GURU PENGAMPU :
R. SUYANTO S.S
KELAS : XI IIS
A. Latar Belakang
Masalah Sumpah merupakan syariat Islam yang diperbolehkan dalam Islam adapun
nama lain dari sumpah Al-Yamin dan Al-Qosam para ulama berbeda pendapat
tentang sumpah ini. Lafal Aiman dengan dibaca fat-hah huruf hamzah adalah bentuk
jamak lafal Yamin. Adapun asalnya menurut bahasa, adalah tangan kanan, kemudian
diucapkan atas suatu sumpah. Sedangkan menurut sarah, sesuatu yang cenderung
bertentangan atau mengukuhkannya dengan menyebut nama Allah Ta‟ala atau satu
sipat dari sifat-sifat DzatNya. 1 Suatu sumpah tidak dianggap positif, kecuali dengan
menyebut nama Allah Ta‟ala, yakni menyebut dengan Dzat-Nya misalnya yang
bersumpah mengucapkan; “Demi Allah” dengan suatu nama dari beberapa nama
Allah yang sudah ditentukan, yang tidak boleh digunakan selain Allah, misalnya
ahaliqil khalqi(pencipta mahluk) atau menyebut dari satu sipat, sipat-sipat Dzat-Nya,
yang sipat tersebut ada pada Dzat-Nya. Ketentuan yang bersumpah adalah setiap
mukalaf yang sadar mengucapkan dengan sengaja untuk sumpah. Barang siapa
bersumpah menyedekahkan hartanya, misalnya mengucapkan; “bagi Allah atas
diriku. karna keras kepala dan emosi, maka yang bersumpah atau bernazar
diperbolehkan apa memenuhi apa yang ia sumpahkan dan menetapkannya dengan
tujuan nazar dari hartanya yang disedekahkan, atau membayar kafarat sumpah
menurut pendapat yang lebih terang. Menurut suatu pendapat bagidia wajib
memenuhi apa yang ditetapkan. Muhamad Soleh menafsirkan tentang hal yang telah
telanjur lisan mengucapkan sumpah tanpa ada kesengajaan, misalnya ucapan orang
yang sedang dalam keadaan marah 1Ahmad sunarto, terjemah fat-hul qorib, (Al-
hidayah surabaya, 1992), H. 236. atau tergesa-gesa secara kebetulan menggunakan
kata; “Demi Allah” dan dalam waktu yang lain tidak menggunakan kata “Demi
Allah”. Lafal-lafal sumpah dengan menyebut nama Allah Ta‟ala, yakni menyebut
dengan Dzat-Nya misalnya yang bersumpah mengucapkan; “Wau Al-Allahi, Bi Al-
Allahi, Ta AlAllahi Li Al-Allahi ” 2 Barang siapa bersumpah, bahwa dia tidak akan
berbuat sesuatu, misalnya menjual hambanya, kemudian menyuruh orang lain
mengerjakanya, dengan menjual hamba yang bersumpah, bukan berarti menerjang
(melanggar) sumpahnya, kecuali yang bersumpah bermaksud tidak akan melakukan,
begitu juga orang lain, maka berarti menerjang sumpahnya sebab perbutan orang
yang di perintah.
BAB II
PEMBAHASAN
Pelanggaran Sumpah
“Allah tidak menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah yang tidak bersungguh-
sungguh, melainkan Dia menghukum kalian akibat sumpah-sumpah yang kalian
sengaja, maka penyangkalan sumpah itu ialah memberi makanan untuk sepuluh
orang yang membutuhkan, dengan hidangan yang biasa kalian beri untuk keluarga
kalian, atau memberi pakaian untuk mereka atau memerdekakan seorang budak.
Barangsiapa tidak sanggup, maka berpuasa selama tiga hari; Hal demikian itu
adalah penyangkalan terhadap hal yang telah kalian perbuat; namun jagalah
sumpah kalian. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kalian tentang Hukum-
HukumNya supaya kalian bersyukur.” (QS Al Maidah: 89)
Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa jika ada yang melanggar sumpah
maka harus melakukan sebagaimana apa yang disampaikan dalam Ayat di atas. Hal
ini dapat dirangkum dalam poin-poin berikut ini:
Memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa dimakan
sehari-hari atau bersama keluarga
Memberi pakaian pada orang miskin
Memerdekakakan seorang budak/hamba
Jika tidak dapat dilakukan hal-hal diatas, maka hendak untuk berpuasa selama tiga
hari
LAFADZ-LAFADZ SUMPAH
Ada tiga lafadz yang bisa digunakan untuk bersumpah, yaitu: (Wallaahi، Billaahi,
Tallaahi). Arti ketiga lafadz tersebut adalah “Demi Allah”. Rasulullah pernah
bersumpah dengan menggunakan lafadz Wallahi, sebagaimana dijelaskan dalam
riwayat berikut: Artinya: “ Demi Allah, sesungguhnya aku akan memerangi kaum
quraisy. Kalimat ini belia ulangi tiga kali." (HR. Abu Daud)
DAFTAR PUSTAKA
https://dalamislam.com/landasan-agama/tauhid/bersumpah-dalam-islam