KELOMPOK 3 :
Dalam al-quran, terdapat tujuh ayat yang menggunakan kata akad dan
turunannya yaitu dalam Q.S. Al-baqarah: 235, 237, Q.S. An-nisa: 33, Q.S. Al-maidah:
1, 89, Q.S. Thaha: 27 dan Q.S. Al-falaq: 4.
Lafadz ﺍﻟﻌﻘﺪpada Q.S. Al-falaq: 4 dapat dimaknai dengan makna hakiki yaitu
tali yang mengikat. Dalam ayat ini tali yang maksud adalah simpul-simpul atau buhul-
buhul yang digunakan oleh penyihir (Shihab, 2016). Berdasarkan beberapa ayat di
atas, dapat diketahui bahwa lafadz ﻋﻘﺪdan beberapa turunannya yang terdapat dalam
al-quran memiliki beragam makna umum dan khusus, namun demikian hanya
terdapat satu ayat yang menunjukan makna akad secara umum yakni lafadz ﺍﻟﻌﻘﻮﺩ
sebagaimana dalam Q.S. Al-maidah: 1. Dengan demikian, Q.S. Al- maidah: 1 dapat
dijadikan landasan hukum berbagai macam akad baik yang dibuat oleh sesama
manusia maupun akad yang dibuat oleh manusia dengan Allah.
Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi
dan resiko masing-masing pihak
Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan
pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang
saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan
Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui
kondisi dananya
Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan
dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Prinsip-Prinsip syariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah
adalah kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika
melakukan perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi secara
abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan keuntungan yang
lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan ketika tidak beruntung
seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar. Perjudian tidak sesuai dengan
prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga diharamkan dalam sistem keuangan
Islam.
Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut istilah gharar
berarti seduatu yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Setiap
transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di
luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Misalnya membeli burung di udara atau ikan
dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk
dalam transaksi yang bersifat gharar. Pelarangan ghararkarena memberikan efek
negative dalam kehidupan karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan
secara bathil. Ayat dan hadits yang melarang gharar diantaranya :"Dan janganlah
sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (Al-Baqarah : 188)
Riba: Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan,
pertumbuhan atau peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat
bahwa hukumnya riba adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali
Imran ayat 130 yang melarang kita untuk memakan harta riba secara berlipat ganda.
Sangatlah penting bagi kita sejak awal pembahasan bahwa tidak terdapat perbedaan
pendapat di antara umat Muslim mengenai pengharaman Riba dan bahwa semua
mazhab Muslim berpendapat keterlibatan dalam transaksi yang mengandung riba
adalah dosa besar. Hal ini dikarenakan sumber utama syariah, yaitu Al-Qur'an dan
Sunah benar-benar mengutuk riba. Akan tetapi, ada perbedaan terkait dengan makna
dari riba atau apa saja yang merupakan riba harus dihindari untuk kesesuaian
aktivitas-aktivitas perekonomian dengan ajaran Syariah.
Jenis-jenis Riba
Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak
sama timbangannya atau takarannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
Contoh: tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras,
gandum dan sebagainya.
Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi. Contoh : Andi meminjam uang
sebesar Rp. 25.000 kepada Budi. Budi mengharuskan Andi mengembalikan
hutangnya kepada Budi sebesar Rp. 30.000. maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba
Qardh.
Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya:
orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang
tersebut dari sipenjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu
tidak boleh, sebab jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
Riba Nasi'ah, yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak
sejenis yang pembayarannya disyaratkan lebih, dengan diakhiri/dilambatkan oleh
yang meminjam. Contoh : Rusminah membeli cincin seberat 10 Gram. Oleh
penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12
gram, dan jika terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram
dan seterusnya.
Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi
pinjaman (utang piutang, al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang di
haramkan Allah SWT., seperti dikemukakan,antara lain,olehAl-Nawawi berkata, al-
Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi'I) berbeda pendapat
tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-Qur'an, atas dua
pandangan.Pertama, pengharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan
oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah
merupakan penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al Qur'an, baik riba naqad
maupun riba nasi'ah.Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur'an sesungguhnya
hanya mencakup riba nasai'yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan
tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah
seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihang
berhutang tidak membayarnya,ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula
masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya.
Itulah maksud firman Allah : "… janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda… " kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad)
terhadap bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur'an.
Bunga uang atas pinjaman (Qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba
yang di haramkan Allah SWT dalam Al-Quran,karena dalam riba tambahan hanya
dikenakan pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam system bunga tambahan sudah
langsung dikenakan sejak terjadi transaksi.
Abu zahrah, Abu 'ala al-Maududi Abdullah al-'Arabi dan Yusuf Qardhawi
mengatakan bahwa bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam.
Karena itu umat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai system
bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa. Bahkan menurut Yusuf
Qardhawi tidak mengenal istilah darurat atau terpaksa, tetapi secara mutlak beliau
mengharamkannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Syirbashi, menurutnya bahwa
bunga bank yang diperoleh seseorang yang menyimpan uang di bank termasuk jenis
riba, baik sedikit maupun banyak. Namun yang terpaksa, maka agama itu
membolehkan meminjam uang di bank itu dengan bunga.
Syarat Akad.
Sementara itu syarat akad adalah sebagai berikut :
a. Syarat orang yang bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang
yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.
b. Syarat barang yang diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang
yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
c. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang
bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.
Macam-macam Akad.
Ada beberapa macam akad, antara lain:
a. Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
b. Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada
kertas bersegel atau akad yang melalui akta notaris.
c. Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui utusan
atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandat.
d. Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode tertentu.
e. Akad Ta’at (saling memberikan), akad yang sudah berjalan secara umum.
Hikmah Akad.
Ada beberapa hikmah dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.
Pada kesempatan kali ini akan membahas akad–akad apa saja yang digunakan
dalam transaksi syariah di Industri Jasa Keuangan Syariah. Akad–akad tersebut
melindungi kita dari transaksi merugikan, seperti transaksi objek yang tidak pasti
keuntungan/ kerugiannya tidak terukur (Maysir), objek tidak jelas (Gharar), objek
yang Haram, Riba, perbuatan suap (Rishwah) dan Bathil.
Secara garis besar, akad yang digunakan oleh Industri Jasa Keuangan Syariah
sebagai berikut:
1. Pola Jual Beli 4. Pola Sewa
1. Akad Murabahah
Akad Murabahah adalah akad pembiayaan di mana penjual menyatakan harga
beli produk kepada pembeli, kemudian pembeli membayarnya dengan harga lebih
sebagai perolehan laba penjual.
Keuntungan harga lebih tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak di
awal perjanjian. Dengan begitu, pihak pembeli dapat mengetahui harga beli produk
dan margin keuntungan secara transparan yang telah didapatkan oleh penjual.
Murabahah termasuk macam-macam akad syariah yang paling sering digunakan
dalam transaksi jual-beli di Indonesia.
2. Akad Mudharabah
Akad Mudharabah merupakan jenis akad syariah berbentuk kerjasama usaha
antara pihak pemilik modal dan pihak pengelola modal dengan kesepakatan
tertentu.Besaran pembagian laba ditentukan di awal perjanjian. Sedangkan apabila
terjadi kerugian, maka pemilik modal akan menanggung sepenuhnya dengan catatan
pengelola tidak melakukan kesalahan atau kelalaian disengaja atau melanggar
kesepakatan.
4. Akad Wadiah
Wadiah merupakan akad transaksi dengan skema penitipan barang/uang antara
pihak pertama dan pihak kedua. Sehingga pihak pertama sebagai pemilik dana/barang
telah mempercayakan asetnya kepada pihak kedua sebagai penyimpan aset. Oleh
sebab itu, pihak kedua (lembaga keuangan syariah) harus menjaga titipan nasabah
dengan selamat, aman, dan utuh.
5. Akad Musyarakah
Musyarakah merupakan akad berbentuk kerja sama usaha dimana masing-
masing pihak menyetorkan dana sebagai modal dengan porsi sesuai kesepakatan.
Sehingga modal dari berbagai pihak disatukan untuk menjalankan suatu usaha.
Kemudian usaha tersebut dikelola oleh salah satu dari pemodal atau meminta bantuan
pihak ketiga sebagai pegawai.
Keuntungan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai
dengan dana yang disetorkan baik berupa kas maupun aset nonkas atau sesuai dengan
nisbah yang disepakati oleh para mitra
7. Akad Salam
Salam adalah akad transaksi di mana pembeli memesan produk dan
melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada pembeli, kemudian pembeli akan
memproses produk sesuai permintaan pembeli dengan syarat dan jangka waktu
tertentu. Penerapan akad salam dapat dilihat dari sistem pembelian secara pre-order.
8. Akad Istisna’
Istisna’ yaitu jual beli produk dengan sistem pemesanan terlebih dahulu
kepada penjual berdasarkan syarat dan kriteria tertentu, kemudian pihak penjual baru
melakukan proses pembuatannya. Sekilas mirip dengan akad salam, perbedaannya
adalah produk akad istisna' diproduksi sesuai permintaan pembeli.
9. Akad Ijarah
Pembiayaan dengan sistem sewa antara kedua belah pihak disebut sebagai
akad ijarah. Dalam akad ini salah satu pihak sebagai penyewa membayar kepada
pihak lain (pemilik produk) untuk mendapatkan manfaat atau hak guna atas produk
yang dipinjam tanpa memindahkan kepemilikan barang tersebut.
Kelebihan dari akad ijarah yaitu pada akad ijarah penentuan harga nya lebih fleksibel,
dalam artian kita dapat memilih untuk memanfaatkan atas barang atau jasanya.
Sedangkan kekurangan dari akad ijarah adalah pada proses akad ijarah ini terlalu lama
dibandingkan dengan akad lainnya.
Jenis akad syariah wajib Anda ketahui yakni Hawalah. Akad ini merupakan
perjanjian atas pemindahan utang/piutang dari satu pihak ke pihak lain. Contoh
penerapannya pada layanan Post Dated Check pada perbankan syariah. Pihak
lembaga keuangan syariah memberikan kesempatan kepada nasabah untuk menjual
produknya kepada pembeli lain dengan jaminan pembayaran berbentuk giro mundur.
Asuransi syariah adalah usaha tolong-menolong dan saling melindungi diantara para
peserta yang penerapan operasional dan prinsip hukumnya sesuai dengan syariat
Islam. Tanpa bermaksud mendahului takdir, asuransi dapatlah diniatkan sebagai
ikhtiar persiapan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya risiko.
Asuransi syariah sudah dijamin Halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui
Dewan Syariah Nasional (DSN) dengan Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI akad dalam asuransi syariah terdapat 4 jenis akad yaitu
akad tabarru’, akad tijarah, akad wakalah bil Ujrah, dan akad mudharabah
musytarakah, berikut penjelasannya:
Peserta Asuransi memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta
lain yang terkena musibah, sedangkan perusahaan asuransi sebagai pengelola dana
hibah.
Dalam akad ini perusahaan asuransi sebagai mudharib (Pengelola), dan peserta
sebagai shahibul mal (Pemegang Polis). Premi dari akad ini dapat diinvestasikan dan
hasil keuntungan atas investasi tersebut dibagi-hasilkan kepada para pesertanya.
Akad ini memberikan kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola
dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah (fee). Perusahaan asuransi sebagai
wakil dapat menginvestasikan premi yang diberikan, namun tidak berhak memperoleh
bagian dari hasil investasi.
Terminasi Akad
Pengakhiran adalah tindakan pengakhiran perjanjian yang telah dibuat sebelum
dijalankan atau belum diselesaikan, kontrak tidak dilaksanakan karena satu dan lain
hal. Pemutusan akad lebih dikenal dengan istilah pembatalan akad atau dalam Islam
dengan istilah fasakh. Secara umum, fasakh (pemutusan) akad dalam hukum Islam
meliputi:6 fasakh terhadap akad, fasakh terhadap akad yang tidak mengikat, fasakh
terhadap akad karena adanya kesepakatan para pihak untuk memutusnya atau karena
adanya urbun, fasakh terhadap akad karena salah satu pihak tidak melaksanakan
aliansi, baik karena tidak mau. Melaksanakannya karena kontrak tidak mungkin
dilaksanakan.
Macam-macam khiyar yakni: (1) khiyar majlis yakni perbuatan memilih antara
melaksanakan akad jual beli dan membatalkan akad, tetapi hak khiyar ketika masih
berada di tempat akad. (2) khiyar air yakni perbuatan memilih untuk melaksanakan
akad atau memutuskan akad karena adanya cacat barang. (3) khiyar syarat yakni hak
khiyar bagi pembeli atau kedua penjual atau pembeli untuk membatalkan atau
melanjutkan akad yang didapatkan dari persetujuan akad.
dalam kesepakatan atau menurut adat. (2) Apabila kedua belah pihak sepakat bahwa
pembayaran urbun sebagai sanksi pemutusan akad, masing-masing pihak berhak
mencabut akad, jika yang melanggar akad adalah pihak yang membayar urbun, ia
kehilangan urbun tersebut dan jika yang melanggar akad adalah pihak yang menerima
urbun, ia mengembalikan urbun tersebut. ditambah jumlah yang sama. Pasal di atas
menunjukkan bahwa pembayaran urbun pada dasarnya dimaksudkan sebagai penguat
akad yang tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan pihak lain, sebagaimana yang
terlihat jelas pada ayat (1). Sedangkan ayat (2) merupakan penyimpangan
(pengecualian) dari hal tersebut diatas, yaitu pembayaran urbun dimaksudkan sebagai
penegasan yang baik untuk membatalkan akad secara sepihak sehingga harus
dilakukan berdasarkan kesepakatan yang tegas atau diam-diam. Ketentuan ini
menunjukkan adanya dua tujuan urbun.15 Pertama, urbun dimaksudkan sebagai bukti
untuk memperkuat kontrak. Jadi urbun merupakan bagian dari implementasi aliansi
satu pihak, dan merupakan bagian dari percepatan pembayaran. Kedua, urbun
dimaksudkan sebagai kontrak sepihak bagi masingmasing pihak untuk memutuskan
kontrak secara sepihak dalam jangka waktu yang ditentukan dalam adat atau
disepakati oleh para pihak itu sendiri dengan imbalan urbun dibayarkan. Apabila yang
memutuskan akad adalah pembayar urbun, maka ia kehilangan urbun (sebagai
kompensasi pembatalan akad) yang dalam jangka waktu yang sama menjadi hak
penerima urbun. Sebaliknya, jika yang memutuskan akad adalah penerima urbun,
maka ia wajib mengembalikan urbun yang telah dibayarkan pasangannya, selain
tambahan sejumlah urbun sebagai kompensasi kepada pasangannya atas tindakannya
membatalkan akad.
Jika kontrak dilaksanakan oleh salah satu pihak karena alasan eksternal, maka kontrak
tersebut dengan sendirinya tanpa perlu adanya keputusan hakim, karena kontrak
tersebut tidak mungkin dilaksanakan. Misalnya dalam akad jual beli hancur di tangan
penjual setelah akad ditutup, namun sebelum akad diserahkan kepada pembeli, maka
akad tersebut putus dengan sendirinya karena benda tidak ada dan pembeli meminta
harga kembali kepada penjual karena sudah diserahkan. Dalam hal ini, kemustahilan
objek tersebut baik karena kesalahan penjual sendiri atau karena bencana di luar
perkiraan dan kemampuan para pihak untuk mengatasinya.
Daftar Pustaka
Gunawan Widjaja dan kartini Muljadi, Jual Beli Jakarta: PT. raja Grafindo Persada,
2004
Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam,
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/akad-PBS.Aspx
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan-
Kelembagaan.aspx