Anda di halaman 1dari 16

BIOGRAFI SUNAN GRESIK

Nama asli Maulana Malik Ibrahim

Kakek bantal, Makhdum Ibrahim As-Samarqandani, Syekh Magrhibi,


Nama panggilan lainnya
dan Syekh Ibrahim Asmarakandi

Nama ayah Maulana Ahmad Jumadil Kubro

Nama saudara Maulana Ishak

Nama anak Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sayid Ali Murtadha

Tanggal wafat Senin, 12 Rabi’ul Awal 882 H / 7 April 1419 M

Tempat dakwah Gresik, Jawa Timur

Makam Gresik, Jawa Timur

Sunan Gresik adalah orang pertama yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Sunan Gresik yang
memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim mendapatkan gelar Walisongo pertama, atau bisa dikatakan wali
senior diantara Walisongo lainnya.
Maulana Malik Ibrahim juga memiliki panggilan lain seperti Syekh Maghribi, Kakek Bantal, Makhdum Ibrahim
As-Samarqandani, dan Syekh Ibrahim Asmarakandi.
Sunan Gresik merupakan keturunan atau anak dari seorang ulama Persia. Ulama tersebut yaitu Maulana
Jumadil Kubro yang menetap di daerah Samarkand. Sebagian besar masyarakat dan ulama yakin bahwa
Maulana Jumadil Kubro merupakan turunan kesepuluh dari Syaidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.
Maulana Malik Ibrahim merupakan saudara dari Maulana Ishak, yang mana Maulana Ishak juga merupakan
seorang ulama terkenal di daerah Samudera Pasai. Beliau juga merupakan ayah dari Sunan Giri atau Raden
Paku.
Namun hingga saat ini masih belum ditemukan siapa ibu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik.

ASAL USUL SUNAN GRESIK


Terdapat beberapa persepsi yang berbeda mengenai asal-usul Sunan Gresik, berikut beberapa versi
diantaranya.
1. Menurut Nama Asli Sunan
Pertama yaitu menurut nama asli Sunan Gresik sendiri, masyarakat beranggapan bahwa Maulana Malik
Ibrahim bukan keturunan asli Jawa. Persepsi tersebut diperkuat dengan sebutan atau nama lain dari Sunan
Gresik yaitu Syeikh Maghribi.
Mereka beranggapan bahwa Sunan berasal dari daerah Arab Maghrib atau yang saat ini yaitu daerah Afrika
Barat, terdapat sebagian lain yang memiliki anggapan bahwa beliau berasal dari Maroko.

2. Menurut Keturunan Rasullah SAW


Sedangkan ada juga yang beranggapan bahwa Maulana Malik Ibrahim merupakan keturunanan dari Nabi
Muhammad SAW.
Nasabnya yaitu dari cucu Nabi Husain bin Ali, Muhammad Al Baqir, Ali Al Uraidhi, Muhammad Al Naqib, lalu
sampai ke ayah Sunan Gresik yaitu Maulana Ahmad Jumadil Kubro.
Alhasil bisa disimpulkan bawha Sunan Gresik berasal dari orang Hadrami.

3. Menurut Prasasti Gapura Wetan


Masyarakat juga memiliki persepsi bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari daerah Kashan atau yang saat
ini bernama Iran.
Persepsi ini diperkuat dengan Prasasti Gapura Wetan yang berhasil dibaca oleh J.P Moquette, ia membaca
tulisan yang terdapat di baris kelima pada prasasti tersebut.
Dari hasil pembacaan tersebut kemudian muncul persepsi masyarakat yang menganggap bahwa Maulana
Malik Ibrahim berasal dari Kashan.

SEJARAH SUNAN GRESIK


Sunan Gresik dahulu pernah tinggal di daerah Campa, atau yang kini lebih dikenal dengan Kamboja dari
tahun 1379. Di sana, belia menikah dengan seorang putri raja dan dikaruniai dua orang Putra, yaitu Raden
Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha.
Di Campa, beliau menjalankan dakwah hingga tahun 1392, setelah itu beliau hijrah ke Pulau Jawa untuk
melanjutkan misi dakwahnya. Pada beberapa versi cerita menyebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim
datang dengan beberapa orang. Daerah yang pertama kali didatangi beliau adalah desa Sembalo yang
berada di kerajaan Majapahit.
Saat ini, desa Sembalo lebih dikenal dengan daerah Leran, Kecamatan Manyar, sekitar 9 km di utara Kota
Gresik.
Setibanya di daerah tersebut, hal pertama yang dilakukan beliau adalah berdagang. Maulana Malik Ibrahim
membuka sebuah warung dagangan yang menjual berbagai macam kebutuhan pokok dengan harga yang
cukup murah.
Selain itu beliau juga secara khusus menawarkan diri untuk mengobati masyarakat daerah tersebut secara
gratis. Menurut cerita saat beliau masih berada di Campa, beliau bahkan pernah diundang secara khusus
oleh pihak kerajaan untuk mengobati istri raja.
Selain berdagang dan mengobati masyarakat, beliau juga dikenal masyarakat karena banyak mengajarkan
cara-cara untuk bercocok tanam. Beliau juga sangat merangkul masyarakat kalangan atau kasta rendah
yang disisihkan di dalam kerjaan Hindu.
Dengan begitu, beliau bisa dengan mudah mengambil hati rakyat yang pada saat itu sedang mengalami
perang saudara dan krisis ekonomi.

KISAH SUNAN GRESIK


Setelah melakukan kegiatan dakwah dan berdagang selama dua tahun, akhirnya nama Sunan Gresik
didengan hingga ke kelangan bangsawan Kerajaan Majapahit. Dengan begitu, beliau kemudian
menyampaikan niatnya untuk bertemu dengan Raja Majapahit yakni Prabu Brawijaya.
Setelah Prabu Brawijaya menyetujui kedatangan Syekh Maulana Malik Ibrahim, beliau kemudian bersiap
untuk pergi ke pusat Kerajaan Majapahit.
Disana beliau kemudian menyampaikan ajaran agama Islam, sang raja sangat terkesan dengan sopan
santun dan budi pekerti yang dimiliki Sunan Gresik. Namun pada saat itu, Raja Majapahit belum bisa
menerima dan memeluk agama Islam.
Namun beliau tidak putus asa, ia kemudian meminta izin kepada raja untuk melakukan dakwah di kerajaan
Majapahit.

PERJUANGAN DAKWAH SUNAN GRESIK


Perjuangan dakwah Sunan Gresik sangatlah hebat, selain menghadapi masyarakat yang mayoritas
beragama Hindu, beliau juga harus berhadapan dan berdakwah dengan orang yang tidak memiliki agama
atau bahkan mengikuti ajaran sesat. Beliau selalu berusaha dan bersabar untuk meluruskan pemahaman
dan pemikiran orang-orang Islam yang masih melakukan kegiatan musyrik.
Cara beliau untuk menghadapi orang-orang tersebut tidaklah dengan secara langsung menegur atau
menentang kepercayaan dan juga kegiatan yang mereka lakukan selama ini. Maulana Malik Ibrahim lebih
memilih untuk melakukan pendekatan dengan cara yang halus agar bisa diterima oleh masyarakat. Beliau
lebih memilih untuk mencontohkan keindahan akhlak Islami yang diajarkan oleh Nabi.
Selain berdakwah dengan cara menyampaikan ajaran dan nilai-nilai Islam, beliau juga menunjukkan akhlak
yang mulia seperti suka menolong fakir miskin atau kasta rendah dari kerajaan.
Beliau juga membagi ilmunya di bidang pertanian. Hal tersebut dibuktikan sejak beliau tinggal di daerah
Gresik, hasil pertanian masyarakat meningkat pesat. Selain itu beliau juga dengan senang hati mengobati
orang yang sakit secara gratis.

CARA DAKWAH SUNAN GRESIK


Saat berdakwah dan menyampaikan ajaran agama Islam, Sunan Gresik memiliki strategi atau cara dakwah
sendiri. Diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Halus
Sejak pertama kali berdakwah, Sunan Gresik tidak pernah menentang kepercayaan orang-orang pada saat
itu, ia juga tidak pernah memaksa orang untuk masuk dan memeluk agama Islam. Beliau lebih memilih
berdakwah dengan cara yang halus.
Beliau selalu menunjukkan perilaku dan tutur kata yang lembut dan bersikap baik ke semua orang.
Maulana Malik Ibrahim menerapkan sikap yang halus dan lembut sesuai dengan ajaran Al-Quran dan
mencontoh Nabi Muhammad.
Selain karena memang kepribadiannya yang halus, cara tersebut juga beliau lakukan untuk menunjukkan
bahwa ajaran agama Islam merupakan agama yang indah, halus, damai, toleransi, dan mencintai sesama.
Dengan begitu beliau mudah berbaur dan diterima oleh masyarakat.

2. Berbaur dengan Segala Kalangan


Sunan Gresik juga sangat mudah berbaur dengan semua golongan, mulai dari pedangan, petani, fakir
miskin, masyarakat kasta rendah, hingga bangsawan kerajaan. Ia tidak pernah memilih dan memilah teman
berdasarkan kasta.
Dengan begitu Sunan Gresik lebih mudah untuk berdakwah dan mengajarkan agama Islam kepada
siapapun.

3. Berdagang
Cara lain yang dilakukan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk menyebarkan ajaran Islam adalah dengan
berdagang. Beliau membuka sebuah warung sederhana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, hingga
melakukan perjalanan ke berbagai pelabuhan.
Selama kegiatan perjalanan dagangnya tersebut, beliau bertemu dengan lebih banyak orang dari berabgai
kalangan dan golongan.
Dengan sifatnya yang baik, membuat banyak orang dari berbagai kalangan bersedia berteman dengan
beliau bahkan tidak sedikit juga yang tertarik untuk memeluk agama Islam.

4. Menyembuhkan Orang Sakit


Selain dengan berdagang, beliau juga berdakwah dengan cara mengobati orang-orang yang terkena
penyakit.
Saat sedang mengobati beliau juga selalu berdakwah dengan menyampaikan ajaran-ajaran dan nilai-nilai
Islam.
Dengan begitu banyak orang yang datang berobat ke beliau yang kemudian tertarik untuk mempelajari
ajaran Islam dan memeluk agama Islam.
5. Bercocok Tanam
Sunan Gresik juga mengajarkan masyarakat khususnya petani untuk bercocok tanam yang benar. Beliau
kemudian membuat irigasi agar lahan-lahan pertanian mendapatkan air yang cukup, tanah yang menjadi
lebih subur, dan tentu saja menghasilkan hasil panen yang baik dan banyak.
Sejak saat itu, hasil panen masyarakat terus meningkat dan ekonomi masyarakat juga semakin membaik.

6. Tidak Memandang Kasta


Sunan Gresik merupakan seseorang yang sangat terkenal di semua kalangan masyarakat pada saat itu,
termasuk juga kalangan masyarakat dengan kasta rendah.
Dalam agama Hindu yang mayoritas saat itu masyarakat memeluk agama tersebut, terdapat pembagian
kalangan masyarakat. Yaitu kasta brahmana (pemuka agama atau guru), ksatria (raja, bangsawan, dan
prajurit perang), waisya (pedagang, pengusaha), dan yang paling rendah yaitu sudra (buruh, petani,
pembantu, dan kuli).
Beliau tidak pernah memandang orang berdasarkan kastanya, bahkan beliau juga sering mendekati orang-
orang dari kasta terendah. Dimana beliau menjelaskan kepada mereka bahwa di dalam agama Islam semua
orang memiliki drajat yang sama dan tidak ada pembagian kasta.
Dengan begitu banyak orang dari kasta sudra dan waisya yang tertarik dengan penjelasan beliau. Sunan
Gresik kemudian menjelaskan bahwa orang dari kasta sudra juga bisa bergaul dengan kasta di atasnya.
Beliau juga selalu menjelaskan bahwa dihadapan Allah SWT, semua manusia itu sama. Yang membedakan
mereka di mata Allah adalah ketakwaan dan keimanan, bukan berdasarkan kasta apalagi kekayaan.
Manusia bisa hidup dengan bahagia di dunia dan di akhirat dengan taqwa. Beliau selalu menjelaskan
dengan cara yang halus bahwa orang sudra yang memiliki ketakwaan terhadap Allah bisa menjadi lebih
mulia dibanding orang yang berasal dari kasta tinggi namun tidak memiliki ketakwaan.
Mendengarkan dakwah dari beliau, banyak orang dari kasta rendah yang merasa senang. Pada akhirnya,
banyak dari mereka yang berbondong-bondong untuk masuk dan memeluk agama Islam tanpa adanya
paksaan.

MENYEBARKAN AGAMA ISLAM HINGGA KE PELOSOK


Setelah beliau memiliki pengikut yang cukup banyak, kemudian beliau mendirikan sebuah Masjid. Masjid
tersebut dipergunakan untuk melakukan kegiatan ibadah, seperti Sholat dan mengaji.
Tidak cukup sampai disitu, beliau memiliki cita-cita untuk bisa mempersiapkan generasi umat yang bisa
melanjutkan perjuangan dakwah beliau dalam menyebarkan agama Islam bahkan sampai ke pelosok negri
ini.
Beliau kemudian mendirikan sebuah pesantren yang digunakan sebagai tempat untuk belajar para santri dan
menyiapkan mereka menjadi seorang mubaligh dan penerus dakwah.
Pendirian pesantren tersebut berawal dari pemikiran dan pengamatan beliau tentang kebiasaan masyarakat
Hindu yang mendidik para Biksu di mandala.
Pada akhirnya hal tersebut menjadi salah satu strategi yang terbukti cukup bagus. Beliau mendirikan sebuah
pesantren dengan bangunakan yang serupa seperti mandala Hindu. Pesantren tersebut dipergunakan untuk
menjaring lebih banyak umat untuk mempelajari agama Islam dengan baik.
Pesantren tersebut ternyata berhasil menghasilkan banyak mubaligh yang selanjutnya menyebar ke
berbagai penjuru Nusantara untuk mendakwahkan ajaran agama Islam.
Dengan begitu, Sunan Gresik berhasil untuk menggapai cita-citanya menyebarkan agama Islam hingga ke
pelosok Nusantara.
Hingga saat ini, tradisi pesantren masih terus eksis dan banyak digunakan para ulama untuk mengajarkan
ilmu agama Islam dan mendidik para calon mubaligh.

KAROMAH SUNAN GRESIK


Sebagai wali, Sunan Gresik diberkahi dengan beberapa Karomah dari Allah SWT. Diantaranya yaitu sebagai
berikut:
1. Menurunkan Hujan dengan Sholat Istisqa
Suatu ketika, Sunan Gresik pernah menghadapi sebuah daerah yang akan mengorbankan seorang gadis
untuk dijadikan sebagai tumbal kepada dewa agar diturunkan hujan pada daerah tersebut.
Melihat hal itu, Sunan Gresik kemudian bernegosiasi dengan kepala adat setempat agar mengurungkan niat
mereka itu. Kepala adat tersebut kemudian menyetujuinya asalkan Sunan Gresik bisa menurunkan hujan,
jika tidak maka mereka tetap akan menjadikan gadis tersebut sebagai tumbal.
Sunan Gresik kemudian berdoa kepada Allah untuk menurunkan hujan di desa tersebut. Beliau bersama
murid-muridnya kemudian mengerjakan sholat istisqa untuk meminta hujan kepada Allah. Akhirnya saat itu
juga hujan turun di wilayah tersebut.
Melihat kejadian tersebut maka masyarakat sangat bersimpati kepada Sunan Gresik dan ajaran agama
Islam, banyak dari mereka yang kemudian tertarik untuk belajar agama Islam.
Mengerjakan sholat istisqa untuk meminta turun hujan juga pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Ia juga
menhadapi masyarakat yang akan melakukan penumbalan untuk meminta hujan kepada dewa.

2. Mengubah Beras Menjadi Pasir


Maulana Malik Ibrahim juga pernah mengubah beras menjadi pasir. Hal tersebut terjadi saat ada seorang
pengemis yang meminta-minta beras kepada orang kaya yang kikir.
Namun orang kaya tersebut tidak mau memberinya beras, bahkan ia mengatakan bahwa dia tidak memiliki
beras, dimana yang ada di dalam karung-karung miliknya itu adalah pasir. Pengemis tersebut kemudian
pergi meninggalkan orang kaya yang kikir itu.
Melihat hal tersebut, Sunan Gresik kemudian berdoa kepada Allah agar karung yang berisi beras tersebut
benar-benar berubah menjadi pasir.
Tidak lama setelah itu, terdengar jeritan dari pembantu orang kaya yang kikir itu karena ia kaget saat melihat
bahwa karung-karung yang berisi beras tersebut berubah menjadi berisi pasir semua.
Orang kaya tersebut kemudian terkejut luar biasa karena beras dalam karung-karung tersebut berubah
menjadi pasir. Kemudian orang kaya tersebut bersimpuh di hadapan Sunan Gresik sembari meminta maaf
dan meminta untuk mengubah pasir tersebut menjadi beras lagi.
Akhirnya Sunan Gresik memaafkan perbuatan rang kaya yang kikir tersebut dan kembali berdoa kepada
Allah untuk mengubah pasir menjadi beras kembali.
Setelah itu, orang kaya tersebut kemudian berterima kasih kepada Sunan Gresik dan berjanji tidak akan
mengulangi perbuatannya lagi. Selain itu, melihat kejadian tersebut juga membuat orang kaya itu menjadi
tertarik untuk belajar agama Islam.

3. Mengobati Orang Sakit dan Mengajar Bidang Pertanian


Sunan Gresik juga diberi kelebihan menjadi seorang yang ahli dalam bidang pengobatan dan pertanian.
Semenjak beliau berdakwah di Gresik, hasil pertanian warga Gresik terus meningkat dan ekonomi warga
juga semakin membaik.
Sunan Gresik membuat saluran irigasi agar lahan pertanian di wilayah Gresik mendapatkan air yang cukup
agar tanaman yang ada subur dan menghasilkan hasil panen yang melimpah.
Selain mengajarkan bidang pertanian dan membuat irigasi, Sunan Gresik juga membuka praktik pengobatan
untuk warga sekitar secara gratis. Ia membuka sebuah tempat praktik pengobatan di sebalah warung
miliknya.
Ia juga menjadikan tempat pengobatan tersebut sebagai media dan tempatnya untuk berdakwah dan
mengajarkan Islam kepada setiap orang sakit yang mengunjunginya.
Selama praktik pengobatan tersebut, banyak warga sakit yang berhasil sembuh setelah berobat ke Sunan
Gresik. Hal tersebut membuat banyak warga yang menjadi tertarik dengan ajaran agama Islam.

MAKAM SUNAN GRESIK


Sunan Gresik meninggal pada tahun 1419. Beliau kemudian dimakamkan di lokasi tempat pesantrennya
didirikan.
Yaitu di Desa Gapurosukololp, Kota Gresik, Jawa Timur. Dari alun-alun Kota Gresik, komplek makam
tersebut berjarak sekitar 800 meter, atau 3 menit berkendara.
Area makamnya tersebut tidak teralalu luas, dan hanya berupa sebuah pendopo sederhana dengan pagar.
Komplek makam tersebut dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu makam Syekh Maulana Malik Ibrahim
(Sunan Gresik) yang berbentuk pendopo, dan beberapa makam para ulama lainnya.
Pada makam Sunan Gresik, terdapat tulisan Arab pada bagian batu nisannya, yaitu:
Mafkharul Umara (Guru kebanggaan bagi para pangeran)
Umdatus Salathin Wal Wuzara (Penasihat Raja dan Menteri)
Wa Ghaisul Masakain Wal Fuqura (Santun dan dermawan kepada kaum miskin dan dhuafa)
As As Id Asy Syahid Thirazu Habaid Dawlah Waddin (Berbagahagia karena syahid)

Sumber : https://sudutnusantara.com/sunan-gresik/
MAKALAH
SEJARAH INDONESIA
TENTANG
PERKEMBANGAN POLITIK PADA DEMOKRASI LIBERAL

DISUSUN OLEH :
AULYA SARI RAMADHANI
KELAS : XII MIA

GURU PEMBIMBING : PUTRI RAHAYU NINGSIH

MA NURUL IMAN SEKINCAU


KECAMATAN SEKINCAU
KABUPATEN LAMPUNG BARAT
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia menerapkan berbagai macam sistem
pemerintahan dan yang paling mengemuka adalah sistem demokrasi liberal dan demokrasi
terpimpin. Indonesia memasuki masa demokrasi liberal pada awal pengakuan kedaulatan, masa ini
berlaku antara tahun 1950-1959. Masa demokrasi liberal atau parlementer ditandai dengan tumbuh
suburnya partai politik dan berlakunya kabinet parlementer. Prestasi politik dan kemelut politik
merupakan hal yang terjadi pada masa demokrasi liberal. Prestasi politik berupa pemberlakuan
sistem multipartai dan penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Kemelut politik berupa kabinet
yang silih berganti dan perdebatan berkepanjangan dalam konstituante.
Perjalanan sejarah Indonesia pada masa demokrasi liberal diwarnai oleh pemerintahan
dengan tujuh masa kebinet yang berbeda. Sistem pemerintahan pada masa demokrasi liberal
menetapkan bahwa kabinet-kabinet ini bertanggung jawab secara langsung kepada parlemen.
Kondisi Indonesia di masa demokrasi liberal sangatlah rentan karena dalam kurun pemerintahan
ketujuh kabinet tersebut, kinerja kabinet sering mengalami deadlock dan ditentang oleh parlemen.
Hal tersebut terjadi karena adanya kelompok oposisi yang kuat sehingga mengakibatkan timbulnya
konflik kepentingan dalam proses perumusan dan pembuatan kebijakan negara.
Demokrasi liberal mewariskan ketidakstabilan politik yang cukup parah dan membuahkan
berbagai pergolakan serta pemberontakan dalam negeri yang mengancam persatuan bangsa.
Melihat keadaan tersebut, Presiden Soekarno terdorong untuk menerapkan sistem pemerintahan
yang sentralistis yang berpusat di tangan presiden yang dikenal dengan Demokrasi Terpimpin
ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959. Keputusan tersebut diambil atas
pertimbangan menempatkan kesatuan bangsa sebagai yang utama.

B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian demokrasi liberal ?
2) Bagaimana sejarah demokrasi liberal di Indonesia ?
3) Apa sajakah hal-hal positif dan negatif selama berlakunya sistem demokrasi liberal ?
4) Bagaimanakah kehidupan politik Indonesia di masa demokrasi liberal ?
5) Bagaimanakah kehidupan ekonomi Indonesia di masa demokrasi liberal ?
6) Apa saja kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi pada masa demokrasi
liberal ?
7) Bagaimanakah kehidupan pertahanan dan keamanan Indonesia di masa demokrasi liberal ?
8) Bagaimana akhir masa demokrasi liberal di Indonesia ?

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian demokrasi liberal
2) Untuk mengetahui sejarah demokrasi liberal di Indonesia
3) Untuk mengetahui hal-hal positif dan negatif selama berlakunya sistem demokrasi liberal
4) Untuk mengetahui kehidupan politik Indonesia di masa demokrasi liberal
5) Untuk mengetahui kehidupan ekonomi Indonesia di masa demokrasi liberal
6) Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah ekonomi pada masa
demokrasi liberal
7) Untuk mengetahui kehidupan pertahanan dan keamanan Indonesia di masa demokrasi liberal
8) Untuk mengetahui akhir masa demokrasi liberal di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Liberal


Secara etimologis kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti
rakyat dan kratos atau cratein yang berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sementara liberalisme adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan
persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa demokrasi liberal adalah sistem politik yang menganut
kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam
demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas diberlakukan pada sebagian besar bidang-
bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan
pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada abad pencerahan oleh penggagas teori kontrak
sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau.

B. Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia


Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI melaksanakan demokrasi parlementer
yang liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut masa demokrasi
liberal. Indonesia dibagi 10 provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan UUDS 1950 yang
juga bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh
suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung
jawab kepada parlemen (DPR). Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk
lahirnya partai-partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multipartai.
Demokrasi liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataannya rakyat
Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem demokrasi liberal tidak cocok dan tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa kita. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan
dektrit mengenai pembubaran konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak
berlakunya UUDS 1950 karena dianggap tidak cocok dengan keadaan ketatanegaraan Indonesia.

C. Hal-hal Positif dan Negatif Selama Berlakunya Sistem Demokrasi Liberal


Menurut Herbert Feith, selama berlakunya sistem parlementer, terdapat hal-hal negatif
yang terjadi, antara lain sebagai berikut.
a. Kebijakan pemerintahan jangka panjang banyak yang tidak dapat terlaksana akibat masa
kerja kabinet rata-rata pendek.
b. Meningkatnya ketegangan sosial di masyarakat akibat masa kegiatan kampanye pemilu yang
berlangsung lama, yaitu sejak tahun 1953 hingga tahun 1955.
c. Kebijaksanaan beberapa perdana menteri yang cenderung menguntungkan partainya sendiri.

Herbert Feith juga mencatat beberapa hal positif dalam pelaksanaan demokrasi liberal
pada masa 1950-1959, antara lain sebagai berikut.

a. Pemerintah berhasil melaksanakan program-programnya seperti dalam bidang pendidikan,


peningkatan produksi, peningkatan tingkat ekspor, dan mengendalikan inflasi.
b. Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan, seperti Republik
Maluku Selatan (RMS) dan DI/TII di Jawa Barat.
c. Pesatnya jumlah pertumbuhan sekolah-sekolah.
d. Indonesia mendapat nama baik di dunia internasional karena berhasil menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada April 1955.
e. Pers menikmati kebebasan yang cukup sehingga banyak variasi dalam pemberitaan, serta
hadirnya kritik dari pers, terutama dalam kolom kartun dan pojok.
f. Badan-badan pengadilan menikmati kebebasan yang besar dalam menjalankan fungsinya.
g. Hanya terdapat sedikit ketegangan diantara umat beragama.
h. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
D. Kehidupan Politik
Hasil Konferensi Meja Bundar pada 2 November 1949 di Den Haag melahirkan
terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah itu, diangkatlah Soekarno dan
Hatta sebagai presiden dan perdana menteri yang pertama, dan dibentuk pula kabinet. Namun,
pada Agustus 1950, RIS dibubarkan karena sebagian negara-negara federal Belanda
membubarkan diri dan menginginkan kembali ke pengakuan Republik Indonesia. Kemudian pada
15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani rancangjan UUD NKRI (RI dan RIS) yang
kemudian lebih dikenal dengan UUDS 1950 sehingga pada periode ini bentuk negara Indonesia
yang semula federal beralih pada bentuk negara kesatuan dimana kekuasaannya dipegang oleh
pemerintah pusat dan menganut sistem pemerintahan parlementer.
Tetapi, praktik sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan pada masa berlakunya
UUDS 1950 ini ternyata tidak membawa bangsa Indonesia ke arah kemakmuran, keteraturan, dan
kestabilan politik. Hal ini tercermin dari jatuh bangunnya kabinet dalam kurun waktu antara 1950-
1959, telah terjadi 7 kali pergantian kabinet, yaitu.
a. Kabinet Natsir (6 September 1950-18 April 1951)
Program kerja:
1) Meningkatkan keamanan dan ketertiban.
2) Menguatkan konsolidasi, penyempurnaan susunan pemerintahan.
3) Penyempurnaan angkatan perang.
4) Memperjuangkan masalah Irian Barat.
5) Meusatkan perhatian pada ekonomi rakyat sebagai fondasi ekonomi nasional.
Hasil kerja:
1) Memetakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
2) Masukknya Indonesia menjadi anggota PBB.
3) Dilaksanakannya perundingan masalah Irian Barat dengan pihak Belanda.
Kegagalan:
Gagalnya perundingan dengan Belanda tantang masalah Irian Barat, mengakibatkan
munculnya mosi tidak percaya pada kabinet Natsir di parlemen.
b. Kabinet Sukiman (26 April 1951-1952)
Program kerja:
1) Penerapan tindakan tegas untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
2) Memperjuangkan keamanan dan kesejahteraan rakyat dengan memperbarui hukum
agrarian untuk kesejahteraan petani.
3) Mempersiapkan segala usaha untuk pemilu.
4) Memperjuangkan Irian Barat dalam wilayah Indonesia.
Hasil Kerja:
Banyaknya hambatan dalam kabinet Sukiman membuat hasil kerja kabinet ini tidak
maksimal. Hambatannya, antara lain kondisi keamanan negara yang belum stabil, adanya
perseteruan antar berbagai elemen politik, dan adanya permasalah dengan politik luar negeri
Indonesia.
Kegagalan:
Kegagalan kabinet ini, yaitu dalam penanganan masalah keamanan dalam negeri,
memihaknya Indonesia kepada blok barat dengan menandatangani Mutual Security Act dengan
pemerintah Amerika Serikat.
c. Kabinet Wilopo (19 Maret 1952-2 Juni 1953)
Program kerja:
1) Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilu.
2) Meningkatkan taraf kemakmuran, pendidikan, dan keamanan rakyat.
3) Berusaha menyelesaikan masalah Irian Barat, memperbaiki hubungan dengan Belanda,
dan konsisten menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif.
Hasil kerja:
Kabinet ini menghadapi banyak hambatan dalam melaksanakan tugasnya, antara lain:
1) Munculnya sentimen kedaerahan akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah.
2) Adanya konflik di tubuh angkatan darat yang mengakibatkan terjadinnya peristiwa 17
Oktober 1952.
3) Adanya peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Utara.
Kegagalan:
Dengan adanya hambatan tersebut, kabinet ini melahirkan mosi tidak percaya dari
kelompok oposisi pemerintah bernama Sarekat tani Indonesia dan diakhiri dengan pengembalian
mandat oleh Wilopo.
d. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
Program kerja:
1) Mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang rencananya diadakan pada tengah tahun
1955.
2) Mengatasi gangguan keamanan dan pemberontakan di daerah.
3) Melaksanakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan turut berperan dalam
menciptakan perdamaian dunia.
Hasil kerja:
1) Disusunnya kerangka panitia pelaksanaan pemilu.
2) Suksesnya pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
3) Membaiknya hubungan dengan Cina.
Kegagalan:
1) Memperjuangkan Irian Barat ke dalam negara Indonesia.
2) Munculnya pemberontakan di berbagai daerah.
3) Masih berlanjutnya konflik di tubuh Angkatan Darat, yaitu dengan mundurnya A. H.
Nasution yang digantikan oleh Bambang Sugeng.
e. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-3 Maret 1956)
Program kerja:
1) Memerintahkan polisi militer untuk menangkap Mr. Djody Gondokusumo atas kasus
korupsi di departemen kehakiman.
2) Melaksanakan pemilu secara baik, maksimal, dan secepat mungkin.
3) Mengangkat kembali A.H. Nasution sebagai KSAD pada 28 Oktober 1955.
Hasil kerja:
1) Diselenggarakannya pemilu tahun 1955.
2) Dibubarkannya Uni Indonesia-Belanda.
3) Berhasil menentukan sistem parlemen Indonesia.
Kegagalan:
Banyak perseteruan antara pemenang pemilu yang meyebabkan sidang parlemen
menjadi deadlock.
f. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956-14 Maret 1957)
Program kerja:
1) Memperjuangkan masuknya Irian Barat ke Indonesia.
2) Mempercepat proses pembentukan daerah otonom di Indonesia.
3) Meningkatkan kesejahteraan kaum buruh dan pegawai negeri serta menyehatkan dan
menyeimbangkan anggaran belanja dan keuangan negara.
4) Mengganti sistem ekonomi kolonial menjadi sitem ekonomi nasional.
Hasil kerja:
1) Ditandatanganinya undang-undang pembatalan KMB oleh Presiden Soekarno.
2) Beralihnya perusahaan Belanda menjadi milik warga Tionghoa.
3) Kepentingan Belanda diperlakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Kegagalan:
Munculnya sentimen anti-Cina dalam masyarakat, munculnya kekecewaan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat, tidak stabilnya kondisi pemerintah dengan banyaknya partai
politik, dan munculnya gerakan separatis di berbagai daerah.
g. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya (9 April 1957-10 Juli 1959)
Program kerja:
1) Pembentukan dewan nasional.
2) Normalisasi keadaan Republik.
3) Memperjuangkan lancarnya pelaksanaan pembatalan hasil KMB.
4) Memperjuangkan kembali Irian Barat ke wilayah Indonesia.
5) Mempercepat dan mengintensifkan program pembangunan.
Hasil kerja:
1) Dibentuknya dewan nasional untuk menampung aspirasi rakyat yang tergabung dalam
nonpartai.
2) Pembersihan pejabta-pejabat yang melakukan korupsi.
3) Dilaksanakannya konsolidasi dengan daerah-daerah yang melakukan pemberontakan
dengan tujuan agar dapat menormalisasi keamanan negara.
4) Ditetapkannya peraturan kelautan yang tertuang dalam Deklarasi Djuanda tanggal 13
Desember 1957. Hal itu merupakan bukti keberhasilan diplomasi Indonesia dalam
memperjuangkan wilayah teritorial laut Indonesia.
Kegagalan:
Terjadi banyak pemberontakan separatis di daerah-daerah.

D. Kehidupan Ekonomi
Pada masa Kabinet Sukiman, salah satu perubahan kehidupan ekonomi yang terjadi
adalah adanya proses nasionalisasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah. Proses nasionalisasi
ekonomi itu menyangkut tiga bidang, yaitu:
1. Pembentukan Bank Negara Indonesia
Sebelum dilaksanakan nasionalisasi de Javasche Bank, terjadi proses pembentukan Bank
Negara Indonesia sebagai bank nasional pertama Indonesia dan dikukuhkan di dalam
peraturan pemerintah pengganti UU No. 2/1946. Proses itu terjadi pada 5 Juli 1946.
2. Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
Setelah Bank Negara Indonesia terbentuk pemerintah mengeluarkan UU No. 24/1951 yang
berisi tentang pelaksanaan nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI)
yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.. Undang-undang tersebut diperkuat
dengan UU No. 11/1953 dan Lembaran Negara No. 40 yang menyatakan bahwa jabatan
presiden Bank Indonesia berubah menjadi Gubernur Bank Indonesia. Menteri keuangan,
menteri perekonomian, dan gubernur bank menjadi direksi yang berfungsi melancarkan
percepatan peningkatan taraf ekonomi dan moneter negara.
3. Pemberlakuan Oeang Repoeblik Indonesia
Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi mata uang Republik Indonesia dengan
menukar mata uang Jepang ke mata uang Indonesia yang disebut dengan Oeang Repoeblik
Indonesia (ORI). Proses itu terjadi pada 1 Oktober 1946 yang dikukuhkan dengan UU No.
17/1946 dan UU No. 19/1946. Kondisi masyarakat Indonesia pada masa awal kemerdekaan,
berangsur-angsur membaik. Kebijakan pemerintah untuk mengajak rakyat Indonesia agar
menabung di bank menjadi awal sehatnya kondisi perekonomian bangsa.

Pada masa demokrasi liberal, proses nasionalisasi ekonomi Indonesia tidak berjalan
mulus karena konflik kepentingan politik antar kelompok didalam tubuh konstituante dan parlemen.
Berbagai kebijakan pada masa dmeokrasi liberal menunjukkan hal itu. Contohnya, proyek
nasionalisasi ekonomi pada masa kabinet Ali I yang menekankan nasionalisasi sektor
perekonomian dan mendukung tumbuh kembangnya para pengusaha pribumi. Proses
nasionalisasi sektor perekonomian itu merupakan salah satu upaya dari pemerintahan kabinet Ali I
dalam meningkatkan taraf perekonomian bangsa Indonesia.
Perubahan perekonomian negara juga terlihat pada masa kabinet Ali II.
Ditandatanganinya UU Pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) oleh Presiden Soekarno pada
3 Mei 1956 berakibat pada berpindahnya aset-aset modal yang dimliki para pengusaha Belanda ke
tangan pengusaha nonpribumi. Hal itu berdampak pada munculnya kondisi sosial yang timpang.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pada 19 Maret 1956, Kongres Nasional Importir
Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan yang dinamakan Gerakan Assaat. Gerakan itu
mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi pengusaha pribumi
dalam berdaya saing terhadap pengusaha-pengusaha non pribumi.

E. Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasi Masalah Ekonomi Pada Masa Demokrasi Liberal
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan
tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi
ekonomi adalah sebagi berikut.
1. Gunting syafruddin
Akibat dari perang kemerdekaan selama 5 tahun perekonomian di Indonesia terbelangkai
dan kacau sehingga Menteri Keuangan Indonesia Syafruddin Prawiranegara mengeluarkan
kebijakan sanering atau pengguntingan uang dengan tujuan menyehatkan keuangan negara.
Dari kebijakan tersebut, uang kertas dengan nilai Rp 5.000 ke atas dinyatakan bernilai
setengahnya. Sebagai tindak lanjut dari pengguntingan uang tersebut, dikeluarkan uang
kertas baru berdasarkan undang-undang darurat No. 21 Th. 1950 tentang uang kertas baru.
Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Keuangan No.
PU/1/19 Maret 1950, tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp 1,5 miliar.
Melalui kebijakan ini jumlah uang yang beredar dapat dikurangi dan pemerintah mendapat
kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp 200 juta..
2. Sistem ekonomi gerakan benteng
Sistem ekonomi gerakan benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional yang dilakukan pada
masa Kabinet Natsir dan direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (Menteri
Perdagangan). Program ini bertujuan untuk menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan
bangsa Indonesia dengan memberi bimbingan, bantuan kredit, serta kesempatan bagi para
pengusaha Indonesia yang bermodal lemah untuk berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi nasional. Program ini dimulai pada April 1950, hasilnya selama 3 tahun ± 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Namun, tujuan
program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan
pemerintah makin besar.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada akhir tahun 1951, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemrian kredit harus
dikonsultasikan pada pemrintahan Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuan dari nasionalisasi De Javasche adalah
untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan.
4. Sistem Ekonomi Ali Baba
Pada pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955), Menteri
Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisurjo memprakarsai sistem ekonomi yang dikenal dengan
nama sistem Ali Baba. Sistem ini merupakan bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha
pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan pengusaha nonpribumi (khususnya Cina) yang
diidentikkan dengan Baba. Sistem ekonomi ini bertujuan mendorong tumbuh dan
berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi. Dalam pelaksanaannya,
sistem ekonomi Ali Baba tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan para
pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi. Akibatnya, para
pengusaha pribumi hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha nonpribumi untuk
mendapatkan kredit dari pemerintah.
5. Devaluasi mata uang rupiah
Dalam usaha memperbaiki kondisi ekonomi, pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah
mendevaluasi mata uang Rp 1.000 dan Rp 5.00 menjadi Rp 100 dan Rp 50. Pemerintah juga
melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp
25.000. Tujuan kebijakan devaluasi ini adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat
kecil tidak dirugikan. Namun, kebijakan pemerintah ini ternyata tidak dapat mengatasi
kemunduran ekonomi secara keseluruhan.
6. Mengeluarkan deklarasi ekonomi
Deklarasi ekonomi (dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah menganggap
bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi, satu-satunya jalan adalah dengan sistem
ekonomi terpimpin. Namun, dalam pelaksanaan ekonomi terpimpin, pemerintah lebih
menonjolkan unsur terpimpinnya daripada unsur ekonomi efisien. Sektor ekonomi
ditandatangani langsung oleh presiden. Akibatnya, kegiatan ekonomi sangat bergantung
pada pemerintah pusat dan kegiatan ekonomipun mengalami penurunan.
7. Rencana pembangunan lima tahun (RPLT)
Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang
pembangunan jangka panjang. Ir. Djuanda diangkat sebagai menteri perancang nasional.
Biro ini berhasil menyusun RPLT yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-
1961 dan disetujui oleh DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan
prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap), pembiayaan
RPLT diperkirakan Rp 12,5 miliar. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan
karena:
a. Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957
dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
b. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-
perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
c. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
8. Musyawarah nasional pembangunan
Masa kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah
tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah Nasional Pembangunan
(Munap). Tujuan diadakannya Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar
dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap
saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
a. Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
b. Terjadi ketegangan politik yang tidak dapat diredakan.
c. Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
d. Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI atau Permesta
sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
e. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut masalah Irian Barat
mencapai konfrotansi bersenjata.

F. Kehidupan Bidang Pertahanan dan Keamanan


a. Masalah-Masalah Angkatan Perang
1) Peristiwa 17 Oktober 1952
Pada hakikatnya, peristiwa 17 Oktober 1952 mempunyai fator-faktor penyebab
pada masa-masa sebelumnya. Setelah perag kemerdekaan berakhir, Indonesia
menghadapi banyak persoalan antara lain:
a. Keadaan sosial ekonomi yang semakin memburuk dan korupsi yang semakin
meluas.
b. Keadaan politik yang labil dengan sistem yang liberal model Eropa Barat
(khususnya Belanda).
c. Persoalan pembebasan Irian Barat yang tidak cepat selesai.
d. Kemorosotan integritas dan kemampuan aparatur pemerintah akibat pertentangan
antar dan intern partai-partai serta pergolakan intern angkatan perang.
Akibat peristiwa 17 Oktober ini AD mengalami perpecahan yang memerlukan
waktu beberapa tahun untuk mengatasinya. KSAP Jenderal Mayor T.B Simatupang
diberhentikan dan jabatan KSAP (kepala staf angkatan perang) dihapuskan, sedangkan
KSAD (kepala staf angkatan darat) Kolonel A.H.Nasution mengajukan permintaan
berhenti, sebagai pertanggungjawaban atas terjadinya peristiwa tersebut. Ia digantikan
oleh Kolonel Bambang Sugeng. Pemerintah pada tanggal 22 November 1952
mengeluarkan keterangan bahwa pada tanggal 17 Oktober tidak terjadi coup atau
percobaan coup.

2) Masalah Intern Angkatan Darat


Peristiwa yang hampir serupa dengan yang terjadi di Angkatan Darat pada
tanggal 27 Juni 1955 terjadi pula di Angkatan Udara. Di pangkalan Udara Cililitan
(Halim Perdanakusuma) pada tanggal 14 Desember 1955 terjadi keributan menjelang
dilantiknya wakil kepala staf angkatan udara komodar muda Hubertus Suyono. Tidak
lama sebelum komodar Suyono dilantik, secara tiba-tiba 25 orang prajurit dari pasukan
kehormatan pembawa panji-panji AU bersama-sama maju serta berteriak, “tidak
setuju”.
Secara beramai-ramai mereka meninggalkan barisan, upacara pelantikan
mengalami kegagalan karena Menteri Pertahanan Burhanudin Harahap menolak
melantik Komodar Suyono tanpa panji-panji. Sementara itu, pada tanggal 2 Juli dan 12
Juli 1952 di Pangkalan Cililitan diselenggarakan rapat yang membahas masalah
pendidikan dan penerbangan yang dipimpin oleh Komodar Muda Suyono. Terjadinya
rentetan rapat-rapat itu menunjukkan bahwa dikalangan perwira AURI terdapat dua
kelompok, sebagian mendukung KSAU dan sebagian lagi menentang kebijakan KSAU.
b. Gangguan keamanan
Kembalinya ke Negara Kesatuan juga berdampak pada sebagian tokoh dari negara
bagian ingin tetap mempertahankan sebagai sebuah negara yang berdiri sendiri dengan cara
mengadakan pemberontakan-pemberontakan. Sehingga hal ini menjadi gangguan dan
ancaman keamanan dalam negeri. Adapun pemberontakan-pemberontakan itu antara lain:
1) Pemberontakan APRA
2) Pemberontakan Andi Aziz
3) Pemberontakan RMS
4) Pemberontakan DI/TII

G. Akhir Masa Demokrasi Liberal Di Indonesia


Kegagalan konstituante menetapkan UUD membawa Indonesia ke tepi jurang
kehancuran. Keadaan negara yang telah dirongrong sejumlah pemberontakan menjadii tambah
gawat. Faktor-faktor utama yang menjadi penyebab kegagalan konstituante dalam merancang
sebuah UUD bagi Indonesia adalah terdapatnya sikap mementingkan kepentingan golongan atau
partai politik yang berada didalam konstituante, selain itu terdapat pula berbagai peristiwa politik
yang merembet pada konflik kepentingan masing-masing kelompok politik di dalam tubuh
konstituante. Atas dasar pertimbangan menyelamatkan negara dari bahaya, Presiden Soekarno
terpaksa melakukan tindakan inkonstitusional. Tindakan presiden tersebut berupa pengeluaran
dekrit yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tindakan itu terutama didukung oleh
kalangan militer. Dukungan kalangan militer terhadap Dekrit Presiden tersebut karena sudah
direpotkan oleh sejumlah pemberontakan akibat krisis politik. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berisi
beberapa keputusan, yaitu:
1. Konstituante dibubarkan.
2. UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia.
3. Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka masa demokrasi liberal atau
parlementer di Indonesia berakhir dan beralih pada demokrasi terpimpin.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada akhir Desember 1949 secara hukum
internasional Indonesia memiliki prospek sebagai Negara yang dapat menentukan masa depannya
sendiri dan pada 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD NKRI
yang dikenal dengan UUDS 1950 yang kemudian mulai diberlakukan tanggal 17 Agustus 1950.
Dengan diberlakukannya UUDS 1950 Indonesia menerapkan sistem Demokrasi Liberal
sejak tahun 1950 sampai tahun 1959. Pada masa Demokrasi Liberal banyak terjadi kemelut politik
salah satunya adalah silih bergantinya kabinet selama 9 tahun. Selain itu, juga terjadi prestasi
politik yang gemilang seperti terlaksananya Konferensi Asia Afrika pada masa kerja kabinet Ali
Sastroamidjojo I dan terlaksananya pemilu yang pertama.
Namun, kekacauan politik yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal tidak kunjung usai
hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 akibat kegagalan
konstituante dalam menetapkan UUD. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
menandakan berakhirnya masa Demokrasi Liberal dan berlakunya masa Demokrasi Terpimpin

B. Saran
Dari sejarah berlakunya masa Demokrasi Liberal semoga kita mendapat pelajaran dan
hikmah dari apa yang telah terjadi juga bisa memperbaiki kesalahan yang ada untuk kebaikan
masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/31639556/makalah_sejarah_Indonesia_Pada_Demokrasi_Liberal

Anda mungkin juga menyukai