Setelah Nabi Muhammad wafat (tahun 11 H / 632 M) pada awalnya hingga selesai nya 4
khalifah, tidak ada al hadits. Sehingga pada akhirnya pada masa Umar bin Abdul Aziz seorang
raja kelanjutan dari moyangnya Muawiyah dari Bani Umayyah (tahun 99 - 101 H / 717 - 720 M)
yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Disinilah timbul asbabun nuzul
dan periodisasi Mekkah dan Madinah.
Penurunan ILMU, mekkah madinah memang ada. Hanya saja, pemahamannya jangan di gusur
kepada istilah Periode. Karena system periodisasi akan berbenturan dengan ahsana tafsiiran..QS
25:33..
Dari TEORI kerja menghasilkan PRAKTEK kerja
Aqiimu shalat
wa atuz zakat
Alimul Ghaib
wa syahadah
Samina
wa athana
Samawat
wal ardi
Makiyyah
Madaniyyah
Kuliah Kedokteran
Praktek Kedokteran
Kuliah Penerbangan
............
Berikut beberapa artikel normative yang membahas tentang periodisasi Mekkah dan Madinah:
Surah Makkiyah yaitu surat-surat yang turun/datang sebelum adanya perintah hijrah ke madinah,
meski turunnya diluar kota Makkah. Surat-surat Madaniyah yaitu surat-surat yang turun/datang
sesudah adanya perintah hijrah, meski turunnya di dalam kota Makkah.
Di dalam referensi lain, masa turunnya al-Quran dapat dibagi ke dalam dua periode:
Periode pertama disebut priode Makkiyah, yaitu masa ayat-ayat yang turun ketika Nabi
Muhammad SAW masih bermukim di mekah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, persisnya sejak
17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW sampai permulaan Rabiul Awal 54
dari kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Periode kedua disebut periode Madaniyah, yaitu masa ayat-ayat yang turun setelah Nabi
Muhammad hijrah ke Madinah, yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, persisnnya dari permulaan
Rabiul Awal tahun 54 dari kelahiran Nabi sampai 9 Zulhijjah tahun 63 dari kelahiran nabi
Muhammad atau 10 hijriyah.
Maka dapat kita maknai bahwa ayat-ayat Makkiyah itu turun sebelum adanya perintah hijrah dan
tentang hukumnya yang diturunkan di Makkah tetapi menyangkut penduduk Madinah.
Sedangkan Ayat-ayat Madaniyah itu turun sesudah adanya perintah hijrah dan tentang hukumnya
yang diturunkan di Madinah tetapi menyangkut penduduk Makkah.
Quraish Syihab juga mencirikan secara detail tentang surah-surah Makkiyah dan Madaniyahnya
sebagai berikut :
Ciri-ciri khusus Makkiyah sebagai berikut :
Mengandung ayat Sajadah
Terdapat lafaz Kalla
Terdapat seruan ayuhannas dan tidak terdapat ya-ayyuhallazina amannuu, terkecuali dalam surah
al-Hajj yang diakhirnya terdapat ya Ayyuhalladzinina aamannu irkau wasjudu (ayat 77 s.22).
kebanyakan ulama mengatakan bahwa surat itu Makkiyah. Surat-surat yang dikecualikan ialah
surat al-Baqarah (ayat 21 nya diawali dengan ya ayyuhannas dan ayat 168) dan surah an-Nissa
ayat 33.
Mengandung kisah nabi-nabi dan umat yang telah lalu, terkecuali surah al-baqarah.
Terdapat kisah Adam dan Idris, terkecuali surah al-Baqarah.
Surat-suratnya dimulai dengan huruf at-Tahajji, terkecuali surah al-Baqarah dan Ali imran.
14 Peletakan dasar2 umum perundang2an Ttg ahli ktab dari yahudi dan nasrani
f. Al-Insyirah
g. Al-Adiyat
h. At-takasur
i. An-Najm
Ketiga kelompok ini, walaupun nampak tanda-tanda diturunkan di Mekkah, namun kelompokkelompok ini masing-masing mempunyai perbedaan dari yang lain dalam segi isi dan uslub.
Masing-Masing mempunyai ciri-ciri dan tekanan tertentu.
1. Nampak jelas sastra Al-Quran pada puncak keindahannya, yaitu ketika setiap kaum diajak
berdialog yang sesuai dengan keadaan obyek yang didakwahi ; dari ketegasan, kelugasan,
kelunakan dan kemudahan.
2. Nampak jelas puncak tertinggi dari hikmah pensyariatan diturunkannya secara berangsurangsur sesuai dengan prioritas terpenting kondisi obyek yang di dakwahi serta kesiapan mereka
dalam menerima dan taat.
3. Pendidikan dan pengajaran bagi para muballigh serta pengarahan mereka untuk mengikuti
kandungan dan konteks Al-Quran dalam berdakwah, yaitu dengan mendahulukan yang
terpenting di antara yang penting serta menggunakan ketegasan dan kelunakan pada tempatnya
masing-masing
4. Membedakan antara nasikh dan mansukh ketika terdapat dua buah ayat Makkiyah dan
Madaniyah, maka lengkaplah syarat-syarat nasakh karena ayat Madaniyah adalah sebagai nasikh
(penghapus) ayat Makkiyah disebabkan ayat Madaniyah turun setelah ayat Makkiyah.
(30: ( )30) * *
Dan (ingatlah) ketika orang kafir (quraisy) membuat makar terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat maker, tetapi Allah
mengagalkan makar mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas makar. (al-Anfal :30)
Mengenai ayat ini Muqatil mengatakan Ayat ini diturunkan di Makkah, zahirnya menunjukan
demikian sebab ia mengandung makna apa yang dilakukan oleh orang-orang musrik di Darun
Nadwah ketika mereka merencanakan makar tehadap Rasulullah sebelum Hijrah.
(32)
Yaitu mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji selain kesalahan-kesalahan kecil
(an-Najm :32)
Menurut As-Suthi, perbuatan keji ialah setiap dosa yang ada sangsinya. Dosa-dosa besar ialah
setiap dosa yang mengakibatkan siksa neraka. Dan kesalahan-kesalahan kecil ialah apa yang
terdapat diantara kedua batas dosa-dosa di atas. Sementara itu di Makkah belum ada sangsi yang
serupa dengannya.
didalamnya periode waktu. Dari sini kemudian para ulama dalam mendefinisikan makkiyah dan
madaniyah tidak hanya terpaku pada pengertian yang sangat sempit, melainkan juga memasukan
unsur waktu yang tak terpisahkan dari sejarah Rasulullah.
Imam Az Zarkasyi dalam bukunya Al Burhan fi Ulum Al Qur'an telah menyebutkan tiga variabel
definisi mengenai makkiyah dan madaniyah.
1.
Pertama, definisi berkonotasi tempat, bahwa makkiyah adalah unit wahyu yang diturunkan
di Mekah, dan madaniyah adalaha unit wahyu yang diturunkan di Madinah.
2.
Kedua, definisi berkonotasi periode waktu, bahwa makkiyah adalah unit wahyu yang
diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Dan madaniyah adalah unit wahyu yang
diturunkan setelah hijrah.
3.
Ketiga, definisi berkonotasi objek wahyu, atau kepada siapa khitabnya ditujukan. Maka
makkiyah adalah unit wahyu yang dikhitabkan kepada penduduk Mekah, sedangkan madaniyah
adalah unit wahyu yang dikhitabkan kepada penduduk Madinah.
Dan menurut beliau definisi yang kedua adalah yang sangat popular dikalangan para ulama.
Begitu pula dengan Imam As Suyuthi dalam bukunya Al Itqan fi Ulum Al Qur'an.
B.
Dari ketiga definisi yang telah dibahas, nampaklah bahwa ada tiga konteks dalam melihat
makkiyah dan madaniyah. Yaitu pertama, konteks tempat. Kedua, konteks khitab. Dan ketiga,
konteks waktu. Bila diteliti lebih mendalam, akan terlihat kekhususan masing-masing konteks
dan kelebi
hannya. Dan atas dasar itulah kemudian para ulama melakukan tarjih, definisi yang mana yang
lebih tepat untuk dijadikan pijakan dalam pembahasan makkiyah dan madaniyah. Sebab tidak
mustahil kesalahan dalam memilih definisi akan menyebabkan munculnya berbagai benturan dan
kesulitan dalam aplikasi. Karena itu akan kita bahas sekilas ketiga konteks tersebut.
1.
Konteks ini menggolongkan setiap surat dan ayat yang turun di Makkah dan sekitarnya sebagai
makkiyah. Sekalipun ia turun setelah hijrahnya Rasulullah. Begitu pula dengan halnya yang
turun di Madinah dan sekitarnya tergolong madaniyah. Lalu bagaimana dengan ayat atau surat
yang turun diluar kedua daerah tersebut ?
Disini para ulama yang mendukung pendapat ini mengalami kesulitan, mereka melihat tidak
semua unit wahyu turun di Makkah dan Madinah saja, melainkan ada yang turun diwilayah
sekitar kota tersebut tapi tidak termasuk dalam bagian kota. Imam Al Suyuthi sendiri telah
memasukkan wilayah sekitar Makkah seperti Mina, Arafat, Hudaybiah sebagai Makkah. Dan
memasukkan wilayah sekitar Madinah seperti Badar, Uhud dan Sala sebagai wilayah Madinah.
Hal ini tentunya mengundang perdebatan. Akan tetapi ada yang memunculkan istilah baru
dengan sebutan " ma laysa bi makkiy wala madaniy" untuk memasukan ayat yang turun diluar
kedua kota tersebut seperti Tabuk dan Bait al Maqdis. Konteks ini memang sulit diterima, dan
dari sini tampaklah kelemahan pengertian makkiyah dan madaniyah yang hanya terpaku pada
konteks tempat.
2.
makkiyah dan madaniyah dalam konteks khitab (kepada siapa ayat ditujukan).
Dalam konteks ini setiap unit wahyu yang didalamnya terkandung khitab bagi penduduk Makkah
yang notabene masih banyak yang belum beriman dengan ciri khas diawali "ya ayyuha annas"
dan "ya bani adam" maka termasuk makkiyah. Sedangkan yang khitabnya ditujukan kepada
penduduk Madinah, yang notabene rata-rata telah beriman hingga diawali dengan seruan "ya
ayyuha al ladzina amanu" maka ayat-ayat itu dikategorikan sebagai madaniyah. Lalu bagaimana
dengan wahyu yang tidak berbentuk khitab kepada mereka, melainkan khitab kepada Nabi, "ya
ayyuha an nabiy"? Disinilah para ulama banyak yang menolak konteks ini. Imam Ibnu Uthiyah
mengatakan, "untuk ungkapan yang dimulaii dengan "ya ayyuha al ladzina amanu" itu bisa
diterima tapi yang dimul ai dengan ya ayyuha an nas" tidak bisa diterima karena ungkapan ini
juga terdapat dalam surat madaniyah". Penolakan yang cukup kuat dilakukan pula oleh Ibn Al
Hasshar, dengan mengatakan : "Telah sepakat ulama bahwa surah An Nisa' Madaniyyah, tapi ia
dimulai dengan ungkapan "ya ayyuha an nas", begitu juga surat Al Hajj disepakati sebagai
Makkiyah, sementara didalamnya terdapat " ya ayyuha al ladzina amanu" Melihat kenyataan ini
Imam Al Makkiy segera melakukan justifikasi, bahwa ciri khitab itu bukanlah suatu hal yang
paten dan berlaku untuk semua kelompok makkiyah atau madaniyah, melainkan mayoritas dari
masing-masing surah kedua kelompok tersebut bercirikan ungkapan itu". Akan tetapi justifikasi
tersebut tetap tidak bisa menutupi kekurangan yang terkandung dalam konteks khitab tersebut.
Karena yang terpenting bagi sebuah kaidah bukanlah mencari-cari alasan untuk menjustifikasi
suatu kesalahan, melainkan adanya fleksibilitas dan cakupannya terhadap semua unsur yang
harus diikutkan didalamnya, dalam istilah ushul disebut mani' wa jami'.
3.
Konteks ini merupakan pembebasan makkiyah dan madaniyah dari konotasi tempat dan khitab.
Dalam konteks ini makkiyah dan madaniyah menjadi lebih fleksibel dan mencakup semua unit
wahyu yang diturunkan, sebab titik pemisah keduanya adalah hijrahnya Rasulullah SAW. Karena
itu semua ayat yang turun sebelum hijrah, dimanapun turunnya dan kepada siapapun khitabnya
termasuk bagian dari makkiyah. Begitu pula wahyu yang turun setelah hijrah adalah madaniyah,
meskipun turun ditempat selain Madinah. Syeikh Az Zurqani mengatakan bahwa jika makkiyah
dan madaniyah dibawa dalam konteks waktu maka ia akan lebih tepat. Sebab dengan ini tidak
ada lagi kebingungan dalam pengelompokan unit-unit wahyu yang diturunkan diberbagai tempat
dan berbagai situasi. Sehingga para ulama pun banyak yang mendukung konteks ini.
C.
1.
a)
Di dalamnya terdapat ayat sajdah.Tetapi versi lain menyebutkan bahwa ada perkecualian,
yakni untuk surat maryam ayat 98, ar-rad:15, dan al-hajj ayat 18 dan 77.
b)
c)
Dimulai dengan ungkapan yaa ayyuhan an-naas dan tidak ada ayat yang dimulai dengan
ungkapan yaa ayyuhan al-ladziina, kecuali dalam surat Al-Hajj (22), karena di penghujung surat
itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha al-ladziina
d) Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu.kecuali AlBaqarah.
e)
Mayoritas mengandung seruan tauhid, pokok-pokok keimanan kepada Allah Swt. HAri
kiamat, penggambaran keadaan surga dan neraka, soal-soal azab,pahala dan nikmat, kebaikan
dan kejahatan.
f)
Kebanyakan Menyeru kepada manusia untuk berperangai mulia dan berjalan diatas rel
kebenaran, serta urusan-urusan kebajikan dan keluhuran lainnya.
g) Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji) seperti alif
lam mim dan sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah (2) dan Ali imran (3).
2.
Madaniyyah
a)
b)
c)
d) Sedangkan berdasarkan titik tekan tematis, para ulama merumuskan ciri-ciri spesifik
Makkiyah dan Madaniyyah sebagai berikut :
1)
Makkiyah
(a) Menjelaskan ajakan monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah
kenabiaan, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang kiamat dan perihalnya,
neraka dan siksanya, surga dan kenikmatannya, dan mendebat kelompok musyrikin dengan
argumentasi-argumentasirasional dan naqli.
(b) Menetapkan fondasi-fondasi umum bagi pembentukan hukum syara dan keutamaan akhlak
yang harus dimiliki anggota masyarakat. Juga berisikan celaan-celaan terhadap kriminalitas yang
dilakukan kelompok musyrikin, misalnya mengambil harta anak yatim secara zalim serta uraian
tentang hak-hak.
(c) Menuturkan kisah para Nabi umat-umat terdahulu serta perjuangan Muhammad dalam
menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin.
(d) Ayat dan suratnya pendek-pendek dan nada serta perkataannya agak keras.
(e)
2)
Madaniyyah
(a) Menjelaskan permasalahan ibadah, muamalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan,
keutramaan jihad, kehidupan sosial, aturan-aturan pemerintahan menangani perdamaian dan
peperangan, serta persoalan-persoalan pembentukan hukum syara
(b) Mengkhitabi Ahli Kitab Yahudi dan Nasrani dan mengajaknya masuk islam, menguraikan
perbuatanmereka yang telah menyimpangkan Kitab Allah dan menjauhi kebenaran serta
perselisihannya setelah datang kebenaran.
(c)
(d) Surat dan sebagain ayatnya panjang serta menjelaskan hukum secara jelas dan
menggunakan ushlub yang jelas pula.
Ciri-ciri spesifik yang dimiliki Madaniyyah, baik dilihat dari perspektif analogi ataupun tematis,
memperlihatkan langkah-langkah yang ditempuh islam dalam mensyariatkan peraturanperaturannya, yaitu dengan cara periodik hirarkis (tadarruj).
Laporan-laporan sejarah telah membuktikan adanya sistem sosiokultural yang berbeda antara
Mekkah dan Madinah. Mekkah dihuni komunitas ateis yang keras kepala dengan aksinyayang
selalu menghalangi dakwah Nabi dan para sahabatnya, sedangkan di Madinah setelah Nabi
hijrah ke sana, terdapat tiga komunitas : komunitas muslim yang terdiri atas kelompok Muhajirin
dan Anshar, komunitas munafik, dan komunitas Yahudi. Al-Quran menyadari perbedaan
sosiokultural antara keduatempat itu. Oleh karena itu, alur pembicaraan ayat yang diturunkan
bagi penghuni Mekkah sangat berbeda dengan alur yang diturunkan bagi penduduk Madinah.
D.
Al-Waaqiah, Al-Mulk, Al-Qalam, Al-Haaqqah, Al-Maaarij, Nuuh, Al-Jin, Al-Muzzammil, AlMuddatstsir, Al-Qiyaamah, Al-Muraasalaat, An-Naba, An-Naaziaat ,Abasa,At-Takwiir, AlInfithaar, Al-Muthaffifiin, Al-Insyiqaaq,Al-Buruuj, Ath-Thaariq, Al-Alaa, Al-Ghaasyiyah, AlFajr,Al-Balad, Asy-Syams, Al-Lail, Adh-Dhuhaa, Al-Ashr, At-Tiyn,Al-Alaq, Al-Qadr,
Al-Aadiyaat, Al-Qaariah, At-Takatsur, Al-Ashr,Al-Humazah, Al-Fiil, Quraisy, Al-Maauun, AlKautsar, Al-Kaafiruun,Al-Masad, Al-Ikhlaash, Al-Falaq, An-Naas.
Surat-surat Madaniyah : Al-Baqarah,Ali Imran,An-Nisaa,Al-Maa`idah,Al-Anfaal,At-Taubah,
Ar-Rad, Al-Hajj, An-Nuur,Al-Ahzaab, Muhammad, Al-Fat-h, Al-Hujuroot, Ar-Rahman, AlHadiid, Al-Mujaadalah, Al-Hasyr, Al-Mumtahanah, Ash-Shaf, Al-Jumuah, Al-Munaafiquun, AtTaghaabun, Ath-Thalaaq, At-Tahriim, Al-Insaan, Al-Bayyinah, Al-Zalzalah, An-Nashr.
E.
Pembahasan diatas menunjukan bahwa makkiyah dan madaniyah sangat diperhatikan betul oleh
para ulama, dan diantara manfaat yang bisa digali dari pembahasan tentang makkiyah dan
madaniyah diantaranya adalah :
1.
Menambah keyakinan bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah yang diturunkan dibawah
otoritas Allah semata bukan berdasarkan keinginan Nabi.
2.
3.
4.
5.
6.
Mengetahui kesungguhan para sahabat dan generasinya dalam menjaga otentisitas Al
Qur'an.
Definisi Makkiyah-Madaniyah
Secara umum ulama pakar studi al-Quran, dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyah
dalam beberapa klasifikasi. Zarkasyi dalam kitab al-Burhan fi Ulimul Quran memberikan
pengertian makkiyah dan madaniyah dalam tiga klasifikasi, pertama dalam segi tempat,
makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di Makkah, madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di
Madinah. Kedua dari segi fase, makkiyah adalah ayat yang turun sebelum hijrah, sedangkan
madaniyah adalah ayat yang turun setelah Nabi hijrah. Ketiga dari segi redaksi, makkiyah adalah
ayat yang ditujukan kepada penduduk Makkah, madaniyah adalah ayat atau surah yang ditujukan
kepada penduduk Madinah.[7]
Selain klasifikasi definisi di atas, Abdul Djalal dalam buku Ulumul Quran mengemukakah 4
teori dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyah, yaitu :[8]
Teori yang berorientasi kepada tempat turunnya ayat al-Quran. Teori ini mendefinisikan
makkiyah adalah ayat yang turun di Makkah dan sekitarnya, sama ada turun ayat sebelum nabi
hijrah ke Madinah ataupun setelah nabi hijrah. Termasuk kategori makkiyah ini , ayat-ayat yang
turun kepada nabi Muhammad ketika berada di Mina, Arafah, Hudaibiyah. Madaniyah adalah
ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya. Termasuk dalam kategori Madaniyah ini adalah ayatayat yang turun kepada Nabi ketika berada di Badar, Qubq, Uhud.
Teori yang berorientasi kepada subjek yang dikhitob dalam ayat. Menurut teori ini, makkiyah
adalah surah atau ayat yang berisi khitab atau panggilannya kepada penduduk Makkah dengan
memakai kata-kata - atau disebabkan penduduk Makkah pada saat
itu merupakan orang-orang kafir maka dipanggil dengan sebutan di atas, khitab ini juga berlaku
kepada orang-orang kafir yang berada di daerah lain di luar kota Makkah. Sedangkan madaniyah
adalah ayat yang berisi khitab kepada penduduk Madinah dengan nida (panggilan)
(wahai orang yang beriman). Sebab penduduk Madinah mayoritas penduduknya mukmin,
walaupun orang yang beriman di luar Madinah juga termasuk dalam khitab dari ayat ini.
Teori ini berorientasi pada sejarah turunnya al-Quran, melalui patokan tonggak sejarah hijrah
Nabi dari Makkah ke Madinah. Pengertian makkiyah dalam teori ini adalah ayat-ayat yang
diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah walaupun ayat itu turun di luar kota Makkah, seperti
ayat yang turun di Mina, Arafah, Hudaibiyah. Sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun
setelah Nabi hijrah ke Madinah, walaupun ayat itu turun di luar Madinah atau sekitarnya seperti
di Badar, Uhud, Arafah, bahkan di Makkah. Menurut para ulama teori historis ini merupaka teori
yang paling baik dan falid. Disebabkan teori ini mampu mencakup seluruh batasan al-Quran.
Semua ayat alquran sudah masuk dalam teori ini, karena al-Quran apabila tidak turun sebelum
hijrah, pasti turun setelah Nabi hijrah.
Teori ini membedakan makkiyah-madaniyah berdasarkan isi dari ayat atau surah tersebut.
Definisi makkiyah dalam teori ini adalah surah atau ayat yang berisi cerita-cerita para umat dan
nabi-nabi terdahulu. Sedangkan madaniyah adalah surah atau ayat yang berisi hukum hudud,
faraid, dan masalah-masalah muamalah.
Menurut Hasbi Ash Shiddiqie cara untuk menentukan Makkiyah dan Madaniyah dapat dilakukan
dengan meninjau empat segi yaitu: pertama masa turunnya ayat (tartib zamani), kedua tempat
turunnya ayat ( tartib makani), ketiga topik yang dibicarakan (tahwil maudhui), dan keempat
orang-orang yang dihadapi (tayin syakhsyi).[9]
Sedangkan menurut Fard Abdurrahman ar-Rumi, dalam memahami Makkiyah dan Madaniyah,
dapat ditempuh dengan dua metode, yaitu:[10]
1) Sima`i naqli (metode pendengaran seperti apa adanya). Metode sima'i naqli didasarkan pada
riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat itu dan menyaksikan turunnya wahyu atau
dari para tabi`in yang menerima dan mendengar dari para sahabat bagaimana, di mana dan
peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu.
2) Manhaj qiyasi ijtihadi (menganalogikan dan ijtihad ). Metode qiyas ijtihadi didasarkan pada
ciri-ciri makkiyah dan madaniyah. Apabila dalam surah makkiyah terdapat suatu ayat yang
mengandung ciri-ciri ayat madaniyah atau mengandung peristiwa madaniyah, maka dikatakan
bahwa ayat itu ayat madaniyah. Demikian juga sebaliknya,apabila dalam surah madaniyah
terdapat satu ayat dengan ciri-ciri makkiyah, maka ayat itu dinamakan ayat makkiyah.
Setelah para ulama ulumu Quran meneliti surah-surah makkiyah, dapat menyimpulkan terdapat
beberapa ketentuan analogis dalam makkiyah yang menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan
tema atau persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari penelitian tersebut, para ulama
mengambil sebuah konklusi bahwa di antara pertanda ayat makkiyah sebagai berikut.
1. Karakteristik qothi dalam surah atau ayat makkiyah antara lain :[11]
a. Setiap surah yang di dalamnya terdapat kata . Kata ini dipergunakan untuk memberi
peringatan yang tegas dan keras kepada orang kafir Mekkah. Lafazd ini tersebut dalam al-Quran
sebanyak 33 kali dalam 25 surah di bagian akhir mushab ustmani.
b. Setiap surah yang di dalamnya terdapat ayat sajadah, dalam al-Quran terdapat 15 ayat
sajadah.
c. Setiap surah yang mengandung dan tidak mengandung . dalam alQuran khitab ini tersebut sebanyak 292 ayat.
d. Setiap surah yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu, kecuali
surah al-Baqarah dan Ali Imran yang keduanya termasuk Madaniyyah. Adapun surah al-Rad
yang masih diperselisihkan.
e. Setiap surah yang dimulai dengan huruf yang terpotong-potong (tahjjiy) termasuk sebagai
surah Makiyyah, kecuali Al-Baqarah dan Ali Imran. Huruf tahjjiy yang dimaksud di antaranya
, , , dan sebagainya.
a. Mengandung seruan (nida) untuk beriman kepada Allah dan hari kiamat dan apa-apa yang
terjadi di akhirat. Di samping itu, ayat-ayat makiyyah ini menyeru untuk beriman kepada para
rasul dan para malaikat serta menggunakan argumen-argumen akal, alam, dan jiwa.
c. Mengandung nida untuk berakhlak mulia dan berjalan di atas syariat yang hak tanpa terbius
oleh perubahan situasi dan kondisi, terutama hal-hal yang berhubungan dengan memelihara
agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.
Dari segi kandungan tema dalam ayat-ayat makkiyah dapat diringkas sebagai berikut :[13]
a. Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah,
kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksanya, surga dan
nikmatnya, argumentasi dengan orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan
ayat-ayat kauniyah.
b. Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar
terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan
darah, memakan harta anak yatim secara zalim. Penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan
tradisi buruk lainnya.
c. Menyebutkan kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka
sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka, dan sebagai hiburan buat
Rasulullah SAW sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan dari mereka dan yakin akan
menang.
Seperti halnya dalam surah atau ayat makkiyyah, surah atau ayat madaniyyah pun mempunyai
beberapa karakteristik yang membedakan dengan surah-surah yang turun di Makkah.
a. Setiap surah yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan peraturanperaturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan kenegaraan.
b. Setiap surah yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, hukum-hukumnya,
perdamaian dan perjanjian.
c. Setiap surah yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk madaniyyah, kecual
surah Al-Ankabut yang turun di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surah tersebut yang
termasuk madaniyyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik.
d. Setiap surah membantah kepercayaan, pendirian dan tata cara keagamaan Ahlu Kitab yang
dipandang salah, dan mengajak mereka agar tidak berlebih-lebihan dalam menjalankan
agamanya.
a. Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan
internasional baik di waktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah undang-undang.
b. Dakwah terhadap ahli kitab, dari kalangan Yahudi dan Nasrani untuk masuk Islam, penjelasan
mengenai penyimpangan terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran,
dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki di antara sesama
mereka.
Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surah yang
seluruhnya ayat-ayat makkiyyah atau madaniyyah. Kemudian ada sebagian surah lain yang
tergolong makiyyah atau madaniyyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya.
Surah-surah dalam al-Quran itu terbagi menjadi empat macam :[18]
1. Surah-surah makkiyah murni, yaitu surah-surah makkiyah yang seluruh ayat-ayatnya berstatus
makiyyah, tidak ada satu ayat pun yang madaniyah. Surah yang berstatus madaniyah murni,
seluruhnya berjumlah 58 surah, yang berisi 2074 ayat, misalnya surah al-Fatihah, Yunus, arRodu, dan lain-lain.
2. Surah-surah madaniyah murni, yaitu surah-surah madaniyah yang seluruh ayat-ayat berstatus
madaniyah, tidak ada satu ayat pun yang berstatus makkiyah. Surah madaniyah murni seluruhnya
ada 18 surah, terdiri dari 737 ayat, misalnya surah Ali Imran, an-Nisa, an-Nur dan lain-lain.
3. Surah-surah makiyah yang berisi ayat madaniyah, yaitu surah-surah yang kebanyakan ayatayat makkiyah, tetapi di dalamnya terdapat ayat yang berstatus madaniyah. Surah ini dalam alQuran ada 32 surah, terdiri dari 2699 ayat, contoh surah Hud, Yusuf, Ibrahim.
4. Surah-surah madaniyah yang berisi ayat makkiyah, yaitu surah-surah yang kebanyakan ayatayat Madaniyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayat yang berstatus makiyyah. Contohnya surah
al-Anfal termasuk kategori surah madaniyah degan jumlah ayat sebanyak 75 ayat, di dalamnya
terdapat ayat makkiyah yaitu ayat 30-36.