Anda di halaman 1dari 150

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH

MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB


‘IDHATUN AN-NASYI’IN

SKRIPSI

Oleh:
ADRIAN
NIMKO: 2017.4.044.0001.1.1.002329

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYYAH
KENCONG-JEMBER

NOVEMBER 2021
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH
MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB
‘IDHATUN AN-NASYI’IN

SKRIPSI
diajukan kepada Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah
Kencong Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Fakultas Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:
ADRIAN
NIMKO: 2017.4.044.0001.1.1.002329

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYYAH
KENCONG-JEMBER

NOVEMBER 2021
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH
MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB
‘IDHATUN AN-NASYI’IN

SKRIPSI
diajukan kepada Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah
Kencong Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Fakultas Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

ADRIAN
NIMKO: 2017.4.044.0001.1.1.002329

Disetujui :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ifa Afida, M.Pd.I Akhmad Zaeni, M.Pd


NIDN. 2103078701 NIDN. 2124048702

Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah
Kencong Jember

Johan Indrus Tofaynudin, S.Sy., M.Pd

ii
NIDN. 2120069002

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH


MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB
‘IDHATUN AN-NASYI’IN

SKRIPSI

Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu


persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam

Hari: Senin
Tanggal: 29 November 2021

Tim Penguji
1. Nanang Budianto, S.Pd.I ( )
NIDN. 2110108303
2. Uliyatul Mu’awanah, M.E.I ( )
NIDN. 2102059104

Ketua Sekretaris

Aminullah, M.Pd. Ora Gorez Uke, M.Pd.


NIDN. 2106057902 NIDN. 2131059101

Menyetujui
Dekan Fakultas Tarbiyah
IINAIFAS Kencong Jember

M. Bustanul Ulum, M.Pd.


NIDN. 2106058102

iii
MOTTO

,‫ص ْي َح ِة‬ ِ
ِ َ‫اد والن‬ ِِ ِ ِ ‫ ِهي غَرس ااْل َ ْخاَل ِق ال َف‬:ُ‫التَّربِية‬
ِ ِ ِ ‫اضلَ ِة فِى ُن ُفو‬
َ ‫ َو َس ْقُي َها ب َماء ا ِإل ْر َش‬,‫س النَّاشئ ْي َن‬ ْ ُ ْ َ َْ
‫ب ال َْع َم ِل لَِن ْف ِع‬ ِ ‫ ثُ َّم تَ ُكو ُن ثَمرا ُت َها ال َف‬,‫س‬
َّ ‫ َو ُح‬,‫ َوالْ َخ ْي َر‬,ُ‫اضلَة‬ ِ ‫الن ْف‬ ِ ‫صبِح ملَ َكةً ِمن ملَ َك‬
َّ ‫ات‬
ََ ْ َْ َ َ ْ ُ‫َحتَّى ت‬

‫ال َْوطَ ِن‬.

Pendidikan adalah usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa anak-anak.

Akhlak yang sudah tertanam itu harus disirami dengan bimbingan dan nasihat,

sehingga menjadi watak atau sifat yang melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah

tanaman akhlak itu akan tampak berupa amal perbuatan yang mulia dan baik serta

gemar bekerja demi kebaikan negara. (Musthafa al-Ghalayaini, ‘Idhatun an-

Nasyi’in)

iv
PERSEMBAHAN

Karya ilmiah penelitian ini, penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua, bapak dan ibu yang sudah berjuang, baik melalui

do’anya maupun kerja kerasnya selama ini.

2. Guru-guru dan seluruh dosen INAIFAS yang telah membimbing dan

memberikan ilmunya.

v
KATA PENGANTAR

‫س ِم هَّللا ِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح ْي ِم‬


ْ ِ‫ب‬

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan seluruh rahmat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai bentuk

persyaratan menyelesaikan program sarjana.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan keharibaan

junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jalan

kegelapan menuju jalan yang terang benderang yakni agama Islam.

Terimakasih kepada pihak-pihak yang turut serta membimbing dan

membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Disini penulis ingin

menyebutan rasa terimakasih ini kepada:

1. Bapak Rijal Mumazziq Z,. M.H.I selaku Rektor INAIFAS Kencong

Jember.

2. Bapak M. Bustanul Ulum, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah

INAIFAS Kencong Jember.

3. Bapak Johan Indrus Tofaynuddin, S. Sy., M.Pd selaku ketua Program

Studi Pendidikan Agama Islam INAIFAS Kencong Jember.

4. Ibu Ifa Afida, M.Pd.I selaku pembimbing I yang telah mengarahkan

sampai terselesainya Skripsi ini.

vi
5. Bapak Akhmad Zaeni, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah

mengarahkan sampai terselesainya Skripsi ini.

6. Seluruh Dosen INAIFAS Kencong Jember, yang sudah memberikan ilmu

dan bimbingannya.

7. Ustadz Dwiki Pamadyanto dan Ustadz Ifan Makrifandi sebagai pengajar

Kitab ‘Idhatun Nasyi’in.

8. Semua pihak yang turut serta membantu terselesaikannya penulisan ini.

Akhirnya, semoga segala amal baik yang telah Bapak/Ibu berikan

kepada penulis mendapat balasan yang baik dari Allah.

Lumajang, 16 November 2021

Penulis

vii
ABSTRAK

ADRIAN, 2021: Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Musthafa al-


Ghalayaini Dalam Kitab ‘Idhatun an-Nasyi’in.

Pendidikan ialah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur
serta didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil sampai ia menjadi
orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri.
Akan tetapi semuanya itu tidak cukup ditanamkan saja, tetapi bagaikan benih
yang ditancapkan di dalam bumi, perlu sekali diberi siraman dengan air,
sedangkan menanamkan sesuatu dalam jiwa anak-anak yang berupa akhlak dan
budi pekerti itu, bahan penyiramnya ialah memberikan petunjuk yang benar dan
nasihat yang berguna.

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu: Fokus


penelitian, 1) bagaimana Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaik Musthafa al-
Ghalayaini Dalam Kitab ‘Idhatun an-Nasyi’in.? Sub Fokus Penelitian, 1)
Bagaimana Tujuan Pendidikan Menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini Dalam
Kitab ‘Idhatun an-Nasyi’in? 2) Bagaimana Sifat-sifat Anak Didik Menurut Syaik
Musthafa al-Ghalayaini Dalam Kitab ‘Idhatun an-Nasyi’in?

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research).


Sumber data dalam penelitian ini adalah kitab ‘Idhatun Nasyi’in, internet, buku-
buku tentang pendidikan, dan juga buku-buku lainnya yang ada kaitannya dengan
objek pembahasan penulis. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah
tehnik dokumentasi dan wawancara. Tehnik analisis data yang digunakan ialah
analisis isi, analisis historis, dan analisis deskriptif.

Dari hasil penelitian, bahwasannya pendidikan yang terdapat di alam kitab


‘Idhatun Nasyi’in sangat berguna untuk ditanamkan kepada anak didik agar
menjadi generasi muda yang berguna bagi kehidupannya sendiri maupun orang
lain. Sedangkan tujuan dari pendidikan itu ialah menanamkan akhlak yang baik
kedalam jiwa anak didik yang kemudian ahlak yang telah tertanam itu harus terus
disirami dengan bimbingan maupun berupa nasehat, agar nantinya dapat menjadi
sebuah sifat yang melekat kedalam jiwa mereka. sebagai anak didik sudah
seharusnya memiliki sifat-sifat yang baik di dalam dirinya dan berkewajiban
menerima nasihat-nasihat baik yang diberikan oleh pendidiknya, kemudian
diaplikasikan kedalam kehidupan mereka sehari-hari.

viii
DARTAR ISI

Halaman

Halaman Judul.............................................................................................
Persetujuan Pembimbing.............................................................................
Pengesahan Tim Penguji..............................................................................
Motto..............................................................................................................
Persembahan.................................................................................................
Kata Pengantar.............................................................................................
Abstrak..........................................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................
Pedoman transliterasi..................................................................................
Daftar Tabel..................................................................................................
Daftar Lampiran..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A. Latar Belakang...................................................................................
B. Fokus Kajian.......................................................................................
C. Tujuan Penelitian................................................................................
D. Manfaat Penelitian..............................................................................
E. Definisi Istilah....................................................................................
F. Sistematika Pembahasan....................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA.......................................................................


A. Kajian Penelitian Terdahulu...............................................................
B. Kajian Teori........................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................

ix
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian.........................................................
B. Sumber Data.......................................................................................
C. Tehnik Pengumpulan Data.................................................................
D. Analisis Data......................................................................................
E. Tahap-tahap Penelitian.......................................................................

BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................
A. Biografi Syaikh Musthafa al-Ghalayaini............................................
B. Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaik Musthafa Ghalayaini....
1. Tujuan Pendidikan Menurut Syaikh Musthafa Ghalayaini..........
2. Sifat-sifat Anak Didik Menurut Syaikh Musthafa Ghalayaini.....
C. Analisis Tujuan Pendidikan................................................................
D. Analisis Sifat-sifat Anak Didik..........................................................

BAB V PENUTUP........................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran-saran.........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN...........................................................................

x
PEDOMAN TRANSLITERASI

No. Arab Indonesia Arab Indonesia

1 ‫ا‬ ' ‫ط‬ T

2 ‫ب‬ B ‫ظ‬ Zh

3 ‫ت‬ T ‫ع‬ ‘

4 ‫ث‬ Ts ‫غ‬ Gh

5 ‫ج‬ J ‫ف‬ F

6 ‫ح‬ H ‫ق‬ Q

7 ‫خ‬ Kh ‫ك‬ K

8 ‫د‬ D ‫ل‬ L

9 ‫ذ‬ Dz ‫م‬ M

10 ‫ر‬ R ‫ن‬ N

11 ‫ز‬ Z ‫و‬ W

12 ‫س‬ S ‫ه‬ H

13 ‫ش‬ Sy ‫ء‬ ,

14 ‫ص‬ Sh ‫ي‬ Y

15 ‫ض‬ DI

DAFTAR TABEL

No Uraian Halaman

xi
. Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan yang
2.1 akan dilakukan......................................................................... 13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pernyataan Keaslian Tulisan

Lampiran 2 : Matrik penelitian

xii
Lampiran 3 : Blangko Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 : Foto Dokumentasi Wawancara

Lampiran 5 : Biodata Penulis

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan berdasarkan semboyan Tut Wuri Handayani dalam

Undang-Undang NO 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional

adalah “ Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, Berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreativ, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Manusia mempunyai pengetahuan sebagaimana binatang dan

malaikat, akan tetapi pengetahuan selain manusia bersifat statis, tidak ada

perubahan dari masa ke masa. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia

adalah pengetahuan yang bersifat dinamis, terus mengalami perubahan

dari zaman ke zaman, karena manusia memiliki kemampuan mencerna

pengalaman, merenung, merefleksi, menalar dan meneliti dalam upaya

memahami lingkungannya.2

Tujuan manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia.ia

diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu. Tujuan

diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Indikasi

tugasnya berupa ibadah (sebagai hamba Allah) dan tugas sebagai wakil-

Nya di muka bumi.3 Firman Allah SWT:

1
UU SISDIKNAS, NO 20 Tahun 2003
2
Ali Maksum, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Az-Ruzz Media, 2016), 9.
3
Abdul Muji, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010),
72.
2

ِ ِّ ‫قُل إِ َّن صالَيِت ونُس ِكي وحَمْياي ومَمَايِت لِلَّ ِه‬


َ ‫رب الْ َعالَمنْي‬ ََ َ َ ُ َ َ ْ

“Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya sholatku, ibadahku dan

matiku hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam”.4

Pendidikan merupakan proses memasukkan nilai keadilan diri

seseorang dan masyarakat sehingga dapat membuat masyarakat lebih

mempunyai nilai dan akhlak. Pendidikan bukanlah merupakan sarana

transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih dari itu, pendidikan sebagai

sarana pembudayaan dan penyaluran nilai. Oleh karenanya pendidikan

merupakan bagian yang paling inhern dalam kehidupan manusia, dan

manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Ia

menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan arah

normal kepada eksistensi fitrinya.5

Di era kehidupan manusia saat ini, banyak sekali masyarakat yang

pasrah akan pendidikan anak-anaknya di sekolah, padahal saat ini banyak

diidentifikasikan adanya krisis kependidikan yang kemudian dikaitkan

dengan adanya faktor moralitas dan juga keterampilan yang kurang siap

pakai di dalam dunia kerja, maka umat islam Indonesia perlu adanya

keberanian dalam melakukan terobosan-terobosan baru dalam menerapkan

antara iman, ilmu dan teknologi modern yang nantinya agar iman dan

taqwa anak didik menjadi pengendali kemajuan ilmu teknologi dan

sekaligus menjadi daya tangkal terhadap dampak-dampak negatif

4
al-Qur’an, al An’am, 162
5
Yunus Hasyim Syam, Mendidik Anak Ala Muhammad, (Yogyakarta: Penerbit Sketsa, 2005), h.
10.
3

kemajuannya, bukan malah sebaliknya ilmu pengetahuan dan teknologi

berdaya mengendalikan iman dan ketaqwaan anak didik atau manusia.

Pendidikan bukan sekedar warisan nilai-nilai budaya yang berupa

kecerdasan dan kemampuan dari generasi tua kepada generasi muda, tetapi

juga berarti pengembangan potensi-potensi individu untuk kegunaan

individu itu sendiri dan selanjutnya untuk kebahagiaan masyarakat. Sebab

penemuan-penemuan ilmiah dan ciptaan-ciptaan baru dalam teknologi

bermula dari individu. Tanpa individu yang kreatif, masyarakat tidak

ubahnya seperti beras dalam karung, banyak tetapi tidak bisa berbuat apa-

apa.6

Pendidikan adalah upaya memuliakan kemanusiaan manusia untuk

mengisi dimensi kemanusiaan melalui pengembangan panca daya secara

optimal dalam rangka mewujudkan jati diri manusia sepenuhnya. Panca

daya yang dimaksud meliputi daya taqwa, daya cipta, daya karsa, daya

rasa, dan daya karya. Jadi walaupun pendidikan itu bermacam-macam

tetapi satu, yaitu upaya memuliakan kemanusiaan manusia.7 Melalui

pendidikan seseorang akan dapat berkembang dan mengembangkan daya

takwanya kepada sang pencipta, mengerjakan seluruh perintahnya dan

menjauhi apa yang dilarangnya. Dengan pendidikan seseorang dapat

menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dengan pendidikan seseorang dapat

6
Ulfatun Nikmah, “Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Musthafa Al-Ghalayaini Dalam
Kitab ‘Idhotun An-Nasyiin”, http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1393/1/skrip%20fiks
%20ulfa%20pdf.pdf (21 Juni 2021).
7
Prayitno, Dasar Teori dan praksis Pendidikan (Padang: Universitas negeri Padang, 2008), 45.
4

melakuka sesuatu yang bermanfaat baik untuk dirinya, keluarga maupun

masyarakat sekitar.

Dalam arti sederhana pendidikan sering kali diartikan sebagai

usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di

dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dalam perkembangannya istilah

pendidikan atau paedagogik berarti bimbingan atau pertolongan yang

diberikan secara sengaja oleh orang dewasa agar menjadi dewasa.

Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh

seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai

tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.8

Pendidikan ialah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti

yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil

sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan

usaha dan tenaganya sendiri. Semuanya itu tidak cukup ditanamkan saja,

tetapi bagaikan benih yang ditancapkan di dalam bumi, perlu sekali diberi

siraman dengan air, sedangkan menanamkan sesuatu dalam jiwa anak-

anak yang berupa akhlak dan budi pekerti itu, bahan penyiramnya ialah

memberikan petunjuk yang benar dan nasihat yang berguna, sehingga

didikan-didikan yang mereka terima itu tidak hanya mengembang,

semacam gabus di atas air, tetapi betul-betul menjadi malakah yakni hal-

hal yang meresap kalbu dan jiwa secara mendalam sekali. Manakala sudah

menjadi malakah, maka buahnyapun akan tampak di luar, yaitu berupa

amal perbutan yang utama, kebaikan, kegemaran, bekerja untuk


8
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2009), 1.
5

kepentingan tanah, Negara dan bangsa.9 Maka dari itu jelas sekali bahwa

tujuan dari pendidikan sangat penting sekali bagi mereka para generasi

penerus bangsa ini.

Peserta didik tentunya juga memiliki karakter atau sifat-sifat yang

harus difahami guna tercapainya pembelajaran. Dalam pembelajaran harus

ada ketersambungan komunikasi antara pendidik dan peserta didik. Oleh

karena itu pemahaman karakteristik peserta didik adalah sesuatu yang

mutlak oleh pendidik karena adanya bermacam-macamnya karakter yang

membutuhkan penanganan dan langkah yang berbeda.

Syaikh Musthafa al-Ghalayaini memberikan motivasi berupa kata-

kata mutiara yang indah kepada para pemuda agar menjadi pemuda yang

bersikap, bertindak berfikir dan berperilaku sesuai ketentuan agama.

Sebagaimana ungkapan di mukaddimah yang terdapat di dalam kitab

‘Idhatun an-Nasyiin.

Syaik Musthafa al-Ghalayaini dalam kitabnya mengatakan:

ِ ِ ِ ‫إخو‬:
َ ‫اىن النَّا شئنْي‬ َْ
ِ ‫ واليلء اَل ِمعةٌ سَتروهَن ا مْنظُومةَ الع ْق ِد ىِف ِس‬,ٌ‫ات نافِعة‬
‫ َمْن ُثَر َة‬,‫لك العِْبَر ِة‬ ِ ِِ
َ َ َ َ ُ َ َ ٌ َ‫َهذه عظ‬
ِ ‫ و َته ِدى من‬,‫وب احل ِكيم‬
‫عم َل هِب ا‬ ِ ُ‫يد إىل املْنه ِج ال َق ِومْيِ باألُسل‬ ِ ُ‫ ت‬,‫الفائِ َد ِة بَِقل ِم احلِكْم ِة‬
ُ ‫رش‬
َْ ْ َ َ ََ َ
‫راط ُم ْستَ ِقْي ٍم‬
ٍ ‫إىل ِص‬.

9
Musthofa Al-Gholayaini, ‘Idhotun Nasyiin (Bimbingan Menuju Akhlak Luhur) Diterjemahkan
Oleh Moh. Abdai Rathomi (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2002), 315.
6

‫بني جواحِنِ َها‬


َ ‫يل‬
ِ ِ ِ ِّ ‫ وصواي ِص ْد ُق‬,‫أنْ َشأهُت ا ورائِدي فيها أإلخالص‬
ُ ‫ َوه َي ْحتم‬.‫النيَّة‬ َ َُ َ ُ
‫عة ِم َن‬
ٍ ‫تنو‬ ِ ‫ وَتْنطَوى أضالِعها على‬,‫الق‬
ِّ ‫مضامنْي َ ُم‬ ِ ‫اع وألخ‬ +ٍ ‫ض ْو‬
ِ ‫ ِمن‬, ‫عات َشىَّت‬
ُ َ ْ ِ ‫إلجت َم‬
ْ َ ُ ‫َم ْو‬
‫األداب واحلِ َك ِم‬.
ِ

ِ
ِ ‫سه جيوش اخلُم‬ ٍ ِ ِ ٍِ ِ
,‫ول‬ ُ ‫ وكنانَةُ عظَات ي ْد َرأُ هبا الن‬, ‫فَه َي َج ْعبَةُ عرَب‬
ُ َ ْ ُ ُ ‫َّاشئ َع ْن ن ْف‬

ُ َ‫ َوط‬,‫اإلجتِماعيَّ ِة‬
‫وارئ األس َقام‬ ِ ‫األمَر‬ ِ ِ ِ ِّ ‫وكتائب‬
ْ ‫اض‬ ْ ‫ َويَ ْدفَ ُع ما َيْنثَبُها م ْن عوادى‬+,‫الض َعت‬
‫الز َمنيَّ ِة‬.
ّ
ِِ
َ َ‫ ي‬,‫ بِالن ََّواجذ تَ ُكو ُن ل ُك ْم د ِريئة‬,‫ أيُّها النَّا شئو َن‬,‫عليها‬
,‫وم تَكونو َن شبَّانا‬ ْ ‫فَعضُّوا‬
ِ ِ ِ
َ َ‫ َو َع ِم َل مِب ُْقت‬,‫الم على َم ْن مَس َع عظَىت َفوعها‬
‫ض َها‬ ٌ ‫ َو َس‬,‫رو َن شيئا‬
ْ ‫وذُ ْخرا تَس‬.
َ
Saudara-saudara generasi muda!
Ini adalah berbagai nasihat yang sangat berguna. Ia
bagaikan mutiara yang berkilauan. Kalian semua akan melihatnya
tersusun rapai dalam tatanan yang indah, dan manfaatnya yang
banyak. Ia diungkapkan dengan kata-kata yang penuh hikmah,
dapat memberikan petunjuk kejalan yang lurus dengan cara yang
bijaksana. Ia akan menuntun kepada setiap orang yang
mengamalkannya kejalan yang benar.
Saya kemukakan nasihat-nasihat yang berguna ini, dengan
dilandasi oleh niat yang ikhlas dan penuh keyakinan. Ia terdiri dari
berbagai macam topik dan pembahasan, yang berkaitan dengan
masalah-masalah sosial dan moral. Disamping itu juga
mengandung berbagai macam persoalan etika dan falsafah serta
hikmah.
Nasiha-nasihat ini sarat dengan pelajaran-pelajaran dan
saran-saran yang dapat dipergunakan oleh generasi muda, untuk
mempertahankan diri dari pasukan yang menyebabkan kelemahan
dan kemunduran serta bisa menolak bahaya penyakit-penyakit
sosial dan pengaruh-pengaruh negatif jaman.
Wahai, generasi muda, berpegang teguhlah pada nasihat-
nasihat ini. Sebab, ia akan menjadi benteng yang menyelamatkan
engkau, pada saat engkau masih muda dan akan mejadi simpanan
beharga di saat engkau menjadi tua. Semoga keselamatan diberikan
7

kepada orang yang mendengar, mengerti dan mengamalkan isi


nasihat-nasihat ini.10

Dari uraian di atas peneliti memilih judul Konsep Pendidikan

Akhlak Menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini Dalam Kitab ‘Idhatun

an-nasyiin. Semoga mampu memberikan kesegaran dalam dahaga kita

akan wacana tentang pendidikan.

B. Fokus Kajian

1. Fokus Kajian

Bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut Syaikh Musthafa

al-Ghalayini dalam kitab ‘Idhatun An-Nasyi’in?

2. Sub Fokus Kajian

a. Bagaimana tujuan pendidikan menurut Syaikh Musthofa al-

Gholayaini dalam kitab Idhotun an-Nasyiin?

b. Bagaimana sifat-sifat anak didik menurut Syaikh Musthofa al-

Gholayaini dalam kitab Idhotun an-Nasyiin?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui konsep pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-

Ghalayaini dalam kitab ‘Idhatun an-Nasyi’in.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tujuan pendidikan menurut Syaikh Musthfa al-

Ghalayaini dalam kitab ‘Idhatun an-Nasyi’in.

10
Musthafa al-ghalayaini, Idhatun an-Nasyi’in Diterjemahkan Oleh H.M Fadlil Said an-Nadwi
(Surabaya: Al-Hidayah, 2000), X.
8

b. Mengetahui sifat-sifat anak didik menurut Syaikh Musthafa al-

Ghalayaini dalam kitab ‘Idhatun an-Nasyi’in.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian,

yaitu:

1. Kegunaan Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

teoritis, berupa pengetahuan tentang konsep pendidikan yang

terkandung dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin karya Syekh Musthofa al-

Gholayaini serta dapat menambah wawasan bagi dunia pendidikan

khususnya pendidikan Islam.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai

konsep pendidikan dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin.

b. Bagi Lembaga Pendidikan

1) Memberikan informasi kepada praktisi pendidikan tentang

konsep pendidikan menurut syekh Musthofa al-Gholayaini

dalam kitan ‘Idhotun nasyiin.

2) Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi untuk diterapkan

dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan

yang ada di Indonesia terutama pendidikan Islam (madrasah


9

diniyah, pondok pesantren) agar dapat dibuat solusi tentang

permasalahan yang ada.

E. Definisi Istilah

Untuk lebih memperjelas judul serta menghindari kesalahan dalam

memahami istilah, maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Konsep

Di dalam KBBI dikatakan, konsep ialah sebuah rancangan, ide

atau pemikiran yang diabstrakan dari peristiwa-peristiwa konkret.11

Konsep ialah penyusunan yang berasal dari ide atau gambaran mental,

yang kemudian dikatakan dalam sebuah kata.

2. Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak adalah usaha menanamkan akhlak kepada

kepada peserta didik. Akhlak yang telah tertanam itu kemudian disirai

dengan sebuah bimbingan dan nasihat, agar nantinya dapat melekat ke

dalam jiwa mereka. sedangkan hasil dari dari akhlak itu akan terlihat

sebagai berupa sebuah bentuk perbuatan yang mulia, baik, serta mulia

bukan hanya sekedar terhadap dirinya melainkan juga terhadap

negaranya.12

F. Sistematika Pembahasan

11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 588.
12
Musthafa al-Ghalayaini, Idhotun Nasyi’in, Penerjemah H.M Fadlil Sa’id an-Nadwi (Surabaya:
Al-Hidayah, 2000), 219.
10

Dibagian ini akan menjelaskan susunan secara keseluruhan dari

penulisan ini yang berkaitan dengan pemikiran atau konsep pendidikan

menurut Syaikh Musthofa al-Ghalayaini dalam kitabnya ‘Idhotun

Nasyiin. Sistematika penulisannya sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan. Pendahuluan ini yang merupakan garis

besar dalam penyusunan penulisan ini. Dalam hal ini akan dibahas sebagai

berikut: Latar Belakang Masalah, Fokus Kajian, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Definisi Istilah, dan juga Sistematika Pembahasan,

sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.

BAB II : Kajian Pustaka. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai

Kajian Penelitian Terdahulu dan Kajian Teori.

BAB III : Metode Penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan tentang

Pendekatan dan Jenis Penelitian, Sumber Data, Tehnik Pengumpulan Data,

Analisis Data, Tahap-tahap Penelitian.

BAB IV : Pembahasan. Pada bab ini berisi Deskripsi Objek

Penelitian (Tokoh, Karya, Ruang Lingkup), Pembahasan Fokus Satu,

Pembahasan Fokus Dua.

BAB V : Penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitia terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan

perbandingan dan acuan, dengan melakukan hal semacam ini nantinya

dapat dilihat sejauh mana orisinilitas dan posisi penelitian dan perbedaan

dengan penelitian sebelumnya.

1. Hasil Penelitian Roghib Murtadho

Skripsi yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Islam Persfektif

Syekh Musthofa al-Ghalayini Dalam Kitab Idhotun Nasyi’in dan

Relevansinya Terhadap Pendidikan Karakter Di Indonesia ini

merupakan sebuah penelitian yang menggunakan metode Library

Research. Peneliti Skripsi ini memfokuskan penelitiannya kepada

nilai-niali pendidikan di Indonesia. Berdasarkan hasil yang yang

diperoleh dari penelitian ini ialah (1) mengajarkan nilai-nilai positif

dalam benak peserta didik yang dilakukan dengan pembiasaan. (2)

menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam. (3) nilai- nilai pendidikan

Islam yang terdapat di dalam kitab ‘Idhotun Nasyi’in cukup relevan

dengan tujuan pendidikan karakter.

Persamaan penelitian di atas dengan yang akan dilakukan ialah

sama-sama memahamkan kepada peserta didik tentang pentingnya

karakter yang harus dimiliki, akan tetapi penelitian yang akan


12

dilakukan ini lebih spesifik pembahasannya dalam menanamkan

karakter kepada peserta didik yang belum tersentuh oleh penelitian di

atas.13

2. Hasil Penelitian Ulfatun Nikmah

Dengan skripsi berjudul Konsep Pendidikan Akhlak Menurut

Syekh Musthofa Al-Gholayaini dalam Kitab Iddhotun An-Nasyiin.

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode

Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan diperpustakaan

yang objek penelitiannya dicari melalui beragam informasi

kepustakaan. Penulis skripsi ini bertujuan yaitu mendiskripsikan fokus

penelitian ini pada pendidikan Islam di Indonesia. Hasil dari penelitian

ini ialah bahwa pendidikan Islam dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin dengan

konteks masa pendidikan masa sekarang memiliki adanya persamaan

penggunaan dan kebutuhan dengan berbagai pernyataan yang rasional

baik tentang materi pendidikan, metode pendidikan dan tujuan

pendidikan.14

Sedangkan perbedaan antara penelitian diatas dengan yang

akan dilakukan nantinya terletak pada karakteristik dari para peserta

didik, bagaimana nantinya peserta didik lebih memahami sifat-sifat

yang harus dimiliki sebagai pelajar.

3. Hasil Penelitian Imam Acmad Suyuthi


13
Roghib Murtadho,”Nilai-nilai Pendidikan Islam Perspektif Syekh Musthafa Al-Ghalayaini
Dalam Kitab Idhotun nasyi’in dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Karakter di Indonesia”,
(Skripsi, INAIFAS Kencong, 2020).
14
Ulfatun Nikmah, “Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Musthafa Al-Ghalayaini Dalam
Kitab ‘Idhotun An-Nasyiin”, http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1393/1/skrip%20fiks
%20ulfa%20pdf.pdf (21 Juni 2021).
13

Skripsi berjudul Nilai-nilai Pendidikan Islam Perfektif Syaikh

Musthofa al-Ghalayaini Dalam Kitab ‘Idhotun an-Nasyiin. Penelitian

ini merupakan penelitian yang menggunakan metode Library

Research, yaitu penelitian yang dilakukan diperpustakaan yang objek

penelitianya dicari memlalui beragam informasi kepustakaan. Penulis

skripsi ini bertujuan yaitu mendeskripsikan fokus penelitian ini pada

nilai-nilai pendidikan Islam. Hasil dari penelitian ini ialah bahwa

pendidikan Islam perfektif syaikh Musthofa al-Ghalayini berarti

mengajarkan nilai-nilai positif dalam benak peserta didik, dilakukan

dengan pembiasaan, pantauan ataupun bimbingan orang dewasa dan

dilakukan secara terus menerus.15

Sedangkan perbedaan antara penelitian diatas dengan yang

akan dilakukan nantinya terletak pada karakteristik dari para peserta

didik, bagaimana nantinya peserta didik lebih memahami sifat-sifat

yang harus dimiliki sebagai pelajar.

4. Hasil Penelitian Muhammad Zamakhsyari

Skripsi berjudul Personal Skill Dalam Pendidikan Islam

( Telaah Kitab ‘Idhotun an-Nasyiin Karya Syaikh Musthofa al-

Ghalayaini). Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan

metode library research, yaitu penelitian yang dilakukan

diperpustakaan yang objek penelitiannya dicari melalui beragam

informasi kepustakaan. Penulis skripsi ini bertujuan yaitu mengetahui

Imam Achmad Suyuthi, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Perfektif Syaikh Musthafa Al-Ghalayaini
15

Dalam Kitab ‘Idhathun An-Nasyiin”, http://digilib.uinsby.ac.id/34163/3/Imam%20Achmad


%20Suyuthi_D01215017.pdf (21 Juni 2021)
14

nilai personal skill pendidikan islam menurut sayikh Musthofa al-

ghalayaini. Hasil dari penelitian ini ialah nilai-nilai yang berkaitan

dengan kecakapan mengenal diri dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin antara

lain: berpegang teguh pada agama yang hak (islam). Melaksanakan

ajaran agama dengan kesungguhan dan dapat dipercaya. Nilai pesronal

skill berkaitan dengan kecakapan berfikir rasional diantaranya adalah

berani maju kedepan, berlaku sedang dan sabar.16

Sedangkan perbedaan antara penelitian di atas dengan yang

akan dilakukan ialah terletak pada karakteristik dari para peserta didik,

bagaimana nantinya peserta didik lebih harus memahami sifat-sifat

sebagai pelajar.

Tabel 2.1

Perbandingan Penelitian Terdahulu

NO Nama Judul Persamaan Perbedaan

Penulis
1 Roghib Nilai-nilai Sama-sama Penelitian terdahulu

Murtadho Pendidikan Islam memahamkan memfokuskan

Persfektif Syaikh kepada peserta penelitiannya terhadap

Musthafa al- didik tentang pendidikan di Indonesia.

Ghalayaini Dalam pentingnya Sedangkan penelitian

Kitab Idhatun karakter yang saat ini hanya sekedar

16
Muhammad Zamakhsyari, “Nilai-nilai Personal Skill Dalam Pendidikan Islam (Telaah
Terhadap Kitab ‘Idhatun An-Nasyiin Karya Syaikh Musthafa Al-ghalayini”,
http://eprints.stainkudus.ac.id/2088/1/01.%20COVER.pdf (22 Juni 2021).
15

Nasyi’in dan harus dimiliki mengetahui sifat-sifat

Relevansinya peserta didik. yang harus dimiliki oleh

Dengan Pendidikan anak didik.

Islam di Indonesia
2 Ulfatun Konsep Pendidikan Sama-sama penelitian terdahulu

Nikmah Akhlak Menurut memahamkan memfokuskan

Syaikh Musthafa al- pentingnya penelitiannya kepada

Ghalayaini Dalam akhlak bagi pendidikan Islam di

Kitab Idhatun an- peserta didik Indonesia dan mencoba

Nasyi’in mengkaitkan dengan

konsep PAILKEM.

Sedangkan penelitian

yang saat ini

memfokuskan

penelitiannya lebih ke

karakter yang harus

dimiliki oleh peserta

didik.
3 Imam Nilai-nilai Sama-sama Penelitian terdahulu

Acmad Pendidikan Islam mengajarkan memfokuskan

Suyuthi Persfektif Syaikh yang penelitiannya pada nilai-

Musthafa al- berhubungan nilai pendidikan Islam.

Ghalayaini Dalam dengan karakter sedangkan penelitian

Kitab Idhatun peserta didik yang akan dilakukan


16

Nasyiin ialah karakteristik peserta

didik.
4 Muhammad Personal Skill Sama-sama Pada penelitian terdahulu

Zamakhsyar Dalam Pendidikan mengenal diri memfokuskan

i Islam (Telaah Kitab kepada peserta penelitiannya ke arah

Idhatun Nasyiin didik. personal skill yang harus

Karya Syaikh dimiliki oleh peserta

Musthafa al- didik.

Ghalayaini) Sedangkan penelitian

yang akan dilakukan

ialah berfokus ke arah

karakteristik yang harus

dimiliki oleh peserta

didik.

B. Kajiai Teori

Berdasarkan judul yang diangkat oleh penulis maka terdapat satu

variabel yaitu Konsep Pendidikan Akhlak.

1. Konsep Pendidikan

Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa yunani

paedagogike. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata PAES

yang berarti “Anak” dan kata “AGO” yang berarti” aku membimbing”.

Jadi paedagogike bererti aku membimbing anak. Orang yang

pekerjaannya membimbing anak dengan maksud membawanya


17

ketempat belajar dalam bahasa yunani disebut paedagogos. Jika kata

ini diartikan secara simbolis, maka perbuatan membimbing seperti

dikatakan di atas itu, merupakan inti dari perbuatan mendidik yang

tugasnya hanya untuk membimbing saja, dan kemudian pada suatu saat

itu harus mlepaskan anak itu kembali (ke dalam Masyarakat).17

Sedangkan istilah dalam pendidikan terdapat dua bagian yaitu

paedagogiek yang artinya pendidikan. Paedagogiek adalah teori

tentang pemikiran dan perenungan seperti bagaimana sebaiknya

pendidikan dilaksanakan dan dilakukan yang sesuai dengan kaidah-

kaidah mendidik, tentang suatu pendidikan, tujuan pendidikan, materi

pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, metode dan media

pendidikan yang digunakan sampai kepada menyediakan lingkungan

tempak proses pendidikan berlangsung. Sedangkan paedagogie adalah

semua yang berkaitan dengan praktik pendidikan yang sedang

dilaksanakan, yaitu kegiatan-kegiatan belajar dan mengajar, interaksi

edukatif, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan anak didik.

Oleh karenanya antara paedagogiek dan paedagogie merupakan dua

hal yang tidak dapat dipisahkan, keduanya harus dilaksanakan dan

saling memperkuat untuk mencapai mutu proses, tujuan dan hasil

pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat, bangsa dan agama.

Sedangkan menurut Hasan Langgulung, “pendidikan

merupakan suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya

17
Ahmadi, Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), 70.
18

diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada

kanak-kanak atauorang yang sedang dididik”.18

2. Akhlak

Menurut Rahmat Djatnika, bahwa pengertian akhlak dapat

dibedakan menjadi dua macam, diantaranya menurut etomologi kata

akhlak berasal dari bahasa Arab (‫ )أخالق‬bentuk jamak dari mufrodnya

khuluq (‫ )خلق‬yang berarti budi pekerti. Sinonimnya adalah etika dan

moral. Sedangkan etika berasal dari bahasa Latin, etos yang berarti

kebiasaan. Moral berasal dari bahasa Latin juga yaitu mores yang juga

berarti kebiasaan. Sedangkan menurut terminologi, kata budi pekerti

terdiri dari kata “budi” dan “pekerti”. Budi adalah yang ada pada

manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh

pemikiran, rasio yang disebut karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat

pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut dengan

behavior. Jadi, budi pekerti merupakan perpaduan dari hasil rasio dan

rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.19

Sedangkan Al-Ghazali memaknai akhlak dengan,” sebuah

tatanan yang tertanam kuat dalam jiwa yang darinya muncul beragam

perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa membutuhkan pemikiran

dan pertimbangan”.20

18
Hasan Langgulung, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), 28.
19
Djatnika Rahmat, Sistem Etika Islami ( Akhlak Mulia) (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 26.
20
Ibrahim bafadhol,”Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Pendidikan Islam, 12
(Juli, 2012), 46.
19

3. Tujuan Pendidikan

Pendidikan bertujuan sebagai peningkatan harkat manusia

sampai kepada tingkatan tingkatan malaikat yang suci, agar mendapat

ridho dari Allah SWT. Hal semacam ini hanya bisa direalisir degan

komitmen seseorang terhadap perilaku moralnya, sehingga ia sanggup

untuk mencapai puncak harkat kemanusiaan untuk mendekati

tingkatan malaikat juga mendekati diri ke haribaan Allah SWT.21

Tujuan pendidikan merupakan arah bagi anak-anak didik akan

dibawa kemana anak didik. Oleh karenanya, tujuan sebagai suatu

patokan untuk dicapai bersama-sama baik dari pendidik maupun

peserta didik. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan menggunakan

berbagai alat dan metode yang tepat. Tujuan pendidikan dari suatu

bangsa adalah cita-cita hidup untuk mencapai dan menuju kepada

kepribadian bangsa yang berkualitas dan berakhlak luhur.22

Sebagaimana diketahui dalam UU No. 2 tahun 1985 bahwa

tujuan dari pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

dan juga agar menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa kepada

tuhan yang maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan

rohani, memiliki budi pekerti luhur, mandiri, berkepribadian yang

mantap, dan juga bertanggung jawab terhadap bangsa.23

a. Tujuan Pendidikan nasional

21
Akh. Muzzaki, Kholilah, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Kopertai IV Press, 2017), 53.
22
Muhammad Surya, Dkk, Landasan Pendidikan Menuju Guru Yang Baik (Bogor: Galia
Indonesia, 2010), 29.
23
Niko Ramadhani, “Pentingnya Memahami Fungsi dan Tujuan Dari Pendidikan”,
https://www.akseleran.co.id/blog/pendidikan-adalah/ (23 Juni 2021).
20

Aspek pendidikan dalam suatu negara adalah hal yang

sangat penting untuk terus ditingkatkan, karena jika sestem

pendidikan tersebut berjalan dengan baik maka negara akan banyak

menelurkan warag-warga yang terpelajar. Sedangkan pendidikan

nasioanal sendiri dalam suatau negara sangat memiliki peran untuk

membentuk mental dan pola pikir seseorang. Tujuan pendidikan

nasional adalah tujuan yang ingin dicapai sacara nasioanal yang

mana hal ini dilandasi oleh filsafah suatu negara. Sifat tujuan ini

ideal, komprehensip, utuh dan menjadi induk bagi tujuan-tujan

yang berada dibawahnya.24

“Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan UU


No. 20 tahun 2003 yaitu, pendidikan diupayakan dengan
berawal dari manusia apa adanya (aktualisasi) dengan
mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang apa
adanya (potensialitas), dan diarahkan menuju terwujudnya
manusia yang seharusnya atau manusia yang dicita-citakan
(idealitas). Tujuan pendidikan itu tiada lain adalah manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, berakhlak
mulia, sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan dan mampu
berkarya; mampu memenuhi berbagai kebutuhan secara
wajar, mampu mengendalikan hawa nafsunya;
berkepribadian, bermasyarakat dan berbudaya.
Implikasinya, pendidikan harus berfungsi untuk
mewujudkan (mengembangkan) berbagai potensi yang ada
pada manusia dalam konteks dimensi keberagamaan,
moralitas, indifidualitas/personalitas, sosialitas dan
kebudayaan secara menyeluruh dan terintegrasi. Dengan
kata lain, pendidikan berfungsi untuk memanusiakan
manusia.”25

24
Dedi Lazwardi,” Manajemen Kurikulum Sebagai Pengembangan Pendidikan”, Jurnal
Kependidikan Islam, 1 (Juni, 2017), 99.
25
Adi Widya,”Fungsi dan Tujuan Pendidikan Indonesia”, Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (April,
2019), 31.
21

Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan Tap MPRS

No. XXVI/MPRS/1966 tentang Agama, pendidikan dan

kebudayaan, maka dirumuskan bahwa tujuan pendidikan adalah

untuk membentuk manusia bermasyarkat .26

b. Tujuan Pendidikan Islam

Dalam adugium ushuliyah dinyatakan bahwa: “al-umur bi

maqashida”, bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi

pada tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Bahwa adugium ini

menunjukkan pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang

ini dicapai, bukan semata-mata berorientasi pada materi. Oleh

karenanya, sebelum merumuskan komponen-komponen yang lain

alangkah baiknya untuk merumuskan komponen pendidikan Islam

terlebih dahulu.

Sebagaimana menurut menurut Abdul Mujib dan Jusuf

Mudzakkir dalam bukunya, perumumusan tujuan pendidikan Islam

harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi

aspeknya, misalnya tentang: pertama, tujuan dan tugas hidup

manusia. Yang mana manusia hidup bukan karena kebetulan dan

sia-sia. Manusia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas

tertentu (QS. Ali Imran: 191). Kedua, memperhatikan sifat-sifat

dasar (nature) manusia. Ketiga, tuntutan masyarakat, baik berupa

pelestarian budaya maupun memenuhi kebutuhan hidup dalam

26
Sastrawijaya, A.Tresna, Pengembangan Program Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
26.
22

mengantisipasi perkembangan dunia modern. Keempat, dimensi-

dimensi kehidupan ideal Islam.27

Sebagaimana menurut para pakar pendidikan Islam, seperti

Al-Abrasy mengelompokkan tujuan umum pendidikan Islam

menjadi lima bagian, yaitu:

1) Membentuk akhlak yang mulia, yang mana tujuan ini

sesuai kesepakatan orang-orang islam bahwa inti dari

pendidikan Islam yaitu mencapai akhlak yang mulia,

sebagaimana misi kerasulan Nabi Muhammad SAW.

2) Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan dunia dan

akhirat.

3) Mempersiapkan peserta didik dalam dunia usaha (mencari

rizki) yang profesional.

4) Menumbuhkan semangat ilmiah kepada peserta didik untuk

selalu belajar dan mengkaji ilmu.

5) Mempersiapkan peserta didik yang profesional dalam

bidang teknik dan pertukangan.

Sedangkan al-Jammali merumuskan tujuan umum

pendidikan Islam dari al-Qur’an kedalam empat bagian yaitu:

1) Mengenalkan peserta didik posisinya diantara makhluk

ciptaan Tuhan serta tanggung jawab dalam hidup ini.

27
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada media, 2010),
71-72.
23

2) Mengenalkan kepada peserta didik sebagai makhluk sosial

serta tanggung jawabnya terhadap masyarakat dalam

kondisi dan sistem yang berlaku.

3) Menngenalkan kepada peserta didik mengenai alam

semesta dan segala isinya.

4) Mengenalkan kepada peserta didik tentang keberadaan

alam maya (ghoib).28

Secara praktis, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, menyimpulkan

bahwa tujuanpendidikan Islam terdiri atas lima sasaran, yaitu: (1)

membentuk akhlak mulia (2)mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat

(3) persiapan untuk mencari rizki danmemelihara segi kemanfaatannya (4)

menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik (5)

mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.29

Quraiy Shihab berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah

untuk membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu

menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya guna

membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan Allah

SWT. Sedangkan menurut Al-Ghazali tujuan dari pendidikan adalah

mendekatkan diri kepada Allah, bukan pangkat dan bermegah-megah, dan

hendaklah seorang pelajar itu belajar bukan untuk menipu orang-orang

28
Imam Syafe’i,”Tujuan Pendidikan Islam”, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 6 (November,
2016), 156.
29
Sri Miniarti, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: AMZAH, 2013), h, 103.
24

bodoh atau bermegah-megahan. Jadi pendidikan itu tidak keluar dari

pendidikan Akhlak.30

Adapun tujuan pendidikan menurut Qardhawi tidak sebatas hanya

untuk membentuk manusia yang mampu berhubunganvertikal dengan

Allah SWT semata, namun pendidikan Islam lebih ditekankan pada unsur

menciptakan manusia-manusia yang siap mengarungi kehidupan dalam

berbagai situasinya serta mempersiapkan peserta didik untuk mampu

hidup bermasyarakat dalam aneka ragam gejolaknya. Pendidikan dalam

tataran praktik juga bertujuan mengantarkan setiap peserta didik menuju

kedewasaan baik dalam aspek mental, emosional, moral, intelektual dan

spiritual. Sehingga materi yang ditawarkan Qardhawi melingkupi: al-

imaniyah (pendidikan iman), al-khuluqiyah (pendidikan akhlak), al-

jismiyah (pendidikan jasmani), al-aqliyah (pendidikan mental), al-

nafsiyah (pendidika jiwa), al-ijtima’iyah (pendidikan sosial), serta al-

jinisiyah (pendidikan seks).31

4. Tujuan Pendidikan Menurut Syaikh Musthofa Al-Ghalayaini Dalam

Kitab ‘Idhatun An-Nasyiin

Membahas seputar pendidikan tentu menjadi sangat penting

karena pendidikan menuntun manusia untuk meraih suatu kehidupan

yang jauh lebih baik. Pendidikan juga sangat dibutuhkan manusia

untuk pengembangan diri. Tanpa adanya pendidikan, maka manusia

30
Abd. Ranchman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), h. 112.
31
Safrudin Aziz, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), h. 169.
25

tidak akan pernah mencapai semua yang akan diharapkan. Oleh

karenanya pendidikan menjadi sangat penting karena pendidikan dan

manusia adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Syaikh Musthafa Al-Ghalayaini menyebutkan tujuan dari

pendidikan dalam kitabnya:

‫ َو َس ْقُي َها مِب َ ِاء اِ ِإل ْر َش ِاد‬, َ ‫َّاشئِنْي‬ ِ ‫ ِهي َغرس ااْل َخاَل ِق ال َف‬:ُ‫التَّربِية‬
ِ ‫اضلَ ِة ىِف نُ ُفو ِس الن‬
ْ ْ ُ ْ َ َْ
ِ ‫ مُثَّ تَ ُكو ُن مَثَرا ُتها ال َف‬,‫س‬
,ُ‫اضلَة‬ ِ ‫الن ْف‬ ِ ‫ حىَّت تُصبِح ملَ َكةً ِمن ملَ َك‬,‫صيح ِة‬
َّ ‫ات‬ ِ
َ َ ْ َْ َ َ ْ َ َ ْ َ‫َوالن‬
‫ب الْ َع َم ِل لَِن ْف ِع الْ َوطَ ِن‬
َّ ‫ َو ُح‬,‫واخْلَْيَر‬.
َ
“Pendidikan adalah usaha menanamkan akhlak terpuji
dalam jiwa anak-anak. Akhlak yang sudah tertanam itu harus
disirami dengan bimbingan dan nasihat, sehingga menjadi watak
atau sifat yang melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah tanaman
akhlak itu akan tampak berupa amal perbuatan yang mulia dan baik
serta gemar bekerja demi kebaikan negara.”32

Jadi, pendidikan merupakan suatu keharusan untuk

dilakukan bagi manusia yang berlaku sepanjang hayat, karena

dengan adanya pendidikan manusia nantinya dapat membedakan

hal yang baik dan buruk.

5. Sifat –sifat Anak Didik

Syaikh Musthafa Al-Ghalayaini dalam kitabnya yang berupa

‘Idhatun An-Nasyiin selalu menekankan pada akhlak, etika dan

kemasyarakatan. Kitab tersebut berisi motivasi-motivasi terhadap

pemuda sebagai generasi penerus bangsa agar selalu menjadi individu-

individu yang terhindar dari sifat-sifat tidak terpuji.


32
Musthafa Al-Ghalayaini, ‘Idhatun An-Nasyiin, terj. M. Fadlil Said An-Nadwi (Surabaya: Al-
Hidayah), 299-300.
26

Anak-anak didik yang saat ini kelak akan menjadi pemimpin-

pemimpin dimasa yang akan datang. Apabila mereka membiasakan

diri dengan akhlak yang baik maka akan dapat mengangkat derajat

dirinya dan juga negaranya. Mereka para peserta didik adalah dasar

bagi kebangkitan umat ini. Sebagaimana ungkapan Syaikh Musthofa

Al-Ghalayaini:

‫ص ىِف‬ َّ ‫ َو‬,‫ َواجلُْو ِد‬,‫ َوا ِإلقْ َد ِام‬,‫اع ِة‬


ِ َ‫ َوا ِإل ْخال‬, ِ‫الصرْب‬ َ ‫ب َتْربِيَةُ الطِّْف ِل َعلَى الش‬
َ ‫َّج‬
ِ
ُ ‫جَت‬
‫ َواجلُْر ِأة‬,‫س‬ ِ ‫الن ْف‬
َّ ‫ف‬ ِ ‫ وشر‬,‫اص ِة‬ ِ ‫ وَت ْق ِدمْيِ املصلَح ِة الع َّام ِة على امل‬,‫الْعم ِل‬
َ َ َ َّ َ‫صلَ َحة اخل‬ َْ َ َ َ َْ َ ََ
‫ َواحلُِّريَِّة‬,‫ َوالْ َم َدانِيَّ ِة املَنَّز َه ِة َع ِن الْ َف َس ِاد‬,‫ب‬ِ ِ‫ص ِمن الشَّوائ‬
َ َ ِ ِ‫ َوال ّديْ ِن اخلَال‬,‫األ ََدبِيَّ ِة‬
ُ
ِ ِ ِ َّ
‫ب الْ َوطَ ِن‬ َ ‫الصحْي َحة ىِف الْ َق ْول َو‬.
ِّ ‫ َو ُح‬,‫الع َم ِل‬
“Anak itu wajib diberi pendidikan pendidikan tentang sifat
keberanian, maju, kedermawanan, kesabaran, ikhlas dalam
beramal, mementingkan kemaslahatan umum diatas kepentingan
pribadi, kemuliaan jiwa, harga diri, keberanian yang beradab,
pemahaman agama yang bersih dari khurafat, peradaban yang
bersih dari kerusakan, kebebasan berbicara dan bertindak yang baik
dan cinta tanah air.”33

Syaikh musthafa Al-Ghalayaini dalam didalam kitabnya

menyebutkan beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh peserta

didik yaitu sebagai berikut:

a. Keberanian

Syaikh Musthafa Al-Ghalayaini mengatakan dalam

kitabnya:

“Keberanian adalah garis yang menengahi antara


dua sifat yang tidak terpuji, yaitu antara sifat pengecut dan

33
Ibid., hlm. 300.
27

sifat kecerobohan. Didalam sifat pengecut terdapat


keteledoran dan didalam sifat ceroboh terdapat
pengawuran, sedangkan dalam sikap berani ada
keselamatan.
Keberanian yaitu bertindak maju kedepan dengan
penuh kemantapan dan mundur dengan tetap teguh.
Sedangkan keberanian itu ada dua macam, yaitu keberanian
moril dan materil. Keduanya merupakan bagian dari hidup.
Keberanian material, yaitu pembelaan seseorang
terhadap Negara dan dirinya sendiri dari bahaya yang
ditimbulkan sendiri, dan memenangkan musuh-musuh
dalam rangka memuliakan umat. Usaha itu dia lakukan
terus hingga Allah Swt melakukan suatu urusan yang mesti
dilakukan ( kemenangan untuk dirinya dan kehancuran
musuh-musuhnya). Apabila dia menang, maka berarti dia
telah berhasil. Apabila dia belum dapat berhasil menggapai
apa yang dia cita-citakan, maka dia tetap mendapatkan
pahala sebagai orang yang bekerja dengan ikhlas.
Adapun keberanian yang bersifat moril, adalah
keberanian menegur atau mencegah kezaliman penguasa
yang zalim dan mencegah kesesatan orang yang sesat,
memberi petunjuk kepada umat dengan nasihat yang baik,
menuju jalan yang lurus dan terang.”34

b. Dermawan
Syaik Musthafa al-Ghalayaini memberikan nasihat

terakhirnya kepada para peserta didik bahwa sudah seharusnya

kita bepegang teguh kepada sifat kedermawanan, sebagaimana

beliau mengungkapkan:

“Tirulah jejak orang-orang dermawan yang mulia,


sebab jejak para dermawan itu adalah jejak yang jelas dan
lurus. Sesungguhnya kedermawanan itu adalah sikap
sedang dalam membelanjakan harta. Disitulah tempat
tumpukan permohonan bantuan. Itulah sifat yang diidam-
idamkan setiap orang dan medan amal orang-orang yang
mulia. Berpegang teguhlah pada sifat dermawan.
Berlindunglah dalam benteng kedermawanan, jika engkau
berbuat demikian, maka engkau dan bangsamu akan hidup
senang dan bahagia.”35

34
Ibid., hlm. 37.
35
Ibid., hlm. 148.
28

c. Sabar

Al-Ghalayaini memberikan nasehat kepada peserta

didik:

“Wahai generasi muda, jadilah engkau orang-orang yang


berjiwa cerdik dan sabar. Hal itu bisa dicapai dengan
membiasakan diri mengerjakan hal-hal yang baik dan
menjauhi hal-hal yang jelek, menghias diri dengan sifat-
sifat manusia yang sempurna dan bersikap jantan. Hal yang
demikian itu, mudah bagi orang yang diberi petunjuk oleh
Allah senang pada kemuliaan, sehingga dia menanggalkan
semua baju dan atribut kehinaan, tidak menuruti keinginan-
keinginan jiwa bodohnya dan akan menarik cita-cita
jiwanya yang mulia.
Allah SWT akan memberi balasan kepada orang yang sabar
dalam mendidik jiwanya dan akan mengangkat derajat
mereka, sama dengan derajat orang-orang yang mendapat
hidayah dan menyelamatkan mereka dari kedudukannya
yang tidak jelas.
Saya menyerukan kepada kalian semua, hendaklah bersabar
dalam mendidik jiwa kalian semua. Sebab, sesungguhnya
hal itu menyebabkan kebahagiaan dunia dan akhirat.”36

d. Ikhlas

Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitabnya

mengatakan:

‫ص‬ ِ
ُ ‫اإلخاَل‬
ْ ُ‫ألْ َع َم ُل ج ْس ٌم ُر ْو ُحه‬

Artinya: “Perbuatan itu ibarat jasad, sedangkan rohnya adalah

ikhlas’

Jasad manakala ditinggal rohnya – yang menjadi sebab

jasad itu bisa tegak dan hidup -, maka jasad tersebut menjadi

mati, tidak dapat bergerak dan tidak ada manfaat yang dapat

36
Ibid., hlm. 7.
29

diharapkan daripadanya, demikian pula halnya dengan amal

perbuatan, yang telah ditinggalkan oleh rohnya berupa ikhlas.

Betapa sering kita melihat kaum yang berjuang, tetapi

kita belum melihat kesan baik (manfaat) dari usaha mereka,

bahkan sebagian mereka gagal, tidak dapat mencapai apa yang

mereka cita-citakan.

Oleh karenanya beliau Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

memberikan pesannya kepada peserta didik, sebagaimana

ungkapan beliau:

Wahai generasi muda, jadilah engkau orang yang


ikhlas dalam perjuangan, engkau pasti dapat sampai pada
puncak cita-citamu. Waspadalah engkau, jangan sampai
menjual atau menukar perjuanganmu dengan emas. Sebab,
hal yang demikian itu merupakan tabiat orang-orang
munafik, yang bisa menukar agama dengan harta
kemewahan dunia dan menukar kebenaran dan kebatilan.
Saya mohonkan perlindungan kepada Allah, agar engkau
tidak menjadi orang yang tidak ikhlas.37
e. Kemuliaan Jiwa

Kemuliaan jiwa adalah sesuatu yang sangat penting

bagi generasi muda, kemuliaan seseorang itu tergantung pada

kemulaan umatnya, kelangsungan hidup seseorang itupun

terletak dalam kehidupan umat yang dapat merasakan

kenikmatan yang lahiriyah dan bathiniyah, bukan terletak pada

harta yang melimpah, kekuasaan maupun kekuatan.

Orang yang dapat dikatakan sebagai orang mulia adalah

orang yang berkhidmat kepada kaumnya dengan arti kata yang

37
Ibid., hlm. 12-13.
30

sesungguh-sungguhnya, berusaha keras menjunjung tinggi

martabat bangsanya, menunggalkan kedudukannya di

pandangan dunia, ia tidak kuatir akan menjadi hina dan

sengsara demi untuk kemuliaan dan kehidupan serta keluhuran

umatnya, bahkan tidak dianggap berat sekalipun ia sampai

mengorbankan jiwanya semata-mata untuk kebahagiaan

mereka.

Syaikh Musthafa al-Ghalayaini memberikan nasihat

kepada para peserta didik, sebagaimana ungkapan beliau:

“Wahai generasi muda, itulah kemuliaan sejati. Berpegang


teguhlah pada sifat kemuliaan sejati itu, sebab itulah tali
penghubung yang kuat antara kalian semua dengan Allah.
Berlindunglah didalam benteng yang berupa perangai yang
mulia, sebab hal itu merupakan benteng Allah yang
kukuh.”38
f. Harapan

Sebuah harapan tentu sangat berguna terutama terhadap

pemuda, karena jika sebuah harapan tidak ada, bagaimana

mungkin seseorang dapat mencapai cita-citanya.

Syaikh Musthofa al-Ghalayaini memberikan pesan di

dalam kitabnya, pesan beliau ialah:

“Wahai generasi muda, jadikanlah Roja’ (optimisme)


sebagai syiarmu dan angan-angan sebagai bajumu.
Tinggalkanlah sikap menunda-nunda dan abaikanlah segala
godaan yang membelokkan kalian semua dari apa yang
telah menjadi cita-cita kalian semua. Jadilah kalian semua
golongan orang-orang yang memiliki harapan besar, yang
bercita-cita luhur, gemar berusaha dan giat bekerja. Allah
adalah penolong kalian semua.”39
38
Ibid., hlm. 54-55.
39
Ibid., hlm. 25
31

g. Kemauan

Kemauan dapat juga dikatakan sebagai keinginan

terhadap sesuatu yang mana tentunya diikuti oleh sebuah usaha

untuk mencapainya, mencurahkan segala kemampuan agar

yang diinginkan dapat terwujud.

Syaikh Musthofa al-ghalayaini mengatakan dalam

kitabnya:

Kemauan adalah melatih jiwa, agar teguh dan maju


melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dapat dikerjakan,
sehingga menjadi watak yang melekat pada jiwa tersebut.
Kemauan merupakan kebahagiaan yang tak ada
tandingannya bagi orang yang memiliki sifat itu. Dengan
kemauan itu orang mau bekerja dan taraf hidupnya
meningkat. Dengan kemauan itu pula dia mau
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan berbahaya dan akhlak-
akhlak tercela, mampu mengendalikan atau pemimpin hawa
nafsunya. Karena kemauan itu pula seseorang menjadi
manusia sempurna. Manusia yang benar-benar sempurna
ialah manusia yang tidak mau dihalang-halangi oleh
siapapun dalam usahanya mencapai cita-citanya dan tidak
mau dihentikan oleh kesenangan hawa nafsunya, demi
mencapai apa yang dikehendakinya.40

40
Ibid., hlm. 44
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian jenis

kepustakaan (Library Research), artinya sebuah studi dengan mengkaji

buku-buku, naskah-naskah atau majalah-majalah yang bersumber dari

kepustakaan yang relevan permasalahan yang kemudian diangkat dalam

penelitian. Semua sumber tentunya berasal dari bahan-bahan tertulis yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian dan dokmentar literatur lainnya.

Karena jenis ini adalah jenis kepustakaan, maka penulis dalam

mengkaji konsep pemikiran pendidikan Syekh Musthofa al-Gholayaini

dengan bantuan buku yang kemudian penulis ambil dari tulisan atau

karangan beliau dan juga tulisan orang lain yang menceritakan tentang

kehidupan maupun pemikiran Syekh Musthofa al-Gholayaini.

B. Sumber Data

1. Sumber Data Primer

Adapun referensi yang menjadi sumber primer adalah kitab

‘Idhotun Nasyiin karya syaikh Musthofa al-Ghalayini.

2. Sumber Data Sekunder

Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah

kitab ‘Idhotun Nasyiin, internet, buku-buku tentang pendidikan dan


33

juga buku-buku lainnya yang ada relevansinya dengan obyek

pembahasan penulis.

C. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam

pembahasan ini adalah dengan metode:

1. Dokumentasi

Dalam hal ini peneliti mencari data yang berhubungan dengan

hal-hal atau variabel yang berupa catatan, trasnkrip, buku, surat kabar,

majalah agenda dan lain sabagainya. Kemudian penulis

mengumpulkan buku yang nantinya menjadi sumber data primer yaitu

kitab ‘Idhotun Nasyiin dan sumber data sekunder yaitu terjemahan

kitab ‘Idhotun Nasyiin dan juga buku-buku yang relevan lainnya.

2. Wawancara

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara terhadap pengajar

kitab ‘Idhotun Nasyiin agar mendapatkan data yang lebih akurat.

Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan dengan

cara yang sistematis yang berhubungan dengan masalah sesuai dengan

yang diteliti, sehingga diperoleh suatu data dan informasi sebagai

bahan dalam penulisan.

D. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil kajian

pustaka, wawancara, ataupun dokumentasi, dengan cara


34

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-

unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.41

Perlu digaris bawahi di sini, bahwa analisis data adalah suatu

proses. Proses analisis data pada dasarnya sudah mulai dikerjakan

sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif.

1. Menggunakan metode Content Analisis atau analisis isi.

Yaitu sebuah tehnik yaitu suatu tehnik yang digunakan untuk

menentukan atau menterjemahkan teks naskah sehingga memperoleh

makna dan nuansa disajikan secara khas.

Menurut Berelson & Kerlinger, Content analysis atau analisis

isi merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis

suatu isi atau pesan yang disampaikan dengan sistematik dan juga

objektif terhadap pesan yang tampak. Sedangkan menurut Budd,

analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan

dan mengolah pesan untuk mengobservasi dan menganalis isi dari si

perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.42

Dalam penelitian ini metode Content Analisis penting digunakan untuk

menentukan atau menterjemahkan teks naskah sehingga memperoleh

makna dan nuansa yang disajikan secara khas.

41
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002), 68-69
42
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2010), 232.
35

Sisi penting metode analisis isi dapat dilihat dari sifatnya yang

khas. Dengan metode ini, pesan media bersifat otonom. Sebab, peneliti

tidak bisa mempengaruhi objek yang dihadapinya. Perhatian

peneliti hanya diarahkan pada pesan yang sudah lepas dari

penyampainya. Oleh karena itu, kehadiran peneliti tidak mengganggu

atau berpengaruh terhadap penyampai dalam mengeluarkan pesan,

tidak memiliki hubungan dengan sang peneliti. Bahkan, dalam

penelitian yang dilakukan atas percakapan yang berlangsung dalam

komunikasi antarperseorangan, peneliti merupakan orang luar yang

sama sekali tidak mencampuri mekanisme percakapan yang sedang

berlangsung. Ia hanya merekam percakapan tersebut dan

menganilisisnya setelah terpisah dari pihak-pihak yang bercakap-

cakap.

2. Metode Analisa Historis.

Selain itu, jika melihat pada jenis permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini, maka analisis data dalam penelitian ini

bisa menggunakan Metode Analisa Historis.

Dengan metode ini penulis bermaksud untuk menggambarkan

sejarah biografis Syaikh Musthafa al-Ghalayaini yang meliputi riwayat

hidup, pendidikan, karir politik, serta karya-karyanya.

3. Metode Analisis Deskriptif.

Selain metode diatas, metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Metode Analisis Deskriptif. Yaitu metode yang


36

menguraikan secara teratur seluruh konsepsi dari tokoh yang dibahas

dengan lengkap tetapi ketat.

Adapun data pokok yang digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ini adalah referensi primer yang sedang dikaji, yaitu kitab

„Idhatu An-Nasyi‟in karya Syaikh Musthofa Al-Ghalayaini. Yang

karena dalam kitab tersebut ada 44 bab, maka akan dikatagorikan ke

dalam beberapa bagian serta akan diambil beberapa bab yang sesuai

dengan tema yang akan dikaji, yaitu tentang tujuan pendidikan

menurut Syaikh Musthofa Al-Ghalayaini. Kemudian tema tersebut

akan dipersempit lagi ke arah sifat-sifat anak didik

E. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam tahap penelitian ini bahwa rencana pelaksanaan penelitian

yang akan dilakukan peneliti yaitu rencana yang dilaksanakan oleh

peneliti. Sedangkan tahap-tahap dalam penelitian kepustakaan menurut

Kuhlthau43 , adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan Topik

Pemilihan topik dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

pengamatan secara singkat dilingkungan pesantren tempat peneliti.

Peneliti melihat bagaimana karakter dari peserta didik butuh untuk di

arahkan sebagaimana konsep yang di bangun oleh Syaikh Musthofa al-

Ghalayaini dalam kitab beliau yaitu Idhatun Nasyiin. Dalam kitab

43
Milla Tunna Imah, Budi Purwoko, “Studi Kepustakaan Penerapan Konseling Neuro Linguistic
Programming (NLP) Dalam Lingkup Pendidikan”, Jurnal Pendidikan, hlm 13.
37

tersebut banyak dijelaskan tentang yang berhubungan dengan karakter

peserta didik.

2. Eksplorasi Informasi

Setelah peneliti melakukan observasi singkat, peneliti

melakukan eksplorasi informasi menggunakan beberapa search engine

salah satunya yakni google scholar untuk mencari tahu seputar

penelitian-penelitian yang sudah dilakukan yang nantinya disesuaikan

dengan topik yang akan diangkat.

3. Menentukan Fokus Penelitian

Setelah peneliti melakukan eksplorasi informasi, peneliti mulai

menetapkan beberapa fokus penelitian yang akan digunakan sebagai

bahan penelitian.

4. Pengumpulan Sumber Data

Sumber data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara

mengumpukan jurnal, artikel ataupun berupa wawancara yang

berkaitan dengan variabel yang diteliti.

5. Persiapan Penyajian Data

Setelah sumber data dikumpulkan, peneliti mulai menyunting

serta menganalisis data yang sesuai dengan variabel yang diteliti.

6. Penyusunan Laporan

Setelah data yang akan disajikan terkumpul dan sudah sesuai

dengan variabel yang akan diteliti, dilakukan penyusunan laporan dan


38

disesuaikan dengan panduan penyusunan tugas akhir penelitian

kepustakaan.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Biografi Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

1. Biografi Syaikh Musthafa Al-Ghalayini

Nama lengkap Syaikh Musthafa al-Ghalayaini adalah Musthafa

bin Muhammad Salim al-Ghalayini. Dalam kitab “Mu’jam al-

Muallafin Tarajum mushanafi al-Kutub al-Arabiyah” yang kemudian

ditulis oleh Umar ridho Kahalah, ia mengatakan bahwa Syaikh

Musthafa al-Ghalayaini dilahirkan pada tahun 1303 Hijriyah atau

bertepatan pada tahun 1808 Masehi. Walaupun demikian , dengan

dikruniai umur kurang lebih 59 tahun. Dari umur beliau yang 59 tahun

itu ternyata telah banyak sekali predikat atau gelar yang beliau

sandang. Diantara gelar yang beliau sandang ialah selain beliau dikenal

sebagai ulama yang perpandangan modern dan berkaliber internasional

beliau adalah seorang wartawan, penulis, penyair, orator, linguis,

politikus, kolomnis, maupun wartawan.

Syaikh Musthafa al-Ghalayaini lahir di kota Beirut, ibu kota

negara Libanon. Di masa pertumbuhannya al-Ghalayaini ketika masih

kecil sudah menunjukkan kecerdasan intelektual yang melebihi dari

teman-temannya. Dan ia mendapatkan pendidikan dasar dari guru atau

syaikh yang terkenal di masa itu, diantaranya adalah Muyyiddin al-

Khayyath, Abdul Basith al-Fakhuri, Sholih al-rofi’ie dan lainnya.

Setelah ia menyelesaikan pendidikan dasar dan pendidikan menengah


40

di tanah kelahirannya, beliau kemudian melanjutkan pendidikan

tingginya di Mesir, tepatnya di Universitas al-Azhar Kairo, di sana

beliau berguru kepada seorang yang di dunia Islam terkenal sebagai

pembaharu pemikiran Islam, yakni Muhammad Abduh.

Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh terhadap Syaikh

Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in terlihat dari

gaya, dan penulisan dalam isi kitab ini. Kontribusi pemikiran

Muhammad Abduh yang bersifat rasional sangat jelas dalam kitab ini.

Hal tersebut sangat jelas dalam pembahasan tentang pembaharuan,

kemerdekaan, rakyat dan pemerintah yang menekankan kepada

kebebasan berfikir, berpendapat dan bernegara. Pemikiran Muhammad

Abduh yang juga sangat jelas mempengaruhi pemikiran Syaikh

Musthafa al-Ghalayaini dalam hal ini dijelaskan pentingnya seseorang

memiliki sifat tawwakal. Dalam konteks ini. Muhammad Abduh

menyatakan bahwa terdapat dua ketentuan yang sangat mendasari

perbuatan manusia, yaitu: pertama, manusia melakukan perbuatan

dengan gaya kemampuannya. Kedua, kekuasaan Allah adalah tempat

kembali yang terjadi.

Pemikiran Muhammad Abduh juga mempengaruhi pemikiran

Syaikh Musthafa al-Ghalayaini baik dalam hal gagasan maupun dalam

hal pembaharuan gerakaannya yang terlihat modernis puritanis.

Muhammad Abduh adalah seorang reformis yang toleran, liberal dan

kaya akan gagasan modern. Akan tetapi di satu sisi, Muhammad


41

Abduh dilihat sebagai seorang alim, mujtahid, dan penganjur doktrin

orisinalitas Islam.

Setelah Syaikh Musthafa al-ghalayaini menamatkan pendidikan

di al-Azhar Kairo, beliau kembali lagi ke Beirut dan aktivitasnya tiada

lain adalah mengamalkan seluruh ilmu yang telah didapatkan di Kairo

tersebut. Beliau aktif mengajar di beberapa Universitas. Di antaranya

ialah Universitas Umari, Maktab Suthani, sekolah tinggi Utsmani, dan

sekolah tinggi Syari’ah lainnya.44

Selain aktif sebagai pengajar beliau juga sangat berminat

menggeluti dunia penerbitan. Beliau menerbitkan majalah Nibrasy di

Beirut dan berpartisi aktif dalam dunia perpartaian, yakni dengan

bergabungnya beliau kepada kelompok Hizb al Ittihad al-Taraqqi

(Pertai Persatuan Pembangunan). Tapi, tidak berapa kemudian beliau

mengundurkan diri dari keterlibatnya di partai tersebut dan bergabung

dengan Hizb al-I‟tilaf (Partai koalisi). Sama seperti di partai

sebelumnya, atas ketidak sepahaman pendapat dengan golongan elit

terpelajar yang bergabung dengan partai itu, beliau lagi-lagi

mengulangi keputusannya untuk menarik diri. Menurutnya kejelekan

mereka adalah terlalu mengabdikan diri kepada pemimpin keagamaan

tradisional yang cenderung sektarian dan non-egaliter. Partai-partai

politik yang ada juga tidak dapat diterimanya karena mereka

cenderung akomodatif hanya terhadap salah satu kelompok saja dan

Chisnul A’la, “Implementasi Dakwah Kepada Pemuda Studi Analisis Kitab Idhatun Nasyi’in
44

Karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini”, https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8692/1/SKRIPSI


%20LENGKAP.pdf (1 November 2021)
42

tidak aspiratif serta mau berjuang dan membela masyarakat umum. Hal

inilah yang mendorong Syeikh Mustafa Al-galayainibeserta para

intelektual lainya dengan gagasan, visi dan misi yang sama terketuk

untuk membentuk partai baru yang disebut dengan Hizb-al-Islah

(Partai Reformasi), Maka sesuai namanya partai ini lebih beriontasi

kepada perjalanan Islam yang bernuansa reformis dan modernis serta

membela hak-hak orang yang tertindas dan mewujudkan masyarakat

umum.

Setelah sekian lama berkecimpung dalam percaturan partai

politik, beliau kemudian oleh pemerintah diangkat menjadi orator (ahli

pidato) untuk mendampingi pasukan Ustmani IV pada perang dunia

pertama. Beliau juga menyertainya dalam perjalanan dari damaskus

menyebrangi gurun menuju Terusan Zues dari Arah Isma‟iliyah, dan

ikut hadir di medan perang walaupun kemudian mengalami suatu

kekalahan.

Beberapa peristiwa yang melingkupi perjalanan karir beliau,

baik yang berkaitan dengan dunia politik dan perang telah memberikan

pelajaran sangat berarti bagi diri al-Ghalayaini. Berdasarkan keinginan

yang kuat untuk mengbdikan diri kepada dunia pendidikan, beliau lagi-

lagi ke Beirut dan aktif sebagai tenaga pengajar. Di sela-sela

kesibukannya sebagai tenaga edukatif, beliau mendapatkan

kepercayaan dari pemerintah yang waktu itu negara berada di bawah

pemerintahan raja Faisal untuk mengunjungi kota Damaskus, dan


43

disana beliau diangkat sebagai pegawai di kantor administrasi

keamanan publik sekaligus juga sebagai tenaga sukarela pada tentara

arab.

Di tahun berikutnya kembali ke Beirut, lalu dengan tanpa

alasan yang jelas beliau ditahan oleh pemerintah, tapi tidak lama

kemudian beliau dibebaskan. Sebagai seorang yang suka berkelana dan

menjelajah dari suatu kota ke kota lainya yang masih dalam lingkup

tanah Arab, beliau kemudian pergi ke Jordania Timur disana diangkat

sebagai pengasuh dua anak Amir Abdullah dan menetap dalam waktu

singkat.

Perjalanan ke Jordania Timur membuatnya tidak betah

berlama-lama di negeri orang, lalu kembali lagi ke Beirut. Tapi

sesampainya di Beirut bukan malah mendapatkan suatu penyambutan

yang meriah, melainkan suatu penahanan yang dilakukan oleh otoritas

Prancis yang sudah lama berada di tanah Beirut untuk kemudian

diasingkan ke Negara palestina dan selanjutnya menetap di daerah

Haifa.

Setelah dibebaskan dari pengasingannya dan menghirup

kembali alam bebas, beliau berniat kembali ke tanah kelahiranya, yaitu

Beirut. Beliau ternyata masih mendapat kepercayaan dari rakyat untuk

memangku beberapa jabatan sekaligus, di antaranya adalah beliau

diangkat sebagai kepala Majelis Islam, hakim Syari‟ahserta penasehat

pada Mahkamah Banding Syari‟ah Sunni sekaligus terpilih sebagai


44

anggota dewan keilmuan Damaskus. Beliau wafat dibeirut pada

tanggal 17 Februari 1945 tepat diusianya yang ke 59 tahun.45

2. Karya-karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

Menurut Ibrahim Abdul Karim, karya-karya Syaikh Musthafa

al-Ghalayaini sebagai berikut:46

a. ‘Idhatun Nasyi’in

b. Al-Hijab fi al-Islam

c. Al-Islam Ruh al-Madinah aw al-Din al-Islam

d. Jami’ al-Durus al-Arabiyah

e. Nazratu fi Kitab al-Sufur wa al-Hijab al-mansub li Nadzari Zain

al-Din

f. Nazraratu fi al-Lughah wa al-Adab Diwan Sya’run

Sedangkan menurut Heri Sucipto, karangan Syaikh Musthafa

al-Ghalayaini diantaranya:

a. ‘Idhatun an-Nasyi’in

b. Lubib al-Khiyar fi Sirah al-Nabi al-Mukhtar

c. Jami’ al-Durus al-Arabiyah

d. Al-Tsurayya al-madhiyah fi al-Dhurus al-Arudhiyah

e. Uraij al-Zahr

3. Ruang Lingkup dan Isi kandungan Kitab ‘Idhatun an-Nasyi’in

45
Syuyuti, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Persfektif Syaikh Musthafa al-Ghalayaini Dalam Kitab
‘Idhatun Nasyi’in”, http://digilib.uinsby.ac.id/34163/3/Imam%20Achmad
%20Suyuthi_D01215017.pdf (1 November 2021).
46
Ibid., hlm, 70-71.
45

Buku yang ditulis oleh seorang pemikir dan reformasi sesuai

dengan judulnya, yang mana banyak pesan sebagai pembimbing

generasi- generasi muslim agar mereka menjadi pribadi yang bersih

dari sifat-sifat tidak terpuji, berakhlak mulia dan mengerti, bagaimana

seharusnya ia bersikap menghadapi segala peristiwa yang dialami

bangsanya. Dari individu-individu itulah yang nantinya akan terbentuk

masyarakat dan bangsa yang beradab dan bermoral yang senantiasa

menjunjung tinggi kebenaran sejati, sehingga menjadi bangsa yang

tetap eksis. Sesungguhnya suatu bangsa akan hidup dan tetap hidup,

selama mereka bermoral dan beradab, jika moral bangsa itu bejat,

maka akan hancur dan binasalah mereka.

Umat Islam pernah menjadi bangsa yang kuat dan berwibawa,

kini justru menjadi bulan-bulanan kepentingan oleh bangsa lain.

Bangsa lain begitu gigih untuk melumpuhkan bangsa dan umat yang

beragama Islam dengan berbagai cara dari zaman ke zaman dimana

diantaranya ialah menciptakan kondisi umat Islam yang bebas tidak

terikat dengan norma-norma agama dan akhlak sebagai pegangan

hidup. Dengan cara ini mereka berharap akan muncul generasi yang

dapat menuruti kemauan-kemauan yang imperalis, generasi yang

pemalas, senang hidup mewah dan berfoya-foya, tida peduli dengan

persoalan-persoalan penting, selalu berusaha mencari kesenangan,

selalu mementingkan kepentingan pribadi dengan segala cara,

mengesampingkan kepentingan bangsa. generasi yang ababila belajar,


46

maka semata-mata untuk kepentingan pribadi dan kesenangannya.

Apabila bekerja, maka untuk kesenangan pribadi. Apabila menadi

pejabat, juga berusaha untuk kesenangan dan kepentingan sendiri.

Apabila kondisi umat Islam seperti ini, maka tamatlah riwayat mereka.

Di tengah-tengah umat Islam dalam keadaan yang

memprihatinkan tersebut, maka muncullah kitab ‘idhatun Nasyi’in

oleh ulama besar Mesir, ialah Syaikh Musthafa al-Ghalayaini untuk

menyelamatkan mereka dari jurang kebinasaan. Isinya bukan hanya

menawarkan sederetan teori ilmiah, melainkan juga arahan operasional

yang lebih praktis.47

Selanjutnya berkenaan dengan isi kandungan kitab tersebut,

bahwa kitab ini secara keseluruhan berisi tentang ajaran moral dan

menjalani proses kehidupan dengan nuansa pribadi yang penuh

optimisme. Sehingga kemudian akan tercipta sebuah komunitas

masyarakat yang benar-benar menjujung tinggi moral dan mencegah

akan terjadinya dekadensi moral yang sudah demikian parah. Adapun

tema-tema yang tertuang dalam kitab tersebut terdiri dari empat puluh

empat tema, yaitu sebagai berikut:

1. Berani maju kedepan

2. Sabar

3. Kemunafikan

4. Al-Ikhlas

5. Putus Asa
47
Fadlil Said an-Nadwi, Terjemah‘Idhatun Nasyi’in (Surabaya: Al-Hidayah, 2000), iii-iv.
47

6. Harapan

7. Kelician

8. Bertindak Tanpa Perhitungan

9. Keberaniandan

10. Kemaslahatan Umum

11. Kemuliaan

12. Lengah dan Waspada

13. Revolusi Budaya

14. Rakyat dan Pemerintah

15. Tertipu Oleh Perasaan Sendiri

16. Pembaruan

17. Kemewahan (Pemborosan)

18. Agama

19. Peradaban

20. Nasionalisme

21. Kemerdekaan

22. Macam-macam Kemerdekaan atau Kebebasan

23. Kemauan

24. Kepemimpinan

25. Orang-orang yang Ambisi Menjadi Pemimpin

26. Dusta dan Sab//ar

27. Kesederhanaan

28. Kedermawanan
48

29. Kebahagiaan

30. Melaksanakan Kewajiban

31. Dapat Dipercaya

32. Hasud dan Dengki

33. Tolong-menolong

34. Sanjungan dan Kritikan

35. Fanatisme

36. Para Pewaris Bumi

37. Tragedi Pertama

38. Tunggulah Saat Kehancuran

39. Menyempurnakan Pekerjaan Dengan Baik

40. Wanita

41. Berusaha dan Tawakal

42. Percaya Diri

43. Pendidikan

44. Nasehat Terakhir

B. Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

Pendidikan merupakan sarana paling strategis untuk membesarkan,

mendorong, dan mengembangkan warga negara untuk memiliki keadaban

yang mana merupakan ciri serta karakter paling pokok dari masyarakat

Madani. Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai markas penyimpanan

kekuatan yang sangat luar biasa yang memiliki akses ke seluruh aspek

kehidupan. Memberikan informasi paling beharga mengenai pegangan


49

hidup masa depan di dunia, serta membantu generasi muda, peserta didik,

atau murid dalam mempersiapkan kebutuhan yang esensial untuk

menghadapi perubahan.48

Sedangkan untuk membangun strategi masyarakat yang madani di

Indonesia dapat dilakukan secara integrasi nasional dan politik, reformasi

sistem politik demokrasi, pendidikan, dan penyandaran politik.49

Artinya pendidikan sangat berperan strategis dalam mendukung

dan mempercepat untuk membentuk masyarakat Madani. Oleh karenanya

perlu sekali untuk mengembalikan pendidikan kapada fungsinya agar

nantinya dapat menjadi ruang gerak seluas-luasnya tehadap esensial

pendidikan itu sendiri.

pendidikan merupakan hal utama untuk mencapai kehidupan

sejahtera dan damai, sebagaimana beberapa pendapat mengenai

pendidikan:50

pertama, menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, pendidikan

adalah:

proses mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi,


masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai
suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi
asasi dalam masyarakat.
Kedua, menurut Hasan Langgulung, pendidikan ialah:
Suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan
untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-
kanak atau orang yang sedang dididik.
Ketiga, menurut Ahmad Fuad al-Ahwany:
48
Yanuar Arifin, Pemikiran-pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan Islam (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2018), 9.
49
A. Ubaedillah, Abdul Rozak, Demokrasi, Hak Asasi manusia dan Masyarakat Madani (Jakarta:
Prenada Media Grup, 2010), 194.
50
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media Grup, 2012), 28-30
50

Nidzam ijtima’iy yan-ba’u min falsafah kulli ummat, wa huwa al-


ladzi yath-biqu hadzihi al-falsafah au yabrizuha ila al-wujud.
(pendidikan adalah pranata yang besifat sosial yang tumbuh dari
pandangan hidup tiap masyarakat. Pendidikan senantiasa sejalan
dengan pandangan falsafah hidup masyarakat tersebut, atau
pendidikan itu pada hakikatnya mengaktualisasikan falsafah dalam
kehidupan nyata).
Keempat, menurut Ali Khalil Abul ‘Ainain:
Amaliyah ijtima’iyah, waliza fahiya takhtalifu min mujtama’li
akhar hasba thabi’ah zalika al-mujtama wa a-qawiy al-tsaqafah
al-mu’atsarah fihi, bi al-idhafah ia al-qoyyim al-ruuhiyah wa al-
falsafah al-latiy ikhtaraha wa irtadhaha litaysiri alaiha hayatuha,
wa makna zalika anna al-tarbiyah tusytaqu ahdafuha min ahdap
al-mujtama’, wa tuhaddidu khatwuha libulugh tilka al-ahdaf, wa
haula tilka al-ahdaf taduru falsafatuha, wa min tsama takhtalifu
falsafah al-tarbiyah min mujtama’ ila akhara, bi ikhtilaf al-dzuruf
al-mukhithah bi kulli mujtama’, wa falsafatuhu al-latiy tushilu
ilaiha limujabihat tilka al-dzuruf.
(Pendidikan adalah program yang bersifat kemasyarakatan, an oleh
karena itu, setiap falasafah yang dianut oleh suatu masyarakat
berbeda dengan falsafah yang dianut oleh masyarakat lain sesuai
dengan karakternya, serta kekuatan peradaban yang
memengaruhinya yang dihubungkan dengan upaya menegakkan
spiritual dan falsafah yang dipilih dan disetujui untuk memperoleh
kenyamanan hidupnya. Makna dari ungkapan tersebut ialah bahwa
tujuan pendidikan diambil dari tujuan masyarakat, dan perumusan
operasionalnya ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut, dan di
sekitar tujuan pendidikan tersebut terdapat atmosfer falsafah
hidupnya. Dari keadaan yang demikian itu, maka falsafah
pendidikan yang terdapat dalam suatu masyarakat berbeda dengan
falsafah pendidikan yang terdapat pada masyarakat lainnya, yang
disebabkan perbedaan sudut pandang masyarakat lainnya, serta
pandangan hidup yang berhubungan dengan sudut pandang
tersebut).
Kelima, menurut Muhammad Athiyah al-abrasyi:
Fa al-tarbiyah al-islamiyah lam takun kulluha diniyyatan wa
khulqiatan wa ruhiyatan, wa lakin hadzihi al-nahiyah kanat
musaithiran ala al-nahiyah al-nafi’ah, wa lam takun fi asasiha
madiyatun, bal kaanat al-maddah au kasb al-rizq amran
tsanawiyan fi al-ta’allum, wa qad kaana min ra’yi al’Farabi, wa
ibn Sina, wa Ikhwan al-Shafa anna al-Kamaal al-insany la
yuttahaqqaqu illa bi al-taufiq bain al-din wa al-ilm.
(Pedidikan Islam tidak seluruhnya besifat keagamaan, akhlaq, dan
spiritual, namun tujuan ini merupakan landasan bagi tercapainya
tujuan yang bermanfaat. Dalam asas pendidikan Islam tidak
51

terdapat pandangan yang bersifat meterialistis, namun pendidikan


Islam memandang materi, atau usaha mencari rezeki sebagai
masalah temporer dala kehidupan, dan bukan ditujukan untuk
mendapatkan materi semata-mata, melainkan untuk mendapatkan
manfaat yang seimbang. Di dalam pemikiran al-Farabi, ibnu Sina
dan Ikhwan al-Shafa terdapat pemikiran, bahwa kesempurnaan
seseorang tidak mungkin akan tercapai, kecuali dengan
menyinergikan antara agama dan ilmu).

Musthafa al-Ghalayaini berpendapat bahwa pendidikan merupakan

penanaman etika yang mulia pada jiwa anak yang sedang tumbuh dengan

cara memberi petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki potensi-potensi

dan kompetensi jwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat

bijak, baik cinta akan kreasi dan berguna bagi tanah airnya.51

Pendidikan adalah sarana yang paling strategis untuk menanamkan

nilai-nilai, ajaran, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya yang datang

dari luar ke dalam diri peserta didik.

di dalam dunia pendidikan, perlu sekali adanya pendidikan Islam,

karena pendidikan Islam dapat mengarahkan manusia kepada kehidupan

yang lebih baik dan dapat mengangkat derajat kemanusiaan. Dalam hal ini,

maka penting untuk diberikan kepada peserta didik, terutama dalam

mengantisipasi krisis moral sebagai dampak negatif dari era globalisasi

yang melanda bangsa Indonesia.

Sebagai negara yang mayoritas muslim, pendidikan Islam

mempunyai peran yang sangat signifikan di Indonesia dalam

mengembangkan karakter, sehingga masyarakat yang tercipta merupakan

51
Fadlil Said an-Nadwi, Terjemah Idhatun Nasyi’in, 299.
52

cerminan masyarakat islami. Dengan demikian Islam benar-benar menjadi

rahmatan lil ‘alamin, rahamat bagi seluruh alam.52

1. Tujuan Pendidikan Menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

Tujuan merupakan standart usaha yang dapat ditentukan, serta

mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk

mencapai tujuan-tujuan lain. Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang

gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan,

dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi

pada usaha-usaha pendidikan.53

Tujuan pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini ialah

usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa anak-anak. Akhlak yang

sudah tertanam itu harus disirami dengan bimbingan dan nasihat, sehingga

menjadi watak atau sifat yang melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah

tanaman akhlak itu akan tampak berupa amal perbuatan yang mulia dan

baik serta gemar bekerja demi kebaikan negara.54

Tujuan dari pendidikan sebagaimana yang sudah dipaparkan oleh

peneliti di atas, juga dapat menjadi benteng pertahanan menghadapi

musuh-musuh kemalasan dan berbagai sifat-sifat negatif lainnya.

Sebagaimana wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap salah

seorang Ustadz yang mengajarkan kitab Idhatun Nasyi’in, berikut petikan

wawancaranya, beliau mengatakan:

52
Ami Primarni, Khairunnas, Pendidikan Holistik (Jakarta: AMP Press PT. Al-Mawardi Prima,
2016), 27.
53
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2010), 71
54
Fadlil Said an-Nadwi, Terjemah Idhatun Nasyi’in, 299.
53

“pendidikan bisa digunakan sebagai senjata untuk melawan


musuh-musuh kemalasan dan berbagai sifat negatif yang berasal
dari penyakit sosial, sehingga nasihat-nasihat yang diberikan oleh
Syaikh Musthafa al-Ghalayaini diharapkan dapat digenggam oleh
para remaja untuk menghadapi masa yang akan datang dan sebagai
modal di masa yang akan datang”55

Pendidikan adalah suatu persoalan, maka penting dan agung

nilainya. Imam al-Ghazali berkata: bahwa anak adalah sebuah kepercayaan

dari Allah kepada orang tuanya. Hati anak yang masih belum tersentuh

kotoran itu dapat dikatakan sebagai permata yang sangat mahal, hati

mereka masih bersih dari segala macam gambar dan juga lukisan.

Seandainya mereka dibiasakan melakukan sesuatu yang baik, maka

mereka akan tumbuh dengan baik. Bukan hanya orang tuanya saja yang

mendapat nilai kebaikannya, akan tetapi guru dan juga pendidiknya pun

akan mendapatkannya. Sebaliknya, jika seorang anak dibiasakan untuk

melakuan hal-hal yang tidak terpuji dan ditelantarkan, maka mereka akan

celaka, sengsara dan durhaka. Jika demikian, maka orang tua dan

pengasuhnya akan menanggung dosa dan kesalahan-kesalahan yang

diperbuat anak tersebut.56

Pendidikan adalah suatu usaha untuk memberikan bantuan atau

menolong pengembangan manusia sebagai makhluk hidup individu sosial,

makhluk yang besosial, dan makhluk yang berkeagamaan. Pendidikan

merupakan upaya yang terencana dalam proses bimbingan dan

pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi

manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu sehat, dan


55
Ustadz Dwiki, Wawancara, 1 November 2021.
56
Ibid., hlm. 299.
54

berakhlak mulia, baik dilihat dari aspek jasmani maupun rohani. Dengan

kata lain pendidikan merupakan suatu upaya mewariskan nilai-nilai yang

akan menjadi penolong dan penentu dalam menjalani kehidupan dan

sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban manusia.57

2. Sifat-sifat Anak Didik Menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

Sebagai kitab nasihat dan motivasi, kitab ini memang ditujukan

untuk kalangan pelajar Islam. Dari 44 bab yang ada, kesemuanya

merupakan anjuran dan motivasi kepada mereka peserta didik. Idhatun

Nasyi’in adalah kitab untuk mendorong pelajar agar kritis dan terbuka.

Sehingga pembelajaran kitab ini dilakukan setelah penanaman kitab ta’lim

wa muta’allim sebagai penyeimbang.

Nasihat-nasihat yang tertuang di dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in

mengenai sifat-sifat anak didik, keseluruhannya mempunyai nilai-nilai

kebaikan yang pantas sebagai referensi dalam rangka pendidikan karakter.

Sebagaimana wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap salah satu

informan. Berikut ini adalah wawancara peneliti dengan Ustadz Ma’rifandi

Hidayat sebagai pengajar kitab ‘Idhatun Nasyi’in di sebuah pondok

pesantren. Berikut isi wawancaranya:

“Kitab ‘Idhatun Nasyi’in ini sangat penting untuk dimiliki


oleh generasi muda sebab banyak nasihat-nasihat yang diberikan
oleh pengarangnya, sehingga kitab ini cocok sebagai bahan
referensi. Di dalamnya ada membahas nilai-nilai seperti jujur, kerja
keras, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerja sama, adil peduli,
dan nasionalisme yang semuanya dibahas dengan secara menarik
di dalam kitab ini. Sedangkan kelebihan dari kitab ini yaitu
bahasanya sangat mudah dipahami bagi pembacanya, terutama

57
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelaja, 2005), 85.
55

yang mahir berbahasa arab, jika belum bisa atau mengerti bahasa
arab, sudah ada versi terjemahnya ke dalam bahasa Indonesia”.58

Dari keseluruhan tema yang disampaikan oleh pengarang hingga

akhir yang berisi nasehat-nasehat yang penuh akan hikmah, berikut akan

penulis uraikan isi terjemahnya dari setiap tema yang ada di dalam kitab

‘Idhatun Nasyi’in karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini.

‫اَلِْإقْ َدام‬

‫ ُمْنتَ ِف ًعا‬,‫ض‬
ِ ‫ب األ َْر‬ ِ ‫ س‬,‫خلَق اهلل ا ِإلنْسا َن لِي ُكو َن ع ِاماًل لِماحُي يِي ِه‬
ِ ِ‫اعيًا ىِف َمنَاك‬ َ ْْ َ َ ْ َ َ ُ َ َ
ِ ِ ‫هِت‬
َ ‫ َدائِبًا فْي َما َيعُ ْو ُد َعلَْي ِه َو َعلَى جَمْ ُم ْو ِع األ َُّم ِة بِْلخَرْيِ اجلَ ِّم َواَل يَ ُك ْو ُن ذَل‬,‫خِب َْيَرا َا‬
‫ك إِاَّل بِإلقْ َد ِام‬

‫وبَ ْذ ِل اجْلُ ْه ِد‬.


َ
ِ ‫ك الع َقب‬ ِ ِ ِ ِ َّ ْ‫إِ َّن الْ َّسلَف ال‬
َ‫الص ْعبَة‬
َّ ‫ات‬ َ ‫صال َح مَلْ َيْبلُ ْغ تِْل‬
َ َ َ ‫ َومَلْ يَ َذلِّ ْل ت ْل‬,َ‫ك الْ َعظَ َمة اهلَائلَة‬ َ
‫ص ْل إىَل َما يَطَأْطَأُ ِعْن َد ِذ ْك ِر ِه ُك ُّل َرأْس إِاَّل بِا ِإلقْ َد ِام َوإِثَ َار ِة اهْلِ َّم ِة‬
ِ ‫املرَت َقى ومَل ي‬.
َ ْ َ ُْ
‫ إاَّل َب ْع َد َع ْن‬,‫ك الغَايَِة‬ ِّ ‫ َومَلْ يُ َق‬,‫َخ ْر َع ْن َه ِذ ِه امل ْرَتبَ ِة‬
َ ‫ص ْر َع ْن تِْل‬ َّ ‫ف مَلْ َيتَأ‬
َ َ‫َوإِ َّن اخلَل‬
َ
‫ات احلَْزِم‬
ِ َ‫َت َقاعس ع ِن العم ِل النَّافِ ِع وأَحجم ع ِن األخ ِذ بِ َشت‬.
ْ َ ََ ْ َ ََ َ َ َ
ِ َ‫َس ِد الب‬
,‫اسل‬ ِ ِ ‫ِ ىِف‬ ِ َّ
َ ‫إن ىف يَد ُك ْم ْأمَراأل َُّمة َو إقْ َدام ُك ْم َحيَُت َها فأقْد ُموا إقْ َد َام األ‬
‫ َو ُه َو‬+, ٌ‫ َواهللُ لَ ُك ْم ُمعِنْي‬.ُ‫ حَتْ َي بِ ُك ْم األ َُّمة‬,‫الص ِل‬
ِ ‫الص‬ ِ ‫الروايا حَتْت َذ‬
َّ ‫ات‬ ‫و ْنه هِن‬
َ َ َ َّ ‫ضوا‬ ُ ُ ‫ضوا‬ُ َ َ
ِ
َ ‫جَيْ ِزى املُْقدمنْي‬
Al-Iqdam (Berani maju kedepan)

Allah SWT menciptakan manusia ini agar mereka mau bekerja

untuk mendapatkan sesuatu yang menunjang kehidupannya, agar berusaha

58
Ustadz Ma’rifandi Hidayat, Wawancara November, 2 November 2021.
56

disuluruh pelosok bumi, mencari hasil – hasil (kekayaan) bumi yang

manfaatnya kembai kepada mereka sendiri dan kepada seluruh umat.

Semua itu tidak akan tercapai kecuali dengan keberanian dan

pengorbanan.

Sesungguhnya orang – orang baik terdahulu, tidaklah dapat

mencapai kejayaan yang luar biasa, tidak dapat menaklukan rintangan –

rintangan sulit dan tidak dapat pula mencapai tingkatan yang membuat

orang mengaguminya, kecuali dengan keberanian dan kobaran cita – cita

yang mulia.

Sementara orang – orang yang hidup di zaman sekarang ini tampak

tertinggal, tidak dapat mencapai derajat seperti orang – orang terdahulu

dan tidak mampu mencapai cita – cita itu disebabkan mereka tidak berani

maju dan tidak berani melakukan usaha yang baik dan berguna serta

enggan menghadapi tantangan demi tercapai keinginan. Sebenarnya,

ditanganmulah urusan umat ini. Kehidupan mereka terletak pada

keberanianmu. Oleh karena itu, majulah dengan penuh semangat dan

keberanian, seperti harimau yang garang. Bangkitlah (dengan segala

semangat dan kekuatan) bagai unta yang memikul muatan dalam iringan

suara genta yang membangkitkan semangat, pasti umat ini akan hidup.

Allah SWT adalah penolong kalian semua. Dia lah yang memberi balasan

kepada orang – orang yang berani maju.59

59
Musthafa a-Ghalayaini, ‘Idhatun Nasyi’in, Penerjemah Fadlil Sa’id An-Nadwi (Surabaya: Al-
Hidayah, 2000), 1.
57

Mencari ilmu membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan

pelajar itu sendiri. Sejalan dengan pemikiran Syaikh Musthafa al-

Ghalayaini terkait sifat peserta didik harus berani maju ke depan yaitu

pemikiran tokoh pendidikan di era modern. Mel siberman profesor

dibidang kajian psikologi pendidikan mengungkapkan bahwasanya, pada

saat kegiatan belajar mengajar peserta didik harus berperan aktif dalam

pembelajaran. Mereka dituntut untuk mempelajari gagasan-gagasan,

memecahkan berbagai masalah, dan menerapkan apa yang mereka

pelajari.60

‫الصْبُر‬
َ

‫ اَل َم ْن يُ َقابِلُ َها‬.‫اش‬ ِ ‫صرِب َعلَى اخْلُطُو‬


َ ِ‫ب َويُ َقابِلُ ٕها َراب‬
ِ َ‫ط ٱجل‬ ِ َّ ‫إِ َّن‬
ْ ُ ْ َ‫الر ُج َل الْ َعاق َل َم ْن ي‬
‫م ْش ُد ْو ًها اَل يَ ْستَ ِقُّر َعلَى َح ٍال ِم َن الْ َقلَ ِق‬.
َ
‫ٱلت َؤ َد ِة َوٱلتَّأَىِّن فَ ِه َي تَ ْس َعى َه ِادئَةً لِتُ ِزيْ َل َما أَمَلَّ هِبَا ِم َن‬ ِ ِ ‫ٱلن ْفس‬
ُ ُ‫ٱلعاقلَةُ فْي َها َملَ َكة‬
َ ُ َّ ‫َو‬
‫ب َوتَ ْدفَ ُع َعْن َها َع ِاديَةَ ٱمل ِح ِن‬ِ َ‫ٱخْلَط‬.
َ
‫ َواِ ْن َكا َن يَ ِسْيًرا؛‬،‫ب َيْن ِز ُل‬
ٍ ْ‫اب لِ ُك ِّل َخط‬
ِ ‫ض ِطر‬ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ‫س ٱجْلَاهلَةَ فَه َي َدائ َمةٌ ٱإْل‬ ُ ‫ٱلن ْف‬
َّ ‫أ ََّما‬

‫ َواَل َت ْق ِد ُر‬.ُ‫ص ِمْنه‬ ِ ِ


َ ‫أِل َن ََّها َت ْعق ُد أَ ْن اَل قبَ َل هَلَا بَِتلَقِّْي ِه َواَل طَاقَةَ هَلَا بِ َدفْعِ ِه؛ فَ ِه َي اَل تَ ْستَ ِطْي ُع‬
َ ُّ‫ٱلت َعل‬
ِ ‫ٱلن ْفسنْي‬ ِ ِ ِ ِ ِّ ‫ٱلت َف‬
َ َّ َ ‫ َو َه َذا ُه َو ٱلْ َف ْر ُق َبنْي‬.‫صى م ْن َعاديَته‬ َّ ‫علَى‬.
َ
.‫ضائِ ِل‬ ِ ِ ِ َ ِ‫س عاقِلَ ٍة صابِر ٍة و َذال‬ ِ
َ ‫ك بَت ْع ِويْد َها ا ْكت َس‬
َ ‫اب ٱل َف‬ َ َ َ َ ٍ ‫ َذا َن ْف‬،ُ‫فَ ُك ْن أَيُّ َها ٱلنَّاشىء‬
‫ك يَ ِسْيٌر َعلَى‬ ِ ِ ُّ ‫ وٱلتَّج ُّم ِل حِب ٰلى‬،‫ت ٱ ِإلنْسانِيَّ ِة‬
ِ ‫ٱلر َذائِ ِل وٱلتَّحلِّى بِالْ َكمااَل‬
َ ‫ٱلر ُج ْوليَّ ِة َو َذال‬ ُ َ َ َ َ َ َ َّ ‫َو َنْب َذ‬

60
Mel Siberman, Active Learning, (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2009) , 1
58

َ‫ٱلص ِامتَة‬
َّ ‫س‬ َّ ‫ َفلَ ْم يُ ْع ِط‬،‫ٱلر ِذ ْيلَ ِة‬
َّ َ‫ع َعْنهُ ِر َداء‬ ِ ِ ْ ‫من ه َداه اهلل ٱلنُّزوع إِىٰل ٱلْ َف‬
َ ‫ٱلن ْف‬ َ ‫ َفَنَز‬+،‫ضله‬ َ ُْ ُ ُ َ ْ َ
‫ك ِم ْن َم ْرتَ ِع ٱحلََي َوانِيَّ ِة إِىَل بِئَ ِة‬ ِ ِ
َ ‫ فَ َخَر َج بِ َذال‬،‫اها‬
َ َ‫س ٱلنَّاط َقةَ ُمن‬
َ ‫ٱلن ْف‬
َّ ‫ب‬ْ ُ‫َه َو َاها َومَلْ يَ ْسل‬
‫ٱ ِإلنْ َسانِيَّ ِة‬.

‫ َع ْن َمْن ِز ِل‬،‫ َو َي ْر َفعُ ُه ٌم إِىَل َم َق ِام ٱلْ ُم ْهتَ ِديْ َن‬.‫س‬


ِ ‫ٱلن ْف‬
َّ ‫ب‬ ِ ِ َّ ‫واهلل جَيٍ ِز‬
َ ْ‫ٱلصاب ِريْ َن َعلَى َت ْهدي‬ ُ َ
ِ ِ ٍ ْ‫ٱلصْبر َعلَى َت ْه ِدي‬
ُ‫ َو َس َع َادة‬،‫اح الدِّيْ ِن‬ َ ‫ فَِإ ْن َعاديَةَ ٰذل‬،‫ب نُ ُف ْو َس ُك ْم اَ ْدعُ ْو ُك ْم‬
ُ َ‫ك جَن‬
ِ ِ ‫الَّْب‬
ُ َّ ‫ فَإىَل‬.‫س‬

َ ُ‫ َوٱل َف ْو ُز بِاحْل‬، َ ‫ٱحلَيَاتِنْي‬.


ِ ‫سنَينْي‬

As-Shobru (Sabar)

Sesungguhnya orang yang berakal sempurna ialah orang yang

sabar terhadap segala macam kesulitan, juga sanggup menghadapinya

dengan hati yang tabah dan teguh. Orang yang berakal sempurna bukanlah

orang yang mudah bingung ketika menghadapi kesulitan dan selalu

gelisah.

Wahai generasi muda, jadilah engkau orang – orang ang berjiw

cerdik dan sabar. Hal itu bisa dicapai dengan membiasakan diri

mengerjakan hal – hal yang baik dan menjauhi hal – hal yang jelek,

menghias diri dengan sifat – sifat manusia yang sempurna dan bersikap

jantan.hal yang demikian itu, mudah bagi orang ang diberi petunjuk oleh

Allah SWT sehingga dia menanggalkan baju dan atribut kehinaan, tidak

menuruti keinginan – keinginan jiwa bodohnya dan akan menarik cita –

cita jiwanya yang mulia.

Dengan demikian, dia akan dapat keluar dari lingkaran pola hidup

seperti binatang, menuju lingkungan kehidupan moral yang normal. Allah


59

swt akan memberi balasan kepada orang yang sabar dalam mendidik

jiwanya dan akan mengangkat derajat mereka, sama dengan derajat orang

– orang yang mendapat hidayah dan menyelamatkan mereka dari

kedudukannya yang tidak jelas.

Konsep sabar dalam menghadapi permasalahan juga dijelaskan

oleh Syekh Zarnuji dalam kitab ta’lim Mutaalim dalam pembahasan

kesungguhan belajar. Para pelajar harus memanfaatkan masa mudanya

untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu tidak boleh terlalu

memaksa diri hingga melebihi kekuatanya karna terlalu lelah, mencari

ilmu itu harus sabar, pelan-pelan tetapi kontinyu, sabar inilah pokok

penting dari segala sesuatu. 61

‫اق‬
ُ ‫الن َف‬
ِّ
ِ ِ َّ ‫ٱلص َف ِاة الض‬
َّ ‫مَلْ أ ََرى َبنْي َ اخْلِاَل ِل‬
ْ ‫َّار ِة الَّىُت َسَر‬
ْ ‫ت يِف ج ْس ِم ٱأل َُّمةُ َسَريَا َن الْ َك ْهَربَاء يِف‬
ِّ ‫ َواَل ِص َفةَ أَ ْشنَ َع ِم ْن َد ِاء‬،‫اجْلْ َس ِام َخلّةَ أَْقبَ َح‬.
ِ ‫الن َف‬
‫اق‬
ِ ‫اج ِم إِذَا رأَتْه اأْل َُّمةَ َتهيَّأ‬
ِ ‫إِ َّن الْع ُد َّو الْمه‬.
ُ‫َت ل َدفْ ِع أَذَاه‬
ْ َ ُ َ َُ َ

َ ‫ض يِف ْ َق ْلبِ َها فَ ِه َي اَل تَ ْد ِرى َكْي‬


‫ َواَل‬،ُ‫ف حُتَا ِربُه‬ َّ ‫أ ََّما الْ ُمنَافِ ُق – َع ُد ٌّو اأْل َُّم ِة‬
ِ ِ‫الراب‬

َ‫ضتِ َها الْ ُمبَ َار َكة‬ ِ ِ ْ ‫ف من هو لُِت َقاومه َفهو ي‬


َ ‫اض نَ ْه‬َ َ‫ِّر أَْنب‬ ُ ‫ َوخُيَد‬.‫ف ُق َّوَت َها املَْعنَ ِويّة‬
ُ ‫ضع‬ ُ َ ُ ُ َ ُ َ ُ ْ َ ُ ‫َت ْع ِر‬.

َّ ‫ٱخ َذ ُر ْوا أَ ْن يَ ِد‬


ْ ‫ب يِف‬
ِِ ِ ِِ ِ
ْ . َ ‫ أَ ْن تَ ُك ْونُ ُوا م َن الْ ُمنَافقنْي‬، َ ‫ َم ْع َشَرالنَّاشئنْي‬،‫فَأُعْي ُذ ُك ْم‬
ِ ِ ِ ِ
،‫س‬
َ ‫ضَر َوالْيَاب‬ ْ ‫ َو َما ه َي إِاَّل نَ ُار حُتْ ِر ُق اأْل‬.‫َّار‬
َ ‫َخ‬ ِ
ُ ‫ َفتَ َم َّس ُك ُم الن‬،‫ب َه ُاؤاَل ء الْ ْشَرار‬َ ‫ُقلُ ْوبِ ُك ْم َدبْي‬
‫س‬ ِ ِ َ ‫ َفتَ ْج َعل ربُ ْو‬.
َ ‫ع اأْل َُّمة َد َوار‬ ُُ
61
Syeikh Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim, trj Abdul qadir al-Jufri (Surabaya: Mutiara Ilmu,2009), 2
60

An-Nifaq (Kemunafikan)

Saya tidak melihat suatu sifat yang buruk dan keji diantara sekian

banyak sifat buruk dan membahayakan yang menjalar dalam tubuh umat,

seperti aliran listrik yang menjalar pada tubuh, daripada sifat nifak dan

kemunafikan.

Sesungguhnya musuh yang menyerang, apabila diketahui oleh

umat, maka umat itu akan siap siaga untuk melawan dan menangkis

serangan gangguan mereka. Sedangkan orang munafik adalah musuh umat

yang menyelinap ditengah – tengah mereka. Mereka tidak dapat

mengetahui bagaimana cara memeranginya, bahkan mereka tidak

mengetahui siapa yang harus diberantas. Orang munafik itu dapat

melemahkan kekuatan umat dan dapat menghambat kebangkitan umat

yang membawa harapan baik dan keberkahan. Umat tersebut menjadi

bingung karena penyakit yang menimpanya, yang tidak mereka ketahui

hakkat dan sumbernya.

Wahai generasi muda! Saya memohn perlindungan kepada Allah

SWT untuk kalian semua, agar tidak termasuk dalam golongan orang –

orang munafik. Waspadalah! Jangan sampai usaha orang – orang munafik

itu mempengaruhi hati dan pikiran kalian, sehingga kalian terjerumus

kedalam api kejahatan, yaitu api yang menghanguskan segala tanaman

yang segar maupun kering, yang pada akhirnya akan menghanguskan

tanah air, tempat tinggal mereka.

ُ ‫ٱإْلِ ْخاَل‬
‫ص‬
‫‪61‬‬

‫ص‬ ‫ِ‬
‫اإلخاَل ُ‬
‫‪.‬ٱلع َم ُل ج ْس ٌم ُر ْو ُحهُ ْ‬
‫َ‬

‫إِ ّن ٱجْلِ ْس َم مَىَت فَ َار َقْتهُ ُر ْو ُحهُ – ٱلَّيِت هِبَا قِ َو ُامهُ – َكا َن ُجثَّةً َه ِام َد ًة اَل َحَر َاك فِْي َها‬
‫ِ‬
‫ِ‬ ‫‪.‬واَل فَِإ َد ًة ُتْر َجى ِمْن َها فَ َك ٰذل َ‬
‫ك ٱلْ َع َملَث إ َذا َز َايلَهُ ٱ ِإل ْخاَل ُ‬
‫ص‬ ‫َ‬

‫الش ًحا لِ َش َع َملِ ِه ْم َو َكثِْيٌر ِمْن ُه ْم‬


‫ص َ‬ ‫َك ْم َرأ َْينَا َق ْو ًما َي ْع َملُ ْو َن! َغْيَر أنَّنَا مَلْ نََرى أَْثًرا َ‬
‫ضاحا ومَل يستَ ِطع أَ ْن ي ِ‬
‫ص َل إِىَل‬ ‫مَل يوفِّق فِيما قَص َد إِلَي ِه فَظَ َّل يِف َش ِ‬
‫اطئِ ِه‪ ،‬أَوخ ِ‬
‫ض ْخ َ ً َ ْ َ ْ ْ َ‬ ‫اض مْنهُ َ‬
‫َْ َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ َُ َ ْ َ َ ْ‬
‫الذ َه ِ‬ ‫ِ‬
‫َّصب َو َّ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫ب‬ ‫‪.‬ٱلْغَ ْم ِر‪َ ،‬فنَ َك َ‬
‫ص َعلَى َعقَبْيه َخسَر ٱلن ُ‬

‫ِ ِ ِ ِ ِ أِل‬
‫ص مَلْ يَ ُك ْن َرائ َد َهذه الفئَة‪ ،‬ن ََّها مَلْ‬
‫اإلخاَل َ‬
‫َن ْ‬ ‫ولَْيس هِلَ ِذ ِه األ َْم ِر ِم ْن َسبَ ٍ‬
‫ب‪ ،‬إِاَّل أ َّ‬
‫َ َ‬
‫ف َم ْو ُه ْوٍم‬
‫ب َشر ٍ‬
‫ٍ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬ ‫ِاَّل جِل‬
‫‪َ.‬ت ْع َم ْل إ َِّر ُم ْغنَم َم ْذ ُم ْوم أ َْو َك ْس َ‬

‫اح َذ ْر أَ ْن تَبِْي َع‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬


‫ك‪َ ،‬و ْ‬
‫صى أ ََمل َ‬ ‫صا يِف َع َمل َ‬
‫ك‪َ ،‬تْبلُ ْغ أَقْ َ‬ ‫فَ ُك ْن‪ ،‬أَيُّ َها النَّاش ُئ‪ ،‬خُمْل ً‬
‫الضاَل ِل‬ ‫ب املنَافِ ِقنْي َ الَّ ِذيْ َن يَ ْستَْب ِدلُْو َن ُّ‬
‫الد ْنيَا بِالدِّيْ َن َو َّ‬ ‫ُ‬
‫الرن ِ ِ‬
‫َّان فَ ٰذل َ‬
‫ك َدأْ‬ ‫َص َف ِر َّ‬
‫ْ‬ ‫ٱل ِو ْج َد ِان‪ .‬بِاأْل‬
‫ُ‬
‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫‪.‬بِاليَقنْي ِ ‪َ .‬وأُعْي ُذ َك بِاهلل أَ ْن اَل تَ ُك ْو َن م َن الْ ُم ْخلصنْي َ‬
‫)‪Al-Ikhlas (Keikhlasan‬‬

‫‪Amal perbuatan itu ibarat jasad, sedangkan rohnya beruypa ikhlas.‬‬

‫‪Jasad manakala ditinggal ruhnya yang merupakan sebab jasad itu bisa‬‬

‫‪tegak dan hidup, maka jasad tersebut menjadi mati. Tidak dapat bergerak‬‬

‫‪dan tidak dapat manfaat yang dapat diharapkan daripadanya. Demikian‬‬

‫‪pula dengan hal perbuatan yang telah ditinggalkan oleh ruhnya, berupa‬‬

‫‪ikhlas.‬‬
62

Betapa sering kita melihat bangsa yang berjuang, tetapi kita belum

melihat kesan baik atau manfaat dari usaha perjuangan mereka. Bahkan,

sebagian besar mereka gagal tidak dapat mencapai apa yang mereka

citacitakan (sia-sia) Bisa diibaratkan, mereka seperti orang masuk ke laut,

yang hanya sampai di tepinya. Kalau pun sudah dapat masuk ke airnya,

mereka hanya sampai di tempat terdangkal. Mereka belum sampai berhasil

memasuki dasar lautan. Lalu mundur kembali dengan hampa, rugi tenaga

dan harta.

Persoalan kegagalan di atas, lantaran keikhlasan tidak mereka

jadikan landasan dalam perjuangan. Mereka berjuang hanya untuk mencari

keuntungan sementara, yang tidak terpuji dan kehormatan palsu.

Wahai generasi muda, jadilah engkau orang yang ikhlas dalam

perjuangan, niscaya engkau akan sampai pada puncak cita – citamu.

Waspadalah engkau, jangan sampai engkau menukar dan menjual

perjuanaganmu dengan emas. Sebab, hal yang demikian merupakan tabiat

orang – orang munafik yang biasa menukar agama dengan harta

kemewahan dunia, dan menukar kebenaran dengan kebatilan. Saya

memohon kepada Allah agar engkau tidak menjadi orang yang tidak

ikhlas.

ُ ْ‫ٱلْيَأ‬
‫س‬
ٍ ٍ
ْ ‫ب َق ْوم إِاَّل أ‬
‫َض َع َف َها‬ َ ‫س َعٓاَل أ َُّمة إِاَّل أَمْخَلَ َها َواَل َخ َامَر ُفلُ ْو‬
ُ ْ‫اسَت ْوىَل ٱلْيَأ‬
ْ ‫َما‬
‫‪63‬‬

‫س – َف َق ْد جَيْ َع ُل ‪.‬اَْم ْرءُ َكاحلََي َو ِان‬ ‫ِ ٍ‬ ‫ِ‬


‫أ ََّما اخْلَ ُم ْو ُل – َو ُه َو أَثٌَر م ْن أََثٌر م ْن ٓاثَار الْيَأْ ُ‬
‫ف ِمن ه ِذ ِه احْل ي ِاة إِاَّل ما َتهتَ ِدى إِلَي ِه الْبهائِم بِ ُّ ِ ِ ِ ِ‬
‫الس ْوق الطَّبْيعي ‪ :‬م َن‪.‬الت َ‬
‫َّمتُّ ِع‬ ‫ْ ََ ُ‬ ‫َ ْ‬ ‫َج ِم‪ .‬اَل َي ْع ِر ُ ْ َ ََ‬
‫األ َ‬
‫ب والْملَ َّذ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ات‬ ‫‪.‬باملَطَاع ِم َوالْ َم َشار َ َ‬
‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫قَ ْد َقر َن اهلل الْيأْ ِ‬
‫ف‬ ‫س بالْ ُك ْف ِر ش ب ٰه‪ ،‬يِف ْ َق ْوله‪ٰ ( :‬يبُيَنَّ ٱ ْذ َهُب ْواْ َفتَ َح َّس ُس ْواْ م ْن يُ ُ‬
‫وس َ‬ ‫َ ُ َ ُ‬
‫اهلل إِاَّل ٱل َق ْو ُم الْ َكافُِر ْو َن ‪ )78‬؛‬
‫اهلل إِنَّه اَل ييئَس ِمن رو ِح ِ‬
‫ُ َْ ُ ْ ُ ْ‬
‫َخي ِه واَل تَاْيئَسواْ ِمن رو ِح ِ‬
‫َوأ ْ َ ْ ُ ْ ْ ُ ْ‬
‫ِ‬

‫ِِ‬
‫ب الْيَائسنْي َ‬
‫!فَانْظُْر َما أ َْعظَ َم ذَنْ َ‬
‫ب ُم ْرتَ ِكبِْي ِه يِف ْ احْلَيَ ِاة الْ ُكْبَرى َف َق ْط‪ ،‬بَ ْل ُه َو‬ ‫ولَيس ه ِذ ِه اٰل َّذنْ ِ‬
‫ب َرائنَا‪َ ،‬علَى َقْل ُ‬
‫َ‬ ‫َْ َ َ‬
‫َعب ِ‬
‫اع َها‪،‬‬ ‫ِ‬
‫ب أَ ْن َي ُق ْو َم بأ ْ َ‬
‫ِ‬
‫ت لَهُ أ ُُم ْو ُر جَي ُ‬
‫ضْ‬‫ضا؛ إِ ْذ لَ ْو َعَر َ‬ ‫يُ ْغ َشى جُمْرَتِ َمهُ يِف ْ َه ِذ ِه احْلَيَ ِاة ُّ‬
‫الص ْغَر أَيْ ً‬
‫َت نَتَائِ َج َها‪ ،‬أ َْو إِ ْستَكَْبَر أَ ْن تَ ُك ْو َن‬
‫استَْبطَأ ْ‬
‫‪.‬فَ ْ‬
‫ت َحلَ َقاتُهُ يِف ْ ُّ‬
‫الن ُف ْو ِس َغْيَر‬ ‫استَ ْح َك َم ْ‬ ‫إِ َّن الْيأْس قَ ْد مَتَ َّكن ِمن الْ ُقلُو ِ‬
‫ب إِاَّل أََقلَّ َها َو ْ‬ ‫َ َ ْ‬ ‫َ َ‬
‫ت إِىَل حَتْ ِسنْي ِ‬ ‫ت مغَبةً الْم ِ‬ ‫صي ٍ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫س قَ ْد تَ َد َار َك َها اهللُ بِبَ ْ‬
‫َن ْف ٍ‬
‫ٓال َو َس َع ْ‬ ‫ص م ْن نُ ْور آاْل َمال‪ ،‬فَأَ ْذ َكَر ْ َ َ َ‬
‫‪.‬احْل ِال لِتَجيِن مَثَر ِ‬
‫ات اإْلِ ٰستِ ْقبَ ِال‬ ‫َْ َ‬ ‫َ‬
‫ِِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫س إِاَّل َم ْو ٌ‬
‫ت‬ ‫فَاَل تَ ُك ْونُ ْوا‪ ،‬أَيُّ َها النَّاشُئ ْو َن‪ ،‬م َن الْيَائسنْي َ الْ ُك َساىَل اخْلَاملنْي َ ‪ .‬فَ َما الْيَأْ ُ‬
‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يِف‬
‫س‪َ ،‬و َق ُّو ْوا الْيَأْ َ‬
‫س تَ ُك ْو ُن م َن الْ ُم ْفلحنْي َ‬ ‫‪ .‬احْلَيَاة‪َ ،‬و َش َقاءٌ َب ْع َد الْ َم ْوت‪ .‬فَا ْذحَبُ ْوا الْيَأْ َ‬
‫)‪Al-Ya’s (Berputus asa‬‬

‫‪tidaklah‬‬ ‫‪keputusasaan‬‬ ‫‪melanda‬‬ ‫‪suatu‬‬ ‫‪bangsa,‬‬ ‫‪melainkan‬‬

‫‪melumpuhkannya. Tidak pula sifat putus asa itu menghinggapi hati suatu‬‬

‫‪bangsa kecuali akan melemahkannya. Adapun kelemahan yang merupakan‬‬

‫‪akibat pengaruh dari sekian banyak pengaruh sifat putus asa itu, dapat‬‬
64

membuat seseorang hidup seperti binatang. Dia tidak memahami arti

kehidupan ini, kecuali seperti apa yang dipahami oleh binatang dengan

instingnya. Berupa makan makanan dan minum minuman yang enak serta

menikmati kesenangan lainnya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menggandengkan sifat putus asa

dengan kefakiran. Seperti dalam FirmanNya: "Janganlah kamu semua

berputus asa dari rahmat Allah, sebab sesungguhnya tidak ada yang suka

berputus asa dari rahmat Allah itu melainkan golongan orang-orang kafir".

Perlu diperhatikan, betapa besar dosa yang berputus asa itu. Dosa tersebut

bukan hanya menyengsarakan pelakunya di akhirat nanti, tetapi dosa

tersebut menghambatnya juga dalam kehidupan di dunia ini. Sebab,

apabila orang yang telah kena penyakit putus asa, diberi beberapa urusan

yang harus dikerjakan merasa keberatan, dan hasilnya tidak segera tampak.

Sesungguhnya putus asa, telah menjangkiti seluruh hati manusia,

kecuali sebagian kecil saja. Putus asa telah melingkar pada jiwa semua

manusia, kecuali jiwa orang yang telah dijaga oleh Allah dengan cahaya

harapan. Sehingga mereka dapat memahami akibat lalu berusaha

memperbaiki keadaan agar dapat memetik hasil perjuangan di masa

mendatang.

Wahai generasi muda, jangan sampai kita menjadi orang-orang

yang berputus asa, pemalas, dan keterbelakangan. Putus asa hanyalah

suatu kematian atau ketidakberdayaan dalam hidup. Parahnya lagi, putus

asa adalah suatu bencana yang menyengsarakan setelah mati. Maka, mari
‫‪65‬‬

‫‪kita singkirkan keputusasaan dan tegakkan kegairahan dan kesemangatan.‬‬

‫‪Pasti kita nanti menjadi orang yang jaya dan bahagia.‬‬

‫أل َّر َجا ُء‬

‫اع إِىَل وطَنِيَّ ٍة‪ ,‬وال َك ِ‬


‫انت احلَيَاةُ‬ ‫ٍِ‬
‫َ‬ ‫اع ْحن َو أ ُْمنيَّة َواَل َد َعا َد ٍ َ‬
‫الر َجاءُ مَلَ َس َعى َس ٍ‬
‫لَ ْو َل َّ‬
‫َّب وأًْث َقل علَى العاتِِق ِمن ال ُقي ِ‬
‫ود َواألَغْاَل ِل‬ ‫‪.‬أضيَ َق ِم ْن ُح ْج ِر الض ِّ‬
‫ْ‬
‫َ ُ‬ ‫َ َ َ‬

‫الع ِاملِنْي َ قَلِْيلِنْي َ ‪َ ,‬و ُّ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬


‫الس َع َداءُ ىف‬ ‫ف ْق ُدالَّْر َجاء َداءٌ َسا ٍر ىِف ج ْس ِم جُمْتَ َمعِنَا‪ ,‬ل َذل َ‬
‫ك َتَرى َ‬
‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫هِتِ ِ‬
‫ات‪َ ,‬ولَ ْو َع َقلُوا‬ ‫َحيَا ْم نَاد ِريْ َن َوقَدْمَس لَْت ُه ْم احلَ ُ‬
‫سرات‪َ ,‬و َحاطَْت ُه ْم م ْن َس َقاء احلَيَاة النَّ َكبَ ُ‬
‫الع َم ِل إِقْ َد َام‬ ‫لَطَرحوا هِب َذا اخللُ ِق الشَّائِ ِن األرض‪ ,‬واستمس ُكوا بِعرى َّ ِ‬
‫الر َجاء‪َ ,‬وأقْ َد ُموا َعلَى َ‬ ‫َُ‬ ‫ْ َ َ َْ ْ َ‬ ‫َُ َ ُ‬
‫أس الدَّاء وىِف َّ ِ ِ‬ ‫‪.‬األشد ِ‬
‫َّاء‪ ,‬الَّ ِذيْن َير ْو َن َّ ىِف‬ ‫ِ‬
‫الر َجاء الش َفاءَ‬ ‫أن اليَ ِ َ َ‬ ‫َ َ‬
‫األعم ِال ِ‬
‫داعيَةُ اإلقْ َد ِام َعلَْي َها‪,‬‬ ‫ضةُ‪َ ,‬ت ْعلَ ُم‪َ ,‬ح َّق العِل ِم‪ ,‬أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ‬
‫َن َر َجاءَ ْ َ‬ ‫َهذه الفئَةُ النَّاه َ‬

‫األم ِل َواَل ضالةُ ْنو ِر ِه‬ ‫ِ‬ ‫‪.‬وسبب حَت ِق ِيق ح هِل‬
‫ف َ‬ ‫ض ْع ُ‬
‫صو َا‪ ,‬فَالَ يُ ْقع ُد ُه ْم َعْنها َ‬‫َ ََ ُ ْ ُ ُ‬

‫األم َل ِد َثَر ُك ْم‪َ ,‬وا ْتُر ُكوا َتثْبِْي َ‬


‫ط‬ ‫ُّاشُئو َن‪ِ َّ ,‬‬
‫الر َجاءَ ش َع َار ُك ْم َو َ‬
‫ِ‬
‫فَ ْج َعلوا‪ ,‬أَيُّها الن ْ‬
‫ِِ‬ ‫األملِ ‪ِِ َّ ,‬‬
‫ِ‬ ‫املثبِّ ِط ‪ ,‬ويَلَّ الاّل ِّوين و َث الثَّانِ ‪ .‬و ُكونُوا ِمن َّ ِ‬
‫العملنْي َ ‪َ .‬واهللُ‬
‫الساعننْي َ َ‬ ‫الراجنْي َ نْي َ‬ ‫َ‬ ‫ْ َ َ يْن َ نْي َ َ ْ‬ ‫َُ نْي َ َ‬
‫ِ‬
‫‪.‬لَ ُك ْم ُمعنْيٌ‬
‫)‪Ar-Raja’ (Harapan‬‬

‫‪Andaikata dalam kehidupan ini tidak ada harapan, tentu tidak ada‬‬

‫‪orang yang berusaha menggapai cita-citanya. Tiada pula orang yang‬‬

‫‪mengajak pada semangat Nasionalisme, yaitu semangat memperjuangkan‬‬

‫‪tanah air. Tak pelak kehidupan ini terasa lebih sempit daripada lubang‬‬
66

kadal, serta terasa berat daripada memikul rantai besi yang dikalungkan di

leher.

Kehilangan sifat harapan atau roja' adalah suatu penyakit

tersendiri. Ia menjangkit secara meluas pada tubuh setiap anggota

masyarakat kita. Oleh karena itu, kita telah melihat orang-orang yang

bekerja hanya sedikit, dan orang-orang yang sukses dalam kehidupannya

juga jarang. Bahkan yang lebih ironi, mereka itu diliputi berbagai kerugian

dan bencana kesengsaraan hidup. Andaikata mereka paham dan sadar pasti

mereka segera mencampakkan sifat yang tercela itu, lalu berpegang erat

dengan sifat roja' atau perasaan optimis kemudian maju bekerja dengan

keras. Layaknya, seperti kerjanya orang-orang yang berkeyakinan bahwa

di dalam rasa putus asa itu terdapat penyakit. Sedangkan dalam roja' atau

optimisme terdapat penawar atau obatnya.

Golongan orang-orang yang bekerja dengan semangat tersebut,

benar-benar mengerti bahwa harapan keberhasilan pekerjaan atau

optimisme, merupakan pendorong utama untuk maju. Rasa Optimistisme

merupakan sebab tercapai keberhasilan. Mereka itu sebenarnya tidak

pernah dapat dibuat menganggur oleh kelemahan, angan-angan, dan

keredupan cahaya cita-cita.

Wahai generasi muda di manapun kalian berada, jadikanlah

optimisme sebagai syi’armu. Dan angan-angan sebagai bajumu. Mari

tinggalkan sikap menunda-nunda. Abaikan segala godaan yang

membelokkan kita, dari apa yang telah menjadi cita-cita. Jadilah diri
67

kalian termasuk golongan orang-orang yang memiliki harapan besar yang

bercita-cita luhur. Gemar berusaha dan bekerja. Allah adalah Maha

Penolong kalian semua.

Al-Jubn (Sifat licik atau pengecut)

Saya telah meneliti tabiat – tabiat manusia, dan ternyata tidak

ditemukan suatu perangai dari sekian banyak perangai yang lebih

mendekati pada kehinaan, cela dan dekat dengan keatian dalam kehidupan

daripada sifat licik atau pengecut. Sifat tersebut tidaklah timbul dari jiwa

suatu umat kecuali pasti akan membuat mereka hina. Menjadikan mereka

tercela, mundur dan hancur, lalu mati.

Sikap diam, membiarkan perbuatan orang – orang yang bermaksud

jahat terhadap umat adalah perilaku para pengecut. Sedangkan menantang

dan memberantas kaum yang zalim adalah bagian dari tanda – tanda

keberadaan kehidupan yang menyenangkan bagi umat. Sesungguhnya

keberadaan umat yang terhormat itu, tergantung pada orang – orang yang

berani.

Sungguh jelek, demi Tuhan yang menuasai ka‟bah, tampilnya

ditengah – tengah kita orang – orang yang bodoh berlagak seperti ulama,

orang – orang yang curang (korupsi) bertindak layaknya orang bersih,

orang yang tidak terampil berlagak seperti orang yang cerdik, orang yang

lemah dan tidak mampu berjuang berpenampilan seperti orang yang cakap,

dan orang – orang yang mestinya menjadi bangkai tetapi seakan – akan

masih hidup bugar.


68

Wahai generasi muda, saya memohon perlindungan kepada Allah

SWT untuk kalian semua dari menjadi orang – orang yang pengecut,

bodoh dan hina. Sesungguhnya kelicikan atau sikap pengecut adalah induk

dari segala penyakit umat. Biasakanlah kalian semua untuk berani, niscaya

kalian akan menjadi orang yang mampu menjaga dan mempertahankan

harga diri, jujur dalam berbicara dan berhasil dalam berjuang.

At-Tahawwur (Bertindak tanpa perhitungan)

Jika sifat licik atau pengecut merupakan perangai yan hina dan

cacat yang luar biasa bagi orang yang terjangkit oleh penyakit tersebut,

maka tindakan tanpa berpikir tidak kalah buruk dengan sifat licik, karena

dalam keduanya terdapat unsur ang membahayakan secara langsung

terhadap umat manusia. Kelicikan dalam semua pekerjaan meyebakan

kegagalan, sedangkan kecerobohan melakukan sesuatu sebelum

diperhitungkan secara mendalam merupakan sebab ketidakberhasilan pula.

Kecerobohan (bekerja tanpa perhitungan) adalah suatu rahasia

besar dari berbagai rahasia kegagalan dalam semua pekerjaan. Pada sifat

keceroboha inilah berpusat sebab – sebab utama hilang hasil jerih payah

kita dan lepasnya keberhasilan dari tangan kita.

Wahai generasi muda, hindarilah sikap ceroboh, sebab ia adalah

penyebab kegagalan. Jauhkanlah dirimu dari cara bekerja yang tidak

disertai dengan perhitungan yang tidak cermat, sebab hal itu berakibat

kegagalan. Jadilah engkau termasuk orang – orang yang berjiwa sedang,


‫‪69‬‬

‫‪niscaya engkau akan menjadi bagian dari orang – orang yang berbahagia‬‬

‫‪dunia akhirat.‬‬

‫اعةُ‬
‫َّج َ‬
‫الش َ‬

‫الع َم ِل؛ فَاَل‬ ‫س ِ‬


‫كو َن ىف َن ْف ِ َ‬
‫العم ِل َش َج َ‬
‫اعةٌ تَ ْد َفعُه اىل َ‬
‫اح ىِف ْ ِ‬
‫األع َمال أ ْن يَ ْ‬ ‫ِمالَ ٌك تَاجَّنَ ِ‬
‫ِ‬ ‫الو ِسْي ُ‬ ‫ِ‬
‫ط َبنْي َ َرذيْل ِىت اجلُنْب ِ و َالت َ‬
‫َّه ُّو ِر ‪:‬‬ ‫هي احلَ ُّد َ‬
‫اعةُ َ‬ ‫َي ْرج ُع َعْنهُ َحىَّت َينَ َل َما يُِريْ ُد ‪.‬الش َ‬
‫َّج َ‬

‫اع ِة َّ‬ ‫ِ‬


‫السالََمةُ‬ ‫َّه ُّو ِر إ ْفَرا ٌط وىِف الش َ‬
‫َّج َ‬ ‫‪ .‬ويِف اجلُنْب ِ َت ْف ِريْطٌَوفيالت َ‬
‫ىإلح ِج َام َح ْز ًما‬
‫ث َتَر ْ‬
‫ِ‬
‫ث َتَرى اإلقْ َد َام َع ْز ًم ‪َ .‬وحُتْج َم َحْي ُ‬
‫ِّم َحْي ُ‬
‫اعةُ أ ْن ُت َقد ُ‬
‫َّج َ‬
‫الش َ‬
‫َّال‪ ،‬وم َش ِ‬
‫ت األ َُّمةُ ىِف‬ ‫ِ‬ ‫اعةُ‪ ،‬مَتَ ِاد اجلَا ِٔٔى‪ُِ+‬ر‬ ‫فَإ ْن فُِق َد ِ ِ‬
‫َو ْاز َد َاد ضالَ ُل الض ِّ َ َ‬ ‫َّج َ‬
‫ت ٰهذه الش َ‬
‫ْ‬
‫ت العاقِبَةُ َشَّرا‬
‫اب فَ َكانَ ِ‬
‫الصو ِ‬ ‫ِ‬
‫‪َ .‬غرْي َمْن َه ِج َّ َ‬
‫ص ُم ْوا‪َ ،‬واَل تَ َدعُ ْو لِ َمَر ِ‬
‫ض اجلُنْب ِ ‪،‬‬ ‫َّشئِ ‪ ،‬خَتَلَّ ُقوا وحِب بلِها ْاعتَ ِ‬
‫ْ َ َْ َ‬
‫ِ‬ ‫فَبِا لش ِ‬
‫َّجاعة‪َ ،‬م ٰع َشَر الن نْي َ‬
‫َ‬
‫َّج َعةَ ِم ْن‬ ‫س التَّه ُّو ِر‪،‬إىل ُقلُوبِ ُكم سبيالً؛ فَإنَّاجل ِ ِمن البالَد ِة‪ .‬والت ِ‬ ‫ِ‬
‫َّه ُّو َرا م َن احلُ ْم ِق َوالش َ‬
‫ُنْب َ َ َ َ َ‬ ‫َْ‬ ‫َ ْ‬ ‫َوإبْلْي ِ َ‬
‫ِ ِِ‬
‫‪.‬أخاَل ق املُْؤمننْي َ‬
‫ْ‬
‫)‪As-Syaja’ah (Keberanian‬‬

‫‪Keberanian adalah garis yang menengahi antara dua sifat yang‬‬

‫‪tidak terpuji, yaitu antara sifat pengecut dan kecerobohan. Di dalam sifat‬‬

‫‪pengecut terdapat keteledoran dan di dalam sifat ceroboh terdapat‬‬

‫‪pengawuran, sedangkan dalam berani terdapat keselamatan. Keberanian‬‬

‫‪adalah bertindak maju kedepan dengan penuh kemantapan dan mundur‬‬

‫‪dengan tetap teguh.‬‬


70

Apabila keberanian semacam ini hilang, maka seseorang ataupun

penguasa akan terus bertindak zalim, kesesatan orang sesat akan terus

meningkat dan pada akhirnya umat akan berjalan di jalan yang tidak benar.

Akibatnya, umat akan mengalami kehancuran total.

Wahai generasi muda, berjiwalah berani, peganglah dengan teguh,

jangan biarkan penyakit takut dan rayuan untuk bertindak gegabah

bersarang dihati kalian. Sesungguhnya licik merupakan suatu kebodohan

dan tindakan gegabah merupakan kepongahan, sedangkan berania adalah

perangai orang – orang beriman.

Kesadaran untuk memperoleh konsekwensi keberanian, al-Ghazali

lebih menitik beratkan pada akibatnya setelah kematian dibanding dengan

semasa masih hidup. Hal ini dapat dipahami karena sikap sufi yang sangat

dominan dalam pribadinya, sehingga ia cenderung mengutamakan hal-hal

yang bersifat ukhrowi daripada hal-hal yang mengandung unsur duniawi.

Sehingga dalam memperjuangkan atau menegakkan keberanian tidak ada

istilah takut mati, sebab keberanian adalah merupakan salah satu

keutamaan akhlak yang amat terpuji.62

ُ‫صلَ َحةُ امل ْر َسلَة‬


ْ َ‫اَمل‬
ُ
ُ ‫ َو َم ْن حُيِ ْي‬، ِ‫العاقِ ُل أ ْن يَ ُك ْو َن فِبُ ْحُب ْو َح ٍة ِم َن اْخلَرْي‬
ِ ‫ط بِِه ِم َن الن‬
‫َّاس ىِف‬ َ ْ‫ضى ا‬
َ ‫ف َتْر‬
َ ‫َكْي‬
‫األمةَ َو ُه َو الَ َي ْعبأُ مِب اَ َيعْرَتِ ْي َها‬
َّ ‫الش َقاءَ قَ ْد َع َّم‬
َ ‫ف أ ْن َيَري‬
ُ َ‫ف اَل يأن‬ ِ ‫العْي‬
َ ‫ بَ ْل َكْي‬.‫ش‬ ِ َ
َ ‫ضْنك‬

ِّ ‫ئدهِتَا ِم َن‬
‫الس َه ِام؟‬ َ ِ‫والَ يَأْمَلُ لِماَ ىِف أف‬، ِ ِ
َ ‫!م َن آْالالَم‬
62
Kasron Nst, “Konsep keutamaan Akhlak”, Jurnal Manajemen Pendidikan dan Keislaman,
Vol.6. No.1 (Juni 2017), 112.
71

َّ ! ‫األخالَ ِق‬ ِ ِِ ِ
َ ‫ك لَ ِم ْن‬
ِ ‫ض ْع‬ ِ َّ
‫وإن َم ْن‬ ْ ‫ َو َم ْوت اْل ِو ْجدان َوفَساد‬،‫ف اْلشُّعُ ْو ِر‬ َ ‫إن ٰذل‬
‫ف ِم َن احلَيَ ِاة إاَّل‬
ُ ‫ هَلَُو ِم َن اْ َلب َهائِ ِم الَّىت الَ َت ْع ِر‬،‫ع‬
َ ‫ب اْملَ ْج ُم ْو‬
ِ ‫مِب‬ َ ِ‫ضى ب‬
ُ ‫ َوالَ يَ ْشعُُر َا يُصْي‬،‫ذلك‬ َ ‫َي ْر‬
‫ب‬َ ‫عام ّوالشََّرا‬َ َّ‫اْللَّ ْه َو َوالط‬.
‫ َم ْن يَ ْسعى لِ َمصلَ َح ِة ِه‬،‫اعيَ ِة‬ ِ ‫َش ُّد وطْأةً على احْل ي‬
ِ ‫ات اإلجتِم‬
َْ ََ
ِ ِِ
َ َ ‫ َوأ‬،ُ‫َوأ ْكَثُر هَب ْيميَّةً منه‬
‫ضاءُ املْبَر ُم‬ ِ ‫السهم الن َِّف ُذ ىِف ص ِمي ِم املصلَح ِة‬
َّ ‫ َو ُه َو يَعلم أن ََّها‬،‫صيَّ ِة َس ْعَي َها‬
ِ ‫الشخ‬
َ ‫الع َّامة َوال َق‬
َ َ ْ ْ َ ُ ْ ّْ
ُ َ
‫وع‬
ِ ‫!على َحيَاةش امل ْج ُم‬
َ
َ
ِ ‫اإلجتِ َم‬ ِ ِ ِ ‫َّاس ِع‬ ِ ‫إن ِمثْل‬.
‫اع‬ ْ ‫ض َوبِْي ٌل يِف ج ْس ِم‬ ْ ِ ‫هؤالَء الن‬
ٌ ‫بءٌ ثَقْي ٌل على املُ ْجتَم ِع َو َمَر‬ ُ َ َّ
Al-Mashlahatu al-mursalah (Kemashlahatan umum)

Bagaimana mungkin orang yang berakal sehat bisa merasa senang

dan bahagia dalam kehidupan yang mewah, sedangkan orang – orang yang

berada di sekelilingnya dalam keadaan hidup sengsara.? Bagaimana dia

tidak gelsah melihat kesengsaran yang telah melanda semua lapisan umat.

Sementara dia tidak mempedulikan penderitaan – penderitaan yang tengah

dirasakan umat, dan dia tidak ikut merasakan terhadap penderitaan yang

mereka rasakan.? Sesungguhnya sikap seperti itu (hidup senang tanpa

peduli yang lainnya hidup sengsara) adalah bagian dari kelemahan

perasaan dan merupakan matinya nurani serta kebobrokan moral.

Sesungguhnya orang yang merasa senang dengan kehidupan

mereka yang lemah, sementara umat sengsara dan dia tidak peduli

terhadap apa yang dirasakan umat, berarti dia termasuk binatang yang
72

tidak mengerti arti hidup kecuali hanya untuk bersenang – senang, makan

dan minum belaka.

Masih ada lagi yang lebih yang lebih besar sifat kebinatangannya

dari yang telah disebutkan tadi dan lebih merusak terhadap kehidupan

sosial, yaitu orang – orang yang berusaha mencari keuntungan pribadi

dengan mengatasnamakan kepentingan umat. Sebenarnya dia sadar bahwa

yang demikian itu merugikan dan membahayakan kepentingan orang

banyak. Hal semacam itu merupakan pukulan telak di jantung umat.

As-Syaraf (Kemuliaan)

Banyak orang mengira bahwa kemulian itu terletak pada harta dan

kekayaan yang dimiliki seseorang dengan kadar (sedikit atau banyak) harta

yang ada. Dia bersikap besar diri, membanggakan diri, dan cenderung

congkak, meremehkan oang – orang lemah dan tidak menghargai orang –

orang miskin.

Kemulian yang sejati dan keagungan yang pasti itu hanya milik

orang yang benar – benar sempurna dan perkasa, bersih jiwanya, beriman

cukup dan memberi semangat dukungan kepada orang – orang yang

meyerukan giat mencari ilmu. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut,

maka dia termasuk orang yang bersih hatinya dan baik akhlaknya dalam

pandangan orang banyak (masyarakat).

Sangat tidak mungkin menjadi mulia, yaitu orang bodoh yang

menyepelekan orang – orang pandai dan tidak mempedulikan orang –

orang yang berpikiran sehat, tidak mau merangkul para ulama, serta tidak
73

senang melihat umat Islam maju dalam segala bidang. Demikian juga

tidak dianggap mulia, yaitu orang yang merampas kebebasan umat,

memonopoli kekayaan umat, meremehkan dan berusaha menghancurkan

mereka demi kepentingan pribadinya. Orang yang mulia adalah orang

yang berkhidmat kepada negara dengan arti sebenarnya, menjunjung

tinggi negaranya. Dia rela terhina demi kemuliaan negaranya, bahkan rela

mati demi keberlangsungan negaranya.

Wahai generasi muda, itulah kemuliaan yang sejati. Berpegang

teguhlah dengan kemuliaan yang sejati itu, sebab itulah tali penghubung

yang kuat antara kalian dengan Allah. Berlindunglah di dalam benteng

yang berupa perangai mulia. Sebab hal itu merupakan benteng Allah yang

kukuh.

Syeikh Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim Muta’alim juga menjelaskan

Para pelajar atau santri, tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat

mengambil manfaatnya, tanpa menghormati ilmu, dan guru. Karena ada

yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika

menuntut ilmu sangat menghormati tiga hal tersebut, orang-orang

yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu, karena mereka tidak mau

menghormati atau memuliakan ilmu dan gurunya. Peserta didik itu sangat

penting memiliki akhlak yang baik terhadap ilmu, guru dan akhlak

menjadikanya tolak ukur kemuliaan yang menjadi sifat terpuji bagi

peserta didik. 63
63
Wiwin Candra, Jurnal Peran Guru Dan Akhlak Siswa Dalam Pembelajaran: Perspektif
Syekh Az-Zarnuji Kitab Ta’lim Muta’allim, Andragogi, (03 Desember 202), 274.
https://jurnalptiq.com/index.php/andragogi/article/view/100
‫‪74‬‬

‫)‪Al-Haj’ah wal yaqdlah (Lengah dan waspada‬‬

‫الي َقظة‬
‫اهْلَ ْج َعةُ َو َ‬
‫ِ ِ‬
‫ات‪.‬‬
‫ض ٌ‬ ‫لأل َُم ِم َك َما لألَ ْفَراد‪َ .‬ه َج َع ٌ‬
‫ات َو َي َق َ‬
‫ُخَرى َفُتنَِّب ُه َها‪َ .‬وقَ ْد َكا َن َه َذ ِان‬ ‫ِ‬
‫ب َعلَْي َها األُوىَل َفتَ ْخملُ َها َوطَ ْو ًرا َت ْهيِْي ُج َها األ ْ‬
‫َفتَ َارةٌ َتَتغَلَّ ُ‬
‫ص ٍام‪َ .‬ومَلْ يَ ُك ْن َواَل يَ ُك ْو ُن َبْيَن ُه َما َس ِكْينَةٌ َو َساَل ٌم ‪ ،‬ذَلك‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫العاماَل ِن َومَلْ َيَزااَل ‪ ،‬يِف تَ ُ‬
‫ناز ٍع َوخ َ‬ ‫َ‬
‫َّان اَل جَي تَ ِمع ِ‬
‫ان‪.‬‬ ‫لألَنَّهما ِضد ِ‬
‫ْ َ‬ ‫َُ‬
‫َف َع ٰلى الْ ُم َف ِّك ِريْ َن أَ ْن يُكْثُِروا ِم ْن نَ ْشرش الْ ُكتُبش النَّافِ َعةش الَّىِت تُ ْوقِ ُ‬
‫ظ ُشعُ ْو َرا األ َُّم ِة‪َ ،‬وتُنَِّب ُه َها‬

‫ت امل ِفْي َدةَ‪َ ،‬وذلكض‬ ‫الص ِدقَةَ والْمجاَّل ِ‬


‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫الواطَنِيَّةَ َّ‬ ‫َ‬ ‫ف‬
‫َ‬
‫الصحائِ‬
‫َ‬ ‫ض ُدوا َّ‬ ‫ِمن هجعا هِتَا‪ ،‬وأَ ْن يع ِ‬
‫َ َْ‬ ‫ْ َ ََ‬
‫ُ‬
‫الس ْع ِي لِتَكْثِرْيِ َس َو ِاد َم ْن َيْبتَاعُ َها لِتَ ِسْيَر األ َُّمةُ ىِف َسبِْي ِل الَ َم ْج ِد‪،‬‬
‫ب األ َُّم ِة فِْي َها َو َّ‬
‫بَِتر ِغْي ِ‬
‫ْ‬
‫الس َع َاد ِة‪.‬‬
‫ك طَ ِريْ َق َّ‬
‫َوتَ ْسلُ َ‬
‫الصح ِ‬
‫ف‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫َفتنَّبهوا‪ ،‬رعا ُكم ال ٰل ِه‪ ،‬معشر الن ِ ِ‬
‫َّاشءيْ َن َواَل تَ ُك ْونُوا م َن اخلَاملنْي َ ‪َ ،‬وا ْقَر ُؤا م َن ُّ ُ‬ ‫َ ْ ََ‬ ‫ََ ُ َ َ ُ‬
‫اس َع َد ٍاء‪.‬‬
‫ُسلُ ْوبًا‪ ،‬تَ ُك ْونُوا ِم َن ُّ‬
‫ض ْو ًعا َوأ ْ‬
‫اها َم ْو ُ‬ ‫َّهاوطَنِيَّةً‪ ،‬و ِمن الْ ُكتُ ِ‬
‫ب أمْسَ َ‬ ‫َ َ‬ ‫َشد َ َ‬
‫أَ‬
‫)‪Al-Haj’ah wal yaqdlah (Lengah dan waspada‬‬

‫‪Keadaan suatu umat atau bangsa sama dengan keadaan perorangan‬‬

‫– ‪(individu), sama – sama memiliki sifat lemah dan waspada. Kadang‬‬

‫‪kadang sifat kelengahan lebih menguasai pada umat, sehingga membuat‬‬

‫‪mereka beku dan terbelakang. Akan tetapi terkadang sikap kewaspadaan‬‬

‫‪lebih menonjol sehingga membuat mereka semangat, hingga selalu‬‬

‫‪sadardan waspada. Kedua sifat ini senantiasa bersaing dan berebut posisi.‬‬
75

Dua sifat tersebut tidaka akan berkumpul pada satu orang dan diantara

keduanya tidak bisa saling mereda. Hal tersebut dikarenakan keduanya

berlawanan, dan dua perkara yan berlawanan tidak dapat berumpul dalam

satu tubuh.

Oleh sebab itu, para pemikir hendaknya memperbanyak menulis

dan menyebarkan buku – buku yang bermanfaat,sehingga dapat

mengguguah perasaan umat dan dapat menyadarkan mereka dari

kelengahan. Dalam hal ini hendaknya para kaum cendekia mendukung

koran – koran nasional yang jujur dan majalah – majalah yang bermanfaat

dengan tulisan – tulisan mereka. Hal itu agar umat menggemarinya dalam

rangka meningkatkan jumlah para pembeli (pembacanya). Dengan cara

itulah umat akan terus berjalan menuju kejayaan dan kebahagian.

Wahai generasi muda, sadarlah kalian semua. Janganlah engkau

mennjadi golongan orang – orang yang mundur dan terbelakang. Bacalah

koran – koran ang nasionalismenya kental, da bacalah pula buku yang

berbobot isinya, maka kalia akan hidup berjaya.

Al-tsauratu al-Adabiyah (Revulusi budaya)

Kadang – kadang umat atau suatu bangsa seluruhnya itu tertimpa

penyakit, kecuali orang – orang yang memperoleh kasih sayang Tuhan.

Tetapi ternyata mereka enggan pergi ke dokter spesialis penyakit sosial

untuk minta bantuan kepadanya, agar mengobati penyakitnya,

meringankan sakitnya, dan menyembuhkannya dari penyakit yang

menimpanya.
76

Keengganan suatu bangsa yang sedang sakit untuk berobat kepada

dokter spesialis penyakit sosial tersebut bersumber pada dua perkara :

pertama, mungkin mereka tidak mengeahui penyakitnya sama sekali,

sehingga mereka yang sedang dalam keadaan koma akibat penyakit yang

menyakitinya menganggap dirinya tidak sakit dan terbebas dari segala

penyakit. Kedua, mungkin mereka itu benar – benar mengetahui bahwa

dirinya sakit dan mengetahui pula obat – obat yang mereka butuhkan,

hanya saja mereka itu tidak memiliki kepercayaan dan kemantapan

terhadap adanya dokter yang dapat menyembuhkannya atau mereka itu

enggan berpikir (berupaya) mencari dokter.

Umat atau bangsa manapun tidak akan bisa bangkit, kecuali

dengan meningkatkan akhlak yang baik, yang di dahului dengan

membasmi akar akhlak (kebiasaan) mereka yang bobrok serta

memperbaiki sistem kehidupan sosial mereka. Apabila urusan tersebut

dapat diatasi dengan baik, maka persoalan – persoalan yang lain, misalnya

reformasi tatanan sistem politik, ekonomi dan pembangunan akan mudah

diselesaikan. Usaha meningkatkan moral bangsa dan memperbaiki

kebobrokan tatanan dalam masyarakat itu tidak dapat berhasil, tanpa

melakukan perubahan besar – besaran dalam bidang moral yang perlu

dikobarkan dalam jiwa seluruh umat oleh para tokoh pembaruan dari

kalangan sarjana – sarjana ilmu sosial dan moral sedikit demi sedikit,

sehingga akar – akar kebobrokan moral dapat dijebol, kemudian diganti

dengan moral atau kebiasaan – kebiasaan yang baik. Seluruh umat pada
‫‪77‬‬

‫‪saat ini benar – benar memerlukan adanya gerakan moralitas, untuk‬‬

‫‪memperbaiki keadaan nasib mereka dan mengentas mereka dari dekadensi‬‬

‫‪moral.‬‬

‫‪Wahai generasi muda, engkaulah dokter – dokter penyakit sosial‬‬

‫‪itu. Engkaulah yang diharapkan menjadi pelopor gerakan moralitas ini.‬‬

‫‪Ditanganmulah segala urusan umat. Engkaulah yang bakal disertai‬‬

‫– ‪tanggung jawab mengubah cara berpikir umat dan menyebarkan nilai‬‬

‫‪nilai akhlak mulia dikalangan mereka.‬‬

‫األُ َّمةُ َواحْلُ ُك ْو َمةُ‬

‫اص ٍة‪َ .‬و ُه َو يَ ْستَ ِم ُّد دائِ ًما ٌق َّوتَهُ ِمْن َها‪َ ،‬و َعلَْي َها‬
‫َع َم ِال َخ َّ‬
‫ص بِأ ْ‬
‫اختَ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫احلُ ُك ْو َمةُ ُج ْزءٌ م َن األ َُّمة ْ‬
‫َن ال َقلِْي َل َي ْعتَ ِم ُد َعلَى الْ َكثِرْيِ ‪َ .‬و َما مَسِ ْعنَا أ َّ‬
‫َن َكثِْيًرا‬ ‫ُّؤ ْو ِن‪ .‬أِل َّ‬ ‫ٍِ‬ ‫ِ‬
‫َي ْعتَم ُد ىِف ُك ِّل َشأْن م َن الش ُ‬
‫ضعِْي ًفا َخ ِاماًل َجبَا نًا‪.‬‬ ‫ِ ِ‬
‫ْاعتَ َم َد قَلْي ٍل‪ ،‬ااَّل إِذَا َكا َن َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫صةُ اْل َق ْول أنَّاحلُ ُك ْو َمةَ تَابِ َعةٌ لأل َُّمة ُرقيَّاً َواحْن طَاطاً‪َ ،‬وع ْل ًما َو َج ْهاًل ‪َ ،‬و َ‬
‫صاَل ًحا َوفَ َس ًادا‪.‬‬ ‫َو ُخاَل َ‬
‫َف َعلَْينَا أ ْن اَل َت ْعتَ ِم ُد إالَّ َعلَى أَْن ُف ِسنَا‪َ ،‬واَل نَأْ ُم َل إالَّ َما َنْب ُذلَهُ ِمنَاجْلِ َّد َواهْلِ َّم ِة‪َ .‬ه َذا‪ ،‬إذَا َأر ْدنَا‬

‫صاحِلَةٌ‪.‬‬ ‫نَ ُكو َن َقوما حِلِ ِ‬


‫صا نْي َ لتَ ُك ْو َن لَنَا ُح ُك ْو َمةٌ َ‬
‫ْ ًْ َ‬
‫ط يد َّ ِ‬
‫ص ِادقَةً‪َ .‬و َّ‬
‫الس ْع َي ىف‬ ‫ِ‬
‫الر َجاء‪ ،‬أيُّ َها النَّاششئُو َن‪ .‬أ ْن جَتْ َعلُوا َه َدافَ ُك ْم ح ْد َمةً َ‬ ‫فَِألَْي ُك ْم أَبْ ُس ُ َ َ‬
‫احها وَترقِيتِها حىَّت يعود إلَيها جَمْ ُدها الدَّاثِر‪ ،‬و َشر ُفها الغَابِر‪َ ،‬فتُ َك ِّو َن ح ُكومةً ُتنَ ِ‬
‫اسُب َها‬ ‫ِ‬
‫ُ َْ‬ ‫ُ‬ ‫ُ َ َ َ‬ ‫إجْنَ َ َ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ُ ْ َ َ‬
‫ذلك تَ ُكونُ ْو َن َوطَنِِّينْي َ َحقًّا‪.‬‬
‫صاديًّا َوعُ ْمَرانِيًّا‪َ ،‬وبِ َ‬ ‫رقِيًّا ِ ِ‬
‫اعيًّا و ِع ْل ِميًّا واقْتِ ِ‬
‫َ َ‬ ‫إجت َم َ‬ ‫ُ ْ‬
‫ِ‬ ‫والرجاء وحاطَ ُكم بِعِ ِ ِ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ُّعاءَ‬ ‫َّق اللَّهُ فْي ُك ْم َّ َ َ َ َ ْ ْ‬
‫ص َمته َو َت ْوفْيقه؛ إنَّهُ مَس ْي ُع الد َ‬ ‫َحق َ‬
‫)‪Al-Ummah wa al-Hukumah (Rakyat dan pemerintah‬‬
78

Pemerintah adalah bagian daripada umat dengan pekerjaan –

pekerjaan khusus dan tertentu. Ia senantiasa meminta bantuan umat untuk

mengukuhkan kekuatannya dan pasti mengandalkan umat dalam segala

urusan. Sebab yang sedikit pasti bergantung pada yang banyak. Kita tidak

pernah mendengar kelompok yang banyak atau besar bergantung kepada

kelompok kecil, kecuali jika kelompok besar (umat) itu lemah, terbelakang

dan pengecut.

Ringkasnya, sesungguhnya pada dasarnya pemerintahan itu ikut

atau tergantung pada keadaan umat dalam hal pandai atau bodonya,

kemajuan, kemunduran, kepandaian dan dan kebodohannya serta kebaikan

dan kerusakannya. Oleh sebab itu kita tidak boleh bergantung kecuali pada

diri kita sendiri. Dan kita juga tidak boleh berangan – angan kecuali

dengan kesungguhan dan keseriusan yang telah kita curahkan, kalau kita

memang ingin menjadi bangsa yang baik, agar kita mempunyai

pemerintah yang baik pula.

Wahai generasi muda, kepadamulah kami berharap. Hendaknya

kalian semua maenjadikan tujuan kalian untuk berkhidmat kepada umat

dengan sebenarnya. Berusaha keras mencapai keberhasilan dan kemajuan

untuk umat, hingga kejayaa dan kemulian mereka yang telah hilang

kembali lagi. Sesudah itu, terbentuklah pemerintahan yang maju, baik di

bidang sosial, ilmu pengetahuan, ekonomi maupun pembangunan. Dengan

upaya seperti itulah engkau akan menjadi seorang nasionalis yang sejati.

‫الْغُُر ْو ُر‬
79

:‫الن ُف ْو ِس َيَر ْو َن ىِف أ ْن ُف ِس ِه ْم َما الََيَراهُ َغْيُر ُه ْم فِْي َها‬ ُ ‫ِض َع‬
ُّ ‫اف‬

.ُ‫ َو َيَر ْو َن أن َُّه ْم عُلَ َماء‬.‫أسبَاهِبَا نَِقْيٌر َوالقِطْ ِمْيٌر‬ ِ


ْ ‫س هَلُ ْم م ْن‬
َ ‫َيَر ْو َن أن َُّه ْم عُظْ َماءُ َولَْي‬
‫الس َم ِاء‬
َّ ‫ض َوأقْطَ َار‬
َ ‫األر‬
ْ ‫س‬ ِ ٍ ِ ً َ‫اب ىِف ي‬
َ ‫ ألَب‬،‫وم َداجن‬ َ
ِ
ِ ‫وس ِهم َكاالضَّب‬
ْ ‫َواجْلَ ْه ُل قَ ْد َخيَّ َم َعلى نُ ُف‬
.‫الع َم ِاء‬ ِ
َ َ‫ْأرديَة‬
‫وهو ُخلُ ٌق سافِل يُودى مِب َا ىِف‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الن ْف‬ َّ ‫َو َما ذَلكض ُكلُّهُ إالَِّمن غُُرو ِر‬
ْ ٌ َ َ ُ .‫س َوطَمع َها بالبَاط ِل‬
‫َص َحاهِبَا ِمن‬ ِ َّ ‫ضى على م فِيها ِمن عم ِل‬
‫ادة ومَيْحو أِل‬ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ‫الن ُف‬
ْ ‫وم‬ َ ْ ُ َ ‫الس َع‬ ََ َ ْ َ َ َ ‫وس م ْن ذَ َماء الْ َفضْيلَة َو َي ْق‬ ُّ

.‫وس العُ ًقاَل ِء‬


ِ ‫بَِقيَّ ِة احلُِّريَِّة ىف نُ ُف‬

ِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫ أيُّها النَّشء‬،‫ُعي ُذ َك‬


ِ
َ َ‫ َويَُزيَّ َن ل‬،‫إىل هذه األ ُُم ْو ِر‬
‫ك‬ َ ‫ م َن الغُُر ْور فَأنَّهُ يَ ُس ْو ُق‬،‫الصال ُح‬ ُْ َ ْ ‫فَأ‬
.‫ب اهلََو ِان‬ َ ُ‫َع َم َال الدَّنِْيئَةَ َوحَيْ ِمل‬
ِ ‫ك َعلَى َمر َك‬
ْ ْ ‫األ‬
Al-Ghurur (Tertipu oleh perasaan sendiri)

Orang yang berjiwa lemah itu umunya memandang dirinya tidak

dengan pandangan orang lain terhadapnya. Orang yang berjiwa lemah

selalu memandang dirinya sebagai orang – orang agung dan mulia.

Padahal mereka sama sekali tidak memiliki sebab – sebab yang

menyebabkan mereka dianggap mulia. Mereka menganggap diri mereka

sebagai bagian dari orang – porang yang pandai, tetapi sebenarnya

kebodohan tetap meyelimuti diri mereka, bagaikan awan tebal dihari yang

selalu meyelubungi bumi dan menutup seluruh permukaan langit.

Semua itu tiadak lain karena mereka telah tertipu oleh perasaan

dirinya sendiri (ghurur) dan karena kecintaan nafsunya pada kebatilan.

Sifat ini merupakan perangai yang hina, yang dapat membinasakan sifat –
‫‪80‬‬

‫‪sifat mulia yang ada di dalam jiwa dan dapat menghapus harapan‬‬

‫‪mendapatkan kebahagiaan serta menghilangkan sisa – sisa kemuliaan yang‬‬

‫‪ada pada jiwa orang – orang yang berakal sehat.‬‬

‫‪Wahai generasi muda, saya memohon kepada Allah SWT agar‬‬

‫‪menjaga kita semua dari sifat ghurur, tertipu oleh perasaan diri sendiri.‬‬

‫‪Sebab ghurur itu mendorong seeorang pada perbuatan – perbuatan tercela‬‬

‫‪dan memperindah perbuatan – perbuatan yang hina hingga tampak baik‬‬

‫‪olehmu, dan ghurur itu juga mendorongmu untuk melakukan kehinaan.‬‬

‫ُّد‬
‫َّجد ُ‬
‫الت َ‬

‫التجدُّد هو احليا ةُ‪ .‬وهو سنَّةُ عا مةٌ ىف ُك ِّل حي‪ .‬األَ جسام احْل يَّةُ يتجدَّد ىف مد ٍ‬
‫َّة َم ْعلُ ْو َم ٍة‬ ‫ْ َ ُ َ ََ َ ُ ُ‬ ‫َ ًّ‬ ‫َ َ ُ ُ َ ََ َ ُ َ ُ َ َ‬

‫صا حِلَتًا لِْلَب َقا ءش َو َيْن َشأُ َغْيُر َها مِم َّا ُه َو قَا بِ ٌل لِْل َحيَاةش‪َ .‬ولَ ْوالَ‬ ‫َفَت ْفىَن َذ َّر ُت َها الَّىِت مَلْ تَ َ‬
‫بق َ‬
‫ب َب ْع َد َها ىف ِس ْف ِر ال َفنَ ِاء‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ُّد لَ َما أ َْم َكَن ُها أَ ْن حَتْيَا أَ ْك َثَر من َعش ِر سننْي َ ‪ ،‬مُثَّ تُكْتَ ُ‬
‫‪.‬ه َذا التَ َجد ُ‬
‫َ‬

‫اح ِد‪َ ،‬حىَّت‬ ‫َ َ‬


‫ك كا َن ال ٰلّه سبحانَه ير ِسل الرسل‪ ،‬الو ِ‬
‫اح ُد إِ ْثر الْو ِ‬
‫ُ ُ ْ ُ ُْ ُ ُ ُ ُ َ‬
‫ِِ‬
‫ُّد ُسنَّةٌ طَبِعِيَّةٌ إهٰل يَّةٌ‪ ،‬لل َ‬
‫َّجد ُ‬
‫الت َ‬
‫السا بِق مع ِزياد ٍ‬
‫ات َت ْقتَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫جُي دِّد الاَّل ِحق مِل‬
‫ال‪َ ،‬وتَ ْدعُ ْو إِلَ ْو َها‬
‫ضْي َها احْلَ ُ‬ ‫معا َ َما َجاءَ بِه َّ ُ َ َ َ‬
‫ُ َ‬ ‫َ َ‬

‫اجةُ‬
‫‪.‬احلَ َ‬
‫احتَ َّل ِمن‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫م سرت روح الت ِ‬
‫َّجدُّد ىف أل َُّمة َت ُث ْو ُر َعلَى َم فَ َس َد َم ِن أ ْ‬
‫َخاَل َق َها َوهَت ْي ُج َعلَى َما َ‬ ‫َىَت َ َ ْ ُ ْ ُ َ‬
‫ضي علَى ما َشاخ ِمنَ ِادها حىَّت َتر ِجع ذلك ُكلَّه يتهادى ىف مطَا ِر ِ‬
‫ف الشَّبَا‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫َ‬ ‫ْ ُ َ ُ ََ َ َ‬ ‫أَطظ َمت َها َوَت ْق َ َ َ َ‬
‫‪.‬ب َوحَي ِطُر ىف ُحلضلش الَ َمال‬
‫ِ‬
81

‫َخاَل قِ َها َوأَنْ ِظ َمتِ َها‬ ‫هِن‬


ْ ‫وس َع َادا َا َوأ‬
ُ ُ‫ت ُرء‬
ِ ِ ‫ ىف احلاج ِة الْ َقصوى إِىَل الت‬،ُ‫إِنَّاأل َُّمة‬
ْ َ‫ َف َقد ا ْشَت َعل‬.‫َّجدُّد‬
َ َْ َ
‫ولُغَتِ َها َو َسائ ِر ُم َق َّو َماهِتَا َشْيبًا‬.
َ
At-Tajaddud (Pembaharuan)

Pembaruan adalah kehidupan. Ia merupakan hukum alam yang

sudah ditetapkan oleh Allah SWT dan berlaku dalam kehidupan segala

sesuatu. Segala makhluk yang hidup, pasti mengalami pembaruan

(perubahan) dalam setiap masa tertentu. Bagian – bagian (sel – sel) yang

tidak cocok untuk dipertahankan, tentu akan rusak, kemudian tumbuhlah

yang lain menggantikannya, yang bisa bertahan untuk hidup. Andaikata

tidak ada pembaruan atau peremajaan seperti itu, pasti makhluk yang

hidup tidak akan bertahan hidup hingga sepuluh tahun lamanya. Sesudah

itu barulah sirna.

Pembaruan adalah hukum Allah SWT yang diberlakukan dalam

kehidupan di alam ini. Oleh sebab itu, Allah SWT menguttus beberapa

utusan, seorang demi seorang, yang satu diganti oleh yang lain. Utusan

baru yang menggantikan yang lama itu membawa ajaran – ajaran ang

dibawa utusan yang lama, dengan beberapa tambahan yang sesuai dengan

tuntutan keadaan dan keb‟utuhan umat. Persoalan yang demikian itu telah

dituangkan dalam hadits.”Allah megutus pada permulaan setiap seratus

tahun (satu abad, seorang yang ditugasi untuk melakukan pembaruan di

kalangan umat ini dalam persoalan agamanya.)” Manakala jiwa

pembaruan telah menjalar kedalam tubuh umat, maka umat dengan

sendirinya akan sadar dan bergerak untuk membasmi perilaku yang jelek
‫‪82‬‬

‫‪dan mendobrak tatanan umat yang telah rusak serta adat istiadat yang telah‬‬

‫‪rapuh. Sehingga umat akan bergairah, kembali seperti masih muda yang‬‬

‫‪serba sempurna.‬‬

‫‪Wahai generasi muda, sesungguhnya umat sangat membutuhkan‬‬

‫‪pada pembaruan disegala bidang. Sebab, dalam umat, tingkah laku,‬‬

‫‪peraturan, hukum, bahasa dan segala persoalan penting mereka, dewasa ini‬‬

‫‪telah rapuh dan lapuk.‬‬

‫ف‬
‫ال َّتَر ُ‬
‫التلَف‪ .‬فَاملتر ُفو َن ضع َفاء الع ُقو ِل‪،‬ضع َفلء‪ +‬اجلس ِ‬
‫وم‬ ‫السر ُ ِ‬
‫ُْ َ ْ ُ َ ُ ُ ْ ُ َ ُ ُ ُ‬ ‫ف َداعيَةٌ َّ َ‬ ‫ف يَ ُس ْو ُق إىل َّ َ‬
‫التََّر ُ‬

‫إلي ِه‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬


‫إالر َادة‪َ ،‬خا ملُوا أَال ْذ َهان‪ ،‬الَ َي ْع ِرفُون ل ْل َحياَة َم ْعىًن ‪ ،‬س َوى ماتَ ُسو ُق ُهم ْ‬
‫ض َع َفاءُ َ‬
‫ُ‬
‫فك‬ ‫ات البَ ِه ِميَّةُ‪ .‬فَالَ يَ ْس َع ْو َن مِلَ يُِفْي ُد َّ‬
‫أُالمةَ‪ ،‬واليُ ّ‬ ‫لذ ِ‬
‫ات احلََيوانِيَّةُ‪َ ،‬و تَ ْدفَ ُع ُه ْم إلَْي ِه الَّ َّ‬
‫َّه َو ُ َ‬ ‫الش َ‬
‫ورن والشَُّّر‬ ‫رو َن فِيها يعمرالبِالَد‪ .‬فَاملعر ُ ِ‬
‫وف عْن َد ُهم َمْن ُك ْوٌر واملَْن ُك ْوٌر َم ْش ُه ْوٌر‪ ،‬واخلَْيُر َم ْقبُ ٌ‬ ‫ُ ْ ْ َ َ ْ ُ ُ َ َْ ُ‬
‫ب أَال ْش ِق ِ‬
‫ياء‪.‬‬ ‫ف مصا ٍ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ِٕا‬
‫دعو َت ُهم ل جَتْفْي ُ‬
‫ور ‪ .‬ف ن َ‬‫َمْن ُش ٌ‬
‫أُالم ِة إال كا َن ٰه ِ‬
‫ٔوالء املْتَرفُو َن َمْن َشأهُ‪ .‬و َما من َبلٌِيَ ٍة حَتُ ُّل هِبَا‪ ،‬إال‬ ‫ما من فَ َس ٍاد َيْنتَ ِشُر يف َّ‬
‫ُ‬
‫وق إال كانوا ِعما َدهُ َو ِذ ْروة ِسنَا ِم ِه‪.‬‬ ‫يم ْأوبا ِٔٔى‪َ ِ+‬ها و َما من فُ ُس ً‬‫ِ‬
‫كاَنُوا َجَرا ث َ‬
‫ِ‬ ‫ط ب ُكم من ِس ِ‬
‫َفَتنََّب ُهوا‪ ،‬اىل ما حُيِ ي ُ‬
‫باع امللّ ٌَذا ت ‪ ،‬وما حَيُو طُ ُكم من َ‬
‫ض َوا رى‬

‫ين ‪َ :‬ك ٰيال تَكْتَبوا يف‬ ‫بأخال ق املتٰرفني و الَ تَ ِسريوا سير ِ‬ ‫الشَّهو ِ‬
‫ات وال َتتَ َخلَّ ُقوا ٰ‬
‫العا د َ‬
‫ََْ َ‬ ‫َُ‬ ‫ََ‬
‫صرين‬ ‫ال ٌذ ِاهبِني و يف هذا بصائِر ل ُكم إن كْنتُم مب ِ‬
‫ُْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫)‪At-Taraf (Kemewahan‬‬
83

Kemewahan menjurus pada pemborosan, dan pemborosan

mengarah pada kebangkrutan. Orang – orang yang suka kemewahan ialah

orang yang lemah akalnya, lemah tubunya, lemah cita – citanya dan

terbelakang cara berpikirnya. Mereka tidak mengerti arti hidup, kecuali

senang – senang, menuruti kemauan nafsu binatangnya dan memburu

kelezatan, seperti yang dirasakan bianatang (misalnya makan, mium, tidur

dan berhubungan badan). Mereka enggan melakukan sesuatu yang

bermanfaat bagi umat dan enggan berpikir tentang kemajuan negara.

Perkara yang baik mereka anggap mungkar. Kemungkaran mereka anggap

sesuatu yang biasa dan kebaikan seakan harus mereka kubur. Sedangkan

kemaksiatan mereka sebarluaskan.

Tidak ada kerusakan yang merajalela ditengah umat atau

masyarakat, kecuali orang yang suka berfoya – foya itulah sebagai

sumbernya. Tidak ada bencana yang melanda umat, melainkan merekalah

yang menjadi virusnya, dan tidak ada pelanggaran terhadap hukum Allah

SWT yang terjadi di tengah umat, melainkan merekalah yang suka

kemewahan dan berfoya – foya sebagai dalang dan pelopornya.

Wahai generasi muda, waspadalah kalian terhadap kesenangan dan

kemewahan yang selalu menggoda hati kalian. Ibarat seekor serigala yang

siap menerkam tubuhmu. Janganlah berperilaku layaknya orang – orang

yang gemar hidup mewah, jangan pula bertingkah laku seperti tingkah

lakunya orang – orang yang melampaui batas, agar kalian tidak tercatat

sebagai golongan orang – orang yang telah jatuh. Dalam uraian tersebut
84

terdapat banyak pelajaran bagi kalian semua, apabila kalian semua mau

memperhatikan.

‫الدِّيْ ُن‬

‫ الدِّيْ ُن‬.‫إمهال لُباَبِِه‬


ُ ‫ك بُِق ُشو ِره َو‬
ُ ‫َّم ُّس‬
َ ‫ وما أ ْشقاهمء إال َت ْر ُكهُ أو الت‬،‫َّاس إالالدِّيْ ُن‬
ُ ‫أس َع َد الن‬
ْ ‫ما‬

ً‫ وقَ ِد اخَّتَ َذهُ الْ ُمَتلَبِّ ُس ْو َن بِِه ِحباَلَة‬،‫َّاس َم ْعناَ َها‬


ُ ‫ع الن‬
َ ‫أضا‬
َ ‫ وألْفا ُظ‬،ُ‫وح لَه‬
ٌ ‫الي ْو َم َشبَ ٌح ال ُر‬
َ
‫و ُهم‬.‫ا‬ ‫اع ح َقا ٕىبِ ِهم ِمن هِل‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِال‬
َ ‫أموا‬ َ ْ َ ِ ‫اه ْم َوإ ْتَر‬
ُ َّ‫سشيلَةً لَت ْعظْيم َها إي‬
ْ ‫ َو َو‬،‫صطيَاد عُ ُق ْول الْ َع َّامة‬
ْ
‫ضعِْي َفة‬
َ ‫وس‬ ِ
ٌ ‫ ونُ ُف‬،ٌ‫أخاَل ٌق َوضْي َعة‬
ْ ‫و‬، ِ ‫ىِف‬ ِ
َ ‫ بل هناك َج ْه ٌل ُمطْب ٌق‬، ٍٕ ‫ليسوا من الدِّيْ ُن َشىْي‬

ُ‫أوه ٍام َو َس َدنَة‬ ٍ ِ ِ ِ ْ ‫ونُ ُفور ِمن صالِ ِح‬،ٌ


َ ٌ‫وأ ْك َثُر ُه ْم َعبَ َدة‬،‫ وبُ ْع ٌد عن َه َدف احلَقْي َقة‬،‫األعمال‬ ٌ
ِ ِ ِ َ ‫مَت َّسكوا م‬.‫وأُجراء أهو ٍاء‬،‫َت َقالِي ٍد‬
ِ ِ ِ ِ‫َّشئ‬
ُ ،‫للمْنتَسبِنْي َ إلَْيه‬
‫وهو‬ ُ ‫ َوالَ تَ َدعُوا‬.‫ بديْن ُك ْم‬،‫ني‬
َ ‫عشَر الن‬ َ َ ْ ُ ََ َ ْ
.. ‫عاد َتنْي‬ َّ ِ‫ َت ُف ْو ُزوا ب‬،ً‫ َسبِٰيال‬،‫َبَراءٌ ِمْنهثُم‬
َ ‫الس‬
At-Din (Agama)

Tidak ada sesuatu pun yang dapat membahagiakan manusia kecuali

agama, demikian pula tidak ada sesuatu yang dapat mencelakakan mereka

kecuali mengabaikan agama atau Cuma berpegangan dengan bagian luar

(kulit) agama dan meninggalkan inti ajarannya.

Agama di zaman sekarang ini ibarat suatu momok atau hantu yang

tidak bernyawa dan kandungan makna kalimat – kalimat ajarannya

disepelekan oleh banyak orang. Ia dimanfaatkan oleh orang – orang yang

memakai baju agama sebagai alat untuk mempengaruhi pikiran – pikiran

orang awam agar mau mengagungkan mereka dan untuk mengisi kocek

(koper) dengan uang dari mereka tersebut.


85

Mereka yang memanfaatkan untuk tujuan tersebut, sama sekali

bukan orang yang mengerti agama, tetapi yang meeka lakukan itu

merupakan kebodohan yang parah, akhlak yang tidak terpuji, kepribadian

yang hina, jauh dari perbuatan baik dan menyimpang jauh dari tujuan

agama yang sebenarnya. Orang – orang yang menggunakan agama untuk

tujuan – tujuan tersebut, umunya adalah orang – orang yang suka pada

khalayalan, penganut fanatik paham taklid dan budak – budak hawa nafsu.

Wahai pemuda, berpegang teguhlah terhadap agama kalian semua.

Janganlah engkau membiarkan orang – orang berbuat sesuatu atas nama

agama, padahal agama tidak mengajarkan sesuatu itu. Semua itu agar

engkau mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

Al-Madaniyah (Peradaban)

Peradaban yang benar adalah suatu perilaku yang dapat membuat

orang yang beradab sehat fisik dan akal pikirannya serta membungkusnya

dengan pakaian yang membuatnya tampak indah mempesona di kalangan

keluarga, golongan dan masyarakat lingkungannya serta akan

menjadikannya bekal bahagia di dunia dan akhirat.

Peradaban tidak lain adalah akhlak terpuji, yang dapat

membuahkan kerukunan antar individu dan persatuan antargolongan. Ia

merupakan usaha dan amal perbuatan yang melahirkan kemajuan negara

dan meningkatkan kondisi sosial, upaya secara intensif membersihkan

jiwa dari sifat – sifat tidak terpuji, untuk memperoleh kemuliaan, menahan

diri dari perbuatan yang membahayakan manusia, menghindari perangai –


86

perangai buruk. Dan ia (peradaban) merupakan usaha maksimal

meringankan penderitaan orang yang susah serta upaya membangun

seklah – sekolah (lembaga – lembaga pendidikan).

Dikalangan bangsa timur, masih ada sekelompok orang yang

mengaku mencontoh bangsa barat, tetapi merekan tidak mengikutinya

dalam mengkaji ilmu pengetahuan yang berguna dan tidak pula

mencontoh usahanya yang dapat menghasilkan kemanfaatan. Namun,

mereka hanya meniru tingkah laku dan kebiasaan orang – orang barat yang

rusak moralnya, tidak mengerti tentang peradaban selain menuruti

kesenangan, berbuat kemungkaran, berpakaian denganberaneka mode,

berpegang pada adat kebiasaan yang hina dan menghambur – hamburkan

harta untuk melakukan perbuatan – perbuatan yang hina dan mesum.

Wasapadalah

wahai pemuda, terhadap pemahaman peradaban yang tidak sesuai

dengan hakikat peradaban, sehingga menyebabkan engkau rugi di dunia

dan akhirat, badanmu akan sakit dan pikiranmu menjadi rusak.

Al-Wathoniyah (Nasionalisme)

Tidak semua orang yang menganjurkan semangat nasionalisme itu

memiliki jiwa nasionalisme yang sejati. Sebelu engkau melihatnya sendiri

ia telah melakukan suatu usaha yang dapat menghidupakn negara dengan

mengorbankan segala miliknya yang berharga demi kemajuan negara serta

mau berusaha bersama orang lain untuk menjunjung tinggi martabat


87

negara dan bekerja keras bersama kawan – kawan senasib membela

negaranya.

Adapun orang yang berusaha melakukan sesuatu yang dapat

melemahkan kekuatan negara dan mematahkan sendi – sendinya, maka dia

masih jauh dari sebuatan seorang nasioanlis, walaupun dia telah berteriak

– teriak dengan suara yang dapat di dengar oleh seluruh penjuru negeri dan

berulang – ulang menyatakan “saya adalah orang nasionalis tulen”.

Diantara kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap

putra bangsa adalah meningkatka jumlaj orang – orang terpelajar yang

bermoral tinggi dan baik, yang telah tertanam kuat dalam dadanya kata

mutiara yang amat terkenal, yakni “cinta tanah air itu adalah bagian dari

keimanan”. Upaya meningkatkan jumlah kaum terpelajar tersebut tidak

akan terwujud, kecuali dengan mengorbankan harta dengan niat “demi

kemaslahatan umum”, mencurahkan tenaga dan pikiran ntuk membangun

lembaga – lembaga pendidikan yang dapat menghembuskan jiwa

nasionalisme pada jiwa para pelajar, yang dapat melahirkan gagasan –

gagasan mulia dan amal saleh dalm benak mereka dan yang sanggup

membangkitkan mereka tatkala mereka menjadi dewasa untuk berkhidmat,

demi kepentingan negara yang berada di ambang kehancuran akibat ulah

putra putri negara yang tidak bertanggung jawab, yang kejahatannya

melebihi musuh – musuh yang sebenarnya.

Wahai generasi muda, semua harapan bangsa ditumpahkan kepada

kalian, maka bangkitlah engkau, giatlah menuntut ilmu. Semoga Allah


88

SWT melindungimu dan berperangailah dengan perangai dan akhlak orang

– orang terdahulu, karena negara telah memanggilmu dan engkau adlah

orang yang di tunggu-tunggu. Realisasikanlah cita – citamu, maka negara

dan bangsamu akan hidup bersamamu.

Al-Hurriyyah (Kemerdekaan)

Sesungguhnya setiap bangsa itu memiliki kematian, dan kematian

setiap umat ini adalah hari kelenyapan (hilang) kemerdekaan umat atau

bangsa itu sendiri. Kemerdekaan adalah sebuah karunia Allah SWT,

Tuhan sang pencipta manusia, yang diharapkan manusia itu bisa

memanfaatkan dengan baik untuk dirinya sendiri dan orang lain. Orang

yang merdeka, dalam pengertian baru dan benar adalah orang yang murni

pendidikannya, bersih jiwanya, berpegang teguh dengan sifat – sifat

terpuji, mejauhkan diri dari sifat – sifat tercela, melepaskan diri dari segala

bentuk ikatan perbudakan dan melaksanakan kewajiban yang menjadi

kewajibannya.

Bukanlah dikatakan kemerdekaan, yaitu perbuatan seorang yang

dapat membahayakan dirinya sendiri dan oorang lain. Misalnya,

memboroskan harta kekayaan, melecehkan sifat kemanusiaan,

membelokkan perbuatan kemungkaran, melakukan kerusakan tatanan

kemasyarakatan dengan melakukan perbuatan – perbuatan yang dapat

menyakiti hati orang, mengadu domba, menggunjing, bermusuhan dan

perbuatan – perbuatan lainnya yang tidak sesuai dengan akhlak mulia.


89

Bangsa manapun yang ingin mencapai puncak peradaban yang

tinggi dan kemakmuran yang merata, maka harus bekerja keras dalam

mendidik individu – individu bangsa, memahami arti kebebasan dan

kemerdekaan yang sebenarnya, harus mendoktrin putra – putrinya dengan

nilai – nilai luhur bangsa yang bersih dan murni.

Wahai generasi bangsa, bangkitlah berjuang untuk mencapai

kemerdekaan yang sejati, yang bebas dari campur tangan orang – orang

munafik dan penghianat, karena kemerdekaan yang murni itulah jalan satu

– satunya mencapai kejayaan. Kemerdekaan yang sejati adalah jalan

menuju kehhidupan yang bahagia.

Anwa’ Al-Hurriyyah (Macam-macam kemerdekaan dan kebebasan)

Kemerdekaan atau kebebasan itu ada beberapa macam, antara lain

kemerdekaan individu, berorganisasi, ekonomi dan politik. Suatu bnagsa

tidak mungkin berdiri kokoh, tanpa kemerdekaan atau kebebasan dalam

empat bidang tersebut.

Yang pertama, adalah kemerdekaan individu. disebut juga

kebabasan pribadi, yang merupakan persoalan yang sangat penting.

Dengan adanya kemerdekaan individu ini, maka akan terciptak

kemerdekaan organisasi, sebab organisasi itu terdiri dari berbagai individu.

Karena itu kemerdekaan oragnisasi tidak akan terwujud tanpa adanya

kemerdekaan individu dalam organisasi tersebut. Oleh sebab itu, umat atau

bansa yang ingin merdeka, harus berjuang keras mendidik tiap individu
90

dengan pendidikan yang independen agar terbentuk kelompok yang

independen, mereka terdiri dari individu – individu tersebut.

Kemerdekaan individu itumeliputi kebebasan berbicara, menulis,

mencetak, dan mengemukakan gagasan atau pendapat secara terbuka tanpa

adanya intervensi, pengawasan, kontrol atau tuntunan. Dengan syarat

semua itu tidak mengganggu atau menodai kebebasan orang lain.

Yang kedua, kemerdekaan organisasi. Maksudnya adalah setiap

golongan itu memiliki hak mengadakan pertemuan atau rapat dimana saja

dan kapan saja, kecuali jika dipersenjatai maka harus dilarang, sebab

perbuatan golongan atau organisasi yang mengadakan pertemuan dengan

membawa senjata tersebut, barangkali dapat menimbulkan tindakan –

tindakan yang melanggar arti kebebasan yang sejati. Disamping itu setiap

golongan mempu yai hak mendirikan berbbagai organisasi yang

berbedabeda visinya, baik oragnisasi yang bergerak dibidang keilmuan,

kesusastraan, keagamaan, perindustrian, sosial maupun politik, dengan

syarat peraturan dan undang – ndangnya sesuai dengan aturan dan undang

– undang yang telah digariskan oleh majlis permusyawaratan rakyat.

Oleh sebab itu, orang – orang yang duduk d majelis tersebut harus

terdiri dari orang – orang yang dikenal independen, berpengetahuan luas,

jujur, baik pendapatnya, dan sehat akal dan pikirannya, agar mereka tidak

menetapkan undang – undang yang membelenggu kebebasan atau

kemerdekaan rakyat dan bertentangan dengan kepentingannya.


91

Yang ketiga, kemerdekaan ekonomi. Kebebasan dibidang eknomi

merupakan kehidupan rakyat dalam bidang materi. Apabila rakyat tidak

diberi kebebasan dibidang perdagangan, pertanian, pendirian pabrik, dan

eksplorasi tambang untuk memanfaatkan sumber – sumber ekonomi yang

terkandung dalam bumi, maka sama halnya kehidupan rakyat ini dengan

orang yang ditawan dan lehernya diikat dengan tali, sementara kedua

ujung tali tersebut dipegang oleh dua orang yang kuat, berbadan kekar

yang selalu menakut – nakutinya akan menarik dua ujung tali itu hingga

mencekiknya, dan kedua orang itu mengancamnya pula dengan kematian.

Demikianlah tawanan itu yang hanya bisa menanti kematiannya dosetiap

saat.

Yang keempat, kemerdekaan politik. Maksudnya, setiap bangsa

bebas menentukan segala persoalannya sendiri, tanpa ada ikatan atau

intervensi dari bangsa lain. Berarti, umat itulah yang berkata sepenuhnya

menetapkan peraturan dan undang – ndang yang sesuai dengannya.

Termasuk juga bebas menmbuat perjanjian apa saja dengan bangsa

manapun, menetapkan pajak atau cukai barang – barang dari negara –

negara asing yang masuk dan bebas membuat perluasan dan penngkatan

produksi sektor pertanian, perekonomian, perindustrian nasional dan

lainnya yang dperlukan sebagai bangsa yang berdaulat. Kebebasan

berpolitik ini tidak akan terlaksana secara seampurna, jika bangsa yang

bersangkutan belum sepakat memantapkan tiga macam kemerdekaan yang

sudah disebutkan sebelumnya (yakni, kemerdekaan individu, organisasi


92

dan ekonomi). Jika tidak demikian, maka perjalanan bangsa itu untuk

menuju kemajuan tentu akan terhambat, karena mengalami kepincangan.

Sedangkan mana mungkin orang yang pincang itu bisa mengejar jalan

orang yang kuat.

Wahai generasi muda, bekerjalah dengan semangat tinggi,

pelkajarilah segala pelajaran dan berbagai persoalan yang berkaitan

dengan kemerdekaan yang benar. Ingatlah! Aetiap bnagsa itu memiliki

ajal, dan ajal setiap bangsa itu apabila mereka telah kehilangan

kemerdekaannya.

Al-Iradah (Kemauan)

Saya belum pernah melihat seorang yang meneguhkan

kemauannya untuk mencapai sesuatu, melainkan sesuatu itu pasti tercapai.

Demikiamnlah kenyataannya, sebab arti dari kemauan itu sendiri adalah

keinginan terhadap sesuatu, diikuti dengan unsaha untuk mencapainya,

mencurahkan segala potensi untuk merealisasikannya, meyiapkan alat –

alat atau sarana yang dapat membantu untuk mewujudkannya dan terus

semangat bekerja tanpa mengenal lelah. Tidak dapat diragukan bahwa

sesuatu yang diinginkan itu pasti terwjud, manakala cara – cara tersebut

dijalankan oleh orang yang mempunyai keinginan. Allah SWT telah

menetapkan bahwa, tercapainya hal – hal yang diinginkan itu tergantung

pada kesungguhan kemauan. Rasulullah SAW pernah bersabda :

“sesungguhnya semua perbuatan itu menurut niatnya”.


93

Kemauan itu menuntut kesabaran, tidak ragu – ragu dan

menganggap remeh rintangan – rintangan yang menghalangi usaha –

usaha yang bermanfaat. Hal semacam itulah yang menjadi sebab utama

berhasilnya pekerjaan. Apabila dikalangan suatu bangsa terdapat banyak

rang yang jiwanya telah didasari kemauan keras, maka bangsa tersebut

akan melaju dengan cepat. Sedangkan setiap bangsa yang sendi – sendi

keagungannya rapuh dan pilar – pilar kemuliaannya ambruk, semua itu

disebabkan karena bangsa tersebut kurang memiliki orang – orang yan

berkemauan keras.

Wahai generasi muda, kalian semua adalah tiang – tiang bangsa,

pilar – pilar keagungan dan pemimpin – pemimpin bangsa dimasa

mendatang. Sebab itu, biasakanlah sejak sekarang menjadi orang yang

berkemauan keras, jangan mempedulikan rintangan – rintangan yang

menghalangimu dalam menggapai cita – citamu. Berkonsentrasilah pada

kemauan, maka apa yang kalian inginkan akan mudah tercapai.

‫والرأسة‬
َّ ‫الز َع َمة‬
َّ
ِ ‫كل َّأم ٍة هم روح إجتِم‬
‫ فإ ًن‬.‫اع َها‬ َ ْ ُ ُْ ُّ ،‫وح قِ َو َام اجلِ ْس ِم‬
ِّ ‫فالروءَ َساءُ يف‬ ُ ‫الر‬
ُّ ‫إذا َكانت‬

‫ت َو َي ُقوموهَن ا إن‬ ٍ ِ ِ
ْ ‫ض ْو َن هبا إ ْن َع َثَر‬
ُ ‫التقو ُم هلا قائ َمةً إالّ إ َذا قَ َام فْي َها ُز َع َماءُ يَن َه‬
ْ َ‫األمة‬
َّ
ِ
‫ضلَّت‬ ْ َ‫أخ ُذو َن بِيَد َها إن َس َقط‬
َ ‫ َو َي ْر ُش ُد ْو َن َها إن‬،‫ت‬ ُ َ‫ َوي‬، ‫أعوجت‬.
،‫ والعِل ِم‬،‫اس ِة ِم َن الْ َع ْق ُل‬ َّ ‫ حىت َتَت َو َّفَر فيه ُشُرو ُط‬،‫س َرئِْي ًسا ح ًقا‬
َ َ‫الرئ‬ ُ ‫الر ُئْي‬
َّ ‫و يكون‬

،‫ وال َكَرِم‬،‫السْيَر ِة‬ َّ ‫ وطَ َه َار ِة‬،‫َّه َام ِة‬


ُ ،‫الس ِر َير ِة‬
ِّ ‫وح ْس ِن‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫والش‬،‫ والْ ُمُروءَة‬،‫وص َّحة الْ ِو ْج َدان‬
94

ِ ِ ِ ِ ‫ يف سبِي ِل‬،‫والب ْذ ِل اجْل ِّم‬


‫وقام‬
َ ‫ه!ج‬َ ‫ فَ َم ْن َن َه َج هذا الْ َمْن‬.‫إحيَاء األ َُّمة َونَ ْش ِر الْع ْل ِم يف ُربُوع َها‬
ْ َْ َ َ
َّ‫ وإال‬.‫الز َع َم ِاء‬
ُّ ‫وز ِعْي ًما ِم َن‬ ُّ ‫ورئِْيسـا ِم َن‬
ِ ‫الرءُْو َس‬
َ ،‫اس‬ ِ ْ ‫ كان عينًا ِمن األ‬،‫َعباء‬
َ ،‫َعيَان‬ َ َْ َْ ‫هبذه األ‬
‫ف طَُفْيلِ ُّي َد ِخْي ٌل‬
ِ ‫والزعام ِة والشَّر‬
َ َّ ‫اه ِة‬
َ َ َّ ‫والرأسة‬ َ ‫الو َج‬
َ ‫فهو على‬.
‫الصالِ ِح؛‬ ِ ِ ْ ‫ إىل الْعِل ِم الْ َك ِام ِل؛ ومَتَ َّس‬،‫فتق ّدم‬
َ ‫ك بِاخلُلُ ِق ال َفاض ِل؛ وأقْد ْم على‬
َّ ‫الع َم ِل‬

َ ِ‫س َع ِشْيَرت‬
‫ك‬ ِ َ ‫الر ِاج ِح؛ لِتَ ُكو َن ز ِعيم َقو ِم‬
َّ ‫بالع ْق ِل‬ ِ
َ ‫ك َو َرئْي‬ ْ َْ َ ْ َ ‫م ْسَت ْرش ًدا‬.
ُ
‫ت هلما‬ ِ َّ ‫ أو يغَُّر َك رونَق‬،‫بالزعام ِة‬
َ ‫وأنت لَ ْس‬
َ ،‫الرئَاسة‬ ُ َ َ َ َ َّ ‫ك‬َ ‫ك َن ْف ُس‬
َ َ‫اك أن حُتَ ِّدث‬
َ َّ‫َوإي‬

‫الذ ِّل‬
ُّ ‫ك‬َ ‫ َوإىَل نَ ْف ِس‬،‫الويْ ِل‬
َ ‫ك‬ َ ‫ب إىل َق ْو ِم‬ ْ ِ‫ب‬.
ُ ُ‫أه ٍل؛ َفتَ ْجل‬
Al-Za’amah wa al-Ri’asah (Kepemimpinan)

Apabila roh berfungsi sebagai ketegakan (kehidupan) rasa, maka

pemimpin setiap bangsa adalah roh persatuan dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Apabila pemimpin itu rusak, maka rusaklah

umat atau bangsa itu. Sedangkan jika mereka baik, maka umat atau bangsa

itu menjadi baik pula. Karena, umat akan berdiri tegak, kokh, dan sejahtera

manakala pemimpin – pemimpin umat itu menggerakkannya. Jika mereka

(umat) sedang loyo, lalu mereka meluruskannya ketika bengkok, menarik

tangannya ketika mereka (umat) jatuh dan membimbingnya ketika tengah

sesat.

Pemimpin itu belum bisa diangap sebagai pemimpin yang sejati,

kecuali dia telah memenuhi syarat – syarat kepemimpinan. Adapun syarat

– syarat tersebut yakni ; berpikiran cerdas, berwaasan luas, baik

pendapatnya, bisa menegndalikan diri, perkasa, bersih atau tulus hatinya,


95

baik perilakunya, dermawan, banyak memberikan bantuan keuangan demi

kesejahteraan umat dan giat menyebarkan ilmu pengetahuan ke suluruh

pelosok tempat tinggal umat. Barangsiapa yang jejak perjalanannya seperti

itu dan sanggup memikul tanggung jawab sebagaimana tersebut, maka dia

baru bisa disebut sebagai “tokoh dan pemimpin sejati”. Jika ada orang

yang tidak memenuhi syarat – syarat tersebut untuk menjadi pemimpin,

maka orang tersebut termasuk perampas yang bodoh, tetapi mengaku

pintar untuk menjadi pemimpin karena gila pangkat semata.

Majulah wahai generasi muda, untuk menuntut ilmu secara

sempurna, berpegang teguhlah terhadap akhlak mulia dan rajinlah beramal

saleh dengan bimbingan akal yang sehat, agar kelak engkau menjadi

pemimpin bangsamu dan kepala dalam keluargamu. Waspadalah terhadap

bisikan hatimu untuk berambisi memegang jabatan pemimpin sedangkan

engkau belum layak mendudukinya.

‘Usysyaq al-Za’amah (Orang-orang yang ambisi menjadi pemimpin)

Kecintaan terhadap jabatan kepemimpinan (ambisi menjadi

pemimpin) merupakan penyakit bangsa timur yang amat berbahaya.

Sedangkan berebut atau bersaing menjadi pemimpin adalah penyakit orang

timur yang kronis. Begitu juga setiap ada pemimpin yang tampil, pasti

timbul kecemburuan terhadapnya dihati bangsanya dan rasa dendam pada

jiwa mereka yang semakin membara. Lalu mereka melakukan adu domba,

menjelek – jelekkan pimpinan tadi, mencurahkan segala kekuatan yang

mereka miliki untuk menjatuhkannya, bahkan menyatakan terang –


96

terangan menentang (menjadi oposisi) dan menghujatnya secara terang –

terangan.

Apabila pemimpin tersebut adalah pemimpin yang sejati, dia tidak

mempedulikan serangan – serangan itu dan tidak menghiraukannya.

Tetapi, dia semakin teguh melaksanakan apa yang direncankan, berupa

kemakmuran untuk rakyatnya tanpa mempedulikan hambatan –

hambatan , pergolakan dan kesulitan – kesulitan serta tidak mau

mengumpulkan masa untuk unjuk kekuatannya. Sebaliknya, apabila

pemimpin tersebut guncang saat pertama kali mendapat tantangan, maka

dia adalah orang yang lemah keimanan dan jiwanya. Semetinya orang

semacam ini tidak usah dijadikan pemimpin bangsanya.

Wahai generasi muda, aku mohonkan engkau perlindungan kepada

Allah SWT, janganlah kalian berebut jabatan kepemimpinan dengan cara

yang tidak baik, sebagaimana disebutkan diatas. Sebab cara tersebut

menyebabkan hubunganmu sebagai pemimpin dengan rakyat terputus,

rakyat akan menjauhimu, dan engkau sendiri akan jauh dari sifat mulia

(menjadi tidak terhormat).

Jangan sekali – kali kalian memiliki sifat senang (ambisi) menjadi

pemimpin, kecuali jika jabatan itu datang sendiri atau rakyatlah yang

memaksa harus menduduki jabatan tersebut, karena mereka melihatmu

sebagai orang yang mau bekerja dengan baik, bersih serta mulia

kepribadiannya.

Al-Kadzib wa al-Shidq (Dusta dan sabar)


97

Janganlah engkau berkata (memulai) kepada seseorang,

sesungguhnya engkau adalah yang benar atau dusta, sebelum engkau

melihat dalam praktik amalnya (diamalkan atau tidak). Jangan pula engkau

menilai benar atau bohong terhadap suatu ucapan, sebelum engkau

mengetahui pengaruh (praktik) ucapan itu. Sebab ucapan itu akan menjadi

besar atau kecil nilainya, bergantung pada praktiknya. Dan ucapan itu

dinilai benar jika dibuktikan dengan amalan.

Kebenaran (kejujuran) perbuatan itu merupakan hasil kerja orang –

orang yang memiliki kemauan keras. Mereka itu tidak dapat dihalangi oleh

siapapun dalam merealisasikan apa yang mereka ucapkan. Setiap orang

sebelum menjanjikan sesuatu kepada oranfg lain, hendaknya dia berfikir

secara mendalam. Apabila dia yakin bahwa dirinya mampu memenuhi apa

yang dijanjikan, maka tidak ada larangan dia berjanji, tetapi jika sekiranya

tidak mampu bahkan tidak mau memenuhi, maka sebaiknya tidak berjanji.

Wahai genarasi muda, hindarilah kebiasaan berdusta, sebab dusta

menyebabkan retak (cacat) mahkota kemuliaan. Dan hindarilah ingkar

janji, sebab ingkar janji menyebabkan umat mejauhimu. Apabila kalian

mampu menepati janji, maka berjanjilah. Apabila kalian mampu

melaksanakan pekerjaan, berkatalah. Jika tidak mampu, janganlah berjanji

dan jangan mengobral perkataan agar engkau tidak dicap sebagai

pembohong.

Al-I’tidal (Kesederhanaan)
98

Barangsiapa yang mengimgimkan kemuliaan, maka carilah dalam

sikap sederhana (moderat). Kesederhanaan itu berlaku dalam berpikir,

bermazhab, makan, minum, berpakaian, memberi, dan dalam setiap urusan

yang bersifat kongkret atau abstrak. Semua itu merupakan keutamaan.

Barangsiapa yang menetapi jalan tengah – tengah (moderat) maka dia pasti

selamat. Dan adapun kedua ujung sikap tengah – tenga itu tercela.

I’tidal atau tmoderat adalah sederhana (sikap tengah - tengah)

dalam semua permasalahan. As-Syaja‟ah (keberanian) itu mulia, karena ia

adalah tengah – tengah antara dua sikap negatif, yakni Tahawwur

(gegabah) dan Jubn (penakut). Al-Jud (kedermawanan) itu mulia, karena

ia adalah tengah – tengah antara dua sikap yang tidak terpuji, yakni Israf

(boros) dan Bakhil (kikir). Demikianlah keadaan segala sesuatu. Kalian

pasti menjumpai setiap sikap atau perbuatan terpuji pada kesederhanaan

atau kemoderatan, yakni sikap tengah – tengah antar dua sikap tercela.

Wahai generasi muda, berpegang teguhlah dengan sikap moderat

(tengah - tengah). Janganlah kalian membiarkan setan mendorongmu

bersikap terlampau berlebihan (ekstrim) atau terlampau kurang

(konservatif). Sebab, perkara yang paling baik adalah yang tengah –

tengah. Karena, di dalamnya terdapat kemuliaan. Dan kemuliaan itulah

yang dicari oleh orang – orang yang menginginkan hidup mulia.

Al-Judd (Kedermawanan)

Harta kekayaan itu seperti halnya kekuasaan yang berfungsi

sebagai pelayan bagi manusia, terutama disaat manusia terdesak oleh


99

kebutuhan. Sederhana atau tengah – tengah, yaitu berbuat kedermawanan.

Hal itu dapat mendatangkan kebahagiaan. Dengan demikian bersikap

sedang dan mengambil jalan tengah – tengah dalam segala permasalahan

itu menyebabkan terhindar dari segenap malapetaka. Oleh sebab itu

hendaknya seseorang menginfakkan hartanyabuntuk kepentingan diri,

keluarga, orang – orang yang membutuhkan bantuan dan proyek – proyek

yang mendatangkan kemanfaata bagi orang banyak, dengan tidak

berlebihan dan tidak pula sangat kikir.

Ada lagi sekelompok orang yang suka menghambur – hamburkan

harta kekayaannya. Jika mereka melihat ada acara kemungkaran, mereka

cepat sekali tanggap dan segera mendukungnya. Jika mereka mendengar di

suatu tempat ada pesta (yang bersifat kesenangan dan hawa nafsu), maka

mereka langsung pergi ketempat tersebut dengan memberikan sumbangan

uang, emas dan perak demi memeriahkan pesta tersebut. Namun, apabila

mereka diajak megikuti kegiatan sosial, mereka pura – pura tidak

mendengar. Kelompok semacam ini adalah orang – orang yang melampaui

batas.

Wahai generasi muda yang baik, tirulah jejak orang – orang

dermawan yang mulia, sebab jejak mereka adalah jalan yang jelas dan

lurus. Sesungguhnya sikap dermawan itu adalah sikap sedang dalam

membelanjakan harta. Disitulah tempat tumpukan permohonan bantuan.

Itulah sifat yang di damba-dambakan setiap orang dan merupakan medan

amal orang – orang mulia. Berpegang teguhlah dengan sifat dermawan.


100

Berlindunglah dalam benteng kedermawanan, jika engkau berbuat

demikian, maka engkau dan bangsamu akan hidup senang dan bahagi.

As-Sa’adah (Kebahagiaan)

Kebahagiaan itu sama halnya dengan kecantikan, banyak

pemahaman dan pendapat tentang itu dan interpretasinya pun berbeda.

Karena kecondongan setia orang memang berbeda. Kepastian pemikiran

itu kembali pada perasaan dan kecenderungan masing – masing individu.

Aneka ragam dalam menilai kebahagiaan itu semata – mata timbul dari

aneka ragam perasaan dan kecenderungan.

Sebagian orang ada yang berpendapat bahwa kebahagiaan itu

terletak pada kebebasan makan, minum, kesenangan, pakaian,

menghabiskan waktu untuk rekreasi dan bersenang – senang. Ada lagi

yang beranggapan, bahwa kebahagiaan itu terletak pada mencari uang dan

menyimpannya dalam kotak. Ada yang berpendapat bahwa kebahagiaan

itu terletak pada membaca buku, mendalami ilmu – ilmu yang penting dan

membicarakan atau mendiskusikan tentang makna – makna

yangvterkandung dalam karya sastra. Ada lagi yang berpendapat bahwa

kebahagiaan itu hadir pada saat meyendiri di tempat yang sepi, jauh dari

keramaian, menjauhi hidup mewah dan serba ada.

Orang yang memperoleh kebahagiaan, ialah orang – orang yang

melihat (menilai) sesuatu dengan akal pikiran, kemudian dia menetapkan

garis tengah sebagai jalan yang harus di laluinya dalam mencapai berbagai

persoalan. Jalan tengah inilah yang disebut I‟tidal, yakni berlaku sedang.
101

Sedangkan I‟tidal (moderat) dalam segala sesuatu itu adalah yang

menyebabkan tercapainya kebahagiaan.

Barangsiapa yang ingin merasakan kebahagiaan dalam diri,

keluarga, harta kekayaan, anak keturunan, teman – teman dan semua

usahanya, maka harus melalui jalan tengah atau sedang. Sedangkan untuk

menempuh jalan tengah ini harus berpatokan pada ajaran agama, akal

pikiran da perasaan. Tiga hal tersebut merupakan patokan terbaik dalam

mengambil sikap tengah – tengah.

Wahai generasi muda yang mulia, sesungguhnya jalan menuju

kebahagiaan itu terbentang luas di hadapanmu. Carilah kebahagiaan dalam

ilmu dan amal saleh serta akhlak terpuji.

Al-Qiyam bi al-Wajib (Melaksanakan kewajiban)

Andaikata semua orang mau melaksanakan kewajiban yang telah

dibebankan kepada merek, maka mereka seakan berada di dalam surga,

meskipun sebenarnya mereka masih berada di dunia. Mengetahui

kewajiban adalah suatu persoalan yang besar, sedangkan melaksanakan

kewajiban adalah persoalan yang lebih besar dan lebih penting.

Saya merasa heran kepada sebagian orang yang menghendaki

orang lain melaksanakan kewajibannya kepada dirinya, tetapi dia sendiri

tidak mau mempedulikan kewajibannya terhadap orang lain (haknya minta

dipenuhi sedangkan dia tidak mau memenuh hak orang lain).

Melaksanakan kewajiban bisa mendatangkan manfaat secara

umum dan merata. Manfaat itu tidak hanya kembali kepada diri orang
102

yang bersangkutan, tetapi juga kembali kepada orang lain. Sebab, jika

engkau telah melaksankan apa yang sudah menjadi kewajibanmu terhadap

orang lain, maka orang itu akan berusaha semaksimalnya untuk

mengimbangimu sebagaimana apa yang sudah kamu kerjakan. Apabila

kamu telah melakukan kewajiban – kewajibanmu kepada umat dan

kemudian kamu meyerukannya kepada mereka, maka umat tersebut akan

menjadi baik dan bahagia. Kebahagian umat itu merupakan kebahagiaan

setiap anggota umat itu sendiri ang salah satunya adalah kamu sendiri.

Wahai generasi muda, kalian wajib melaksanakan apa yang telah

menjadi kewajiban kalian. Sebab, memenuhi kewajiban itu adalah roh

setiap sesuatu yang ada di dunia ini. Ia merupakan rahasia kemakmuran

hidup sebagai sumber akhlak yang mulia. Bersikaplah adil kepada orang

lain, maka mereka pasti bersikap adil kepadamu. Kerjakan kewajiban yang

menjadi tanggung jawabmu terhadap orang lain, niscaya mereka akan

melaksanakan kewajibannya terhadapmu.

Al-Tsiqah (Dapat dipercaya)

Andaikata sifat Tsiqah (dapat dipercaya) tidak ada, maka orang –

orang akan berda dalam kegelisahan dan ketakutan. Jika sifat tersebut

lenyap, maka kehidupan yang bahagia akan hilang. Sifat Tsiqoh itu

merupakan roh segala perbuatan dan sebagai keindahan (bunga) semua

cita – cita.

Perlu diingat, bahwasanya poros kepercayaan itu ada pada tiap

individu anggaota umat. Apabila kadar kejujuran dan kemuliaan jiwa


103

dalam umat itu besar, maka kepercayaan diantara mereka juga besar. Dan

apabila kadar dua sifat mulia itu rendah, maka kepercayaan diantara

mereka juga sangat rendah dan tatanan kerja pun juga menjadi rumit. Pada

akhirnya semua itu dapat mengusik ketentraman dan kebahagiaan semua

umat.

Saling percaya diantara anggota masyarakat merupakan tali

pengikat hubungan sosial, ekonomi dan politik. Sebagaimana saling

percaya antar individu itu sangat diperlukan, maka saling percaya antar

golongan lebih diperlukan. Lebih penting lagi adanya saling percaya antar

satu bangsa dengan bangsa lain. Apabila kepercayaan tersebut pudar, maka

tali hubungan akan terputus dan akhirnya tatanan masyarakat menjadi

berantakan.

Wahai generasi muda, biasakanlah juj ur(benar) dalam bertutur dan

beramal. Palsakan dirimu memenuhi janji, maka kalian akan memperoleh

kepercayaan, dan jika kalian sudah mendapat kepercayaan dari

masyarakat, maka kalian termasuk orang – orang yang bahagia. Berhati –

hatilah, jangan sampai meremehkan kepercayaan, sebab dengan modal

kepercayaan itulah kalian bisa hidup.

Al-Hasad (Hasud atau dengki)

Orang yang hasud itu sempi akhlaknya, tidak lapang dadanya dan

kacau pikirannya. Apabila melihat orang yang mendapat nikmat atau

menyaksikan salah seorang mendapatkan kedudukan tinggi dikalangan

masyarakat yang mana hal itu sudah selayaknya, maka dia berharap
104

nikmat yang diterima orang tersebut beralih kepada dirinya da

kedudukannya bisa berpindah kepadanya, meskipun dia harus bersusah

payah memperolehnya dari orang yang memiliki nikmat dan kedudukan

tersebut.

Adapun orang yang besar jiwanya, yaitu apabila melihat oorang

lain dipuji karena memiliki suatu kebaikan atau melihat orang lain

memiliki kedudukan yang banyak diminati, maka hatinya tidak bergerak

sedikitpun untuk mendengki orang itu dan tidak berusaha menurunkan

orang tersebut dari kedudukannya. Tapi, dia (orang yang berjiwa)

berusaha keras untuk mencapai nikmat seperti yang telah dicapai orang

tersebut . dan dia juga berjuang agar bisa mendapatkan kedudukan seperti

orang tersebut, bahkan kalau bisa melebihinya.

Wahai generasi muda, jauhilah sifat dengki, iri hati atau hasud.

Sebab, dengki itu bagian dari akhlak orang – orang hina dan termasuk sifat

orang – orang bodoh. Apabioa engkau melihat orang yang menegakkan

kenenaran, maka dukunglah dan mudahkanlah jalannya. Apabila engkau

melihat nikmat atau kesenangan yang dilimpahkan oleh Allah kepada

seorang hambanya, maka berusahalah engkau agar bisa meraih nikmat

yang seperti itu juga. Dengan hati bersih dan pemikiran yang jernih, atas

izin Allah kalian pasti dapat mencapainya.

‫َّع ُاو ُن‬


َ ‫الت‬
105

ِ ِ‫ حُبْب‬،ُ‫ب اخْلَْير لَه‬


ِ ِ‫َحب‬ ِ
،‫ك‬
َ َ‫ب اخْلَْيَر ل‬ َ َ َ‫ يَ ُك ْن َغْيَر َك َع ْونًا ل‬،‫ُك ْن َع ْونًا لغَرْيِ َك‬
ْ ‫ َوأ‬.‫ك‬
َّ ِ ِ
ُ ‫َّع ُاو ُن م َن اأْل ُُم ْور ٱليِت َيتَبَ َادهُلَا الن‬
‫َّار‬ َ ‫فَالت‬.
ِ ِ ِ ‫إِ َّن من أ‬
ُ‫ َوالْ َك ِرمْي‬،ُ‫ت يِف َق ْلبِه حَمَبَّةً اَل مَتْ ُح ْو َها إِاَّل ال ِإل ْسئَة‬
ْ ‫َحس َن إِلَْيه تَ ُك ْو ُن قَ ْد َن َق َش‬
ْ َْ
ِ ‫اَل ي ِسيء بع َد ا ِإلحس‬.
‫ان‬ َْ َْ ُ ُ
‫ بَ ْل ُه َو َع ٌم َش ِام ٌل لِأل ُُم ْو ِر‬،‫ب‬ ِ ِّ ‫اصرا علَى األُمو ِر الْم‬
ُ ‫آديَّة فَ َح ْس‬ َ ُْ
ِ
َ ً َ‫َّع ُاو ُن ق‬
َ ‫س الت‬
َ ‫َولَْي‬
‫ضا َو ُه َو فِْي َها آكِ ٌد ِمْنهُ يِف ْ َغرْيِ َها‬ ِ
ً ْ‫الْ َم ْعنَ ِويَّة أَي‬.
‫ب فِ ْك ِر َك َوأ َْو ِض ْح لَهُ طَ ِريْ َق ُر ْش ِد ِه‬
ِ ِ‫َعْنهُ بِثَاق‬
ِ ‫ فَأ‬+،‫ إِ ْن رأَيت حائٌرا أَم ِر ِه‬.
ْ ً َ ََْ
‫السَّر ِاء‬
َّ ‫ ُمتَ َسانِ ِديْ َن يِف‬،‫الش َق ِاء‬
َّ ‫صْيُبنَا ِم َن‬
ِ ‫ إِاَّل لَنَ ُكو َن مَتعا ِونِ علَى دفْ ِع ما ي‬.‫مَل خُنْلَق‬
ُ َ َ َ َ ‫ْ ُ َ نْي‬ ْ ْ
‫ َع ِاملِنٰي َ َعلَى حَمْ ِو َم َيْن ِز ُل بِاأل َُّم ِة ِم َن اللِّ َو ِاء‬،‫والضََّّر ِاء‬.
َ
‫اجةٌ إِىَل الْ َمعُ ْونَِة؛ فَ ُمدُّوا إِلَْي َها أَيْ ِديْ ُك ْم‬ ِ ِ
َ َ‫إ َّن األ َُّمة حُمْت‬.
At-Ta’awun (Tolong menolong)

Jadilah kalian orang yang mau membantu orang lain, pasti orang

lain pun akan membantumu. Gemarlah berbuat baik kepada orang lain,

maka orang – orang akan gemar berbuat baik padamu. Tolong menolong

adalah salah satu persoalan yang harus dilakukan oleh setiap orang secara

timbal balik. Sesungguhnya sikap dan usahamu berbuat baik kepada rang

lain, berarti engkau telah menanamkan (mengukir) rasa cinta dalam hati

orang itu, yang tidak bisa dihapus kecuali jika engkau berbuat jahat

kepadanya. Tetapi orang yang berhati mulia dan berakhlak baik, tidak

akan mungkin berlaku demikian setelah berbuat kebaikan.


106

Tolong menolong itu tidak terbatas pada persoalan – persoalan

materi atau kebendaan saja, tetapi tolong menolong itu umum dan

mencakup juga persoalan – persoalan moral . bahkan, tolong menolong

dalam hal moral itu justru lebih penting. Apabila engkau melihat orang

sedang kebingungan menghadapi problemnya, maka tolonglah dia dengan

memberikan gagasan atau pemikiranmu yang baik atau dengan cara

menjelaskan tentang cara – cara menyelesaikannya.

Wahai generasi muda, kita tidak diciptakan kecuali agar kita bisa

saling tolong menolong dan memberantas kesengsaraan yang menimpa

kita dan saling bahu membahu, baik dalam kedaan senang atau sengsara

dan bekerjasama mengenyahkan penderitaan yang menimpa umat.

Sesungguhnya umat ini sangat membutuhkan pertolongan, maka

ulurkanlah tanganmu untuk membantunya.

At-taqridz wa al-Intifad (Sanjungan dan kritikan)

Saya telah melihat banyak orang yang senang mendengar pujian,

meskipun pujian itu berisi kebatilan (palsu), dan susah hatinya ketika

mendengar kritikan meskipun kritikan itu sarat denagn kebenaran. Hal

yang demikian timbul dari jiwa yang sudah tertipu oleh dirinya sendiri dan

dan suka melakukan kebatilan.

Orang tertipu oleh dirinya sendiri itu pasti riang gembira jika

dipuji, menari-nari dan bergoyang kepalanya jika menerima pujian. Pujian

bagi dirinya ibarat arak yang sudah masuk kedalam jasadnya, maka dia

mengira telah berhasil memiliki bumi dan seisinya. Padahal semestinya dia
107

tidak memiliki hak apa – apa, kecuali harus “ditempeleng” dan ditinju, jika

yang memuji itu jujur dan adil. Apabila ada sesorang mengkritik

pekerjaannya dan menerangkan kepadanya tentang pekerjaan yang

sebenarnya, maka dia cemberut, bermuka masam, memalngkan muka

dengan penuh kesombongan, marah – marah lalu berteriak dan

menghardik – hardik.

Adapun orang berakal dan bijak, dia tidak suka dipuji oleh

siapapun, sebab orang memuji itu pasti hanya menyebut kebaikan –

kebaikan orang yang dipujinya saja dan menutup – nutupi kejelekannya.

Padahal orang yang dipuji sebarnya lebih mengetahui kebaikan –kebaikan

yang dimilikinya, sehingga tidak perlu dikukuhkan dengan pujian pujian.

Bahkan orang yang yang berakal dan bijak itu merasa lebih senang melihat

ada pendapat yang menandingi atau menentangnya melalui kritikan yang

sehat dan bersifat membangun.

Sebab orang mengkritik itu selalu mengemukakan kekurangan –

kekurangan orang yang dikritik, mengungkap kekeliruan – kekeliruan dan

kesalahannya, seshingga dengan kritikan tersebut dia mengetahui

kekurangan, kekeliruan dan kesalahan dirinya. Hingga pada akhirnya dia

memperbaiki kesalahan dan kekurangannya. Dengan demikian dia

semakin berkurang cacatnya dan semakin bersih dari sifat – sifat negatif.

At-Ta’ashshub (Kefanatikan)

Fanatisme adalah suatu sikap yang baik, jalan yang lurus, jelas dan

benar. Hanya dengan fanatisme seperti itulah umat dapat melestarikan


108

bahasa, rasionalismenya, akhlak – akhlak yang terpuji dan adat istiadat

yang baik. Fanatisme itulah yang mendorong orang menjadi bangsa yang

kuat, berani, dan tidak mudah goyah, oleh pengaruh – pengaruh luar.

Pengertian fanatisme terhadap agama adlah aktif menjalankan

segala hal yang diwajibkan oleh agama, mengikuti semua petunjuk,

melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangannya, serta

menetapi akhlak – akhlak yang mulia, yang menjadi tujuan utama

beragama. Memang tujuan utama beragama adlah agar yang bersangkutan

terdorong memupuk cita – cita menuju budi pekerti yang luhur.

Berhati – hatilah, jangan sampai kalian menjadi fanatisme lantaran

ingin balas dendam, sebab hal semacam ini bukan merupakan watak orang

– orang yang berhati mulia. Janganlah kalian membiarkan perbedaan

pendapat, agama, kebangsaan, dan bahasa menimbulkan keresahan

masyarakat, menghambat kemajuan dan merobek – robek persatuan,

khusunya jika perbedaan itu terjadi antara sesama bangsa yang satu

bahasa, satu tanah air, dan satu haluan politiknya.

Wahai generasi muda, kami mengajak kalian semua pada sikap

fanatisme yang terpuji, sebab fanatisme yang demikian itu ibarat duta

(pembawa) kebahagiaan dan utusan menuju kemajuan. Fanatiklah

terhadap apa yang kalian yakini kebenarannya dan berpegang eratlah pada

agama kalian, kebangsaan kalian dan bahsa kalian dengan cara seperti

yang kami uraikan. Semoga kalian menjadi orang – orang yang berjaya.

Waratsatu al-Ardh (Para pewaris bumi)


109

Barangsiapa yang dapat memperlakukan sesuatu dengan baik,

maka dia adalah orang yang pantas menguasai sesuatu tersebut. Meskipun

sesuatu itu tidak diwariskan oleh ayah atau nenek moyangnya. Sebaliknya,

barangsiapa yang tidak dapat memeliharanya, bahkan merusaknya, maka

apa yang ada pada kekuaasaannya itu akan terlepas dari tangannya dan

berpindah ke tangan orang lain yang dapat memliharanya dengan baik,

meskipun orang yang pertama (yang tidak bisa memelihara) itu memiliki

dokumen – dokumen yang menetapkan, bahwa dialah pewaris sesuatu

tersebut dan didukung oleh saksi – saksi yang adil.

Semua bangsa diats hamparan bumi ini adalah pelayan – pelayan

Allah SWT dab buruh – buruh yang diperintahkan bekerja demi

kepentingan bumi. Oleh sebab itu siapa saja yang lebih dulu mengabdinya,

maka Allah akan melapangkan jalan bagi orang – orang tersebut

memegang kekuasaan dipermukaan bumi. Sebaliknya, siapapun yang tidak

baik pengabdiannya dalam memakmurkan bumi, maka Allah akan

mencabut kekuasaan orang tersebut dengan paksa.

Manusia adalah khalifah Allah yang diserahi tugas memakmurkan

dan membangun bumi-Nya. Apabila manusia berlaku baik diseluruh bumi,

mengaturnya dengan baik, membangun kawasan – kawasan baru,

mengolah hasil bumi dengan sebaik mungkin, berbuat adil dalam segala

persoalan, menyebarkan ilmu pengetahuan diatara dikalangan penduduk,

tidak menyimpang dari peraturan yang telah digariska oleh Allah SWT.

Maka, manusia – manusia yang demikianlah yang benar – benar


110

dinamakan khalifah Allah. Dan semua urusan pengendalian tugas – tugas

berada ditangan kekuasaannya.

Wahai generasi muda, kalian adalah pelita bintang harapan bangsa.

Oleh sebab itu, berbuat bauiklah untuk kepentingan bangsa kalian,

kobarkanlah api semangat cita – cita kalian, maka bangsa kalian akan

menjadi bangsa yang baik, kehidupan kalian akan bangkit, serta bangsa

kalian akan mejadi besar dan maju.

ُ ‫احلَ ِاد‬
‫ث األ ََّول‬

‫ت‬
َ ‫ َوالْ َم ْو‬،‫َخَر‬
َّ ‫ُّم أ َْو التَّأ‬
َ ‫الت َقد‬ ُّ ‫ث األ ََّو ِل؛ فَِإ ًن فِْي ِه‬
َّ ‫ َو‬, ‫الصعُ ْو َد أ َْو اهْل ُب ْو َط‬ ُ ‫َتنَبَّ ْه لِْل َح ِاد‬

‫أَو احْلَيَا َة‬.

.‫ت أَالنَّتَائِ ُج‬


ْ ‫صلَ َح‬
َ ُ‫ِّمة‬
َ ‫ت الْ ُم َقد‬ َ ‫ فَِإ َذا‬،‫صاَل ًحا‬
ْ ‫صلَ َح‬
ِ ‫النَّتَائِج َتْتبع الْم َقد‬
َ ‫ِّمة فَ َس ًادا َو‬
َ ُ َُ ُ
‫ت‬ ْ ‫وإِ ْن فَ َس َد‬.
ْ ‫ت فَ َس َد‬ َ
ٍ ‫وإِ ْن حَت بَّه ُك َّل ح ِاد‬
َ ‫ َوتَ ْدفَ ُع ُك َّل طَا ِر ٍئ َقْب َل أَ ْن َيعُش‬،‫ك‬
‫ تَأْ َم ِن‬،‫َّك‬ َ ‫ث َقْب َل أَ ْن جَيَْب َه‬ َ َ َ
ِ
َ ‫ َع ِز ْيًزا َبنْي َ َق ْو ِم‬،‫ك‬
‫ك‬ َ ‫ َسعِْي ًدا يِف َع َمل‬،‫ك‬
َ ْ‫ش ُمطْ َمئِنًّا يِف ِس ِرب‬ ِ ِ
ْ ‫الْغَ َوائ ِل َوتَع‬.

ُ ‫ع ِعْن َد احْلَ ِاد‬


‫ث اأْل ََّو ِل‬ ِ ِ
َ ‫إِ َّن م ْن أ َْد َوائنَا – ٱلَّيِت حَتُ ْو ُل َبْيَننَا َو َبنْي َ َما تَ ْشتَ ِهي اجْلَْز‬
ٍ ‫ َفلَك اخْل لُق ما ملَك نُ ُفو‬. ‫الصدم ِة األُوىٰل‬ ِ َّ ‫وع َدِم‬
َ ‫س َق ْوم إِاَّل‬
‫صَّيَر ُهم َعبِْي َد‬ َ ْ َ َ َُُ َ َ َ َّ ‫الصرْبِ عْن َد‬ ََ
ُّ ‫ َوأَلْبَس ُه ْم ِر َداء‬.‫صا‬
‫ َو َج َع َل َس ْعَي ُه ْم ُس ًدى‬،‫الذ ِّل‬ َ ‫الْ َع‬.
َ َ
Al-Haditsu al-Awwal (Peristiwa pertama)

Ingatlah terhadap tragedi, atau kejadian yang pertama kali terjadi,

sebab dalam kejadian pertama itu terdapat grafika naik, turun, maju,
111

mundur, bahkan mati atau hidup. Akibat kesudahan segala sesuatu baik

ataupun buruk, itu mengikuti baik-buruk permulaannya. Apabila

permulaan sesuatu itu baik, maka hasilnya pun akan baik. Demikian juga

sebaliknya, jika permulaannya buruk, maka akhirnya akan buruk.

Apabila kalian segera bertindak menyingkirkan dan menolak setiap

tragedi yang muncul pertama kali sebelum tragedi tersebut menimpa

kalian, maka kalian akan selamat dari segala macam kehancuran. Kalian

akan hidup tenang, tentram dan berhasil dalam usaha, serta menjadi

terhormat dikalangan masyarakat kalian.

Wahai generasi muda, sesungguhnya salah satu penyakit yang

menghalangi kita dalam mencapai cita – cita adalah mudah berkeluh kesah

ketika menghadapi tragedi (cobaan) pertama yang menimpa kita dan

ketidak sabaran ketika pertama menghadapi cobaan tersebut. Akhlak atau

watak seperti itu (mudah berkeluh kesah dan tidak sabaran) apabila telah

bersarang pada suatu jiwa atau bangsa, maka bangsa tersebut pasti mudah

diperbudak, jatuh dalam kehinaan dan usahanya akan sia – sia.

Oleh sebab itu, kalian harus mempersiapkan kesabaran dan

teguhkanlah jiwa kalian ketika menghadapi tragdi pertama dalam usaha,

maka akan terasa ringan bagi kalian dalam menghadapi tragedi berikutnya.

Selanjutnya kalian akan sukses dalam segala usaha.

Intadziri al-Sa’ah (Nantikanlah saat kebinasaanya)

Suatu pekerjaan akan berhasil jika ditangani oleh orang – orang

yang memang ahli. Sebaliknya, suatu pekerjaan akan gagal jika ditangani
112

oleh rang – orang yang bukan ahlinya. Sesungguhnya setiap pekerjaan

yang diserahkan kepada orang – orang yang bukan ahlinya, maka akan

berakhir berantakan, dan adapun orang – orang yang menanganinya pasti

akan memperoleh kegagalan dan penyesalan. Persoalan inilah yang telah

disinyalir dalam hadits Nabi SAW, “Apabila suatu pekerjaan itu

diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah

kehancuran.”

Berbagai pekerjaan akan berhasil jika ditangani oleh orang – orang

yang layak menerimanya. Persoalan ilmu pengetahuan, apabila diserahkan

kepada orang – orang yang bodoh, maka kebodohan akan semakin merata,

orang – orang yang bodoh tentu akan leluasa berkuasa dan akibatnya

adalah keburukan dan kesengsaraan semakin merajalela. Apabila

perindustrian diserahkan kepada orang – orang yang dapat

menjalankannya dengan baik, maka akibatnya adalah kerugian, dan semua

pekerjaan akan menjadi berantakan.

Wahai generasi muda, kami berpesa kepada kalian, jangan sekali –

kali menyerahkan pekerjaan kalian, kecuali kepada orang – orang yang

telah memiliki keahlian dalam bidang pekerjaan tersebut. Jika tidak

demikian, maka kalian akan merugi dalam usaha, akan mengalami

kegagalan dan kehancuran.

‫ال َّتجْ ِويْد‬

ِ ‫ َخْيٌر ِم َن اإْلِ ْسَر‬،‫ض ِويْ ُد الْ َع َم ِل َم َع اإْلِ بْطَ ِاء بِِه‬


‫اع فِْي ِه َم َع إَِر َدائِِه‬ ْ َ‫ت‬.
113

‫ص ِد يِف‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫س تَ ِريْ ُح َسائ َشَر الَْي ْوم َحىَّت تَص َل إِىَل الْ َم ْق‬
َ َ‫ َوت‬،ً‫اعاة‬
َ ‫َوألَ ْن مَتْش َي ُك َّل َي ْو ٓم َس‬
‫ص ُد لَهُ يِف َم َشق ٍَّة َو َعنَ ٍاء‬
ِ ‫ حىَّت َتبلَ َغ ما أَنْت َت ْق‬،‫ خير من أَ ْن تَ ِسير النَّهار ُكلَّه‬،‫راح ٍة‬.
َ َ ْ َ ُ َ َ َْ ٌَْ َ َ
‫ت‬
ْ َ‫ َوأ َْو َرث‬،‫ت َر ْيثًا‬
ٍ َّ ‫ َفُر‬.‫ب الت َّْوفِْي ِق فِْي ِه‬
ْ َ‫ب َع َجلَة أ َْع َقب‬ ُ َ‫ض ِل َسب‬
ِ ‫لَيس‬
َ ‫ت الْ َع َجلَةُ يِف الْ َع ْم‬ َْ
ِ ‫ وقَ ْد ورد يِف احل ِدي‬.‫اح فِي ِه‬
‫" إِ َّن َه َذا‬: ‫ث‬ ِ ِ ِِ ِ
ْ َ َ َ َ َ ْ ِ ‫َّج‬ َ ‫ َوإمَّنَا التََّر ِّوي يِف جَتْ ِويْده ُه َو الدَّاعيَال الن‬.ً‫نَ َد َامة‬
َّ َ‫ك ِعبَ َادةَ اهللُ؛ فَإن املْنب‬ ِ ‫الدِّين متِ ؛ فَأَو ِعل فِي ِه بِ ِرفْ ِق ٍن واَل تُبغ‬
‫ض قَطَ َع‬
َ ‫ت اَل أ َْر‬ َ ‫ِّض لَن ْف ِس‬
ْ َ َ ْ َ ْ ٌ‫ْ ُ َ نْي‬
ُ
‫واَل ظَ ْهًرا أ َْب َقى‬.
َ
ِ ‫ فَا ِإلسراع – َقبل التَّر ِّوي – د‬.‫ ا ِإلسراع يِف الْعم ِل ِمن َغ ِ جَتْ ِوي ِد ِه‬.‫فَاح َذروا‬
ُ‫اعيَة‬ َ َ َ ْ ُ َْ ْ ‫ْ َ َ َ َ ْ رْي‬ ُ ْ
ِ ِِ ِ ِ ٰ ‫ والتَّأَيِّن – َم َع الت‬:‫اق‬
ِ ِ
‫كما‬ َ ‫ َوإ َّن الن‬.‫ب الت َّْوفْيق‬
َ – ‫َّاس‬ َ َ‫َّحسنْي – َسب‬ َ ‫ب اإْل ْخ َف‬
ُ َ‫ َو َسب‬،‫اخْلَْيبَة‬
‫ َوإمَّنَا يَ ْسأَلُْو َن َع ْن َج ْو َدتِِه‬،‫ اَل يَ ْسَئلُ ْو َن َعن ْ ُس ْر َع ِة الْ َع َم ِل‬-‫ف‬
ُ ‫قَ َال َفْيلَ ُس ْو‬.
At-Tajwid (Memperbagus pekerjaan dengan baik)

Menyempurnakan suatu pekerjaan dengan baik meskipun lambat,

adalah lebih baik daripada mengerjakan secara cepat, namun hasilnya

buruk dan tidak memuaskan. Kalian berjalan selama satu jam setiap hari

dan istirahat penuh jam – jam selebihnya pada hari itu hingga kalian

sampai pada tujuan dalam keadaan senang dan bugar, itu lebih baik

daripada kalian berjalan sehari penuh tanpa istirahat hingga sampai

ketempat tujuan dengan penuh keletihan dan kepayahan.

Tergesa – gesa menyelesaikan suatu pekerjaan bukan merupakan

sesuatu yang dapat menghantarkan pada keberhasilan, namun justru

mengakibatkan keldan menyebabkan penyesalan. Sebaliknya, bekerja


114

dengan memikirkan kebaikan, penuh perhitungan demi kebaikan pekerjaan

adalah faktor penentu kesuksesan.

Wahai generasi muda, berhati – hatilah dan jangan sekali – kali

tergesa dalam melakukan pekerjaan tanpa memperhitngkan kebaikan dan

kesempurnaan pekerjaannya. Sebab, sikap tergesa – gesa yang tidak

didahului oleh pemikiran yang matang, menyebabkan kegagalan dan

kerugian. Sedangkan perlahan – lahan dalam bekerja agar tujuannya bisa

baik dan maksimal akan menghasilkan kesuksesan. Sebagaimana yang

dikatakan para filsuf (ahli hikmah), sesungguhnya manusia itu tidak akan

ditanyai tentang cepat atau lambatnya suatu pekerjaan, tetapi mereka akan

ditanyai tentang kualitas (hasil) dari suatu pekerjaan tersebut.

Al-Mar’ah (Perempuan)

Keadaan kaum wanita dalam kehidupan sosial selalu berbeda

menurut perubahan zaman dan lingkungannya. Ada yang sudah meningkat

peranannya dan ada pula yang masih rendah. Ada yang sudah

mendapatkan kehormatan dan ada pula yang masih tertindas. Ada yang

sudah menjadi intelektual dan ada juga yang masih bodoh. Semua itu

mengikuti kemajuan dan kemunduran lingkungan, terang dan gelapnya

zaman.

Kaum wanita tidak diciptakan melainkan agar dia bersama kaum

pria. Keduanya bisa bekerjasama dalam mengarungi kehidupan ini. Hanya

saja masing – masing dari keduanya memiliki peran atau tugas – tugas

terntentu yang tidak boleh dilanggar oleh masing – masing dari keduanya.
115

Jika diibaratkan petani, maka kaum laki – laki lah yang membajak tanah,

menancapkan tanaman dan menabur benih. Sedangkan kaum perempuan

bertugas merawat benih dan tanaman tersebut dengan memupuk atau

menyiraminya dan menyingkirkan segala sesuatu yang mengganggu atau

merusak yang ada disekeliling benih atau tanaman tersebut.

Sesungguhnya kemunduran masyarakat yang kalian saksian itu,

semata – mati timbul atau akibat langsung dari keterbelakangan,

kebodohan, dan kerusakan pendidikan kaum wanita. Oleh karena itu

perhatikanlah pendidikan anak – anak perempuan. Didiklah mereka

dengan pendidikan yang benar, maka kalian akan merasakan pahala semua

amal kebaikan.

Wahai genarasi muda, kalian wajib mendidik putra-putri kalian

dengan pendidikan yang benar dan mulia, manakala suatu saat nanti kalian

sudah menjadi orang tua. Berilah mereka pelajaran berupa ilmu

pengetahuan yang bermanfaat, yang dapat mengantarkan pada kebangkitan

negara kemuliaan umat.

‫اِ ْع ِق ْل َوَت َو َّكل‬

َّ ‫ َو َكثِْيٌر ِمْن ُهم يُ ْه ِم ُل اأْل َْمَر إتّ َكاالً على أ‬.ُ‫ف ِمْنه‬
‫َن‬ ْ ‫ َواَل أ‬، ‫ت أَقَ َّل َع ْقاًل‬
َ ‫َض َع‬ ُ ْ‫ما َرأَي‬
‫ َوقد قال َر ُج ٌل‬،ُ‫ مُثَّ يَ ِكلَهُ إىل َعنْي ِ الْعِنَايَِة َت ْر َعاه‬، ُ‫ب َعلَْيه أ ْن حَيْ َفظُه‬ ِ
ُ ‫ و َكا َن جَي‬.ُ‫ال َق َد َر حَيْ َفظُه‬
ِ ":‫" فقال له‬، ‫ " أُر ِسل نَاقَىِت أََتو َّكل‬: ‫" لِنيِب‬.
‫إعق ْل َها َوَت َو َّكل‬ ُ َ ُ ْ ٍّ َ
116

َّ +.ً‫ َف ُه َو ممن َعاَُموا قل أالً وليس هلم َم ْع ُقال‬،‫أال إ ّن َم ْن كذلك‬


ُ‫ألن الْ َع ْق َل َي ْربَأ‬ َ
‫بأم ْر ٍء أن يَِر َد َم َوا ِر َد اإلمْهَ ِال واإلتْ َك ِال‬.
َ
‫ وال َتْتُر ْك‬.‫الأل ْستِ ْع َد ِاد له‬ ِ
ِ ‫اشر َعمالً َقبل‬
َ ْ َ َ َ‫إح َذ ْر أن ُتب‬
ْ : ‫ديث‬
ُ ‫ت احْل‬ َ ‫فَِإلَْي‬
ْ َ‫ يُ َساق‬،‫ك د‬
ِ ِ ِ ‫ عمالً من‬.
‫وتوك َل‬ َ .‫ك إتْ َكاالً َعلَى َما َسيَج ُئ بِه الْ َق َد ُر‬
َّ ‫فالعاقل من َع َق َل‬ َ ‫أع َمال‬
ْ
I’qil wa Tawakkal (Berusahalah dan tawakallah)

Banyak sekali orang yang membiarkan persoalan dengan cara diam

dan pasrah (tawakkal). Mereka menyangka bahwa semua persoalan itu

telah ditentukan dalam takdir, dan Allah pasti akan menyelesaikan

masalah tersebut. Padahal, sebenarnya yang harus dilakukan adalah dia

sendirilah yang meyelesaikan persoalannya, kemudian pasrah atau

menyerahkan persoalannya kepada Dzat yang mengaturnya.

Ada seorang laki – laki berkata kepada Nabi SAW. Wahai

Rasulullah, “saya biarkan saja unta saya itu lepas, tanpa saya ikat dan saya

pasrah (tawakkal)“. Mendengar perkataan tersebut, maka nabi

bersabda :”ikatlah dulu untamu, lalu bertawakkallah”.

Orang yang berakal adalah orang yang mampu membandingkan

dua perkara yang sama – sama berbahaya, kemudian diambil yang paling

ringan resiko bahayanya, karena kejelekan itu masih bisa dipilih. Orang

berakal itu bukanlah orang yang mampu membedakan antara perkara baik

dan buruk. Tetapi, orang berakal sebenarnya adalah orang yang dapat

mengetahui yang terbaik diantara dua kejelekan. Sebab, pada dasarnya


117

kejelekan itu bertingkat – tingkat, sebagian kejelekan lebih ringan daripada

kejelekan yang lainnya.

Wahai generasi muda, hendaklah kalian berhati – hati, jangan

sampai kalian mengerjakan suatu pekerjaan secara langsung, sebelum

cukup sempurna persoalan kalian dan jangan sekali – kali membiarkan

suatu pekerjaan dari sekian banyak pekerjaan kalian, karena pasrah

sepenuhnya pada takdir yang bakal datang kamudian. Jadi, orang yang

berpikiran cemerlang adalah orang yang menyadari betapa pentingnya

suatu usaha atau ikhtiar, baru kemudian setelah itu tawakkal.

‫اد َعلَى َن ْف ِسي‬ ِ


ُ ‫اإلَ ْعت َم‬
ِ ‫ان جبِلُوا علَى ا ِإلستِ ْقاَل ِل يِف‬
َّ ‫الفك ْْر َوا ِإل ْعتِ َم ِاد َعلَى‬ ٍ ٍ ‫حَنْن يِف ح‬
ِ ‫الن ْف‬
‫س‬ ْ َ ُ َّ‫اجة إِىَل ُشب‬
َ َ ُ
ِ ‫ضعف فِينا ه َذ ِان اخلُلَُق‬
‫ َو َبلَغُوا الغضابضة‬.‫ان َو َما َتَرقَّى الْغَْربُِّي ْو َن‬ َ ُ َ ‫ إِالَّ َب ْع َد أ ْن‬،‫َخ ْرنَا‬
َّ ‫وما تَأ‬
ِ َ‫الس ْلط‬
‫ أالَّ َب ْع َد أن َربُّوا نَ َشأ َُه ْم َعلَْي ِه َما‬-‫ان‬ ِ ‫الْ ُقصوى – من‬.
ُّ ‫مد ْينَ ٍة َوالْعُ ْمَر ِان َو‬ َْ
‫ الَيَ ْستَ ِشْيُر ْأهل‬،‫ ُم ْستَبِ ًدا بِِف ْك ِر ِه‬،‫س َم ْعىَن ٰذلك أَ ْن َيْن َشأَ الْ َولَ ُد ُمْن َف ِر ًدا بَِرأْيِِه‬
َ ‫َولَْي‬
‫أن َغرْيِ ِه َيَت َف َّكر أو‬
َّ ‫ ُم ْعتَ ِم ًدا َعلَى‬،‫الع َم َل‬ ِ
َ ‫ َوإِمَّنَا هو أَ ْن الَ َيْتُر َك َّلت َف َّكَر َو‬.‫الْ َع ْق ِل َوالْع ْل ِم‬
‫أخَر َج إِىَل َحيِّ ِز‬ ِ ِ ِ ِ ‫اح‬ ِ ‫أضم ُن لِنَ َج‬ ِِ
ْ ‫ َو‬،‫ فيه‬،‫العمل من ف ْك ِر ِه‬ َ ‫ فإن رأى أ ّن فكر َغرْي ه‬.‫يعمل‬
‫الْ ُو ُج ِد‬.

‫ك يف اهْلَا ِويَِة ْأو تُ ْذ ِع َن لِ َم ْن الَ حَيْ َفُز َك إىَل َمْن َه ِج‬


َ ُ‫اح َذ ْر أ ْن َتْن َق َاد لَُرأْ ٍي يَ ْد َفع‬
ْ ‫َو‬
‫الس َد ِاد‬.
َّ
Al-I’timadu ala an-nafs (Percaya pada diri sendiri)
118

Kita sebenarnya membutuhkan pemuda – pemuda yang terlatih

berpikir bebasa, mandiri, dan percaya diri. Kita tak mungkin mengalami

kemunduran seperti sekarang ini, kecuali setelah melemahnya dua sifat,

yakni kebebasan berpikir dan kepercayaan pada diri sendiri dikalangan

kita. Bangsa barat tidak akan mengalami kemajuan dalam bidang

peradaban, pandangan dan pemerintahan, kecuali setelah mereka mendidik

para generasi muda mereka untuk bebas berpikir dan percaya kepada diri

sendiri.

Apa yang kami uraikan diatas, sama sekali bukan berarti anak –

anak harus dididik berpikir sendiri, berpikir seenaknya sendiri, tanpa

meminta pertimbangan pada seseorang yang ahli berpikir dan ahli agama.

Akan tetapi, maksud kami adalah mendidik anak supaya tidak

mengabaikan berpikir dan bekerja sendiri dengan kepercayaan, bahwa

orang lain sedang berpikir dan bekerja. Apabila dia menilai pemikiran atau

gagasan orang lain itu lebih menjamin kesuksesan usahanya, maka dia

mengikutinya dan berpegang dengannya. Apabila dia tidak melihat itu,

maka dia terus berpikir dan berusaha sehingga pekerjaannya terwujud.

Berhati – hatilah, jangan sekali – kali mengikuti pendapat atau pemikiran

yang mendorong kalian ke jurang kegagalan. Dan juga, janganlah kalian

tunduk kepada orang yang belum pasti bisa membawa kalian ke jalan yang

lurus.

‫التَّْربِيَ ِة‬
119

‫ َو َس ْقُي َها مِب َ ِاء اِ ِإل ْر َش ِاد‬, َ ‫َّاشئِنْي‬ ِ ‫ ِهي َغرس ااْل َخاَل ِق ال َف‬:ُ‫التَّربِية‬
ِ ‫اضلَ ِة ىِف نُ ُفو ِس الن‬
ْ ْ ُ ْ َ َْ
ِ ‫ مُثَّ تَ ُكو ُن مَثَرا ُتها ال َف‬,‫س‬
,‫ َواخْلَْيَر‬,ُ‫اضلَة‬ ِ ‫الن ْف‬ ِ ‫ حىَّت تُصبِح ملَ َكةً ِمن ملَ َك‬,‫صيح ِة‬
َّ ‫ات‬ ِ
َ َ ْ َْ َ َ ْ َ َ ْ َ‫َوالن‬
‫ب الْ َع َم ِل لَِن ْف ِع الْ َوطَ ِن‬
َّ ‫و ُح‬.
َ

At-Tarbiyah (Pendidikan)

Pendidikan merupakan sesuatu penting dan agnung nilainya. Imam

al-ghazali berkata bahwasanya anak merupakan amanah Allah SWT

kepada kedua orang tuanya. Hati anak yang bersih dan suci iu bagaikan

permata yang mahal, ia bersih dari segala macam lukisan dan gambar.

Apabila anak dibiasakan melakukan hal – hal baik dan selalu diberi tahu

tentang segala sesuatu yang baik, maka ia akan tumbuh dengan baik,

bahagia dunia dan akhirat. Serta, ayah ibunya, guru, dan pedidiknya turut

mendapatkan pahala kebaikan anak tersebut. Sebaliknya, apabila anak

tersebut dibiasakan melakukan hal – hal yang jelek dan ditelantarkan,

maka anak itu akan menjadi orang yang celaka, sengsara dan durhaka. Jika

demikian, maka ayah-ibunya dan orang – orang yang mengasuhnya ikut

menanggung dosa – dosa yang telah diperbuat anak tersebut.

Pendidikan adalah usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa

anak – anak. Akhlak yang sudah tertanam tersebut harus terus disirami

oleh bimbingan dan nasihat, sehingga menjadi watak dan sifat yang

melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah tanaman akhlak itu akan tampak

berupa amal perbuatan yang mulia dan baik serta gemar bekerja demi

kebaikan negara.
120

Anak itu wajib diberi pendidikan tentang keberanian, maju,

kedermawanan, kesabaran, ikhlas dalam beramal, mementingkan

kemaslahatan umum diatas kepentingan pribadi, kemuliaan jiwa, harga

diri, keberanian yang beradab, pemahaman agama yang bersih dari

khurafat, peradaan yang bersih dari kerusakan, kebebasan berbicara, dan

bertindak yang baik serta cinta tanah air.

Kita berkewajiban juga memberikan pendidikan kepada anak

tentang iradah, yakni kemauan yang keras, kejujuran, senang memeberi

bantuan kepada orang – orang melarat dan tertindas, program atau proyek

yang bermanfat, melakukan kewajiban, dapat dipercaya, tolong menolong

dan sebagainya yang berkaitan dengan hal – hal yag mulia. Sebaliknya,

tentu saja kita berkewajiban menjauhkan anak – anak itu dari kebiasaan

jelek atau akhlak yang tidak terpuji.

Namun, kenyataan yang ada dilingkungan kita sekarang ini tidak

sepenuhnya demikian. Anak – anak yang masih dalam gendongan pun

selalu ditakut – takuti oleh ayah-ibunya dengan hantu, gendruwo dan

wewe gobel, hanya seledar mereka tidak dibuat gerak oleh jeritan atau

tangisan si anak. Padah mereka tidak menyadari , bahwa jiwa anak kecil

itu bagaikan bahan lilin lembek yang dapat diukir dengan bentuk apa saja,

sesuai keinginan yang mengukir. Ia bagaikan kamera photografi yang

dapat merekam gambar atau kejadian yang diambil melalui lensanya.

Apabila anak tersebuut tambah besar, maka lukisan dan gambar

yang ditorehkan oleh ayah-ibunya dalam daya hayalnya itu akan terulang
121

kembali kepadanya secara otomatis, sehingga anak tersebut akan gampang

beranggapan macam – macam terhadap apa yang dilihat atau

dirasakannya. Akibatnya kehidupan anak tersebut akan diikuti oleh rasa

takut, cemas, dan bayangan – bayangan yang serba jelek.

Jika para tunas bangsa tersebut sudah besar dan tumbuh menjadi

dewasa, maka kehidupan anak – anak ditengah bangsanya itu sebenarnya

tidak ubahnya seperti gambar yang diperbesar dari kehidupannya

dilingkungan rumah dan sekolah. Terkadang anak itu bisa menciptakan

kebahagaan bagi kehidupan bangsanya jika ia mendapatkan pendidikan

yang baik dan benar dari keluarga, lingkungan dan sekolahnya. Mungkin

juga anak tersebut kelak malahakan menyengsarakan kehiduopan

umatnya, jika ia mendapatkan pendidikan dan asuhan yang keliru. Oleh

karena itu, seluruh bangsa dan umat harus memperhatikan pendidikan

anak secara serius, agar suatu saat mereka bisa berguna dalam membantu

membangun negara dalam mengentas kehinaan, kelemahan dan

kebodohan.

Wahai tunas bangsa, jika kalian ditanya, apa yang kalian

persiapakan hari ini untuk menyongsong hari esok? Pekerjaan apa yang

kalian peersiapkan sekarang agar bangsamu bahagia dimasa mendatang?

Berilah jawaban dari pertanyaan itu, aku telah mempersiapkan cita – cita

yang luhur, ketangkasan, ilmu pengetahuan, akhlak yang mulia,

kegairahan, semangat dan rasa cinta yang mendalam kepada tanah air.

Semoga Allah memberkati kalian, merealisasikan cita – cita kami pada


122

kalian, karena dengan perantara kalianlah negara akan makmur dan bangsa

ini akan menikmati kehidupan yang baik.

Khotima tu al-’Idhatu (Nasehat terakhir)

Wahai generasi muda, semoga keselamatan dan kesejahteraan tetap

dilimpahkan oleh Allah kepada kalian semua, demikian juga rahmat dan

berkahnya. Sesungguhnya teman kalian (pemberi nasihat), ingin

berpamitan, meskipun tersa berat sekali. Sebagai perpisahan orang yang

sangat mencintai kalian dan sangat mengharapkan keberhasilan kalian

semua, dengan harapan agar kalian tidak mengesampingkan atau

melupakan kitab yang berisi nasihat – nasihat ini. Sebab, roh penelaahan

adalah pengamalan apa yang telah dibaca. Dunia fana ini menjadi

terancam bahaya, hanya karena kalian tidak mengamalkan apa yang telah

diketahuinya.

Sesungguhnys bangsa ini telah memanggil kalian, maka jawablah

mereka dengan tindakan nyata, berupa melakukan pekerjaan yang

menyebabkan bangsa ini terasa lebih hidup dan melakukan usaha

memperbaiki kondisi mereka. Ketahuilah, bahwa kalian tidak akan dapt

menikmati kebahagian hidup tanpa adanya kebahagian hidup. kekuatan

atau ketahanan adalah meratanya kemakmuran dari besarnya kekuasaan

bangsa kalian. Oleh karena itu teguhkanlah hati kalian dan bekerjalah

dengan keras. Sebab, bekerja keras itu mendatangkan kebahagiaan dalam

hidup.

Jika kalian ingin hidup mulia,


123

Ditakuti kekuatannya dan pusakanya, Maka

janganlah kalian berharap mendapatkannya tanpa keteguhan,

Yang dapat menumpulkan pedang yang amat tajam,

Meninggalkan cedera padanya sepanjang masa,

Yang membuat dokter bingung mencari obatnya.

Wahai generasi muda,

apakah ada gerakan yang mendekatkan,

Pada cita – cita yang jauh bukan kepalang?

Apakah ada kekuatan pad kalian yang dapat mengantarkan,

Pada ketinggian bintang – bintang yang cemerlang.

Apakah ada kemauan, ketabahan dan keuletan,

Yang berguna untuk merobohkan gunung yang menjulang.

Telah lama kita berada dalam kebodohan,

Lupa pada akhlak yang dapat mencegah kehinaan.

Banyak sudah para pemberi peringatan,

Namun peringatan itu tak mampu menyadarkan.

Wahai generasi muda,

bangkitlah menuju keagungan dan berjalanlah, Mencari kemuliaan

sesungguhnya aku, Aku tahu,

keagungan yang dicari telah terpampang,

Menanti pencariannya di depan halaman.

Bergegaslah kepadanya dan tinggalkanlah kelambatan.

Kerjakanlah seperti orang yang paham jalan.


124

Tidakkah mengherankan jika tetap bersantai,

Terbelenggu dan jauh dari kemuliaan.

Kami hanya menasehati kalian, dan pemberitahuan,

Untuk bangsa yang membenci kejumudan dan kebekuan.

C. Analisis Tujuan Pendidikan

Tujuan dari pendidikan adalah suatu faktor yang menjadi sangat

penting dalam sebuah pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan arah

yang akan dicapai atau yang akan dituju oleh pendidikan itu sendiri.

Begitu juga dengan penyelenggara pendidikan yang tidak bisa dilepaskan

dari tujuan pendidikan yang akan dicapainya. Dalam hal ini, tujuan

pendidikan tentunya mempunyai suatu fungsi untuk memberikan suatu

pedoman atau menyediakan kriteria-kriteria dalam menilai proses

pendidikan.

Tujuan dari pendidikan ialah menanamkan sebuah akhlak yang

baik ke dalam jiwa peserta didik. Akhlak yang sudah ditanam itu harus

terus disirami oleh sebuah bimbingan dan juga nasihat, sampai pada

akhirnya menjadi sebuah watak atau sifat yang melekat dalam jiwa.

Setelah itu hasil dari dari penanaman akhlak itu akan tampak berupa amal

perbuatan yang mulia dan baik serta gemar bekerja demi kebaikan

negara.64

Rumusan tujuan pendidikan yang bersifat universal dapat dirujuk

pada hasil kongres sedunia tentang pendidikan islam sebagai berikut:

64
Fadlil Said an-Nadwi, Terjemah ‘Idhatun Nasyi’in, 300.
125

Education should aim at the ballanced growth of total personality


of man through the training of man’s spirit, intelect the rational
self, feeling and bodily sense, education shoult therefore cater for
the growth of man in all aspect, spiritual, intelectual, imaginative,
physical, scientific, linguistic, both individual and collectivelly,
and motivate all these aspect toward goodness and attainment of
perfection. The ultimate aim of education lies in the realization of
complete submission to Allah on the level individual, the
community and hummanity at large.
Artinya: bahwa pendidikan harus ditujukan untuk menciptakan
keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara
menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran, perasaan, dan
fisik manusia. Dengan demikian, pendidikan harus mengupayakan
tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik yang bersifat spiritual,
intelektual, daya khayal, fisik, ilmu pengetahuan, maupun bahasa,
baik secara perorangan maupun kelompok, dan mendorong
tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan
kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak pada
terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada
tingkat perseorang, kelompok maupun kemanusiaan dalam arti
yang seluas-luasnya.65
Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa: “al-umur bil

maqashidiha”, bahwa setiap tindakan dan juga setiap aktivitas harus

berorientasi pada tujuan ataupun rencana yang telah ditetapkan. Dalam

adugium ini memberi pemahaman bahwa pendidikan seharusnya

bororientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan semata-mata

berorientasi pada sederetan materi.66

Tujuan pendidikan Islam dari segi kepentingan individual yaitu

tujuan yang menyangkut individu, melalui proses belajar dalam rangka

mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan

bukan hanya mentransformasikan nilai-nilai yang berasal dari luar kepada

diri peserta didik, melainkan lebih bersifat menggali, mengarahkan, dan

mengembangkan motivasi, minat,bakat, dan petonsi anak didik agar


65
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, 61.
66
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, 71.
126

tumbuh, berkembang dan terbina secara optimal, sehingga potensi yang

semula terpendam itu muncul lagi kepermukaan dan menjadi realita dan

aktual dalam realitasnya. Pendidikan bukan dilihat dari seperti mengisi air

dalam gelas, melainkan seperti menyalakan lampu atau energi. Dengan

sudut pandang ini, maka pendidikanlebih berpusat pada kegiatan peserta

didik.

Tujuan pendidikan menurut Abdurrahman Saleh Abdullah dapat

dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:

1. Tujuan pendidikan jasmani

Mempersiapkan manusia menjadi khalifah di bumi melalui latihan

keterampilan fisik.

2. Tujuan pendidikan rohani

Meningkatkan jiwa dari kesetiaan yang hanya kepada Allah semata

dan melaksanakan moralitas islami yang ditteladani oleh nabi SAW

dengan berddasarkan cita-cita ideal dalam Al-Qur’an (QS. 3:9)

3. Tujuan pendidikan akal

Pengarahan intelegensi untuk menemukan kebenaran dan sebab-

sebabnya dengan telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan

pesan-pesan ayat-ayatnya yang membawa iman kepada sang pencipta

4. Tujuan pendidikan sosial

Tujuan pendidikan sosial adalah pembentukan kepribadian yang utuh

dari roh, tubuh dan akal. Identitas individu disini tercermin sebagai

“An-Nas” yang hidup pada masyarakat yang plural.


127

Menurut al-Ghazali tujuan pendidikan Islam tercermin dalam dua

segi yaitu:

1. Insan purna yang mendekatkan diri kepada Allah

2. Insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia

dan akhirat

Menurut Ibnu khaldun tujuan pendidikan Islam terdiri atas dua

macam, yaitu:

1. Tujuan yang berorientasi ukhrowi, yaitu membentuk suatu hamba agar

melakukan kewajiban kepada Allah.

2. Tujuan yang berorientasi dunia yaitu membentuk manusia yang

mampu menghadapi segala bentuk kehidupan yang lebih layak dan

bermanfaat bagi orang lain.

Menurut al-Abrasyi tujuan pendidikan Islam yaitu:

1. Membina akhlak

2. Menyiapkan anak didik untuk hidup

3. Menguasai ilmu

4. Keterampilan bekerja dalam masyarakat.67

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan sebagai berikut.

Pertama, tujuan pendidikan sangat penting ditetapkan dengan

dasar ikhlas semata-mata karena Allah, dan dicapai secara bertahap, mulai

dari tujuan yang paling sederhana samapai kepada tujan yang paling akhir.

Kedua, tujuan pendidikan diarahkan pada terbinanya seluruh bakat

dan potensi manusia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, sehingga dapat
67
Muzakki, Kholilah, Ilmu Pendidian Islam, 32.
128

melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dalam rangka

pengabdiannya kepada Tuhan.

D. Analisis Sifat-sifat Anak didik

Belajar merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan

setiap orang secara maksimal untuk dapat menguasai atau memperoleh

sesuatu. Belajar dapat didevinisikan secara sederhana sebagai “suatu usaha

atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri

seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu

pengetahuan keterampilan, dan sebagainya.

Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik secara baik dan benar

merupakan sebuah persyaratan yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap

pendidik. Hal ini didasarkan pada sejumlah alasan sebagai berikut:

Pertama, bahwa dengan memahami perserta didik dapat

menentukan metode dan pendekatan dalam belajar mengajar. Kedua,

bahwa dengan memahami peserta didik dapat menetapkan materi pelajaran

yang sesuai dengan kemampuannya. Ketiga, bahwa dengan memahami

peserta didik dapat memberikan perlakuan yang sesuai dengan fitrah,

bakat, kecenderungan, dan kemanusiaannya.

Sedangan jika berbicara peserta didik tentunya memiliki tingkatan

berdasarkan usia, kecerdasan, bakat, hobi, dan minat, tempat tinggal, dan

budaya, serta lainnya.

Sebagai peserta didik tentu memiliki sifat-sifat dan kode etik untu

dimiliki dan harus dilasanakan dalam proses belajar mengajar, baik secara
129

langsung maupun tidak langsung. Ada sebelas pokok kode etik peserta

didik yaitu:68

1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah,

sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk

menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercelah

(takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli).

2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah

ukhrawi. Artinya , belajar tak semata-mata untuk mendapatkan

pekerjaan, tapi juga belajar ingin berjihad melawan kebodohan demi

mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik dihadapan manusia

dan Allah SWT.

3. Bersikap tawadlu’ (rendah hati) dengan cara menanggalkan

kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiannya.

4. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran,

sehingga ia fokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh

dan mendalam dalam belajar.

5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi

maupun duniawi serta meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (

madzmumah)

6. Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran

yang mudah menuju pelajaran yang sulit.

68
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, 113
130

7. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih peda ilmu lainnya,

sehingga peserta didik memperoleh spesifikasi ilmu pengetahuan

secara mendalam.

8. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari,

sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.

9. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai

makhluk Allah SWT.

10. Mengenal ilmu-ilmu yang bermanfaat yang dapat membahagiakan,

menyejahterahkan,, serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat.

11. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana

tundunya orang sakit terhadap dokternya.

Sedangkan sahabat Ali bin Abi Thalib meberikan syarat bagi

peserta didik dengan enam macam, yang merupakan kompetensi mutlak

dan dibutuhkan tercapainya tujuan pendidikan. Sebagaimana dalam

sya’irnya:69

‫اَاَل اَل تَنَا ُل ال ِع ْل َم اِاَّل بِ ِستَّ ٍة‬


ٍ َ‫َساُنبِ ْيكَ ع َْن َمجْ ُموْ ِعهَابِبَي‬
‫ان‬
‫ار َوب ُْل ُغ ٍة‬
ٍ َ‫ص َواصْ ِطب‬ ٍ ْ‫ُذ َكا ٍء َو ِحر‬
ِ ‫َواِرْ َسا ٍد اُ ْستَا ٍذ َوطُوْ ِل ال َّز َم‬
‫ان‬
“Ingatlah! Engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan
enam syarat; aku akan menjelaskan enam syarat itu kepadamu,
yaitu: kecerdasan, hasrat atau motivasi yang keras, sabar, modal
(sarana), petunjuk guru, dan masa yang panjang”.

69
Burhan al-Islam al-Zarnuzi, Ta’lim al-Muta’allim fi thoriq al-Ta’allum, ( Surabaya: Salim
Nabhan, tt.), h, 15.
131

Dari sya’ir tersebut dapat dipahami bahwa syarat-syarat pencari

ilmu adalah mencangkup enam hal, yaitu:

Pertama, memiliki kecerdasan (dzaka’); yaitu penalaran, imajinasi,

wawasan (insight), pertimbangan, dan daya penyesuaian sebagai proses

mental yang dilakukan secara cepat dan tepat.

Kedua, memiliki hasrat, yaitu kemauan, gairah, moril dan motivasi

yang tinggi dalam mencari ilmu, serta tidak merasa puas terhadap ilmu

yang diperolehnya.

Ketiga, bersabar dan tabah serta tidak mudah putus asa dalam

belajar walaupun banyak rintangan dan hambatan, baik hambatan

ekonomi, psikologis, sosilogis, politik, bahkan administratif.

Keempat, Mempunyai seperangkat modal dan sarana yang

memadai dalam belajar. Dalam hal ini biaya dan dana pendidikan menjadi

penting, yang digunakan untuk kepentingan honor pendidik, buku dan

peralatan sekolah serta biaya pengembangan pendidikan secara luas.

Kelima, adanya petunjuk pendidik, sehingga tidak menjadi

pengertian (misunderstanding) terhadap apa yang dipelajari.

Keenam, masa yang panjang, yaitu belajar tiada henti dalam

mencari ilmu sampai kepada akhir hayat.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembacaan bab demi bab dan juga

menelaahnya, akhirnya peneliti dapat memberikan beberapa point yang

dapat disimpulkan dalam melakukan penulisan sekripsi ini atas pemikiran

yang dituangan di dalam kitab ‘Idhatun An-Nasyi’in karya Syaikh

Musthafa al-Ghalayaini. Adapun beberapa poin kesimpulan yang dapat

diberikan ialah sebagai berikut:

Kesimpulan umum, pendidikan adalah sarana yang paling strategis

untuk membesarkan, mendorong dan mengembangkan manusia untuk

memiliki keadaban yang merupakan ciri karakter paling pokok dari

kehidupan. Pendidikan juga merupakan markas penyimpanan kekuatan

yang sangat luar biasa yang memiliki akses keseluruh aspek kehidupan.

Kesimpulan khusus,

1. Pendidikan ialah menanamkan akhlak yang terpuji kepada

peserta didik secara terus menerus agar menjadi sebuah watak

yang dapat melekat di dalam diri peserta didik dan akan

menjadi sebuah amal perbuatan yang mulia dan baik serta

semangat dalam melakukan kebaikan semata-mata demi

kebaikan negara.

2. sebagai peserta didik seharusnya memahami sifat-sifat yang

harus dimiliki yaitu harus memiliki sifat-sifat terpuji dan


133

menerima nasihat-nasihat yang bernilai kebajikan serta

merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran-saran

Dengan selesainya skripsi ini, peneliti berharap dapat menjadi

wawasan dan nilai-nilai pendidikan khususnya dalam pendidikan Islam.

Oleh karenanya ada beberapa point penting yang peneliti harapkan, yaitu:

1. Pendidikan adalah suatu hal yang paling utama untuk didukung

bersama, baik dari lingkupan keluarga maupun masyarakat.

2. Menjadi pendidik tentunya dituntut memiliki tingkah laku serta

sifat-sifat terpuji agar dapat menjadi contoh bagi kalangan

peserta didik.

3. Sedangkan bagi peserta didik sebaiknya menuntut ilmu dengan

bersungguh-sungguh dan tekun, agar apa yang dicita-citakan

dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan.


134

DAFTAR PUSTAKA

A.Tresna, Sastrawijaya, 1991. Pengembangan Program Pembelajaran. Jakarta:


Rineka Cipta.

A’la, Chisnul, “Implementasi Dakwah Kepada Pemuda Studi Analisis Kitab


Idhatun Nasyi’in Karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini”,
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8692/1/SKRIPSI
%20LENGKAP.pdf (1 November 2021)
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada
Media.

Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada media.

Abdul Rozak, Ubaedillah, 2010. Demokrasi, Hak Asasi manusia dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Prenada Media Grup.

Adi Widya,”Fungsi dan Tujuan Pendidikan Indonesia”, Jurnal Pendidikan Dasar,


1 (April, 2019).

Al-Gholayaini, Musthafa, 2000. ‘Idhotun Nasyiin, Bimbingan Menuju Akhlak


Luhur, Diterjemahkan Oleh Moh. Abdai Rathomi. Semarang: PT Karya
Toha Putra.

al-Qur’an, al An’am, 162.


Arifin, Yanuar, 2018. Pemikiran-pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan Islam.
Yogyakarta: IRCiSoD.

Assegaf, Abd. Ranchman, 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

Aziz, Safrudin, 2015, Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Kalimedia.

Bafadhol, ibrahim, ”Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Islam”, Jurnal


Pendidikan Islam, 12 (Juli, 2012).

Budi Purwoko, Milla, “Studi Kepustakaan Penerapan Konseling Neuro Linguistic


Programming (NLP) Dalam Lingkup Pendidikan”, Jurnal Pendidikan.

Burhan al-Islam al-Zarnuzi, Ta’lim al-Muta’allim fi thoriq al-Ta’allum.


Surabaya: Salim Nabhan, tt.
135

Candra, Wiwin, Jurnal Peran Guru Dan Akhlak Siswa Dalam Pembelajaran:
Perspektif Syekh Az-Zarnuji Kitab Ta’lim Muta’allim, Andragogi, (03
Desember 202), 274.
https://jurnalptiq.com/index.php/andragogi/article/view/100

Hasbullah, 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:PT Raja Grafindo


Persada.

Hasyim Syam Yunus, 2005. Mendidik Anak Ala Muhammad. Yogyakarta:


Penerbit Sketsa.

Imam Achmad Suyuthi, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Perfektif Syaikh Musthafa


Al-Ghalayaini Dalam Kitab ‘Idhathun An-Nasyiin”,
http://digilib.uinsby.ac.id/34163/3/Imam%20Achmad
%20Suyuthi_D01215017.pdf (21 Juni 2021)

Jusuf Mudzakkir, Mujib, 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada
Media.

Kasron Nst, “Konsep keutamaan Akhlak”, Jurnal Manajemen Pendidikan dan


Keislaman, Vol.6. No.1 (Juni, 2017)

Khairunnas, Ami Primarni, 2016. Pendidikan Holistik. Jakarta: AMP Press PT.
Al-Mawardi Prima.

Kholilah, Muzakki, 2017. Ilmu Pendidikan Islam. Surabaya: Kopertai IV Press.

Kriyantono, Rachmat, 2010. Teknik Praktis Riset Komunikas. Jakarta: Kencana


Prenada Media Grup.

Langgulung, Hasan, 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada


Media Grup.

Lazwardi, Dedi, ” Manajemen Kurikulum Sebagai Pengembangan Pendidikan”,


Jurnal Kependidikan Islam, 1 (Juni, 2017).

Maksum, Ali, 2016. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Az-Ruzz Media.

Miniarti, Sri, 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH.

Muhadjir, Neong, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake


Sarasin.

Muhammad Zamakhsyari, “Nilai-nilai Personal Skill Dalam Pendidikan Islam


(Telaah Terhadap Kitab ‘Idhatun An-Nasyiin Karya Syaikh Musthafa Al-
136

ghalayini”, http://eprints.stainkudus.ac.id/2088/1/01.%20COVER.pdf (22


Juni 2021).

Muhammad Surya, Dkk, 2010. Landasan Pendidikan Menuju Guru Yang Baik.
Bogor: Galia Indonesia.

Nata, Abuddin , 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media Grup.
Nikmah, Ulfatun, “Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Musthafa Al-
Ghalayaini Dalam Kitab ‘Idhotun An-Nasyiin”, http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1393/1/skrip%20fiks%20ulfa
%20pdf.pdf.

Prayitno, 2008. Dasar Teori dan praksis Pendidikan. Padang: Universitas negeri
Padang.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Kamus Besar Bahasa


Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Rahmat, Djatnika, 1994. Sistem Etika Islami ( Akhlak Mulia). Jakarta: Balai
Pustaka.

Ramadhani, Niko, “Pentingnya Memahami Fungsi dan Tujuan Dari Pendidikan”,


https://www.akseleran.co.id/blog/pendidikan-adalah/ (23 Juni 2021).

Roghib Murtadho,”Nilai-nilai Pendidikan Islam Perspektif Syekh Musthafa Al-


Ghalayaini Dalam Kitab Idhotun nasyi’in dan Relevansinya Terhadap
Pendidikan Karakter di Indonesia”, (Skripsi, INAIFAS Kencong, 2020).

Siberman, Mel, 2009. Active Learning, Yogyakarta : Pustaka Insan Madani.

Syeikh Az-Zarnuji, 2009. Ta’lim Muta’alim, trj Abdul qadir al-Jufri. Surabaya:
Mutiara Ilmu.

Syafe’i, Imam, ”Tujuan Pendidikan Islam”, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 6


(November, 2016).

Uhbiyati, Ahmai, 2015. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

UU SISDIKNAS, NO 20 Tahun 2003.

Anda mungkin juga menyukai