Anda di halaman 1dari 10

FIQIH ALIRAN RA’YU

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Fiqih
Dosen : Mustafa. M.Ag

Oleh :

1. Fawaz Ahmad Fauzy (1173010055)


2. Firda Nisa Syafithri (1173010057)
3. Irsyad Fikri (1173010073)
4. M. Iqbal Fiqri H (1173010081)
5. M. Fidauddin Qusyairi (1173010082)

JURUSAN HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSIYAH)


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Fiqh Aliran Rasional atau Ra’yu” dengan
hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca perkembangan
fiqh aliran rasional atau ra’ayu.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Fiqih yang diamanatkan oleh Bapak Mustafa. Makalah ini kami buat
berdasarkan buku penunjang yang di miliki dan untuk mempermudahnya kami juga
menyertai berhubungan dengan kemajuan kedepan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara
penulisan maupun dalam isi.
Oleh karna itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya
bagi yang membaca makalah ini. Amin

Bandung, 28 November 2017

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terjadinya konflik politik yang dimulai pada masa pemerintahan Ustman Bin
Affan dan berlanjut pada masa Ali Bin Abi Thalib yang kemudian tampak kekuasaan
beralih pada Muawiyyah Bin Abi Sofyan membawa warna tersendiri dalam
perkembangan fiqh islam dan para fuqaha, baik mereka yang menetap di hijaz
ataupun mereka yang hijrah ke berbagai daerah terutama mereka yang hijrah ke irak
ditambah dengan tingkat intelektual dan penguasaan nash para sahabat semakin
menambah khazanah fiqh pada Periode Sighar Al-Shabah, Tabi’in, Dan Tabi Tabi’in.
Aktivitas yang semula jarang di temukan pada masa nabi saw, mulai marak
pada kurun-kurun berikutnya. Ketika kita melihat sejarah perkembangan hukum
islam pada masa sighar as-shabah dan tabi’in kita akan melihat dua kubu ulama yang
terkesan kontras perbedaanya dalam berijtihad. Dua golongan tersebut adalah mereka
ahli hadis yang berpusat di madinah dan ahli ra’yi yang berpusat di kufah.
Walaupun terjadi keberagaman aliran fiqh pada zaman itu disebabkan
perbedaan sosiologis yang sulit untuk dihindari, sehingga mereka menganggap
perbedaan ini bukan suatu masalah besar, namun yang menjadikan perbedaan
diantara mereka adalah kecenderungan kepada aliran hadis atau logika (ra’yi) atau
mengambil keduanya. Disini kita akan membahas tentang madrasah (aliran) ahli
hadis di madinah dan ahli ra’yi di kufah.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang pengertian Ahlu Ra’yu?
2. Bagaimana sejarah kelahiran Ahlu Ra’yu?
3. Bagaimana corak fiqh aliran Ahli Ra’yu ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahi apa yang pengertian Ahlu Ra’yu
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah kelahiran Ahlu Ra’yu
3. Untuk mengetahui bagaimana corak fiqh aliran Ahli Ra’yu
BAB II
PEMBAHASAN
1
Rasyad hasan khalil, Tarikh tasyri’, Amzah, Jakarta, 2010,hlm.92
A. Pengertian Ar-Ra’yu
Ar-Ra’yu adalah penginterpresian ayat al-qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad saw yang bersifat umum. Penginterpretasian yang dimaksud merupakan
sumber ketiga hukum islam. Dari interpretasi asas-asas hukum yang bersifat umum
itulah, sehingga seseorang dan atau beberapa orang dapat mengeluarkan (meng-
istinbat-kan) asas-asas hukum yang terperinci.
Interpretasi biasa disebut Ar-Ra’yu. Kata Ar-Ra’yu berasal dari bahasa arab
yang akar katanya adalah ra’a yang berarti melihat. Oleh karena itu, A-Ra’yu berarti
penglihatan. Penglihatan disini adalah penglihatan akal, bukan penglihatan mata,
meskipun penglihatan mata seringkali sebagai alat bantu terbentuknya penglihatan
akal, sebagaimana halnya pendengaran, perabaan, perasaan, dan sebagainya
(Zainudin Ali, 2001: 114-122)
Menurut bahasa Ar-Ra’yu artinya, pemahaman dan akal budi. Madrasah ra’yu
atau madrasah al-kufah adalah sekelompok ulama yang tinggal di kufah (irak) yang
lebih banyak menggunakan ra’yu (akal) di bandingkan dengan madrasah madinah,
yang lebih banyak menggunakan hadist.2

B. Sejarah Kelahiran Ar-Ra’yu


Madrasah ahli ra’yi muncul dan berkembang di kufah (irak), sebuah negara
yang tidak kalah hebatnya dengan kota madinah dalam aspek perkembangan
keilmuwan karena termasuk negara yang paling banyak disinggahi para pembesar
sahabat.
Karena ketenaran ini maka khalifah ali bin abi thalib menjadikanya sebagai
pusat pemerintahan sehingga memotivasi sebagian sahabat untuk berhijrah ke negara
tersebut, seperti abdullah bin abbas.
Para penduduk irak menyambut para sahabat yang datang dengan penuh
antusias, meminta fatwa, mereka mempelajari hadis dan fiqh, apalagi penduduk irak
memiliki tingkat intelektualitas dan peradaban yang tinggi. Oleh karena itu, mudah
bagi mereka untuk memahami semua yang disampaikan oleh para sahabat, dan

2
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, Pustaka Setia, Bandung,2010, Hlm. 84
hasilnya mereka mampu mengeluarkan hukum-hukum fiqh yang kemudian memberi
corak tersendiri bagi perkembangan fiqh.3
 Faktor penyebab kemunculan aliran ra’yi di irak
Ada beberapa sebab yang mendorong lahirnya manhaj ilmiah bagi madrasah ini,
terutama di kufah di antaranya :
1. Menetapnya abdullah bin mas’ud di kufah dalam tempo yang cukup lama sejak
zaman khalifah umar menjadi guru, hakim dan mufti, dan sering berhubungan
dengan penduduk negeri ini sebagai guru bagi mereka. Ia mempunyai murid yang
banyak.
2. Perbedaan geografis antara kota irak dan hijaz karena faktor peradaban yang ada di
irak dan kesederhanaan yang ada di kota madinah. Hal ini memberi pengaruh
besar terhadap munculnya beberapa problematika yang tidak ada di negeri hijaz,
sangat beragam dan perlu ditetapkan hukum syar’inya. Terkadang terdapat hal
yang belum ditetapkan hukumnya dan memerlukan ijtihad serta ra’yi. Hal ini
semakin memperluas penerapan ra’yi di negeri irak yang sangat berbeda dengan
hijaz.
3. Sedikitnya hadis yang sampai kepada penduduk irak berbeda dengan negeri hijaz.
Walaupun irak banyak dikunjungi para sahabat dibandingkan negeri-negeri
taklukan yang lain, namun jumlah mereka balum sebanding dengan yang masih
menetap di madinah dan mekah, apalagi terdapat pemalsuan hadis di irak setelah
lahirnya beberapa golongan yang saling bertikai. Hal ini membuat para fuqaha’
irak sangat ketat dalam menyeleksi hadis, menentukan syarat yang berat untuk
mengamalkan hadits ahad yang menjadi bahan perdebatan di antara ulama
madinah dan negeri lain. Akhirnya, kondisi ini yang membuat para ulama irak
lebih condong kepada logika (ra’yi).4
 Jejak ilmiah madrasah ar-ra’yu
Madrasah ar-ra’yi telah meninggalkan warisan ilmu dalam bidang istinbat hukum dan
perkembangan perundang-undangan yang dapat di simpulkan sebagai berikut.

3
Rasyad hasan khalil, Tarikh tasyri’, Amzah, Jakarta,2010, hlm. 95
4
Ibid, hlm. 96.
1. Para ulama ahli ra’yi telah mengumpulkan hadis-hadis yang mereka hafal dari
para sahabat yang sempat bertemu dengan mereka, termasuk fatwa, qadha’
sahabat sehingga mereka mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang
mereka hadapi.
2. Para ulama ahli ra’yi berhasil mengeluarkan illat-illat hukum dan hikmahnya,
termasuk kaidah umum syariat, baik dari al-quran dan sunnah rosulullah saw.
3. Para ulama ahli ra’yi berhasil menutup pintu bagi para pemalsu hadis yang
tersebar di irak karena mereka memberikan syarat dan kaidah yang ketat, baik
dari al-quran ataupun sunnah mutawatir untuk menerima sebuah hadis sehingga
dengan ini hancurlah semua langkah dan upaya para pemalsu hadis.

 Tokoh Aliran Ar-Ra’yu

Sejak bebas keluar dari madinah banyak sahabat yang tinggal di kufah. Diantara
mereka Adalah Ibnu Mas’ud, Abu Musa Al Ash’ari, Sa’ad Ibnu Abi Waqas, Amr Bin
Yasir, Khuzaifah Bin Yaman, Dan Annas Bin Malik. Jumlah mereka terus bertambah,
terutama setelah pembunuhan terhadap utsman ibn affan hingga mencapai 300 orang.5
Atas jasa sejumlah sahabat yang tinggal di kufah di atas, sebagian penduduk kufah
berhasil dibina menjadi ulama dan meneruskan gagasan aliran ra’y (Generasi pertama
dari murid sahabat ini). Diantara mereka adalah :
1. Al Qamah Ibn Qais An- Nakha’i,
2. Al-Aswad Ibn Yazid An-Nakha’i
3. Abu Maisarah ‘Amr Ibn Syarahil Al-Hamdani
4. Masruq Ibn Al Ajda,
5. Ubaidah Al Salmani,
6. Syuraikh Ibn Haris Al Kindi.
Mereka Adalah Tabaqah Pertama Madrasah Kufah, Sedangkan Diantara Ulama
Thabaqah Keduanya Adalah
1. Hammad Ibn Abi Sulaiman,
2. Mansyur Ibn Abi Mu’tamir Al- Salami,
3. Al-Mughirah Ibn Muqsim Adh-Dhabbi, Dan

5
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, Pustaka Setia, Bandung,2010, Hlm. 86
4. Sulaiman Ibn Mahran.
Secara umum masing-masing madzab memiliki ciri khas tersendiri karena para
pembinanya berbeda pendapat dalam menggunakan metode penggalian hukum.
Namun,perbedaan itu hanya terbatas pada masalah-masalah furu’, bukan masalah-
masalah prisipal atau syariat. Mereka sependapat bahwa semua sumber atau dasar
syariat adalah al-qur’an dan sunnah nabi. Semua hukum yang berlawanan dengan
keduanya wajib di tolak dan tidak diamalkan.
Mereka juga saling menghormati satu sama lain, selama yang bersangkutan
berpendapat sesuai dengan garis-garis yang ditentukan oleh syariat islam.6
Sumber tasyri pada masa ini selain Al-qur’an dan as-sunnah, adalah ijma dan qiyas.
Selain itu, muncul pula beberapa metode dalam istinbat hukum. Yaitu :
1. Istidlal
2. Istihsan
3. Istishab
4. Fatwa sahabat
5. Urf
6. Mashalih al mursalah
7. Saddu adz-dzariah
8. Syariat sebelum islam.7
Bagi madrasah ar-ra’yi, ia juga memiliki jasa yang besar dalam menggali sumber
hukum dengan segala jenis, baik qiyas, istihsan, maslahat dan yang lain, menentukan
syarat untuk mengaplikasianya. Lebih jauh dari itu, madrasah ini berjasa karena
sudah menjelaskan cara menafsirkan nash-nash alquran dan sunnah. dan perlu
diketahui bahwamadrasah ahli ra’yi memiliki pengaruh yang lebih besar dalam
melahirkan fiqh islam yang fleksibel, mudah diaplikasikan dalam setiap zaman dan
tempat. Sebab betapa pun luasnya nash-nash sunnah tetapi pada dasarnya ia sangat
terbatas, sedangkan problematika dan hajatt terus bergerak dan tidak terputus tanpa

6
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, Pustaka Setia, Bandung,2010, Hlm 86
7
Ibid, hlm. 87
batas. Tentu saja ini membuat hadis tidak mampu meliputu semuanya tanpa adanya
logika (ra’yi).8

C. Corak Fiqh Aliran Ahli Ra’yu


1. Memberikan perhatian khusus terhadap pencarian illat hukum dan hikmah
pensyariatan baik ada atau tidaknya. Ini karena mereka menganggap bahwa syariat
islam dapat di cerna maknanya, ia datang untuk mewujudkan kemaslahatan hamba
sehingga perlu dicari rahasia apa yang tersimpan dibalik zahirnya nash berupa illat
ditetapkanya syariat.
2. Sangat selektif dalam menerima hadis ahad. Hal ini dilakukan karena mereka
sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits nabi saw dan tidak takut berbicara
dengan pendapat pribadi karena menguasainya, apalagi irak menjadi negeri yang
penuh dengan hadits palsu yang mengharuskan para ulama untuk lebih selektif
dalam menyaring sunnah. Akibat sikap keras ini mereka lebih mendahulukan qiyas
daripada hadis ahad yang sudah shahih menurut ulama yang lain.
3. Penggunaan ra’yi tidak hanya terbatas pada masalah-masalah yang sudah terjadi,
akan tetapi jugau terhadap berbagai permasalahan iftiradhiyah (andaian) yang
belum terjadi dan mereka sudah menuangkan logika ra’yi di dalamnya. Ulama
kufah termasuk dari golongan yang banyak memberikan perincian (tari’) masalah
fiqh yang dilandas fiqh iftiradhi, bahkan sampai kepada mengandaikan suatu
kejadian yang tidak mungkin terjadi.

BAB III
8
Rasyad hasan khalil, Tarikh tasyri’, Amzah, Jakarta,2010, hlm.99
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ahlu Ra’yu termasuk dalam kelompok ini adalah mujtahid-mujtahid Irak.


Mereka memiliki pandangan yang jauh tentang maksud-maksud syari’at. Mereka
tidak mau menjauhi pendapat kerena pertimbangan keluasan Ijtihad, dan mereka
menjadikan pendapat sebagai lapangan luas dalam sebagian besar pembahasan-
pembahasan yang berkaitan dengan pembentukan hukum dll.
Sedangkan pengaruh madrasah ra’yi pada hukum islam, madrasah ahli ra’yi
memiliki pengaruh yang lebih besar dalam melahirkan fiqh islam yang fleksibel,
mudah diaplikasikan dalam setiap zaman dan tempat

B. Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga bermanfaat bagi pembaca
dan pemakalah sendiri. Dan semoga apa yang kita diskusikan dapat menambah rasa
syukur kita kepada Allah dan menambah pengetahuan kita. Kami menyadari masih
banyak salah dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami mengharap kritik dan
saran yang bersifat membangun. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Dedi. (2010). Sejarah Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Khalil, Rasyad Hasan. (2010). Tarikh Tasyri’. Jakarta : Sinar Grafika

Anda mungkin juga menyukai