melalui tembang Pangkur. Pangkur merupakan singkatan dari Pangudi Isine
Quran. Dalam hal ini bisa diartikan sebagai upaya untuk sungguh-sungguh untuk
mendalami makna Alquran. Tembang tersebut biasa dinyanyikan bersama alunan
gamelan Singo Mengkok miliknya. Banyak yang menyebut gamelan tersebut
mengandung kekuatan magis. Apalagi jika disatukan dengan bacaan tembang
Pangkur.

2.Pondok Pesantren

Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan


pondok pesantren yang memiliki nilai historis
yang amat panjang dan erat karena keberadaan pesantren ini tak lepas dari nama yang
disandangnya, yakni Sunan Drajat

atau bernama asli Raden Qosim Syarifuddin putra kedua pasangan Sunan Ampel
dengan Nyi Ageng Manila.Pondok pesantren ini memiliki ikatan historis, psikologis,
dan filosofis yang sangat erat dengan sosok Sunan Drajat, yakni salah satu tokoh
Walisongo yang berdakwah di wilayah Lamongan, Jawa Timur. Bahkan secara
geografis, lokasi bangunan pondok ini tepat berada di atas reruntuhan situs
pesantren peninggalan Sunan Drajat yang keberadaannya sempat menghilang dari
percaturan dunia Islam di Jawa selama beberapa ratus tahun.

Sunan Kalijaga
(Raden Mas Syahid)
Disusun Oleh : Wisnu Yossla Aidil P.

Sunan Kalijaga, merupakan “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat
Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -
keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta
diperkirakan telah menganut Islam.Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga
memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau
Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang
disandangnya.Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga
di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan
Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk
berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”.

Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang
menunjuk statusnya sebagai ” penghulu suci” kesultanan.Masa hidup Sunan Kalijaga
diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir
kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten,
bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram
dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid
Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan
salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.Dalam dakwah, ia punya
pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang.Beliau juga
memilih

Strategi Dakwah Sunan Kalijaga

Dalam Metode Dakwah Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa ini
lebih terkenal dengan seniman, budayawan, filsuf, dan waliyullah. Metode dakwah yang
dilakukan Beliau adalah dengan memasukkan nilai islam kedalam kesenian dan budaya. Hal
tersebut dapat dilihat pada saat Raden Said ini melakukan dakwahnya melalui kesenian
wayang kulit Walaupun tradisi wayang kulit pada dulunya ini bukan berasal dari Islam, tetap
Raden Said ini telah memodifikasi dengan cerita-cerita yang berbau dengan Islam. Selain itu,
Raden Said juga sangat kreatif dalam bidang seni dan juga budaya yang ditekuninya.Sunan
Kalijaga atau Raden Said, merupakan pencipta lagu ilir-ilir yang sampai saat ini kita semua
mengenalnya. Tidak hanya menciptakan lagu ilir-ilir saja, melainkan juga salah satu pencipta
pertama kali bedug.Bedug yang dibuat oleh Raden Said ini digunakan sebagai memanggil
umat muslim dalam menjalankan ibadah shalat.

Sebenarnya masih banyak lagi kesenian-kesenian yang Beliau tekuni. Itulah alasan
bahwa Raden Said mempunyai peranan penting dalam menyebarkan agama Islam di Jawa
khususnya Demak. Begitu banyak kontribusi dari Beliau yang melakukan dalam
menyebarkan dakwah Islam di tanah Jawa.Metode dakwah Sunan Kalijaga ini tidak
melakukan hal-hal kekerasan, tetapi menggunakan cara yang sangat halus untuk mengambil
simpati masyarakat disekitar. Raden Said berdakwah semat-mata tidak hanya sebatas di
atas mimbar, akan tetapi juga berdakwah melalui kesenian, budaya dan tradisi.

 Karya-Karya Sunan Kalijaga

1.Wayang Purwa

alah satu karya Beliau kesenian rakyat


yang dijadikan metode dakwanya yaitu
Wayang Purwa, merupakan wayang yang
mempunyai kuli bercorakan Islam Lakon
wayang yang mengambil cerita Hindu-
Buddha, diubah Sunan Kalijaga menjadi
bernafaskan Islam. Sunan Kalijaga memodifikasi lakon wayang dari naskah kuno
menjadi lakon Dewa Ruci, Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja

2.Rompi Ontokusuma
Peninggalan yang pertama yaitu Rompi Ontokusumo, merupakan kain yang
mempunyai bentuk seperti rompi yang dipercayai dulunya peninggalan dari Nabi
Muhammad SAW. Pasalnya, peninggalan Ontokusuma ini diwariskan secara turun
temurun yang smapai ke Raden Said ini. Keampuhan Rompi Ontokusumo diuji saat
adanya wabah penyakit yang merajalela di kawasan Pantai Selatan. Pada saat itu,
kerap terjadi hujan lebat yang juga membawa malapetaka bagi penduduk sekitarnya.
Laman padasuka.id menuliskan, Sunan Kalijaga kemudian tergerak untuk mencoba
melawan pagebluk mematikan yang konon diciptakan oleh Nyai Ratu Kidul sebagai
penguasa wilayah Pantai Selatan.

Sunan Kudus
(Ja’far Shadiq)
Disusun Oleh : Triana & Rama

Sunan Kudus dengan nama asli Sayyid Jafar Shadiq Azmatkhan ini lahir di salah satu
kota santri daerah Jawa Tengah.Beliau adalah seorang anak dari Sunan Ngudung atau Raden
Usman Hajji, yakni panglima perang Kesultanan Demak.Sunan Kudus adalah salah satu
seseorang yang sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di Nusantara, beliau adalah
bagian dari Walisongo dengan wali yang lainnya. nama asli sunan kudus yaitu Ja’far Shodiq
dan lahir pada tahun 1500-an Masehi. Ja’far Shodiq merupakan putra dari Sunan Ngudung
(H. Raden Usman) dan Syarifah yang merupakan adik dari Sunan Bonang.Sunan Kudus
belajar mengenai agama Islam dengan ayahnya. Selain itu, beliau juga belajar agama dengan
Sunan Ampel dan Kyai Telingsing. Kyai Telingsing adalah salah satu ulama yang berasal dari
negara Cina, beliau datang ke Jawa bersama dengan Cheng Hoo. Cheng Hoo adalah seorang
laksamana jenderal Cina yang datang ke Pulau Jawa untuk menyebarkan agama
Islam.Selama belajar dengan Kyai Telingsing, beliau mewarisi kepribadian yang biasanya
dimiliki oleh orang Cina. Raden Ja’far Shodiq menjadi seorang pribadi yang disiplin dan
tekun dalam berusaha untuk mencapai keinginannya. Salah satu dari keinginan yang dimiliki
Sunan Kudus adalah untuk menyebarkan dan mengenalkan agama Islam kepada masyarakat
beragama Buddha dan Hindu. Sunan Kudus diperkirakan lahir pada 1400 masehi di wilayah
Jawa Tengah dan meninggal dunia pada 1550. Sunan Kudus dimakamkan di bagian belakang
Masjid Agung Kudus , kota Kudus, Jawa Tengah.

Strategi Dakwah Sunan Kudus

Sunan Kudus menambatkan gumarang miliknya di depan masjid yang sedang


dibangun. Melihat sapi gumarang yang sangat besar dan ditempatkan di tempat yang mulia,
di depan masjid yang sedang dibangun, maka masyarakat pun mulai tertarik untuk datang.
Masyarakat pun berkumpul, saling berbisik dan bertanya, kemudian Sunan Kudus memulai
majelis cerita miliknya. Ia kemudia menceritakan Al-Quran, yang dibuka dengan surat Al
Fatihah dan kemudian diikuti surat kedua yang bertajuk Sapi Betina, Al Baqarah.Saat Idul
Kurban tiba, Sunan Kudus pun meminta kepada murid dan pengikutnya untuk tidak
memotong sapi yang dianggap suci oleh masyarakat Hindu kala itu. Sunan Kudus
menghormati masyarakat Hindu untuk menarik perhatian mereka.
Salah satunya dengan memberikan larangan untuk tidak menyembelih sapi. Pada
waktu itu sapi merupakan hewan yang disucikan oleh masyarakat setempat.Larangan ini
berawal dari cerita saat Sunan Kudus mendatangkan sapi dari India. Datangnya sapi itu
membuat warga penasaran dan berbondong-bondong mendatangi Sunan Kudus. Mereka
mengira sapi itu akan disembelih di hadapan mereka.Namun, ternyata itu merupakan salah
satu strategi menarik masyarakat untuk memeluk Islam. Saat masyarakat sudah berkumpul,
Sunan Kudus menceritakan bahwa dulu ia hampir mati karena kehausan.Lalu datanglah sapi
menyusuinya. Sebagai gantinya, Sunan Kudus memerintahkan untuk menyembelih kerbau
yang dagingnya dibagi-bagikan kepada penduduk negeri. Sunan Kudus memikat hati
masyarakat untuk tertarik dan mulai menebar benih dakwah di hati mereka dengan akhlak
yang menawan.

 Karya-Karya Sunan Kudus

1.Keris Kyai Cinthaka

Benda pusaka keris Kiai Cinthaka


adalah keris milik Sunan Kudus. Model
keris ini diperkirakan berasal dari
zaman Majapahit akhir. Bentuk dhapur
atau rancang bangun keris tersebut adalah dhapur panimbal yang memiliki makna
kebijaksanaan dan kekuasaan."Sedangkan untuk pamor keris Kyai Cinthaka adalah
(motif) 'wos wutah' yang melambangkan kemakmuran, keselamatan, dan
kepasrahan kepada Allah. Keris Kyai Cinthaka memiliki ricikan atau kelengkapan di
antaranya luk sembilan, lambe gajah satu, jalen, pejetan, tikel alis, sogokan ngajeng
lan wingking, sraweyan, dan greneng duri," papar Nadjib.

2.Masjid Menara Kudus


Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak terlepas dari peran Sunan Kudus sebagai
penggagas dan pendiri. Sebagaimana Walisongo yang lainnya, Sunan Kudus
menggunakan pendekatan kultural (budaya) dalam berdakwah. Ia mengadaptasi dan
melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki
budaya mapan dalam pengaruh agama Hindu dan Buddha. Akulturasi budaya Hindu
dan Budha dalam dakwah Islam yang dilakukan Sunan Kudus terlihat jelas pada
arsitektur dan konsep bangunan Masjid Menara Kudus.

Sunan Muria
(Raden Umar Said)
Disusun Oleh : Zahfa Kameliya Apsari

Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah wali termuda yang lahir pada sekitar
tahun 1450. Sunan Muria adalah putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Ia memiliki
nama asli Raden Umar Said. Kemudian ia menikah dengan Dewi Roroyono, putri dari
seorang ulama Bernama Sunan Ngerang atau Ki Ageng Ngerang yang sangat disegani oleh
masyarakat.Disebutkan juga dalam buku tersebut bahwa ia memiliki kelebihan di antaranya
ia termasuk wali yang sakti, kuat fisiknya. Bukti fisik Sunan Muria yang kuat bisa dilihat dari
lokasi padepokannya yang terletak di atas gunung.Adapun pendapat lain yang dikutip dari
buku Wali Sanga oleh Masykur Ali, terdapat dua versi mengenai pendapat tentang asal-usul
Raden Umar Said. Namun apabila diikuti arah keturunan keduanya, maka bertemu moyang
dengan Sunan Kudus pada Syekh Jumadil Kubra.Syekh Jumadil Kubra adalah putra dari
Zainal Husain, putra Zainal Kubra, putra Zainal Alim, putra Zainal Abidin, putra Husain, putra
Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW.

Kemudian dijelaskan juga bahwa ada pendapat jika merupakan keturunan orang
Arab atau Jawa asli. Namun dari pendapat tersebut, semuanya menyebutkan bahwa Raden
Umar Said adalah keturunan orang-orang terhormat. Dan beliau wafat pada 1550 di Demak

Strategi Dakwah Sunan Muria

Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria lebih memusatkan pada rakyat
jelata dan bukan kaum bangsawan. Beliau lebih senang mengasingkan diri bersama rakyat
jelata dibandingkan tinggal di pusat Kerajaan Demak. Metode dakwah beliau sering disebut
dengan Topo Ngeli, yang berarti menghanyutkan diri di dalam masyarakat. Sementara itu,
agar bisa berbaur dengan masyarakat sekitar pegunungan tersebut, beliau kerap
memberikan keterampilan untuk para pelaut, nelayan, pedagang, dan rakyat jelata. Beliau
bisa mengumpulkan mereka yang notabene adalah pekerja yang sangat sulit untuk
meluangkan waktu belajar agama. Jadi dengan memberikan keterampilan, Sunan Muria
dapat dengan mudah menyampaikan ajaran Islam kepada mereka.
Meskipun Sunan Muria diterima dengan baik oleh masyarakat, bukan berarti proses
dakwah beliau berjalan dengan lancar. Kebanyakan penduduk di kawasan gunung Muria
masih menganut kepercayaan turun temurun yang sulit untuk diubah. Sunan Muria
menggunakan metode dakwah bil hikmah, yaitu dengan cara-cara bijaksana dan tidak
memaksa.Dalam menyikapi kebiasaan masyarakat yang sering melakukan adat Kenduren,
maka Sunan Muria meniru gaya moderat ayahnya, yang tidak mengharamkan tradisi
peringatan telung dino hingga sewu dino. Tradisi yang dilakukan untuk memperingati hari-
hari tertentu kematian anggota keluarga ini tidak dilarang.

 Karya-Karya Sunan Muria


1.Pelana Kuda

Beberapa benda peninggalan Sunan


Muria seperti pelana kuda sering
diigunakan oleh masyarakat sekitar
untuk mendatangkan hujan. Ritual
tersebut dinamakan dengan guyang
cekathak yang berati memandikan pelana kuda, dan biasanya dilakukan pada hari
Jumat Wage di saat musim kemarau. Untuk mengawali ritual biasanya mereka
membawa pelana kuda dari Masjid Muria ke mata air Sendang Rejoso, dan
mencucinya di mata air tersebut.Mereka mencuci pelana kuda di Sendang Rejoso
dilanjutkan dengan memercikkan air ke warga. Setelah selesai kemudian mereka
membacakan doa dan menunaikan sholat istisqa’ untuk meminta hujan. Lalu ritual
tersebut ditutup dengan acara makan bersama dengan lauk-pauk berupa opor ayam,
gulai kambing, dan sayuran-sayuran yang dipadu dengan parutan kelapa. Ada juga
makanan penutup yaitu dawet yang setiap butirannya melambangkan rintik hujan.

2.Air Gentong
Selain itu, ada juga gentong peninggalan Sunan Muria yang selalu menjadi tujuan
para peziarah. Menurut beberapa orang dan warga sekitar Gunung Muria, air yang
selalu mengalir dalam gentong tersebut mampu mencegah dan menyembuhkan
berbagai penyakit. Selain itu, air yang bersumber dari pegunungan muria tersebut
juga diyakini mampu untuk membersihkan jiwa dan bermanfaat untuk kecerdasan.

Sunan Gunung Jati


(Syarif Hidayatullah)
Disusun Oleh : Andrea David

Nama aslinya adalah Syekh Syarif Hidayatullah yang dilahirkan Tahun 1448 Masehi.
Ayahanda Syekh Syarif Hidayatullah adalah Syarief Abdullah, seorang dari Mesir keturunan
ke 17 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhamad, Ibunda Syech Syarief
Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi
Syarifah Muda’im adalah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan Padjajaran.Syech Syarief
Hidayatullah berkelana untuk belajar Agama Islam dan sampai di Cirebon pada tahun 1470
Masehi. Syech Syarief Hidayatullah dengan didukung uwanya, Tumenggung Cerbon Sri
Manggana Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang dan didukung Kerajaan Demak.

Dinobatkan menjadi Raja Cerbon dengan gelar Maulana Jati pada tahun 1479.Sejak
itu pembangunan insfrastruktur Kerajaan Cirebon kemudian dibangun dengan dibantu oleh
Sunan Kalijaga, Arsitek Demak Raden Sepat, yaitu Pembangunan Keraton Pakungwati,
Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jalan pinggir laut antara Keraajaan Pakungwati dan Amparan
Jati serta Pelabuhan Muara JatiSyekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati wafat pada
tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1568 Masehi. Tanggal
Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka. Meninggal dalam usia
120 tahun.

Strategi Dakwah Sunan Gunung Jati

Strategi dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati adalah dengan menggunakan
pendekatan sosial-budaya, sehingga ajaran Islam yang ia sebarkan lebih mudah diterima
oleh masyarakat. Terlebih, Sunan Gunung Jati juga memperkuat kedudukan politik sekaligus
memperluas hubungannya dengan para tokoh berpengaruh di daerah Cirebon, Demak, dan
Banten sehingga cara dakwahnya semakin kuat. Ketika diberi kekuasaan Cirebon oleh
Pangeran Cakrabuana, Sunan Gunung Jati yang diberi gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah
bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah memilih untuk melepaskan diri dari
Kerajaan Sunda. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga menolak memberi kewajiban upeti
berupa garam dan terasi kepada Kerajaan Sunda. Hal ini sontak membuat Raja Sunda murka
dan mengirim Tumenggung Jagabaya beserta pasukan untuk segera mendesak Cirebon.
Akan tetapi, setibanya Tumenggung Jagabaya di Cirebon, ia justru masuk Islam setelah
berulang kali diminta oleh Sunan Gunung Jati. Pada akhirnya, Cirebon menjadi Kerajaan
Islam yang merdeka dan otonom. Bahkan Cirebon menjadi pusat dakwah Islam kedua
setelah Kerajaan Demak. Sebagai pemimpin Kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati berperan
penting dalam perluasan politik dan agama Islam di sana.

Ia memanfaatkan kekuasaannya tersebut untuk membangun sarana dan prasarana,


seperti pembangunan sarana ibadah di seluruh wilayah kekuasaannya atau transportasi
sebagai penunjang pelabuhan dan sungai. Hal ini juga dilakukan untuk memudahkan Sunan
Gunung Jati dalam menyebarkan ajaran Islam. Perjuangan Sunan Gunung Jati selesai setelah
ia meninggal dunia sekitar pertengahan abad ke-16.

 Karya-Karya Sunan Gunung Jati


1.Gamelan Sekaten

Diantaranya adalah Sunan Gunung


Jati, beliau memiliki cara tersendiri
dalam menyebarkan ajaran agama
islam. Salah satu cara yang digunakan
ialah melalui kesenian gamelan.Gamelan yang dimiliki oleh Syarif Hidayatullah atau
yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati itu bernama Sekaten. Gamelan yang dimiliki
oleh Sunan Gunung Jati itu, berisi bonang, saron dan tiga gong, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, Gamelan peninggalan Sunan Gunung Jati itu, disimpan di Museum

Pusaka Keraton Kesepuhan, Cirebon.

2.Masjid Agung Cirebon

Pembangunan Masjid Agung Sang


Cipta Rasa dilakukan pada tahun
1498. Pembangunan yang
diprakarsai Sunan Gunung Jati.
Berdasarkan cerita yang
berkembang di masyarakat, konon Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini dibangun dalam
waktu satu malam saja. Artinya, masjid dibangun hari ini, dan keesokan paginya
sudah bisa digunakan untuk shalat subuh secara berjemaah. pembangunan masjid
ini juga diarsiteki oleh Raden Sepat dari Majapahit. Pembangunan juga melibatkan

200 orang santri dari Demak.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di
tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai
utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur,
Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.Era Walisongo
adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam
di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.
Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di
Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta
dakwah

secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding
yang lain

Anda mungkin juga menyukai