Anda di halaman 1dari 6

PENTINGNYA ADAB DALAM ISLAM

PENTINGNYA ADAB DALAM ISLAM


Adab dalam pandangan Islam bukanlah perkara remeh. Bahkan ia
menjadi salah satu inti ajaran Islam. Demikian penting perkara ini,
hingga para ulama salaf sampai menyusun kitab khusus yang
membahas tentang adab ini.

Adab adalah menggunakan sesuatu yang terpuji berupa ucapan dan


perbuatan atau yang terkenal dengan sebutan Al-Akhlaqul Karimah.

Dalam Islam, masalah adab dan akhlak mendapat perhatian serius


yang tidak didapatkan pada tatanan manapun. Hal ini dikarenakan
syariat Islam adalah kumpulan dari aqidah, ibadah, akhlak, dan
muamalah. Ini semua tidak bisa dipisah-pisahkan. Manakala
seseorang mengesampingkan salah satu dari perkara tersebut,
misalnya akhlak, maka akan terjadi ketimpangan dalam perkara
dunia dan akhiratnya. Satu sama lainnya ada keterkaitan
sebagaimana sabda Rasulullah ‫ﷺ‬,

ِ ‫َمنْْكَانَْْيُؤمِ نُْْ ِباللِْْ َوال َيو ِْمْاْلخِ ِرفَليُحسِنْْ ِإلَىْ َج‬


ْ‫ار ِه‬
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia
berbuat baik terhadap tetangganya.” (HR. Muslim, Bab Al-Hatstsu’ala
Ikramil Jaar wadh Dhaif)

Di sini terlihat jelas bagaimana kaitan antara akidah dan akhlak yang
baik. Oleh karena itu, Nabi ‫ ﷺ‬menafikan keimanan orang yang tidak
menjaga amanah dan janjinya.

ُ ‫عه َْدْلَ ْه‬


َ َْ‫ل‬ ْ ‫ْ َو‬،ُ‫لَْأ َ َمانَ ْةَْلَه‬
ْ ْْ‫لَْدِينَْْ ِل َمن‬ ْ ْْ‫لَْإِي َمانَْْ ِل َمن‬
ْ
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak menjaga amanah dan tidak
ada agama bagi orang yang tidak menjaga janjinya.” (HR. Ahmad dan
Ibnu Hibban)

Bahkan suatu ibadah tidak ada nilainya manakala adab dan akhlak
tidak dijaga. Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa tidak meninggalkan
ucapan dusta dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan
(amalan) meninggalkan makan dan minumnya (puasa, red.).” (HR. Al-
Bukhari no. 1903). Yakni puasanya tidak dianggap.

Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa adab memiliki pengaruh yang


besar untuk mendatangkan kecintaan dari manusia, sebagaimana
firman-Nya,
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut, terhadap mereka. Seandainya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali
‘Imran: 159)
Asy-Syaikh as-Sa’di menerangkan: “Akhlak yang baik dari seorang
pemuka (tokoh) agama menjadikan manusia tertarik masuk ke dalam
agama Allah Ta’ala dan menjadikan mereka senang dengan agama-
Nya. Di samping itu, pelakunya akan mendapat pujian dan pahala
yang khusus. (Sebaliknya) akhlak yang jelek dari seorang tokoh
agama menyebabkan orang lari dari agama dan benci kepadanya, di
samping bagi pelakunya mendapat celaan dan hukuman yang
khusus. Inilah Rasulullah ‫ﷺ‬, seorang yang ma’shum (terjaga dari
kesalahan). Allah Ta’ala mengatakan kepadanya apa yang Allah Ta’ala
katakan (pada ayat ini). Bagaimana dengan selainnya? Bukankah hal
yang paling harus dan perkara terpenting adalah seseorang meniru
akhlaknya yang mulia, bergaul dengan manusia dengan apa yang
Nabi ‫ ﷺ‬contohkan berupa sifat lemah lembut, akhlak yang baik dan
menjadikan hati manusia suka? Ini dalam rangka melaksanakan
perintah Allah Ta’ala dan menarik para hamba ke dalam agama-Nya.”
(Taisir Al-Karimirrahman hal. 154)

Wallahu a'lam bish-shawab

Read more:
http://hikmahalislam.blogspot.com/2018/03/pentingnya-adab-
dalam-islam.html#ixzz63c2uVrqv
Semangat
keilmuan 1. PENJELASAN HADITS TENTANG MENUNTUT ILMU

a. Hadits Riwayat Ibnu Majah

‫طلبْالعلمْفريضةْعلىْكلْمسلم‬

“Rosulullah bersabda : “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”

(HR. Ibnu Majah)

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah di atas, memerintahkan


kita untuk menuntut ilmu. Hadits tersebut menjelaskan bahwa
mencari ilmu hukumnya fardhu (wajib) bagi setiap orang Islam.
Dalam Islam dikenal ada dua macam fardhu, yakni fardhu ‘ain dan
fardhu kifayah. Fardhu ‘ain adalah kewajiban yang harus dilakukan
oleh setiap orang Islam, seperti sholat lima waktu. Sedangkan fardhu
kifayah, adalah kewajiban yang dibebankan kepada sebagian orang
islam, dan apabila sudah dilakukan oleh sebagian mereka, maka yang
lain tidak mendapat dosa, missal merawat jenazah. Sedangkan
menuntut ilmu, hukumnya adalah fardhu ‘ain yang harus dilakukan
oleh setiap orang islam (baik laki-laki maupun perempuan) alam al-
Quran juga banyak sekali ayat yang menerangkan tentang menuntut
ilmu. Bahkan wahyu yang pertama kali turun adalah perintah untuk
membaca. Yakni surat al-Alaq 1-5 yang artinya : “Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah,dan tuhanmulah Yang Maha
Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkankan
manusia apa yang tidak diketahuinya (Q.S Al-Alaq 1-5)

Allah menetapkan kewjiban menuntut ilmu karena manfaatnya yang


besar bagi manusia. Allah juga memberikan penghormatan yang
tinggi kepada para penuntut ilmu. Penghormatan Allah ini sangat
mahal nilainya dan tidak mungkin ditebus dengan apapun, yaitu
kemudahan untuk masuk surga. Masuk surga adalah tujuan dan cita-
cita setiap orang yang beriman, sebab masuk surga merupakan
nikmat paling besar yang diberikan Allah kepada manusia. Seperti
disebutkan dalam hadis Rosulullah yang artinya : Dari Abu Hurairah
r.a sesunguhnya Rosulullah SAW bersabda :’Barangsiapa berjalan di
suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan
baginya jalan ke surga” (H.R Muslim)

Kemudahan masuk surga diberikan Allah kepada orang yang


menuntut ilmu, karena dengan ilmu yang dimiliki, para penuntut ilmu
akan melaksanakan ibadah kepada-Nya dengan benar. Ibadah yang
benar yang disertai ilmunya itulah yang akan menjadi sarana yang
dapat memudahkan seseorang masuk surga.

b. Hadits Riwayat Baihaqi

Rosulullah bersabda : jadilah orang yang pandai, pelajar atau


pendengar (ilmu). Dan janganlah kamu jadi orang yang keempat
(selain merekaa), sebab kamu akan binasa. (HR. Darami)

Dalam hadits riwayat Baihaqi, Rosulullah SAW memerintahkan kita


untuk memilih beberapa alternatif yang diberikan berkaitan dengan
kewajiban menuntut ilmu. Di antara alternatif tersebut adalah :

a. Hendaknya kita menjadi orang yang pandai dan berilmu. Sebab,


orang yang pandai akan dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk.

b. Apabila kita tidak atau belum menjadi orang yang pandai,


hendaknya kita menjadi orang yang belajar untuk menjadi orang
yang pandai.

c. Apabila kesempatan belajar juga tidak kita miliki karena berbagai


sebab, maka hendaknya kita menjadi pendengar ilmu. Sebab, pada
hakikatnya mendengarkan ilmu juga merupakan proses belajar,
sehingga diharapkan nantinya juga akan menjadi pemilik ilmu.
2. PENJELASAN HADITS TENTANG KEUTAMAAN ORANG YANG
BERILMU

Hadits riwayat Abu Daud dan Tirmidzi :

‫سمعتْرسولْهللاْصلىْهللاْعليهْوْسلمْيقول‬:ْ‫ عنْابيْالدرداءْرضيْهللاْعنهْقال‬:

‫فضلْالعالمْعلىْالعابدْكفضلْالقمرْعلىْسائرْالكواكبْوْانْالعلماءْورثةْاألنبياء‬

‫وْانْاألنبياءْلمْيورثواْديناراْلْدرهاْماْوْانماْورثواْالعلمْفمنْاخدهْاخدْبحظْوافـر‬.

(‫)رواهْابوْداودْوْالترمذي‬

“Dari Abu Darda’ r.a berkata ,”saya mendengar Rosulullah SAW


bersabda : keutamaan orang yang berilmu terhadap orang yang ahli
ibadah bagaikan bagaikan keutamaan bulan terhadap segenap
bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, dan
sesungguhnya para nabi tiak mewariskan dinar atau dirham tetapi
mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti
ia mengambil bagian yang sempurna. (H.R Abu Daud dan Tirmidzi)

Seperti yang kita tahu, bahwa tujuan penciptaan manusia yang


utama adalah untuk menyembah Allah SWT. Dengan demikian,
menjadi orang ahli ibadah adalah tujuan setiap manusia, sebab akan
mendapat kehormatan tinggi dari Allah SWT karena telah memenuhi
tuntutan-Nya sebagai hamba Sang Kholik (Pencipta).

Namun, demikian keutamaan orang yang ahli ibadah tidak bisa


menandingi keutamaan orang yang berilmu. Nabi menyatakan,
bahwa orang yang berilmu bagaikan bulan, sedang orang yang ahli
ibadah bagaikan bintang-bintang. Allah memberikan keutamaan
kepada orang yang berilmu jauh di atas orang yang ahli ibadah.

Yang dimaksud ilmu disini adalah keseluruhan ilmu pengetahuan,


tidak hanya ilmu agama saja, dan ilmu itu di amalkan baik untuk
dirinya sendiri maupun mengajarkannya kepada orang lain, sabda
Nabi :

َّ ‫عـ َمـلْْكالـ‬
‫ش َجـرْْبالْثـ َمـر‬ َ ْ‫العِـلـ ُْمْبال‬

Ilmu yang tidak di amalkan, bagaikan pohon yang tidak berbuah


Akan tetapi, orang yang mengajarkan ilmu tentang kebaikan kepada
orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak melakukan, maka Allah SWT
akan sangat murka kepada orang tersebut. Allah SWT berfirman yang
artinya : “Hai orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu lakukan. (Itu) sanngatlah dibenci di sisi Allah
apabila kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan. (Q,.S As-
Shaf 2-3)

Jadi,memulai kebaikan itu harus dimulai dari sendiri. Apabila diri


sendiri tidak melakukan, hanya memerintahkan kepada orang lain,
maka tidak akan mendapat sambutan positif dari orang lain.

3. PERILAKU GEMAR BELAJAR

Orang yang memiliki ilmu akan mendapatkan kehormatan, baik di


hadapan Allah, maupun di hadapan manusia. Untuk memperoleh
ilmu, tidak ada cara lain kecuali belajar. Orang yang gemar belajar
akan memiliki ilmu pengetahuan yang luas, sehingga dalam dirinya
terbentuk sikap, antara lain :

a. Selalu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya

Sebab, dia yakin waktu yang sudah berlalu tidak akan bisa kembali
lagi. Oleh karena itu, dia akan gunakan waktu yang ada dengan sebaik
mungkin.

b. Menghargai ilmu pengetahuan dan menghormati orang yang


berilmu

Khususnya terhadap guru yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan


kepadanya.

c. Semakin tawadhu dan rendah hati

d. Lebih cinta terhadap ilmu pengetahuan

Iklan
Share this:
TwitterFacebook

PREVIOUSJANGAN MENYERAH…
NEXTSumber Hukum Islam

Tinggalkan Balasan
Ketikkan komentar di sini...
Search...
Iklan
Arsip

Anda mungkin juga menyukai