WALI SONGO
Oleh :
Tri Prajasa Bella Retyono
12711070
Sumber referensi :
Buku Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa
Rachmad Abdullah, S.Si., M.Pd
Penerbit Al-Wafi Publishing. (2015).
Tentunya tidak hanya walisongo yang berperan menyebarkan Islam, tetapi peranan
walisongo lah yang sangat besar peranannya dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.
Tiga wilayah penting di pulau Jawa dalam penyebaran agama Islam oleh walisongo adalah
Surabaya, Gresik, dan Lamongan (Jawa Timur), Demak, Kudus, dan Muria (Jawa Tengah),
serta Cirebon (Jawa Barat).
Walisongo berarti sembilan wali Allah SWT, kesembilan wali tersebut adalah
Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Makhdum
1
(Sunan Bonang), Raden Qasim (Sunan Drajat), Ja’far Shadiq (Sunan Kudus), Raden Paku
(Sunan Giri), Raden Sahid (Sunan Kalijaga), Raden Umar Said (Sunan Muria), Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Kesembilan wali berjasa dalam sejarah Islam Indonesia terutama di pulau Jawa
dalam perananya membawa perubahan masyarakat Jawa dahulu dimana mayoritas
masyarakat Jawa menganut agama Hindu-Budha. Tidak hanya menyebarkan agama Islam
dengan dakwah saja tetapi juga sebagai peradaban baru.
Sunan Gresik atau biasa dikenal juga dengan nama Syekh Maghribi (Kakek
Bantal) merupakan guru-guru para wali dan orang pertama yang menginjak tanah Jawa
untuk menyebarluaskan Islam. Beliau lahir di Samarkand suatu wilayah di Asia
Tengah. Desa Sambalo di Gresik ialah desa pertama Sunan Gresik berdakwah, dulunya
desa Sambalo merupakan daerah kekuasaan kerajaan Majapahit. Sunan Gresik juga
mendirikan masjid di desa Pasucinan Manyar.
Sunan Gresik tidak hanya menyebarluaskan agama Islam kepada masyarakat
tetapi juga membenahi serta meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Sebelum
Sunan Gresik menginjakkan kaki di tanah Jawa, sebelumnya sudah ada orang-orang
muslim namun Islam belum berkembang secara besar-besaran. Hal ini dibuktikan
dengan adanya makam muslimah bernama Fatimah binti Maimun (475 H).
2
saudara. Dengan mudah Sunan Gresik mendapatkan hati masyarakat. Tidak hanya
kalangan bawah dan fakir miskin saja tetapi juga kalangan atas yang berhasil
ditaklukan hatinya dengan agama Islam melalui Sunan Gresik. Mereka sangat
menghormati Sunan Gresik.
Sunan Gresik sangat melekat dihati masyakarat terutama pada kalangan bawah.
Beliau mengenalkan Islam kepada masyarakat kalangan bawah dengan cara yang unik.
Beliau menyesuaikan kemampuan masyarakat yang dihadapi, untuk masyarakat
kalangan bawah beliau menggunakan bahasa dan tindakan yang mudah dipahami
seperti beliau mengajarkan bagaimana cara bercocok tanam, setelah itu beliau
mengajarkan untuk bersyukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang akan datang.
Begitu pula halnya dengan masyarakat Hindu dengan kasta sudra atau kasta
terbawah yang sering tertindas dan dibeda-bedakan. Peran besar Sunan Gresik dalam
mengambil hati masyarakat setempat adalah dengan cara menjelaskan dan
memasukkan nilai-nilai agama Islam bahwa dalam Islam semua manusia sama
derajatnya, tidak ada diskriminasi didalamnya, tidak ada batasan untuk kasta rendah
dalam bergaul. Hanya ketaqwaan yang semakin menjadikan dirinya mulia di sisi Allah
SWT. Dengan ini kaum sudra masyarakat Hindu kala itu merasa dikembalikan haknya
sebagai manusia yang utuh sehingga masyarakat Hindu setempat dengan suka cita dan
suka rela memeluk agama Islam.
Sunan Gresik juga terkenal dengan keramahan, kelembutan, dan welas asih
kepada semua masyarakat baik muslim maupun non muslim. Beliau sangat dihormati
dan banyak mengambil hati masyarakat sehingga banyak masyarakat yang dengan
senang hati dan sukarela memeluk agama Islam dan menjadi pengikut setia beliau.
Seiring dengan semakin banyak para pengikut Sunan Gresik maka didirikanlah masjid-
masjid dan pesantren-pesantren Islam sebagai perguruan bagi masyarakat Islam dan
sebagai pencetak mubaligh dan menyebarkan agama Islam di tahun mendatang.
Strategi Sunan Gresik dengan mendirikan pesantren-pesantren diinspirasi oleh
kebiasaan masyakarat Hindu yang mendirikan mandala-mandala untuk mencetak
pemimpin-pemimpin agama Hindu.
3
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Sunan Ampel bernama lengkap Sayyid Ali Rahmatullah yang merupakan anak
dari Sunan Gresik atau dikenal juga dengan nama Syekh Maulana Ibrahim
Asmarakandi. Adik dari ibunda Sunan Ampel merupakan istri dari Raja Prabu
Brawijaya Majapahit yang bernama Dewi Dwarawati.
Sunan Ampel berdakwah dengan cara yang unik. Awal ketika beliau dan
rombongan dalam perjalanan menuju Ampel dengan membabat hutan, masyarakat
yang ditemui beliau diberi kipas yang berasal dari anyaman akar dan rotan yang
kemudian ditukarkannya dengan membaca kalimat syahadat. Konon kipas anyaman ini
dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit.
4
Tidak hanya itu, Sunan Ampel juga terkenal dengan metode dakwah yang unik
yaitu ajaran “Moh Limo”. Moh Limo tersebut adalah dengan tidak melakukan lima
larangan yaitu Moh Main (tidak main judi), Moh Ngombe (tidak minum minuman
keras), Moh Maling (tidak mencuri), Moh Madat (tidak mengkonsumsi narkoba), dan
Moh Madon (tidak berzina).
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid yang juga didirikan oleh
Sunan Ampel. Sunan Ampel juga merupakan orang pertama yang memperkenalkan
ajaran huruf pegon (tulisan Arab yang berbunyi bahasa Jawa) yang hingga detik ini
masih dipelajari oleh santri-santri di pesantren Indonesia.
3. Sunan Bonang (Raden Makhdum)
Sunan Bonang atau dikenal juga dengan nama Raden Makhdum atau Maulana
Makhdum Ibrahim. Sunan Bonang merupakan anak dari Sunan Ampel dengan Nyai
Ageng Manila. Hal ini berarti Sunan Bonang merupakan cucu dari Sunan Gresik atau
Maulana Malik Ibrahim. Sunan Bonang diperintahkan oleh Sunan Ampel untuk
berdakwah dan menyebarkan Islam di Lasem, Rembang, Tuban, serta daerah dekat
Surabaya.
Tidak sedikit masyarakat yang tertarik dengan cara Sunan Bonang berdakwah.
Banyak masyarakat yang berbondong-bondong datang ketika Sunan Bonang mulai
menabuh bonang gamelan dan tidak sedikit dari masyarakat yang ingin belajar
memainkan bonang serta membawakan tembang dan lagu ciptaan Sunan Bonang yang
bernuansa ajaran Islam. Bahkan lagu “Tombo Ati” dan “Wijil” merupakan lagu ciptaan
Sunan Bonang yang terkenal hingga saat ini.
5
Tidak hanya dengan gamelan bonang saja, Sunan Bonang juga menciptakan
karya sastra yang dikenal dengan nama Suluk yang berasal dari bahasa Arab
salakattariiqa yang berate menempuh jalan tarikat. Karya sastra ilmu Suluk dikenal
dengan keindahan kehidupan beragama bahkan hingga saat ini karya sastra suluk
disimpan di perpustakaan Belanda. Suluk sendiri merupakan karya sastra yang apabila
diungkapkan secara biasa disebut wirid, apabila diucapkan dengan tembang disebut
Suluk.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M bahkan makam Sunan Bonang dikenal
terdapat di dua tempat yaitu di Bawean dan Tuban. Kala itu terjadi perselisihan
keiginan antara santri-santri Sunan Bonang dalam memakamkan Sunan Bonang.
Sebagian santri Sunan Bonang menginginkan jenazah Sunan Bonang dimakamkan
didekat makam Sunan Ampel ayahnya, sebagian santri yang berasal dari Bawean
menginginkan Sunan Bonang tetap dimakamkan di Bawean.
Hingga akhirnya Allah SWT memberikan karomahnya dimana ketika jenazah
Sunan Bonang yang berada di Bawean dibawa ke Surabaya tanpa sepengetahuan
penduduk Bawean, namun ketika dalam perjalanan mendadak mesin kapal tidak
berfungsi yang mengharuskan jenazah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban. Ternyata
kain kafan yang tertinggal di Bawean juga masih terdapat jenazah Sunan Bonang. Hal
ini merupakan karomah dari Allah SWT agar santri-santri Sunan Bonang tidak saling
berselisih.
Sunan Drajat atau dikenal juga dengan Raden Qasim diperkirakan lahir pada
tahun 1470 M. Sunan Drajat juga merupakan anak dari Sunan Ampel dan adik dari
Sunan Bonang. Sunan Drajat terkenal dengan dakwahnya yang menekankan amalan
Islam terutama pada perilaku dermawan dan kerja keras. Kegiatan sosial yang
dipelopori oleh Sunan Drajat adalah menyantuni anak yatim dan fakir miskin.
6
Drajat diperintah Allah SWT untuk menyebarkan Islam kearah selatan tepatnya satu
kilometer tepatnya di desa Drajat akhirnya Sunan Drajat mendirikansurau dan
pesantren bernama Padepokan Dalem Duwur.
Sunan Drajat tidak hanya mengajarkan syariat Islam saja tetapi juga terkenal
dalam mensejahterakan rakyat. Sunan Drajat merupakan pendukung aliran putih atau
lurus. Sama seperti saudaranya yaitu Sunan Bonang, dalam berdakwah Sunan Drajat
dalam berdakwah juga menggunakan kesenian rakyat seperti gamelan dan suluk.
Bahkan Sunan Drajat juga ahli dalam seni ukir dan menciptakan tembang Pangkur.
Ajaran Sunan Drajat yang terkenal lainnya adalah suluk yang berpetuah. Ajaran
Sunan Drajat dapat diamalkan oleh siapapun dan menyesuaikan pemahaman masing-
masing. Suluk berpetuah yang diciprakan Sunan Drajat ialah “menehono teken marang
wong wuto, menehono mangan marang wong kang luwe, menehono busono marang
wong kang mudo, menehono ngiyup marang wong kang kudanan” yang bermakna
berilah ilmu atau petunjuk kepada orang yang buta atau dapat juga diartikan sebagai
orang yang tidak berilmu, ajarkan budi pekerti kepada orang yang belum beradab
tinggi, dan berikanlah perlindungan kepada orang-orang yang menderita atau terkena
musibah.
Menurut sejarah, Sunan Kudus lahir pada tanggal 9 September 1400 M. Beliau
wafat di Kudus pada tahun 1550 M tempat beliau berdakwah. Selain di Kudus, Sunan
Kudus juga pernah menyebarkan syariat Islam di daerah Sragen hingga Gunungkidul.
Sunan Kudus banyak mengadaptasi cara berdakwah yang dilakukan oleh Sunan
Kalijaga dan Sunan Bonang dalam pendekatan kepada masyarakat setempat melalui
7
jalan kesenian budaya. Sunan Kudus dikenal dengan tolerasinya kepada masyarakat
setempat. Hal ini dikarenakan berpengaruh besar kepada Sunan Kudus karena pernah
berguru pada Kiai Telingsing seorang ulama asal dari Cina.
Sunan Kudus dalam menarik hati masyarakat dalam menyebarkan syariat Islam
adalah dengan tidak serta merta menghilangkan adat dan budaya masyarakat setempat.
Beliau terkenal sangat lembut dalam mengadaptasi dan memanfaatkan simbol-simbol
agama Hindu dan Budha (agama yang mayoritas dianut pengikutnya sebelum hijrah)
dalam misinya mengajarkan agama Islam pada masyarakat setempat. Hal ini terlihat
pada arsitektur bangunan menara, masjid, serta pancuran wudhu yang masih
mengadaptasi adat istiadat setempat ketika masih menganut kepercayaan Hindu-
Budha.
Sunan Kudus memiliki cara dakwah yang luwes. Toleransi tinggi dalam diri
Sunan Kudus melekat erat dan hal ini membuat Sunan Kudus memikat hati masyarakat
dan dihormati. Peran besarnya dalam memikat masyarakat kala itu yang masih
memegang teguh agama Hindu dan Budha bukanlah hal mudah untuk dicapai. Tetapi
dengan keluwesan dan toleransi Sunan Kudus dapat memikat hati masyakarat yang
berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Cara unik beliau dalam mengambil hati masyakarat untuk menyebarkan syariat
Islam pun sangat unik dan luwes. Seperti dalam hal mengambil hati masyarakat
beragama Hindu. Pada masyarakat Hindu sebagaimana kita ketahui sapi merupakan
hewan suci, tidak boleh disakiti apalagi disembelih. Mengetahui hal ini, Sunan Kudus
berusaha mengambil hati masyarakat Hindu agar dapat menerima Islam dan dengan
sukacita memeluk agama Islam adalah dengan membeli seekor sapi kala itu. Tidak
membutuhkan waktu yang lama bagi Sunan Kudus mengumpulkan masyarakat baik
Islam, Hindu, maupun Budha untuk berkumpul melihat sapi tersebut.
Begitupula cara unik Sunan Kudus dalam upaya menarik hati masyarakat
Budha. Beliau mendirikan masjid dimana terdapat delapan pancuran wudhu. Sunan
Kudus membuat pancuran wudhu berjumlah delapan mengadaptasi filosofi agama
Budha yaitu Jalan Berlipat Delapan “Sanghika Marga”. Upaya ini berhasil sehingga
banyak masyarakat Budha yang berdatangan ke masjid untuk mendengarkan dakwah
8
Sunan Kudus mengenai syariat Islam. Begitu pula pada tradisi adat istiadat masyarakat
setempat mengenai tradisi syukuran mitoni yang tetap berjalan namun diarahkan untuk
bersyukur kepada Allah SWT dan sajian yang tadinya ditujukan kepada dukun akhirnya
diarahkan kepada masyarakat sekitar untuk dibawa pulang.
Raden Paku atau dikenal juga dengan nama Syekh Maulana Ainul Yaqin
merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW yang ke 23. Sunan Giri lahir pada tahun
1442 M. Sunan Giri wafat di Giri, Gresik pada tahun 1506 M. Beliau merupakan putra
ulama dari Pasai. Sunan Giri juga merupakan murid Sunan Ampel dan saudara
seperguruan Sunan Bonang.
Pesantren Giri merupakan pesantren yang didirikan Sunan Giri yang pada
masanya berkembang menjadi Kerajaan Giri Kedaton kala itu. Sunan Giri juga terkenal
dengan keahliannya dalam bidang kedokteran. Pesantren Giri Kedaton banyak
didatangi santri-santri tidak hanya dari nusantara tetapi juga dari Eropa, Arab, Mesir,
Cina, dsb.
Terdapat peran dan jasa-jasa besar Sunan Giri (Raden Paku) diantaranya adalah
menghambat aliran yang bertentangan dengan syariat Islam yang dibawa oleh Syekh
Siti Jenar seorang santri yang dianggap meremehkan dan murtad dari syariat Islam.
Sunan Giri dalam perannya menjadi hakim dalam perkara ini. Selain itu, cara unik
Sunan Giri dalam menyebarkan syariat Islam masyarakat dengan bidang kesenian
beliau menciptakan tembang Pucung dan Asmarandhana. Dalam permainan anak-anak
beliau menciptakan tembang bermain dengan nuansa Islam didalamnya seperti cublak-
cublak suweng, jithungan, dan delikan. Lagu permainan yang terkenal adalah
“Padhang Bulan” yang bermakna kehadiran Islam melenyapkan kebodohan dan
kesesatan.
Sunan Giri sangat mashyur sebagai ulama besar dan wali terkemuka. Beliau
memimpin Giri Kedaton sepanjang 20 tahun lamanya dimana anak keturunannya
meneruskan Giri Kedaton selama 200 tahun. Selain membangun pesantren yang terus
membesar menjadi kerajaan Giri Kedaton, beliau juga berjasa dalam memakmurkan
9
perekonomian, perairan, dan sosial masyarakat. Sunan Giri diperintahkan oleh Sunan
Ampel untuk menyebarluaskan agama Islam di Gresik dan sekitarnya.
Sunan Kalijaga merupakan murid dari Sunan Bonang. Sunan Kalijaga lahir
tahun 1450 M di Tuban dan wafat di Demak tahun 1550 M. Lagu ciptaan Sunan
Kalijaga yang terkenal adalah Lir-Ilir dan Gundul Pacul. Metode dakwah dalam rangka
mengambil hati masyarakat untuk menerima ajaran syariat Islam adalah dengan
kesenian dan kebudayaan seperti wayang, seni suara, hingga gamelan.
Selain itu, salah satu peran besar Sunan Kalijaga adalah beliau mampu
mengajak sebagian besar adipati-adipati di Jawa untuk memeluk agama Islam.
Perayaan sekaten, grebeg maulud, pewayangan, seni suara, serta layang Kalimasada
merupakan hasil karya dari Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga juga terkenal dengan
perbedaannya diantara para walisongo, beliau kerap berpakaian serba hitam dan
blangkon menunjukkan kesederhanaannya dan agar dapat lebih dekat dengan
masyarakat.
10
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Raden Umar Said atau Sunan Muria merupakan anak dari Sunan Kalijaga.
Beliau menempuh jalur yang sama dengan ayahnya yaitu dengan cara halus. Rakyat
kecil yang jauh dari perkotaan merupakan sasaran dakwah Islam Sunan Muria seperti
kalangan nelayan, pelaut, serta rakyat jelata lainnya. Semasa hidup Sunan Muria
menyebarluaskan syariat Islam di daerah Jepara, Tayu, dan sekitar Demak.
11
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati merupakan
anak dari pembesar Mesir keturunan Palestina. Menurut catatan sejarah beliau lahir
pada tahun 1448 M dan ibunya merupakan putri dari Kerajaan Padjajaran. Sunan
Gunung Jati wafat di Cirebon pada tahun 1568 M. Beliau terkenal dengan
keramahannya.
Nama Sunan Gunung Jati sangat terkenal tidak hanya di nusantara saja tetapi
juga terkenal di negeri China. Diceritakan pula Sunan Gunung Jati menikahi putri
kaisar dari China dan sempat tinggal di negeri China. Disana beliau mempelajari ilmu
pengobatan tradisional yang dikaitkan dengan akupunktur. Sunan Gunung Jati juga
melarang masyarakat China untuk tidak memakan daging babi sesuai dengan syariat
Islam. Sunan Gunung Jati memiliki karomah pada bidang ilmu kedokteran. Beliau
diberi karomah oleh Allah SWT mampu mengambil tumor dan menyembuhkan
penyakit tanpa pembedahan.
Keahlian yang dimiliki Sunan Gunung Jati sangat banyak, diantaranya adalah
beliau merupakan seorang ahli bahasa yang menguasai 99 bahasa. Selain itu beliau juga
merupakan ahli politik, beliau memimpin kesultanan Cirebon. Bidang pendidikan juga
merupakan salah satu keahliannya dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Sunan Gunung Jati merupakan ahli strategi perang. Atas keahliannya ini, Sunan
Gunung Jati memperluas daerah kekuasaan kesultanan Cirebon yang dahulunya adalah
Kerajaan Padjajaran yang dipimpin kakeknya sendiri yaitu Prabu Siliwangi.
12