DISUSUN OLEH:
KELAS 6 D
PEKANBARU
KATA PENGANTAR
BAB I PEMBAHASAN
1.1 Wali Songo (Sunan Gresik).................................................................................1
1.2 Wali Songo (Sunan Ampel).................................................................................4
1.3 Wali Songo (Sunan Giri)......................................................................................7
1.4 Wali Songo (Sunan Bonang)................................................................................10
1.5 Wali Songo (Sunan Drajat)..................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15
BAB I
PEMBAHASAN
Wali Songo berasal dari kata wali dan songo, wali artinya ulama yang meneruskan
penyebaran agama Islam kepada manusia, sedangkan songo artinya sembilan. Jadi, Wali Songo
adalah sembilan wali yang mempelopori penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dan sekitarnya.
Mereka menyebarkan agama Islam dengan cara dan strategi yang sesuai dengan keadaan
masyarakat pada waktu itu. Wali Songo mulai menyebarkan dakwah Islam di Jawa diperkirakan
sekitar abad ke-15 dan 16. Sebutan para wali dari sembilan Wali Songo adalan sunan.
Jasa Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa sangat besar, di
antaranya sebagai berikut.
Sunan Gresik merupakan wali yang paling tua di antara para Wali Songo. Nama asli
bellau adalah Maulana Malik Ibrahim. Bellau bukanlah orang Jawa asli, tetapi berasal dari
daerah Samarkand, suatu daerah di Asia Tengah yang sekarang termasuk wlayah Uzbekistan.
Sebelum berdakwah, bellau pernah tinggal di Negeri Campa yang sekarang termasuk wilayah
Kamboja.
Di Campa, Maulana Malik Ibrahim tinggal selama 13 tahun. Pada tahun 1392, Maulana
Malik Ibrahim berhijrah ke Pulau Jawa. Daerah yang menjadi tempat dakwah bellau adalah
Gresik, Jawa Timur. Oleh sebab itu, Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan sebutan Sunan
Gresik. Selain itu, masyarakat juga menyebut Maulana Malik Ibrahim dengan sebutan kakek
Bantal.
Sunan Gresik memiliki garis keturunan dengan Nabi Muhammad Saw. Jika diruntut,
silsilahnya sampai kepada cucu Nabi Muhammad Saw., yaitu Husain bin Ali yang merupakan
anak dari Fatimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib R.A. Sunan Gresik diperkirakan lahir pada
pertengahan abad ke-14 atau sekitar tahun 720 H/1360 M. Beliau wafat pada tahun 882 H/1419
M dan dimakamkan di Gresik.
Sunan Gresik merupakan salah satu tokoh yang dianggap sebagai penyebar Islam
pertama dan tertua di Pulau Jawa. Pada saat itu, tepatnya di akhir masa Kerajaan Majapahit,
beliau memulai dakwahnya. Sunan Gresik datang ke Jawa Timur di mana pada saat itu penduduk
setempat mash beragama Hindu dan Buddha. Sunan Gresik memberanikan diri untuk datang ke
Kutaraja, Majapahit. Beliau ingin menemui Brawijaya, Raja Majapahit dengan tujuan untuk
menyampaikan dakwah Islam. Beliau disambut baik oleh raja dan dianugerahi sebidang tanah di
pinggir Kota Gresik sebagai tempat dakwah. Tempat tersebut dikenal dengan nama Desa Gapura.
Raja Majapahit juga mengangkatnya sebagai syahbandar di Kota Gresik.
Sunan Gresik mensyiarkan agama Islam dengan cara yang lemah lembut, santun, ramah
tamah, toleran, dan tidak segan membaur dengan masyarakat sekitar. Beliau tidak menentang
secara keras kepercayaan dan adat istiadat mereka. Karena semakin banyaknya orang yang ingin
belajar Islam, kemudian beliau mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Leran, Gresik.
Beliau memiliki banyak murid untuk dijadikan kader mubalig Islam di masa mendatang.
yaitu kasta brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Dari keempat kasta tersebut, kasta sudra
adalah yang paling rendah dan sering ditindas oleh kasta-kasta yang lebih tinggi.
Peranan Sunan Gresik dalam mengembangkan Islam di Indonesia , khususnya di Pulau Jawa :
Dari perjuangan dakwah Sunan Gresik semasa hidupnya, dapat diambil beberapa nilai positif, di
antaranya sebagai berikut.
a. Gigih dalam berdakwah. Hal ini tercermin dari usahanya untuk menyebarkan Islam di
Indonesia yang jauh dari tanah kelahirannya.
b. Menjunjung tinggi toleransi dalam berdakwah dan mau membaur dengan masyarakat
sekitar meskipun berbeda keyakinan.
c. Pemberani. Hal ini tercermin dari keberanian beliau menghadap penguasa atau Raja
Majapahit demi kelangsungan dakwah Islam.
Sunan Ampel dikenal dengan nama Raden Rahmat. Nama asli beliau adalah Sayyid Ali
Rahmatullah. Ayah Sunan Ampel merupakan seorang ulama yang berasal dari Samarkand,
Uzbekistan, yang bermazhab Syafili bernama Syekh Ibrahim As-Samarqandi. Ibunya merupakan
seorang putri raja Kerajaan Campa yang bernama Dewi Candrawulan.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban bernama Dewi Condrowati.
Dari perkawinannya, beliau dikaruniai putra dan putri, dua di antaranya yang menjadi
penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika kesultanan Demak hendak didirikan,
Sunan Ampel turut berperan bagi lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. la pula yang
menunjuk muridnya, Raden Fatah, putra prabu Brawijaya untuk menjadi Sultan Demak.
Sunan Ampel memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan Islam di
Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Di antara peran Sunan Ampel tersebut adalah sebagai berikut.
Salah satu cara Sunan Ampel memperkenalkan Islam hingga meluas dan terdengar oleh
kalangan kerajaan adalah membentuk jaringan kekerabatan melalui perkawinan. Beliau
menikahkan para penyebar Islam (para mubalig) dengan putri-putri penguasa Kerajaan
Majapahit. Hal ini dilakukan agar Sunan Ampel mendapat dukungan yang kua dari penguasa
kerajaan untuk mensyiarkan Islam sehingga memudahkan beliau untur menjangkau masyarakat
biasa. Di antara para penyebar Islam yang memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa
Majapahit adalah Raden Usen yang dinikahkan dengan putri Arya Baribin, adipati Madura;
Syekh Waliyul Islam yang dinikahkan dengan Putri Retno Sambodi, anak penguasa Pasuruan;
Syekh Maulana Gharib yang dinikahkan dengan Niken Sundari, putri Patih Majapahit; putri
Sunan Ampel, Dewi Murtasiyah yang dinikahkan dengan santrinya Raden Paku atau dikenal
dengan Sunan Giri; dan Murtasimah yang dinikahkan dengan Raden Patah, adipati Demak.
Sebelum datangnya Islam, masyarakat telah mengenal dan menerapkan tradisi agama
Hindu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun, Sunan Ampel tidak serta-merta memaksa
masyarakat untuk mengamalkan ajaran Islam secara penuh. Beliau sedikit demi sedikit
memasukkan nilai-nilai Islam dalam tradisi masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat setempat
mengenal upacara sraddha untuk mengenang orang yang meninggal dunia.
Sunan Ampel menambahkan nilai Islam dalam tradisi tersebut, yaitu tradisi kenduri dan
mulai memperingati hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1.000 pada kematian seseorang, yang
disertai dengan zikir, tahlil, dan doa.
Sunan Ampel mendirikan Masjid Ampel pada tahun 1421. Masjid tersebut memadukan
arsitektur Hindu-Buddha dan khazanah Islam untuk kepentingan dakwah. Hal ini dibuktikan
dengan model atap tumpang pada masjid menggambarkan adanya akulturasi budaya Islam dan
Hindu-Buddha.
Di Ampel Denta, Sunan Ampel juga mendirikan pondok pesantren untuk memfasilitasi
orang-orang yang ingin belajar agama Islam. Tempat tersebut juga dijadikan sebagai pusat
pengaderan para santri-santri yang akan melanjutkan dakwah Islam, di antaranya Sunan Giri,
Raden Patah, Sunan Bonang, Raden Kusen, dan Sunan Drajat. Ajaran yang sangat terkenal yang
diajarkan beliau pada saat itu adalah falsafah "Moh Limo". Moh artinya tidak/ menolak, dan limo
artinya lima. Moh limo isinya sebagai berikut.
Selain itu, Sunan Ampel juga dikenal sebagai orang pertama yang menciptakan huruf
pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa. Dengan huruf pegon, beliau dapat menyampaikan
ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya. Sunan Ampel wafat pada tahun 1478 dan
dimakamkan di sebelah Barat Masjid Ampel. Selanjutnya, perjuangan dakwah beliau diteruskan
oleh anaknya, yaitu Sunan Bonang dan Sunan Drajat
Sunan Giri terlahir dengan nama asli Raden Paku. Beliau juga diberi gelar Maulana Ainul
Yakin oleh Sunan Ampel karena kecerdasannya dalam menuntut ilmu. Sunan Giri lahir di
Kerajaan Blambangan (sekarang Banyuwangi) pada tahun 1442. Sunan Giri adalah anak dari
ulama Islam yang berdakwah di daerah Pasai, Malaka, yaitu Maulana Ishak, saudara kandung
Maulana Malik Ibrahim. Sementara ibunya bernama Dewi Sekardadu, yaitu anak dari Raja
Blambangan pada masa Kerajaan Majapahit tahun 1350-1389.
Sunan Giri dikenal juga dengan nama Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan
dengan masa kecilnya yang pernah dibuang ke laut oleh keluarga ibunya atas perintah Raja
Blambangan karena dianggap membawa bencana. Jaka Samudra kemudian ditemukan oleh
seorang saudagar kapal yang kaya raya dari Gresik bernama Nyai Ageng Pinatih dan dijadikan
anak angkat.
Jaka Samudra belajar di Pesantren Ampel Denta ketika berumur 7 tahun dan berguru
kepada Sunan Ampel. Saat menginjak dewasa, Sunan Giri memutuskan untuk pergi ke Pasai dan
berguru agama kepada Maulana Ishak yang tidak lain adalah ayahnya. Di Pasai beliau menimba
ilmu dan menggantikan ayahnya mengajar setelah wafat. Salah satu muridnya adalah Sunan
Bonang yang tidak lain adalah anak dari Sunan Ampel, gurunya. Beliau akhirnya kembali ke
tanah Jawa untuk mengembangkan ajaran agama Islam, kemudian beliau kembali ke
Blambangan. Beliau membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Gresik. Dalam
bahasa Jawa, bukit atau gunung dinamakan giri, sehingga beliau dijuluki Sunan Giri.
Sunan Giri dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu figih sehingga orang-
orang menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih atau Prabu Satmata. Beliau menyebarkan Islam
dari Giri Kedaton sampai Madura, Maluku, Lombok, Makasar, ternate, dan Tidore.
Sunan Giri wafat pada tahun 1505 dan dimakamkan di Dusun Kedaton, Desa Giri Gajah,
Gresik, Jawa Timur. Peninggalan Sunan Giri adalah Masjid Giri, Giri Kedaton, dan Telogo
Pegat.
Nama Sunan Giri tidak hanya terkenal di Pulau Jawa, tetapi juga dikenal hingga ke pelosok
negeri karena menyebarkan Islam di banyak wilayah di Indonesia. Di antara peran penting Sunan
Giri dalam perkembangan Islam di Indonesia adalah sebagai berikut.
Dakwah Sunan Giri tidak hanya dilakukan melalui pendidikan di pesantren, tetapi juga
menanamkan nilai-nilai Islam melalui kesenian dalam bentuk permainan anak, yaitu Jelungan
dan Jamuran. Sunan Giri juga menciptakan tembang-tembang, seperti Lir-ilir, Dandang Gula,
Cublak-cublak Suweng, Padhang Wulan, Jor, Pucung, Asmaradana, dan Gula-Ganti.
Di bidang kesenian pula, Sunan Giri memanfaatkan seni pertunjukan wayang sebagai
media dakwah untuk menarik minat masyarakat terhadap Islam. Beliau mengembangkan
pertunjukan wayang dan menyesuaikan jalan ceritanya dengan ajaran Islam.
Sunan Bonang memiliki nama asli yaitu Maulana Makdum Ibrahim. Beliau merupakan
anak dari Sunan Ampel dari istrinya bernama Dewi. Condrowati yang bergelar Nyai Ageng
Manila, putri Arya Teja, Adipati Tuban. Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465. Sunan
Bonang merupakan kakak dari Raden Qosim atau yang dikenal sebagai Sunan Drajad.
Sunan Bonang adalah seorang yang tawadhu' dan sangat disiplin, terutama dalam
menuntut ilmu. Dalam hidupnya, beliau menempuh jalan para suf yang terkenal dengan zuhud
(meninggalkan keduniawian) dan wira'i (patuh dan taat kepada Allah Swt.) yang dibimbing
langsung oleh ayahnya.
Sewaktu muda, Sunan Bonang pernah belajar agama di Malaka, tepatnya di daerah Pasai
(Aceh) bersama Sunan Giri. Di sana beliau menimba ilmu dari Syekh Maulana Ishak, khususnya
dalam metodologi pengajaran Islam yang menarik hati rakyat. Setelah itu, beliau pulang ke
Tuban dan mendirikan pondok di tanah kelahiran ibunya tersebut. Karena karakteristik
masyarakat di Tuban yang senang terhadap hiburan, Sunan Bonang membuat alat musik gamelan
untuk menarik minat masyarakat untuk belajar Islam. Jadi, di sela-sela pertunjukan musik
diselingi dengan dakwah. Peninggalan dari Sunan Bonang adalah alat musik tradisional gamelan
berupa bonang, bende, dan kenong. Selain itu, beliau juga memperkenalkan arsitektur gapura
bernafaskan Islam. Dalam berdakwah, Sunan Bonang sangat gemar mengunjungi daerah-daerah
terpencil di Tuban, Pati, Madura, hingga Pulau Bawean. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525.
Beliau dimakamkan di Kota Tuban yaitu sebelah barat Masjid Jami' Tuban.
Diantara peran Sunan Bonang dalam perkembangan Islam di Indonesia adalah sebagai
simpati masyarakat, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut bonang. Alat musik
bonang biasanya digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang. Sunan Bonang juga
turut berperan dalam pertunjukan wayang tersebut sebagai dalang dengan menyisipkan
Selain itu, Sunan Bonang juga berdakwah melalui karya sastra yang disebut Suluk.
Suluk adalah karya sastra yang berupa tembang atau syair yang berisi ajaran tasawuf. Suluk
Bonang memiliki banyak sumber, salah satunya dari kitab lhya 'Ulumuddin karya Imam
Ghazali. Hingga saat ini, suluk Sunan Bonang disimpan rapi di perpustakaan Universitas
Leiden, Belanda. Beliau juga menciptakan suluk Wijil, macapat durma, dan karya beliau
Sebelum datangnya Islam, masyarakat Jawa mengenal ritual pancamakara, yaitu upacara
dengan duduk mengelilingi makanan yang dipimpin oleh seorang imam yang disebut
Cakreswara sambil membaca mantra. Sunan Bonang mengadaptasi ritual tersebut dengan
upacara kenduri atau slametan yang diiringi dengan bacaan zikir dan doa.
C. Nilai-nilai Positif dari Sikap Sunan Bonang Nilai-nilai positif Sunan Bonang yang
dapat kita teladani dari perjuangan beliau dalam
a. menyebarkan Islam adalah sebagai berikut.
b. Selalu disiplin dan tekun dalam menempuh pelajaran dari gurunya.
c. Seorang pendakwah yang gigih, ulet, dan kreatif.
d. Mengambil simpati dari masyarakat terlebih dahulu sebelum berdakwah sehingga Islam
dapat diterima dengan baik.
e. Memiliki sikap toleran dalam berdakwah.
Sunan Drajat dilahirkan pada tahun 1470. Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Qosim.
Beliau merupakan putra dari Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati dan merupakan adik dari
Sunan Bonang. Menurut beberapa kisah, beliau juga dikenal dengan julukan Raden Syaifudin.
Setelah ayahnya meninggal, beliau sempat belajar dan berguru ilmu agama kepada Sunan Muria.
Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir
Gresik, menyeberangi laut, kemudian ia terdampar di Dusun Jelog-pesisir Banjarwati atau yang
sekarang dikenal dengan Lamongan. Akan tetapi, setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1
kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa
Drajat, Paciran-Lamongan. Nama Drajat yang beliau sandang dinisbatkan kepada nama Desa
Drajat.
Sunan Drajat mendapat kewenangan untuk mengelola daerah Drajat menjadi tanah
perdikan. Tanah perdikan adalah daerah otonom yang mandiri dan tidak diharuskan membayar
pajak ke Demak, melainkan hanya sebatas upeti setiap tahun sebagai tanda kesetiaan. Atas
keberhasilannya dalam menyebarkan Islam dan menanggulangi kemiskinan bagi warganya,
Raden Fatah memberikan gelar kepada Sunan Drajat yaitu Sunan Mayang Madu.
Di bidang kesenian, selain terkenal sebagai ahli ukir, beliau juga yang pertama kali
menciptakan Gending Pangkur. Selain itu, ada juga alat musik yang sering dimainkan oleh beliau
yaitu gamelan Singo Mengkok. Di bawah gamelan tersebut terdapat ukiran patung yang
membentuk singa yang membungkuk. Singa tersebut menghadap ke depan dan ekilas mirip
garudayana.
Gelar Raden Qosim diberikan kepada beliau karena beliau bertempat tinggal di sebuah
bukit yang tinggi, seakan melambangkan tingkat ilmunya yang tinggi, yaitu tingkat atau derajat
para ulama mugarrabin, yaitu ulama yang dekat dengan Allah Swt.
Sunan Drajat wafat pada tahun 1522 dan dimakamkan di Desa Drajat, Kecamatan
Paciran, Kabupaten Lamongan. Tak jauh dari makam beliau telah dibangun Museum Daerah
Sunan Drajat yang menyimpan beberapa peninggalan di zaman Wali Songo. Museum itu
dibangun sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa Sunan Drajat sebagai seorang wali
penyebar agama Islam di wilayah Lamongan sekaligus melestarikan budaya serta benda-benda
bersejarah peninggalannya.
Di antara peran Sunan Drajat dalam perkembangan Islam di Indonesia adalah sebagai
berikut.
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Sunan Drajat terkenal sebagai seorang wali yang bersahaja, dermawan, dan berjiwa sosial tinggi.
Beliau sangat memperhatikan nasib anak yatim-piatu dan fakir miskin. Beliau lebih menekankan
pada etos kerja keras dan kedermawanan untuk mengentaskan kemiskinan serta menciptakan
kemakmuran. Sebelum berdakwah, beliau terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial
bagi masyarakat sekitar. Setelah itu, beliau memberikan pemahaman agama Islam secara
berangsur-angsur. Tidak hanya mengajarkan tentang agama, beliau juga mengajarkan tentang
cara membangun rumah dan membuat alat untuk memikul atau menolong seperti tandu dan joli.
Adapun pesan moral dari Catur Piwulang tersebut adalah sebagai berikut.
a. Wenehono teken marang wong kang wuta (berilah petunjuk kepada orang bodoh).
b. Wenehono mangan marang wong kang luwe (berilah makanan kepada orang yang lapar).
c. Wenehono busono marang kang wuda (berilah pakaian kepada orang yang telanjang).
d. Wenehono pangiyup marang wong kang kudanan (berilah tempat berteduh pada orang
yang kehujanan).
C. Nilai-nilai Positif dari Sikap Sunan Drajat
a. Nilai-nilai positif dari Sunan Drajat yang dapat kita teladani dari perjuangan beliau dalam
menyebarkan Islam adalah sebagai berikut.
b. Memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap masyarakat di sekitarnya.
c. Merakyat dan sangat peduli terhadap nasib anak yatim dan fakir miskin.
d. Mengajarkan Islam dengan cara santun, arif, dan bijaksana, bukan dengan cara memaksa.
DAFTAR PUSTAKA
Rokhim. Abdul dkk. 2021. Salam 5 in 1 untuk MI Kelas VI Semester 1 Jilid 6A. Jakarta:
Penertbit Erlangga.