Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Berbicara mengenai proses Islamisasi di tanah Jawa dapat dikatakan sama dengan berbicara
mengenai peranan para wali dalam penyebaran Islam, khususnya dalam hal ini adalah peranan
Wali Sanga. Karena melalui Wali Sanga itulah, syiar Islam dapat berkembang di Pulau Jawa.
Walaupun sesungguhnya para wali tidak hanya Wali Sanga namun kesembilan wali inilah yang
memiliki peranan vital terkait dengan keberhasilan strategi dakwah Islam yang berbasis
pendekatan kultural. Di kalangan masyarakat, para wali yang terkenal adalah Wali Sanga yang
berjumlah sembilan orang, yakni mereka yang bergelar Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim),
Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim), Sunan Drajat
(Raden Qasim), Sunan Giri (Raden Paku), Sunan Kalijaga (Raden Syahid), Sunan Kudus (Ja’far
Shadiq), Sunan Muria (Raden Umar Said), dan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah).
Dalam makalah ini, penulis tidak akan menguraikan satu per satu dari Wali Sanga, akan
tetapi hanya Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) yang akan dibahas mengingat bahwa Sunan
Gresik merupakan wali tertua dari Wali Sanga dan mempelopori strategi dakwah yang
selanjutnya diteruskan oleh para wali sesudahnya.

1.2 Rumusan Permasalahan


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang hendak dikemukakan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana asal-usul Sunan Gresik?
2. Bagaimana metode, sarana, dan usaha Sunan Gresik dalam berdakwah?
3. Bagaimana akhir hayat Sunan Gresik?
4. Apa saja peninggalan Sunan Gresik?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui asal-usul Sunan Gresik.
2. Untuk memahami metode, sarana, dan usaha Sunan Gresik dalam berdakwah.
3. Untuk mengetahui akhir hayat Sunan Gresik.
4. Untuk mengetahui peninggalan-peninggalan Sunan Gresik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal-usul Sunan Gresik


Biodata Sunan Gresik
Nama : Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Wafat : 1419 M
Tempat Pemakaman : Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur
Ayah : Raden Jumadil Qubra (Maulana Akbar)
Istri : Dewi Candrawulan (Ratna Dyah Siti Asmara)
: Raden Santri Ali
Anak
: Raden Rahmat (Sunan Ampel)
: Sunan Tandhes
: Sunan Gribigh
: Sunan Raja Wali
: Wali Quthub
Gelar atau Nama Lain
: Mursyidul Auliya’ Wali Sanga
: Sayyidul Auliya’ Wali Sanga
: Maulana Maghribi
: Syekh Maghribi
: Pemimpin Wali Sanga
Jabatan
: Pendiri dan Pengasuh Pesantren di Gresik

Ada beberapa alasan mengenai penyebutan nama-nama Sunan Gresik. Misalnya disebut
Maulana atau Syekh Maghribi karena beliau dianggap berasal dari daerah Maghrib, Maroko,
Afrika. Dalam pengucapan orang Jawa, Maulana Maghribi disebut Maulana atau Sunan Gribigh.
Masyarakat menjuluki beliau si Kakek Bantal lantaran beliau adalah tempat berkeluh kesah
masyarakat dan tempat menyandarkan diri saat pikiran sedang kacau.
Selain itu, ada yang berpendapat bahwa nama Malik Ibrahim tak lain adalah Makdum
Ibrahim Asmara. Kata “Asmara” merupakan pengucapan Jawa. Kata “Asmara” adalah
kependekan dari Asmarakandi mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, lalu
berubah menjadi Asmarakandi. Asmarakandi diambil dari nama sebuah kota Samarkand di
Republik Uzbekistan. Bukti dari nama ini menjadi penolakan atas anggapan sebagian orang
bahwa beliau berasal dari Arab. Sebagian riwayat juga ada yang mengatakan bahwa beliau
berasal dari Turki dan dalam rangka menyebarluaskan agama Islam beliau datang ke tanah Jawa
sebagai utusan dakwah Khalifah Turki Utsmani.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa asal usul daerah kelahiran Maulana Malik
Ibrahim masih belum jelas dalam sejarah. Namun, para sejarawan sepakat bahwa beliau
bukanlah asli orang Jawa, tetapi merupakan pendatang di tanah Jawa. Ayah Sunan Gresik
bernama Raden Jumadil Qubra atau Syekh Maulana Jumadil Kubro yang diyakini sebagai

2
keturunan ke-10 dari Sayidina Husein, cucu Nabi Muhammad Saw. dan silsilah beliau dianggap
sebagai keturunan Rasulullah Saw.
Sebelum datang ke Jawa Timur, Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa,
sekarang Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 hingga 1392 M, dalam misi
syiar Islam. Beliau dinikahkan oleh raja Campa dengan putri raja Campa yang bernama Dewi
Candrawulan. Dari perkawinan ini lahir dua putra, yaitu Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan
Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Karena merasa telah cukup menjalankan
misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M, Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa dan
meninggalkan keluarganya di negeri Campa. Beliau tiba di Jawa pada abad ke-15, atau tepatnya
tahun 1404 M.
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) merupakan wali yang tertua dari Wali Sanga. Dari
beliau, lahir anak-cucu yang diantaranya termasuk dalam Wali Sanga. Adapun Wali Sanga ini
tidak hidup bersamaan, akan tetapi di antara mereka terjalin hubungan erat, yaitu ada yang
memiliki hubungan darah (ayah-anak-cucu), guru-murid, atau persahabatan. Urutan keterkaitan
di antara Wali Sanga tersebut adalah Sunan Gresik sebagai yang tertua. Sunan Ampel adalah
putra dari Sunan Gresik. Sunan Giri adalah keponakan Sunan Gresik. Sunan Bonang dan Sunan
Drajat adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan
Bonang. Sunan Muria merupakan putra dari Sunan Kalijaga. Sunan Kudus merupakan murid
Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para sunan yang telah disebut, kecuali
Maulana Malik Ibrahim karena lebih dulu meninggal. Sunan Gresik sebagai wali tertua tentu
memiliki pengaruh terhadap para wali setelahnya, terutama yang berkaitan dengan metode
dakwah.

2.2 Metode, Sarana, dan Usaha-usaha Sunan Gresik dalam Berdakwah


Ada beberapa ciri khas yang digunakan oleh Wali Sanga sehingga agama Islam dapat
diterima dengan mudah oleh masyarakat Jawa tanpa harus melalui pertumpahan darah, seperti
berperang, menindas, menjajah, melakukan kekerasan, pemaksaan, atau dengan embargo
ekonomi, hal-hal yang sangat dihindari oleh Wali Sanga dalam misi syiar Islam di pulau Jawa.
Ciri khas tersebut adalah berdakwah dengan melihat kebijaksanaan hidup, memakai pendekatan
kultural, membantu masyarakat miskin, dan menjalin persaudaraan antar elemen masyarakat.
Beberapa metode dakwah tersebut tidak lahir begitu saja dari hasil pemikiran Wali Sanga.
Metode tersebut memang sudah tertanam dalam ajaran Islam dan diteladankan langsung oleh
Rasulullah Saw. Berdakwah dengan bijaksana memang diperintahkan oleh Allah Swt. Metode
dakwah dengan bijaksana ini termuat dalam firman-Nya sebagai berikut:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya, Tuhanmu, Dia-lah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. an-Nahl [16]:125).

3
Dalam ayat tersebut, Allah Swt. memerintahkan agar manusia menyeru atau berdakwah
untuk mengikuti jalan Tuhan dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Pelajaran yang baik adalah
tingkah laku yang baik ketika berdakwah. Artinya, berdakwah tidak dengan kekerasan atau
segala hal yang dapat menyakiti orang-orang. Sebagai wali tertua, Sunan Gresik telah mengawali
dakwahnya dengan damai, penuh kebijaksanaan, dan melalui pendekatan kultural. Metode dan
pendekatan semacam ini terus dipertahankan oleh para wali sesudahnya. Berikut beberapa
metode, sarana, dan usaha-usaha yang dilakukan Sunan Gresik dalam berdakwah:
a. Mempelajari Adat Istiadat Setempat
Awalnya, siapa saja yang datang ke tempat baru, akan merasakan kesulitan untuk
menyampaikan sesuatu yang diinginkan. Hal ini terjadi lantaran adanya kekhawatiran akan salah
tingkah ataupun sesuatu yang dilakukan tidak sesuai dengan adat istiadat masyarakat di wilayah
yang baru ditempati. Demikian pula halnya yang terjadi pada Sunan Gresik. Karena beliau bukan
merupakan orang Jawa, tentu harus mengadakan adaptasi terlebih dahulu dengan masyarakat
setempat sebelum mengawali dakwahnya. Sebab beliau paham betul bahwa setiap negara
memiliki aturan tersendiri dengan negara lain. Bahkan, setiap desa di suatu negara memiliki adat
istiadat yang berbeda dengan desa yang lain. Untuk itu, Sunan Gresik mempelajari bahasa Jawa,
mengenali adat istiadat tempat beliau tinggal, serta mempelajari kehidupan masyarakat, baik dari
segi mata pencahariannya, pandangan hidupnya, dsb. dengan harapan bahwa hal tersebut akan
membuatnya lebih berhati-hati dan tidak terjerumus dalam kesalahan yang dapat membuat
masyarakat membencinya.
b. Membuka Warung
Di wilayah yang baru ditempati, mula-mula Sunan Gresik membuka warung untuk
berjualan makanan dan barang yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Berjualan
menjadi salah satu sarana yang digunakan oleh Sunan Gresik dalam misi dakwahnya. Sebagai
pendatang, tentu tidak mudah bagi beliau untuk langsung menjalankan misi dakwah. Oleh karena
itu, diperlukan keakraban terlebih dahulu dengan masyarakat setempat. Bagi Sunan Gresik,
berjualan merupakan cara yang cukup efektif dalam upaya mengakrabkan diri dengan
masyarakat setempat. Dari berjualan, Sunan Gresik dapat membangun relasi yang baik dengan
masyarakat serta dapat mempelajari segala hal pada masyarakat yang menjadi konsumennya,
yakni mulai dari nama orang-orang, keluarganya, kondisi kehidupannya termasuk situasi sosial-
ekonominya, wataknya, bahkan kalau perlu hal-hal yang bersifat pribadi juga beliau coba
ketahui. Perlu dipahami bahwa motif dalam pendirian warung tersebut bukanlah untuk mencari
keuntungan tetapi sebagai sarana dalam menyiarkan agama Islam sehingga apapun yang beliau
perdagangkan, dijual dengan harga yang murah. Hal inilah yang menimbulkan ketertarikan
masyarakat setempat.
c. Membuka Lahan Pertanian
Sunan Gresik adalah orang yang ahli dalam pertanian. Beliau mampu memanfaatkan tanah
di Jawa yang subur untuk menanam tanaman kebutuhan sehari-hari, seperti padi, umbi-umbian,
dsb. Bahkan beliau merupakan orang pertama yang memiliki gagasan untuk mengalirkan air dari
gunung untuk menunjang irigasi lahan pertanian penduduk. Kehadiran Sunan Gresik di tanah
Jawa benar-benar menjadi berkah dalam kehidupan masyarakat Jawa. Hasil pertanian menjadi

4
semakin meningkat, sehingga banyak orang yang menaruh perhatian dan ingin belajar kepada
beliau.
d. Menjadi Tabib
Selain handal dalam perdagangan dan pertanian, Sunan Gresik juga cukup piawai dalam
menangani masalah kesehatan. Dengan racikan obat yang dibuat beliau, hampir seluruh orang
yang berobat mendapatkan kesembuhan. Dalam menjalankan praktik pengobatan, beliau tidak
memungut biaya. Oleh karena keikhlasan pelayanan inilah yang semakin menempatkan posisi
Sunan Gresik menjadi orang yang disegani dan terkenal dalam masyarakat. Kharisma beliau
semakin kuat seiring dengan keberhasilan dalam mengobati berbagai penyakit dan menjadikan
Sunan Gresik sebagai sandaran hidup masyarakat.
e. Hidup dengan Sederhana
Hidup dengan sederhana bukan berarti tidak memiliki apa-apa. Hidup sederhana
menandakan bahwa orang itu tidak tergantung terhadap materi. Orang yang mampu melepaskan
diri dari ketergantungan terhadap materi akan mencapai kebahagiaan sejati. Sebab, selama
manusia masih tergantung pada materi, hidupnya tidak akan pernah puas. Selain itu, dengan
hidup sederhana, seseorang dapat membuka pergaulan seluas-luasnya. Sebaliknya, hidup yang
terbelenggu dalam kemewahan identik dengan kehidupan para elite sehingga masyarakat kelas
bawah enggan untuk bergaul dengan para elite. Sunan Gresik sebagai ulama yang akan menjadi
panutan seluruh elemen masyarakat tentu bukan kebetulan memilih hidup sederhana. Beliau
mengetahui bahwa dengan hidup sederhana, dapat membangun relasi dengan siapa saja, baik di
tingkat elite maupun tingkat bawah. Masyarakat menjadi tidak segan untuk bergaul dengan
beliau, karena masyarakat memiliki pandangan bahwa beliau adalah sederajat dengannya dalam
ranah sosial.
f. Menghapus Perbedaan Kelas (Kasta)
Dalam kehidupan masyarakat di wilayah Sunan Gresik tinggal, terdapat kepercayaan
masyarakat terhadap perbedaan kelas sosial. Ada masyarakat yang diposisikan kelas sosialnya
sebagai masyarakat rendah, tengah, dan tinggi. Masyarakat rendah memiliki nasib yang malang
karena tidak dapat menikmati hak-hak asasi manusia. Mereka dianggap tidak berguna oleh
masyarakat pada kelas yang lebih tinggi lantaran kelas sosialnya yang rendah. Umumnya,
masyarakat yang menempati kelas sosial rendah adalah para budak dan petani. Sebagai orang
Islam, tentu Sunan Gresik tidak setuju dengan situasi tersebut. Di dalam agama Islam, tidak ada
perbedaan kelas, yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah dalam hal
ketakwaannya. Oleh karena itu, Sunan Gresik yang jika dilihat dari kepercayaan masyarakat
setempat, sebagai orang yang memiliki kelas sosial tinggi karena beliau tergolong kaya dan
menantu raja, tetapi memposisikan diri sebagai orang yang sederajat dengan siapapun, termasuk
dengan masyarakat yang dianggap memiliki kelas sosial rendah. Kemudian, beliau mengajarkan
ajaran Islam kepada masyarakat bahwa dalam Islam derajat setiap manusia adalah sama dan
selanjutnya banyak orang yang tertarik untuk masuk Islam. Dalam hal ini, Sunan Gresik telah
membantu masyarakat kelas tinggi keluar dari kezaliman karena merendahkan masyarakat pada
kelas sosial yang lebih rendah, dan mengangkat derajat masyarakat yang dianggap pada kelas
sosial rendah pada posisi yang sama dalam status hubungan sosial.

5
g. Membangun Masjid dan Pesantren
Setelah para pengikut Islam semakin banyak, Sunan Gresik mendirikan sebuah masjid
sebagai tempat ibadah, sarana berdakwah, dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat.
Pada waktu itu, masyarakat Jawa sudah terbiasa menetap di tempat gurunya yang mengajarkan
ilmu. Ada tempat-tempat khusus yang disediakan oleh para guru untuk menampung murid yang
ingin belajar kepadanya. Sunan Gresik yang mengetahui adat kebiasaan ini, kemudian
mendirikan pesantren sebagai tempat murid atau santri yang menginginkan belajar ilmu agama
kepada beliau. Banyak orang yang ingin mendalami Islam di pesantren yang didirikan Sunan
Gresik, baik yang datang dari desa setempat maupun dari desa di lain daerah. Dari pesantren
yang didirikan beliau ini, lahirlah para wali dan ulama yang meneruskan perjuangan dakwahnya,
menyebarluaskan Islam ke berbagai daerah di Nusantara.

h. Mengajarkan Islam dengan Mudah


Dalam mengajarkan Islam kepada masyarakat awam, Sunan Gresik memiliki prinsip
mengajarkan ilmu dengan mudah dipahami oleh masyarakat. Beliau tidak mengajarkan Islam
secara rumit dan teoretis. Artinya, beliau mengajarkan agama Islam dengan disertai contoh
praktis yang mudah dipahami dan dimengerti. Dalam mengajarkan Islam, beliau juga tidak
menakut-nakuti masyarakat dengan dosa dan ancaman, melainkan disampaikan dengan gembira
sebagaimana pesan Rasulullah Saw. Misalnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Stamford
Raffles dalam bukunya History of Java, yang dikutip Arman Arroisi, ketika Sunan Gresik
ditanya siapakah Allah itu? Beliau tidak menjawab bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha
Besar, yang akan menyiksa orang-orang yang membangkang dan memberikan pahala kepada
orang-orang yang berbakti. Melainkan, beliau menjawab secara sederhana, “Allah adalah Dzat
yang diperlukan ada-Nya.”
Dengan beberapa metodologi tersebut, Sunan Gresik telah berandil besar mengembangkan
Islam di Pulau Jawa dengan cukup pesat. Hal tersebut terjadi karena Islam disampaikan dengan
santun dan penuh kebijaksanaan beliau, sebagaimana yang memang dianjurkan oleh Allah Swt.
Dan diteladankan oleh Rasulullah Saw.

2.3 Akhir Hayat Sunan Gresik


Sunan Gresik yang telah memperjuangkan syiar agama Islam di Jawa, wafat pada hari
Senin, 12 Rabi’ul Awal 822 H atau 1419 M. beliau dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik, Jawa
Timur. Pada bingkai nisannya, tertulis beberapa ayat al-Qur’an, yaitu QS. Ali ‘Imran [3]:185,
QS. ar-Rahman [55]:26-27, dan QS. at-Taubah [9]:21-22. Sedangkan, pada batu nisannya
terdapat inskripsi sebagai berikut:
“Inilah makam almarhum al-maghfur yang mengharapkan rahmat Tuhan, kebanggaan
pangeran-pangeran, sendi sultan dan menteri-menteri, penolong para fakir dan miskin, yang
berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol agama dan negara, Malik Ibrahim yang terkenal
dengan nama Kaki Bantal, Allah meliputinya dengan rahmat dan keridhaan-Nya, dan
dimasukkan ke dalam surga. Telah wafat pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 822 H.”

6
Batu nisan Sunan Gresik menjadi bahan penelitian karena memiliki keunikan tersendiri,
yang berbeda dengan nisan-nisan bentukan orang-orang Jawa. Oleh sebab itu, dicarilah asal usul
batu nisannya. Mengenai asal batu nisan Sunan Gresik, terdapat tiga pendapat sebagai berikut:
 Ada yang mengatakan bahwa batu nisan Sunan Gresik tersebut berasal dari Pasai. Pasai
terletak di pesisir pantai utara Sumatra, di sekitar Lhokseumawe dan Aceh Utara, Aceh,
Indonesia.
 Ada yang berpendapat bahwa batu nisan yang terdapat di Pasai dan Gresik menunjukkan
persamaan dengan batu nisan di India. Sehingga, diduga batu nisan Sunan Gresik berasal dari
Cambay (India). Pendapat ini berdasarkan pada persamaan gaya tulisannya.
 Ada yang berkeyakinan bahwa batu nisan Sunan Gresik terbuat dari marmer dan dipastikan
berasal dari Cambay.
Walaupun terjadi perbedaan pendapat mengenai asal-usul batu nisan Sunan Gresik tersebut,
tidak menjadi persoalan bagi bukti keberadaan Sunan Gresik di Pulau Jawa. Karena, yang
terpenting dari adanya batu nisan tersebut adalah menjadi bukti keberadaan sang Sunan di Pulau
Jawa.

2.4 Peninggalan Sunan Gresik


Berikut adalah beberapa peninggalan Sunan Gresik:
1. Makam
Makam Sunan Gresik yang terletak di Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur, termasuk salah satu
peninggalan berharga dari beliau. Sebab, makam tersebut menjadi bukti sejarah adanya wali
pertama yang menyebarkan Islam di Indonesia. Selain itu, dari makam tersebut, ditemukan
bukti-bukti sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia.
2. Gapura Paduraksa
Gapura Paduraksa terdapat di pintu masuk makam Sunan Gresik. Gapura Paduraksa tersebut
tersusun atas susunan batu bata. Pada sisi kanan bawah gapura, terdapat prasasti pendek
bertuliskan angka tahun Jawa Kuna 1340 Saka/1419 M. Tahun ini sama dengan tahun wafatnya
Sunan Gresik.
3. Sumur Gembyang
Di dekat makam Sunan Gresik, terdapat sumur yang disebut Sumur Gembyang. Sumur ini
dipercaya sebagai salah satu peninggalan Sunan Gresik karena dibuat oleh beliau. Sekarang,
sumur yang dikeramatkan tersebut ditutup karena untuk menghindari potensi terjadinya syirik.
Walaupun demikian, para peziarah masih dapat mengambil air sumur tersebut.
4. Bedug
Salah satu peninggalan yang dihubungkan dengan Sunan Gresik adalah bedug, yang lazimnya
ditabuh untuk menandai masuknya waktu shalat lima waktu dan saat hari raya. Bedug yang
dianggap buatan Sunan Gresik semula berada di Masjid Pesucinan, namun sekarang disimpan di
Museum Sunan Giri.
5. Masjid Pesucinan
Masjid yang berlokasi di Dusun Pesucinan, Desa Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik,
Jawa Timur, dipercaya oleh penduduk setempat sebagai salah satu peninggalan Sunan Gresik.

7
Walaupun demikian, tidak banyak catatan sejarah yang menceritakan mengenai keberadaan
Masjid Pesucinan ini, sehingga tidak ada bukti valid yang dapat membenarkan kepercayaan
penduduk setempat. Akan tetapi, bila mengacu pada perjalanan Sunan Gresik ke Pulau Jawa,
maka daerah yang dituju pertama kali adalah Desa Sembalo yang berada dalam kekuasaan
Majapahit, dan sekarang merupakan Desa Leran, Kecamatan Manyar, atau 9 kilometer dari pusat
Kota Gresik. Adapun nama Pesucinan diambil karena memiliki makna bahwa masjid tersebut
bertujuan untuk menyucikan masyarakat setempat yang awalnya mayoritas beragama Hindu-
Budha. Selain itu, dikatakan Pesucinan karena masjid ini berdekatan dengan kolam untuk
berwudhu atau menyucikan diri. Adapun yang diduga kuat sebagai peninggalan Sunan Gresik
yang sampai saat ini masih tetap asli dari bagian masjid yang sudah beberapa kali direhab adalah
pucuk kubah masjid dan mimbar tempat penceramah.
6. Kolam
Kolam yang berukuran 3 x 3 m dan terletak di dekat Masjid Pesucinan ini juga merupakan salah
satu peninggalan Sunan Gresik. Masyarakat setempat percaya bahwa kolam tersebut memiliki
khasiat untuk menyembuhkan penyakit, sebab rasa airnya berbeda dengan beberapa kolam yang
ada di sisi kiri dan kanan masjid serta kolam atau sumur baru buatan warga. Hal ini karena air
dari kolam tersebut rasanya tawar, meskipun di sisi kiri dan kanan masjid dikelilingi tambak.
Sedangkan, apabila warga membuat kolam atau sumur baru, airnya berasa asin. Oleh karena
kondisi tersebut, masyarakat setempat berkeyakinan bahwa kolam tersebut merupakan buatan
asli dari Sunan Gresik.

8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) atau lebih dikenal dengan sebutan Maulana Maghribi
walaupun belum diketahui secara pasti mengenai asal-usul beliau, namun peranannya dalam
menyebarluaskan Islam di tanah Jawa sangat besar. Dilatar belakangi kesuksesan dalam misi
Islamisasi di negeri Campa, Sunan Gresik hijrah ke Jawa dalam misi suci yang sama. Sunan
Gresik menjadi peletak dasar dan pelopor syiar Islam berbasis pendekatan kultural yang
selanjutnya diteruskan oleh para wali setelahnya. Semasa hidupnya, Sunan Gresik dikenal
sebagai orang yang sangat ahli di bidang agama Islam dan begitu pandai dalam menarik simpati
masyarakat Jawa, sehingga dakwahnya diminati oleh banyak orang. Beliau juga merupakan
pribadi yang santun, saleh, penolong, dan penyabar. Sunan Gresik menggunakan cara berdakwah
dengan bijaksana untuk menyiarkan agama Islam kepada masyarakat yang belum begitu
mengenal agama Islam melalui metode dan strategi yang telah beliau persiapkan dengan baik.
Pada tahun 1419 M, Sunan Gresik wafat dan makamnya kini terdapat di desa Gapura Wetan,
Gresik, Jawa Timur. Adapun beberapa peninggalan Sunan Gresik antara lain Masjid Pesucinan,
Kolam, Sumur Gembyang, dan Bedug.

9
DAFTAR PUSTAKA

Purwadi dan Enis Niken H. 2007. Dakwah Wali Sanga: Penyebaran Islam Berbasis Kultural di
Tanah Jawa. Yogyakarta:Panji Pustaka.
Ridin Sofwan dkk. 2004. Islamisasi di Jawa: Wali Sanga, Penyebar Islam di Jawa, Menurut
Penuturan Babad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hariwijaya, M. 2007. Wali Sanga Penyebar Islam di Nusantara. Yogyakarta:Pustaka Insan
Madani.
http://nu.or.id diakses pada 26/11/2013 pukul 14.10 WIB
http://sejarah.kompasiana.com/2012/11/29/syekh-maulana-malik-ibrahim-512787.html
diakses pada 26/11/2013 pukul 19.24 WIB

10

Anda mungkin juga menyukai