Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Berbicara mengenai proses Islamisasi di Indonesia dapat dikatakan sama dengan


berbicara mengenai peranan para wali dalam penyebaran Islam, khususnya dalam hal ini
adalah peranan Wali Songo. Karena melalui Wali Songo itulah, syiar Islam dapat
berkembang di Indonesia khususnya di awali di Pulau Jawa. Walaupun sesungguhnya para
wali tidak hanya Wali Songo namun kesembilan wali inilah yang memiliki peranan penting
terkait dengan keberhasilan strategi dakwah Islam yang berbasis pendekatan kultural. Di
kalangan masyarakat, para wali yang terkenal adalah Wali Songo yang berjumlah sembilan
orang, yakni mereka yang bergelar Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel
(Raden Rahmat), Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim), Sunan Drajat (Raden Qasim),
Sunan Giri (Raden Paku), Sunan Kalijaga (Raden Syahid), Sunan Kudus (Ja’far Shadiq),
Sunan Muria (Raden Umar Said), dan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah).
Dalam makalah ini, penulis tidak akan menguraikan satu per satu dari Wali Songo,
akan tetapi hanya Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) yang akan dibahas mengingat
bahwa Sunan Gresik merupakan wali tertua dari Wali Songo dan mempelopori strategi
dakwah yang selanjutnya diteruskan oleh para wali sesudahnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Biografi Sunan Gresik ?


2. Bagaimana Metode Dakwah Sunan Gresik ?
3. Apa saja Peninggalan Sunan Gresik ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengenal Biografi Sunan Gresik.
2. Mengetahui Metode Dakwah Sunan Gresik.
3. Mengetahui Peninggalan Sunan Gresik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Sunan Gresik

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah
seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah
Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, Gresik.

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy
diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi
versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-
Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.

Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat
malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di
Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak
dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand.
Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi
Muhammad saw.  

Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga
belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra.
Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias
Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana
Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.

Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah


yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah
kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9
kilometer utara kota Gresik. 

Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara
membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain
itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara
gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal
dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya,
yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi
dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di
Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung
Gapura, Gresik, Jawa Timur.

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) merupakan wali yang tertua dari Wali Sanga.
Dari beliau, lahir anak-cucu yang diantaranya termasuk dalam Wali Sanga. Adapun Wali
Sanga ini tidak hidup bersamaan, akan tetapi di antara mereka terjalin hubungan erat, yaitu
ada yang memiliki hubungan darah (ayah-anak-cucu), guru-murid, atau persahabatan. Urutan
keterkaitan di antara Wali Sanga tersebut adalah Sunan Gresik sebagai yang tertua. Sunan
Ampel adalah putra dari Sunan Gresik. Sunan Giri adalah keponakan Sunan Gresik. Sunan
Bonang dan Sunan Drajat adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat
sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria merupakan putra dari Sunan Kalijaga. Sunan
Kudus merupakan murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para sunan yang
telah disebut, kecuali Maulana Malik Ibrahim karena lebih dulu meninggal. Sunan Gresik
sebagai wali tertua tentu memiliki pengaruh terhadap para wali setelahnya, terutama yang
berkaitan dengan metode dakwah.

Metode Dakwah Sunan Gresik

M Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang makamnya terletak dikampung Gapura di


dalam kota Gresik, Jawa Timur, tidak jauh dari pelabuhan. Inkripsi makamnya yang
menunjuk angka 882 H/1419 M, yaitu wafatnya menempatkannya sebagai salah seorang
tokoh yang dianggap penyebar Islam tertua di Jawa.
Maulana Malik Ibrahim, dikenal pula dengan sebutan Syekh Maghribi atau juga Sunan
Gresik. Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau berjasa kepada masyarakat.
Karena beliaulah yang mula pertama menyebarkan Islam di tanah Jawa. Sehingga berkat
usaha dan jasanya, penduduk pulau Jawa yang kebanyakan masih beragama Hindu dan
Buddha di kala itu akhirnya mulai banyak yang memeluk Islam.
Berikut beberapa metode, sarana, dan usaha-usaha yang dilakukan Sunan Gresik dalam
berdakwah:
1. Mempelajari Adat Istiadat Setempat

Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi


bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia
tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan
hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat
keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.

Awalnya, siapa saja yang datang ke tempat baru,  akan merasakan kesulitan untuk
menyampaikan sesuatu yang diinginkan. Hal ini terjadi lantaran adanya kekhawatiran akan
salah tingkah ataupun sesuatu yang dilakukan tidak sesuai dengan adat istiadat masyarakat di
wilayah yang baru ditempati. Demikian pula halnya yang terjadi pada Sunan Gresik. Karena
beliau bukan merupakan orang Jawa, tentu harus mengadakan adaptasi terlebih dahulu
dengan masyarakat setempat sebelum mengawali dakwahnya. Sebab beliau paham betul
bahwa setiap negara memiliki aturan tersendiri dengan negara lain. Bahkan, setiap desa di
suatu negara memiliki adat istiadat yang berbeda dengan desa yang lain. Untuk itu, Sunan
Gresik mempelajari bahasa Jawa, mengenali adat istiadat tempat beliau tinggal, serta
mempelajari kehidupan masyarakat, baik dari segi mata pencahariannya, pandangan
hidupnya, dsb. dengan harapan bahwa hal tersebut akan membuatnya lebih berhati-hati dan
tidak terjerumus dalam kesalahan yang dapat membuat masyarakat membencinya.

2. Membuka Warung/Berdagang
Setelah berhasil memikat hati masyarakat sekitar, aktivitas selanjutnya yang dilakukan
Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang
sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar. Di wilayah yang baru ditempati, mula-mula
Sunan Gresik membuka warung untuk berjualan makanan dan barang yang menjadi
kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Berjualan menjadi salah satu sarana yang digunakan oleh Sunan Gresik dalam misi
dakwahnya. Sebagai pendatang, tentu tidak mudah bagi beliau untuk langsung menjalankan
misi dakwah. Oleh karena itu, diperlukan keakraban terlebih dahulu dengan masyarakat
setempat. Bagi Sunan Gresik, berjualan merupakan cara yang cukup efektif dalam upaya
mengakrabkan diri dengan masyarakat setempat. Dari berjualan, Sunan Gresik dapat
membangun relasi yang baik dengan masyarakat serta dapat mempelajari segala hal pada
masyarakat yang menjadi konsumennya, yakni mulai dari nama orang-orang, keluarganya,
kondisi kehidupannya termasuk situasi sosial-ekonominya, wataknya, bahkan kalau perlu hal-
hal yang bersifat pribadi juga beliau coba ketahui. Perlu dipahami bahwa motif dalam
pendirian warung tersebut bukanlah untuk mencari keuntungan tetapi sebagai sarana dalam
menyiarkan agama Islam sehingga apapun yang beliau perdagangkan, dijual dengan harga
yang murah. Hal inilah yang menimbulkan ketertarikan masyarakat setempat.
3. Membuka Lahan Pertanian
Sunan Gresik adalah orang yang ahli dalam pertanian. Beliau mampu memanfaatkan
tanah di Jawa yang subur untuk menanam tanaman kebutuhan sehari-hari, seperti padi, umbi-
umbian, dsb. Bahkan beliau merupakan orang pertama yang memiliki gagasan untuk
mengalirkan air dari gunung untuk menunjang irigasi lahan pertanian penduduk. Kehadiran
Sunan Gresik di tanah Jawa benar-benar menjadi berkah dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Hasil pertanian menjadi semakin meningkat, sehingga banyak orang yang menaruh perhatian
dan ingin belajar kepada beliau.
4. Menjadi Tabib
Selain handal dalam perdagangan dan pertanian, Sunan Gresik juga cukup piawai
dalam menangani masalah kesehatan. Dengan racikan obat yang dibuat beliau, hampir
seluruh orang yang berobat mendapatkan kesembuhan. Dalam menjalankan praktik
pengobatan, beliau tidak memungut biaya. Oleh karena keikhlasan pelayanan inilah yang
semakin menempatkan posisi Sunan Gresik menjadi orang yang disegani dan terkenal dalam
masyarakat. Kharisma beliau semakin kuat seiring dengan keberhasilan dalam mengobati
berbagai penyakit dan menjadikan Sunan Gresik sebagai sandaran hidup masyarakat.
5. Hidup dengan Sederhana
Hidup dengan sederhana bukan berarti tidak memiliki apa-apa. Hidup sederhana
menandakan bahwa orang itu tidak tergantung terhadap materi. Orang yang mampu
melepaskan diri dari ketergantungan terhadap materi akan mencapai kebahagiaan sejati.
Sebab, selama manusia masih tergantung pada materi, hidupnya tidak akan pernah puas.
Selain itu, dengan hidup sederhana, seseorang dapat membuka pergaulan seluas-luasnya.
Sebaliknya, hidup yang terbelenggu dalam kemewahan identik dengan kehidupan para elite
sehingga masyarakat kelas bawah enggan untuk bergaul dengan para elite. Sunan Gresik
sebagai ulama yang akan menjadi panutan seluruh elemen masyarakat tentu bukan kebetulan
memilih hidup sederhana. Beliau mengetahui bahwa dengan hidup sederhana, dapat
membangun relasi dengan siapa saja, baik di tingkat elite maupun tingkat bawah. Masyarakat
menjadi tidak segan untuk bergaul dengan beliau, karena masyarakat memiliki pandangan
bahwa beliau adalah sederajat dengannya dalam ranah sosial.
6. Menghapus Perbedaan Kelas (Kasta)
Dalam kehidupan masyarakat di wilayah Sunan Gresik tinggal, terdapat kepercayaan
masyarakat terhadap perbedaan kelas sosial. Ada masyarakat yang diposisikan kelas
sosialnya sebagai masyarakat rendah, tengah, dan tinggi. Masyarakat rendah memiliki nasib
yang malang karena tidak dapat menikmati hak-hak asasi manusia. Mereka dianggap tidak
berguna oleh masyarakat pada kelas yang lebih tinggi lantaran kelas sosialnya yang rendah.
Umumnya, masyarakat yang menempati kelas sosial rendah adalah para budak dan petani.
Sebagai orang Islam, tentu Sunan Gresik tidak setuju dengan situasi tersebut. Di dalam
agama Islam, tidak ada perbedaan kelas, yang membedakan seseorang dengan orang lain
adalah dalam hal ketakwaannya. Oleh karena itu, Sunan Gresik yang jika dilihat dari
kepercayaan masyarakat setempat, sebagai orang yang memiliki kelas sosial tinggi karena
beliau tergolong kaya dan menantu raja, tetapi memposisikan diri sebagai orang yang
sederajat dengan siapapun, termasuk dengan masyarakat yang dianggap memiliki kelas sosial
rendah. Kemudian, beliau mengajarkan ajaran Islam kepada masyarakat bahwa dalam Islam
derajat setiap manusia adalah sama dan selanjutnya banyak orang yang tertarik untuk masuk
Islam. Dalam hal ini, Sunan Gresik telah membantu masyarakat kelas tinggi keluar dari
kezaliman karena merendahkan masyarakat pada kelas sosial yang lebih rendah, dan
mengangkat derajat masyarakat yang dianggap pada kelas sosial rendah pada posisi yang
sama dalam status hubungan sosial.
7. Membangun Masjid dan Pesantren
Setelah para pengikut Islam semakin banyak, Sunan Gresik mendirikan sebuah masjid
sebagai tempat ibadah, sarana berdakwah, dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat.
Pada waktu itu, masyarakat Jawa sudah terbiasa menetap di tempat gurunya yang
mengajarkan ilmu. Ada tempat-tempat khusus yang disediakan oleh para guru untuk
menampung murid yang ingin belajar kepadanya.

Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan


menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren
yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam pada masa selanjutnya. Hingga saat
ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama
Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai
berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12
Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa
dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan
dihidangkan makanan khas bubur harisah.

8. Mengajarkan Islam dengan Mudah


Dalam mengajarkan Islam kepada masyarakat awam, Sunan Gresik memiliki prinsip
mengajarkan ilmu dengan mudah dipahami oleh masyarakat. Beliau tidak mengajarkan Islam
secara rumit dan teoretis. Artinya, beliau mengajarkan agama Islam dengan disertai contoh
praktis yang mudah dipahami dan dimengerti. Dalam mengajarkan Islam, beliau juga tidak
menakut-nakuti masyarakat dengan dosa dan ancaman, melainkan disampaikan dengan
gembira sebagaimana pesan Rasulullah Saw. Misalnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Stamford Raffles dalam bukunya History of Java, yang dikutip Arman Arroisi, ketika Sunan
Gresik ditanya siapakah Allah itu? Beliau tidak menjawab bahwa Allah adalah Tuhan Yang
Maha Besar, yang akan menyiksa orang-orang yang membangkang dan memberikan pahala
kepada orang-orang yang berbakti. Melainkan, beliau menjawab secara sederhana, “Allah
adalah Dzat yang diperlukan ada-Nya.”  
Dengan beberapa metodologi tersebut, Sunan Gresik telah berandil besar
mengembangkan Islam di Pulau Jawa dengan cukup pesat. Hal tersebut terjadi karena Islam
disampaikan dengan santun dan penuh kebijaksanaan beliau, sebagaimana yang memang
dianjurkan oleh Allah Swt. Dan diteladankan oleh Rasulullah Saw

Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan


kunjungan ke ibu kota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam
tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota
Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat
tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada
saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibu kota Majapahit telah banyak orang asing termasuk
dari Asia Barat.

B. Peninggalan Sunan Gresik

Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran,
Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura,
Gresik, Jawa Timur.

Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:
“Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan
Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para
pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan
miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang
terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga
menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah”
Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim. Dan
Pada beberapa nisan kubur Sunan Gresik terdapat tulisan kaligrafi, dituliskan petikan
beberapa ayat al-Quran seperti Surat al-Baqarah ayat 225, Surat Ali Imran ayat 17, 18, 19, 25,
26, 27, 185.

Kemudian satu-satunya masjid peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah


Masjid Tertua di tanah Jawa ternyata ada di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.  Masjid tersebut
adalah Masjid Pesucinan, di Dusun Pesucinan, Desa Leran, Kecamatan Manyar Gresik, yang
kini dikenal dengan Masjid Tertua di pulau Jawa.
Dalam catatan sejarah perjalanan panjang Syeikh Maulana Malik Ibrahim ke Pulau
Jawa,  daerah yang pertama kali dituju dan disinggahi adalah Desa Sembolo atau yang kini
dikenal dengan Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, pada tahun 1389 Masehi. Dahulu,
desa ini  berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit, dan terletak persis di bibir laut Jawa, 9
kilometer dari pusat kota Gresik sekarang.
Sayangnya, Tidak banyak catatan sejarah yang bercerita mengenai keberadaan Masjid
Pesucinan yang berlokasi di tengah-tengah areal pertambakan tersebut.  Sebab letaknya yang
sulit dijangkau oleh kendaraan besar seperti  bus pariwisata, membuat masjid yang berumur
sekitar 664 tahun ini tampak asing dari hiruk pikuk kunjungan wisatawan, seperti masjid
bersejarah pada umumnya di negeri ini.
Masjid peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim ini, dipercaya penduduk setempat
dan beberapa ahli sejarah merupakan masjid tertua di pulau Jawa peninggalan Syeikh
maulana Malik Ibrahim, salah seorang diantara tokoh wali songo yang terkenal.
Secara kasat mata, masjid ini tidak terlihat mempunyai nilai sejarah tinggi, sebab telah
beberapa kali mengalami pemugaran. Bahkan, dari beberapa catatan yang dihimpun
Gresikgress.com, Masjid Pesucinan sudah di pugar beberapa kali, dan pemugaran terakhir
terjadi pada tahun 2005.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah nama salah seorang Walisongo.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat
malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama
terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku).lahir di
Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14 tertulis dalam Babad Tanah Jawi.
2. Adapun Metode Dakwah Sunan Gresik adalah Pertama-tama yang dilakukannya ialah
mendekati masyarakat melalui pergauland dengan mengenal adat istiadat masyarakat
setempat. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam
pergaulan sehari-hari. Setelah berhasil memikat hati masyarakat sekitar, aktivitas
selanjutnya yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang dengan membuka
warung. Dengan hidupnya yang sederhana kemudian membuka lahan pertanian, dan ia
menjadi tabib, sampai Menghapus Perbedaan Kelas (Kasta). Terakhir ia juga
membangun mesjid dan Pesanren.
3. Satu-satunya masjid peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah Masjid Tertua
di tanah Jawa ternyata ada di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Selain mesjid, ada benda
arkeologi yang menjadi bukti adanya Sunan Gresik yaitu batu Nisan pada Makamnya
yang bertuliskan petikan beberapa ayat al-Quran seperti Surat al-Baqarah ayat 225,
Surat Ali Imran ayat 17, 18, 19, 25, 26, 27, 185.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Ziarah Wali Songo MA Minhadlul ‘Ulum
https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Gresik

http://galaerigbooks.blogspot.com/2014/10/biografi-singkat-walisongo-sunan-gresik.html
http://sam-perdana.blogspot.com/2014/06/bab-i-pendahuluan-1.html
http://ayong-e.blogspot.com/2014/12/makalah-maulana-malik-ibrahim.html
Munif Moh. Hasyim,. Pioner & Pendekar Syiar Islam Tanah Jawa, , Gresik ; Yayasan Abdi
Putra Al-Munthasimi, Tahun 1995.
Munif Moh. Hasyim,. Pioner & Pendekar Syiar Islam Tanah Jawa, , Gresik ; Yayasan Abdi
Putra Al-Munthasimi, Tahun 1995.
Sunyoto Agus, Atlas Walisongo Tanggerang Selatan ; Pustaka IlMaN dan LESBUMI PBNU
cetakan IX Tahun 2018.
Salam Solichin,. Sekitar Walisanga, Kudus; Menara Kudus, Tahun 1960.
Tjandrasasmita Uka, Arkeologi Islam Nusantara Jakarta ; Kepustakaan Populer Gramedia,
Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai