Nama anak Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sayid Ali Murtadha
Sunan Gresik adalah orang pertama yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Sunan Gresik yang
memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim mendapatkan gelar Walisongo pertama, atau bisa dikatakan wali
senior diantara Walisongo lainnya.
Maulana Malik Ibrahim juga memiliki panggilan lain seperti Syekh Maghribi, Kakek Bantal, Makhdum Ibrahim
As-Samarqandani, dan Syekh Ibrahim Asmarakandi.
Sunan Gresik merupakan keturunan atau anak dari seorang ulama Persia. Ulama tersebut yaitu Maulana
Jumadil Kubro yang menetap di daerah Samarkand. Sebagian besar masyarakat dan ulama yakin bahwa
Maulana Jumadil Kubro merupakan turunan kesepuluh dari Syaidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.
Maulana Malik Ibrahim merupakan saudara dari Maulana Ishak, yang mana Maulana Ishak juga merupakan
seorang ulama terkenal di daerah Samudera Pasai. Beliau juga merupakan ayah dari Sunan Giri atau Raden
Paku.
Namun hingga saat ini masih belum ditemukan siapa ibu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik.
3. Berdagang
Cara lain yang dilakukan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk menyebarkan ajaran Islam adalah dengan
berdagang. Beliau membuka sebuah warung sederhana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, hingga
melakukan perjalanan ke berbagai pelabuhan.
Selama kegiatan perjalanan dagangnya tersebut, beliau bertemu dengan lebih banyak orang dari berabgai
kalangan dan golongan.
Dengan sifatnya yang baik, membuat banyak orang dari berbagai kalangan bersedia berteman dengan
beliau bahkan tidak sedikit juga yang tertarik untuk memeluk agama Islam.
Sumber : https://sudutnusantara.com/sunan-gresik/
MAKALAH
SEJARAH INDONESIA
TENTANG
PERKEMBANGAN POLITIK PADA DEMOKRASI LIBERAL
DISUSUN OLEH :
AULYA SARI RAMADHANI
KELAS : XII MIA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia menerapkan berbagai macam sistem
pemerintahan dan yang paling mengemuka adalah sistem demokrasi liberal dan demokrasi
terpimpin. Indonesia memasuki masa demokrasi liberal pada awal pengakuan kedaulatan, masa ini
berlaku antara tahun 1950-1959. Masa demokrasi liberal atau parlementer ditandai dengan tumbuh
suburnya partai politik dan berlakunya kabinet parlementer. Prestasi politik dan kemelut politik
merupakan hal yang terjadi pada masa demokrasi liberal. Prestasi politik berupa pemberlakuan
sistem multipartai dan penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Kemelut politik berupa kabinet
yang silih berganti dan perdebatan berkepanjangan dalam konstituante.
Perjalanan sejarah Indonesia pada masa demokrasi liberal diwarnai oleh pemerintahan
dengan tujuh masa kebinet yang berbeda. Sistem pemerintahan pada masa demokrasi liberal
menetapkan bahwa kabinet-kabinet ini bertanggung jawab secara langsung kepada parlemen.
Kondisi Indonesia di masa demokrasi liberal sangatlah rentan karena dalam kurun pemerintahan
ketujuh kabinet tersebut, kinerja kabinet sering mengalami deadlock dan ditentang oleh parlemen.
Hal tersebut terjadi karena adanya kelompok oposisi yang kuat sehingga mengakibatkan timbulnya
konflik kepentingan dalam proses perumusan dan pembuatan kebijakan negara.
Demokrasi liberal mewariskan ketidakstabilan politik yang cukup parah dan membuahkan
berbagai pergolakan serta pemberontakan dalam negeri yang mengancam persatuan bangsa.
Melihat keadaan tersebut, Presiden Soekarno terdorong untuk menerapkan sistem pemerintahan
yang sentralistis yang berpusat di tangan presiden yang dikenal dengan Demokrasi Terpimpin
ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959. Keputusan tersebut diambil atas
pertimbangan menempatkan kesatuan bangsa sebagai yang utama.
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian demokrasi liberal ?
2) Bagaimana sejarah demokrasi liberal di Indonesia ?
3) Apa sajakah hal-hal positif dan negatif selama berlakunya sistem demokrasi liberal ?
4) Bagaimanakah kehidupan politik Indonesia di masa demokrasi liberal ?
5) Bagaimanakah kehidupan ekonomi Indonesia di masa demokrasi liberal ?
6) Apa saja kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi pada masa demokrasi
liberal ?
7) Bagaimanakah kehidupan pertahanan dan keamanan Indonesia di masa demokrasi liberal ?
8) Bagaimana akhir masa demokrasi liberal di Indonesia ?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian demokrasi liberal
2) Untuk mengetahui sejarah demokrasi liberal di Indonesia
3) Untuk mengetahui hal-hal positif dan negatif selama berlakunya sistem demokrasi liberal
4) Untuk mengetahui kehidupan politik Indonesia di masa demokrasi liberal
5) Untuk mengetahui kehidupan ekonomi Indonesia di masa demokrasi liberal
6) Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah ekonomi pada masa
demokrasi liberal
7) Untuk mengetahui kehidupan pertahanan dan keamanan Indonesia di masa demokrasi liberal
8) Untuk mengetahui akhir masa demokrasi liberal di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Herbert Feith juga mencatat beberapa hal positif dalam pelaksanaan demokrasi liberal
pada masa 1950-1959, antara lain sebagai berikut.
D. Kehidupan Ekonomi
Pada masa Kabinet Sukiman, salah satu perubahan kehidupan ekonomi yang terjadi
adalah adanya proses nasionalisasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah. Proses nasionalisasi
ekonomi itu menyangkut tiga bidang, yaitu:
1. Pembentukan Bank Negara Indonesia
Sebelum dilaksanakan nasionalisasi de Javasche Bank, terjadi proses pembentukan Bank
Negara Indonesia sebagai bank nasional pertama Indonesia dan dikukuhkan di dalam
peraturan pemerintah pengganti UU No. 2/1946. Proses itu terjadi pada 5 Juli 1946.
2. Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
Setelah Bank Negara Indonesia terbentuk pemerintah mengeluarkan UU No. 24/1951 yang
berisi tentang pelaksanaan nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI)
yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.. Undang-undang tersebut diperkuat
dengan UU No. 11/1953 dan Lembaran Negara No. 40 yang menyatakan bahwa jabatan
presiden Bank Indonesia berubah menjadi Gubernur Bank Indonesia. Menteri keuangan,
menteri perekonomian, dan gubernur bank menjadi direksi yang berfungsi melancarkan
percepatan peningkatan taraf ekonomi dan moneter negara.
3. Pemberlakuan Oeang Repoeblik Indonesia
Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi mata uang Republik Indonesia dengan
menukar mata uang Jepang ke mata uang Indonesia yang disebut dengan Oeang Repoeblik
Indonesia (ORI). Proses itu terjadi pada 1 Oktober 1946 yang dikukuhkan dengan UU No.
17/1946 dan UU No. 19/1946. Kondisi masyarakat Indonesia pada masa awal kemerdekaan,
berangsur-angsur membaik. Kebijakan pemerintah untuk mengajak rakyat Indonesia agar
menabung di bank menjadi awal sehatnya kondisi perekonomian bangsa.
Pada masa demokrasi liberal, proses nasionalisasi ekonomi Indonesia tidak berjalan
mulus karena konflik kepentingan politik antar kelompok didalam tubuh konstituante dan parlemen.
Berbagai kebijakan pada masa dmeokrasi liberal menunjukkan hal itu. Contohnya, proyek
nasionalisasi ekonomi pada masa kabinet Ali I yang menekankan nasionalisasi sektor
perekonomian dan mendukung tumbuh kembangnya para pengusaha pribumi. Proses
nasionalisasi sektor perekonomian itu merupakan salah satu upaya dari pemerintahan kabinet Ali I
dalam meningkatkan taraf perekonomian bangsa Indonesia.
Perubahan perekonomian negara juga terlihat pada masa kabinet Ali II.
Ditandatanganinya UU Pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) oleh Presiden Soekarno pada
3 Mei 1956 berakibat pada berpindahnya aset-aset modal yang dimliki para pengusaha Belanda ke
tangan pengusaha nonpribumi. Hal itu berdampak pada munculnya kondisi sosial yang timpang.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pada 19 Maret 1956, Kongres Nasional Importir
Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan yang dinamakan Gerakan Assaat. Gerakan itu
mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi pengusaha pribumi
dalam berdaya saing terhadap pengusaha-pengusaha non pribumi.
E. Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasi Masalah Ekonomi Pada Masa Demokrasi Liberal
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan
tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi
ekonomi adalah sebagi berikut.
1. Gunting syafruddin
Akibat dari perang kemerdekaan selama 5 tahun perekonomian di Indonesia terbelangkai
dan kacau sehingga Menteri Keuangan Indonesia Syafruddin Prawiranegara mengeluarkan
kebijakan sanering atau pengguntingan uang dengan tujuan menyehatkan keuangan negara.
Dari kebijakan tersebut, uang kertas dengan nilai Rp 5.000 ke atas dinyatakan bernilai
setengahnya. Sebagai tindak lanjut dari pengguntingan uang tersebut, dikeluarkan uang
kertas baru berdasarkan undang-undang darurat No. 21 Th. 1950 tentang uang kertas baru.
Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Keuangan No.
PU/1/19 Maret 1950, tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp 1,5 miliar.
Melalui kebijakan ini jumlah uang yang beredar dapat dikurangi dan pemerintah mendapat
kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp 200 juta..
2. Sistem ekonomi gerakan benteng
Sistem ekonomi gerakan benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional yang dilakukan pada
masa Kabinet Natsir dan direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (Menteri
Perdagangan). Program ini bertujuan untuk menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan
bangsa Indonesia dengan memberi bimbingan, bantuan kredit, serta kesempatan bagi para
pengusaha Indonesia yang bermodal lemah untuk berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi nasional. Program ini dimulai pada April 1950, hasilnya selama 3 tahun ± 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Namun, tujuan
program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan
pemerintah makin besar.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada akhir tahun 1951, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemrian kredit harus
dikonsultasikan pada pemrintahan Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuan dari nasionalisasi De Javasche adalah
untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan.
4. Sistem Ekonomi Ali Baba
Pada pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955), Menteri
Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisurjo memprakarsai sistem ekonomi yang dikenal dengan
nama sistem Ali Baba. Sistem ini merupakan bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha
pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan pengusaha nonpribumi (khususnya Cina) yang
diidentikkan dengan Baba. Sistem ekonomi ini bertujuan mendorong tumbuh dan
berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi. Dalam pelaksanaannya,
sistem ekonomi Ali Baba tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan para
pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi. Akibatnya, para
pengusaha pribumi hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha nonpribumi untuk
mendapatkan kredit dari pemerintah.
5. Devaluasi mata uang rupiah
Dalam usaha memperbaiki kondisi ekonomi, pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah
mendevaluasi mata uang Rp 1.000 dan Rp 5.00 menjadi Rp 100 dan Rp 50. Pemerintah juga
melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp
25.000. Tujuan kebijakan devaluasi ini adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat
kecil tidak dirugikan. Namun, kebijakan pemerintah ini ternyata tidak dapat mengatasi
kemunduran ekonomi secara keseluruhan.
6. Mengeluarkan deklarasi ekonomi
Deklarasi ekonomi (dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah menganggap
bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi, satu-satunya jalan adalah dengan sistem
ekonomi terpimpin. Namun, dalam pelaksanaan ekonomi terpimpin, pemerintah lebih
menonjolkan unsur terpimpinnya daripada unsur ekonomi efisien. Sektor ekonomi
ditandatangani langsung oleh presiden. Akibatnya, kegiatan ekonomi sangat bergantung
pada pemerintah pusat dan kegiatan ekonomipun mengalami penurunan.
7. Rencana pembangunan lima tahun (RPLT)
Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang
pembangunan jangka panjang. Ir. Djuanda diangkat sebagai menteri perancang nasional.
Biro ini berhasil menyusun RPLT yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-
1961 dan disetujui oleh DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan
prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap), pembiayaan
RPLT diperkirakan Rp 12,5 miliar. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan
karena:
a. Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957
dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
b. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-
perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
c. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
8. Musyawarah nasional pembangunan
Masa kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah
tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah Nasional Pembangunan
(Munap). Tujuan diadakannya Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar
dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap
saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
a. Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
b. Terjadi ketegangan politik yang tidak dapat diredakan.
c. Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
d. Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI atau Permesta
sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
e. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut masalah Irian Barat
mencapai konfrotansi bersenjata.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada akhir Desember 1949 secara hukum
internasional Indonesia memiliki prospek sebagai Negara yang dapat menentukan masa depannya
sendiri dan pada 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD NKRI
yang dikenal dengan UUDS 1950 yang kemudian mulai diberlakukan tanggal 17 Agustus 1950.
Dengan diberlakukannya UUDS 1950 Indonesia menerapkan sistem Demokrasi Liberal
sejak tahun 1950 sampai tahun 1959. Pada masa Demokrasi Liberal banyak terjadi kemelut politik
salah satunya adalah silih bergantinya kabinet selama 9 tahun. Selain itu, juga terjadi prestasi
politik yang gemilang seperti terlaksananya Konferensi Asia Afrika pada masa kerja kabinet Ali
Sastroamidjojo I dan terlaksananya pemilu yang pertama.
Namun, kekacauan politik yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal tidak kunjung usai
hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 akibat kegagalan
konstituante dalam menetapkan UUD. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
menandakan berakhirnya masa Demokrasi Liberal dan berlakunya masa Demokrasi Terpimpin
B. Saran
Dari sejarah berlakunya masa Demokrasi Liberal semoga kita mendapat pelajaran dan
hikmah dari apa yang telah terjadi juga bisa memperbaiki kesalahan yang ada untuk kebaikan
masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/31639556/makalah_sejarah_Indonesia_Pada_Demokrasi_Liberal