Di susun oleh:
Udai sahidi
Rahmat Ilahi
M. Ilzam Muttakin
Baletbaru-Sukowono-Jember
2023 – 2024
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini, Sholawat serta salam
tetap tercurahkan kepada seorang revolusioner Islam yakni Habibana Wanabiyana
Muhammad SAW beserta para sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Ucapan terima kasih kami ucapkan atas dukungan teman-teman dan juga
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, karena
berkat mereka kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. pengertian pernikahan...........................................................................2
B. Tujuan pernikahan ...............................................................................3
C. Hikmah pernikahan ..............................................................................5
D. Dalil-dalil pernikahan hukum pernikahan dalam islam........................6
E. Dasar hukum pernikahan dalam UU Negara Indonesia........................7
F. Macam-macam pernikahan yang diharamkan oleh islam.....................9
G. Hukum pernikahan dalam islam...........................................................11
A.Kesimpulan.............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini masih sering kita jumpai dari kalangan kita kaum muslimin
kurang memperhatikan baik perkataan yang di ucapkan ataupun tingkahlaku
yang tidak sesuai dengan syari’at Islam atau bahkan dapat mengakibatkan fatal
sehingga mendapatkan hukuman atau denda dan lain-lain. Daripada itu kita
membahas mengenahi bab Ila’, yaitu seorang laki-laki bersumpah kepada
istrinya untuk tidak menggaulinya selama empat bulan atau lebih, atau bahkan
sampai istri meninggal. Sepertinya tidak sedikit yang tidak memperhatikan
akan bab ini, padahal tak sedikit pula telah di terangkandi dalam bebagai kitab
akan dasar hukum, perbedaan pendapat dan lain-lain.
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Ila’?
2. Bagaimana dasar hukum Ila’?
3. Apa saja syarat Ila’?
4. Bagaimana akibat hukum Ila’?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ila’
Ila’ menurut bahasa adalah masdar lafad aalaa-yuulii-iilaa-an, yang
mempunyai makna “ketika seseorang bersumpah”. Sedang menurut syarak
adalah sumpah suami yang sah talaknya, untuk mencegah bebuat jima’ istrinya
di vagina secara mutlak, atau lebih dari empat bulan, bahwa ketika suami
bersumpah tidak menggauli istrinya secara mutlaq, atau pada suatu waktu saja,
yakni jima’ yang diikat dengan waktu tertentu, yang lebih dari empat bulan.
Menurut Rijal ( 1997 : 250 ) ila’ adalah sumpah suami untuk tidak
menggauli istrinya dalam waktu selama empat bulan atau tanpa ditentukan.
Menurut Hakim dalam bukunya hukum perkawinan islam ( 2000 :180)
Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak melakukan hubungan seksual dengan
istrinya. Perbuatan ini adalah kebiasaan jaman jahiliyah untuk menyusahkan
istrinya selama satu tahun atau dua tahun. Perbuatan ini tentuakan menyiksa
istrinya dan menjadikan statusnya menjadi tidak jelas, yaitu hidup tanpa suami,
namun juga tidak dicerai.
Menurut Rasjid dalam bukunya fiqih islam ( 1996 : 410) Ila’ artinya
sumpah suami tidak akan mencampuri istrinya dalam masa lebih dari empat
bulan atau tidak menyebutkan jangka waktunya.
Apabila seorang suami bersumpah sebagaimana sumpah tersebut,
hendaklah ditunggu selama empat bulan. Kalau dia kembali baik kepada
istrinya, sebelum sampai empat bulan, dia diwajibkan membayar denda
sumpah ( kafarat ) saja. Tetapi sampai empat bulan dia tidak kembali baik
dengan istrinya, hakim berhak menyuruhnya memilih dua perkara, yaitu
membayar kaparat sumpah serta berbuat baik pada istrinya, atau mentalak
istrinya. Kalau suami itu tidak mau menjalani salah satu dari kedua perkara
tersebut, hakim berhak menceraikan mereka secara terpaksa.
2
Ila’ bisa jadi bersumpah demi Allah swt., dengan menta’liq talaknya
ِلَّلِذ يَن ُيْؤ ُلوَن ِم ْن ِنَس اِئِهْم َتَر ُّبُص َأْر َبَعِة َأْش ُهٍر َفِإْن َفاُء وا َفِإَّن َهَّللا َغُفوٌر َر ِح يٌم
Setelah mengetahui pengertian Pancasila, kamu juga perlu mengenali fungsi
dan kedudukannya. Berikut merupakan fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara:
3
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum),
karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq
(perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah,
sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut Artinya: “ Thalaq (yang dapat dirujuki)
dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan
cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yangtelah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah,
maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”(QS. Al-Baqarah : 229) Yakni
keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas
Allah.Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas
:“Artinya : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua),
maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yanglain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa
bagikeduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-
hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (QS. Al-
Baqarah :230) Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri
melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah
tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan
berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah
salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-
amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah
(sedekah).
4
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika kalian
bersetubuhdengan istri-istri kalian termasuk sedekah.. Mendengar sabda Rasulullah
para shahabat keheranan dan bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang suami
yangmemuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi
shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “Bagaimana menurut kalian jika mereka
(para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab
para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi:“Begitu pula kalau mereka
bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala”.
5
tangganya seperti mengatur rumah, mendidikanak, dan menciptakan suasana yang
menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannnya dengan baik untuk
kepentingan dunia dan akhirat.
a. Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak
dan berketurunan.
b. Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu
mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c. Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan
bencrengkramah dengan pacarannya.
d. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat
kewanitaan yang diciptakan.
A. Dalil-dalil pernikahan hukum pernikahan dalam islam
a. Dalil Al- Qur’an
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
َو ِإْن ِخ ْفُتْم َأاَّل ُتْقِس ُطوا ِفي اْلَيَتاَم ى َفاْنِك ُحوا َم ا َطاَب َلُك ْم ِم َن الِّنَس اِء َم ْثَنى َو ُثاَل َث َو ُر َباَع َفِإْن ِخ ْفُتْم َأاَّل َتْع ِد ُلوا َفَو اِح َد ًة َأْو
َم ا َم َلَك ْت َأْيَم اُنُك ْم َذ ِلَك َأْد َنى َأاَّل َتُعوُلوا
“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, ataubudak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS. An-Nisa’ :
3)
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki-laki yang sudah mampu untuk
melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalahadil didalam
memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain -lain yang bersifat
lahiriah. Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan
syarat - syarat tertentu.
6
ُهَو اَّلِذ ي َخ َلَقُك ْم ِم ْن َنْفٍس َو اِحَدٍة َو َجَعَل ِم ْنَها َز ْو َجَها ِلَيْس ُك َن ِإَلْيَهاۖ َفَلَّم ا َتَغ َّش اَها َح َم َلْت َحْم اًل َخ ِفيًفا َفَم َّر ْت ِبِهۖ َفَلَّم ا
َأْثَقَلْت َدَع َو ا َهَّللا َر َّبُهَم ا َلِئْن آَتْيَتَنا َص اِلًحا َلَنُك وَنَّن ِم َن الَّش اِك ِريَن
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya
Diamenciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka
setelahdicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan
teruslahdia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa
berat,keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya
berkata:"Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah
kamiterraasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Al A’raaf ayat 189)
7
melanjutkan keturunan, dan setiap orang mempunyai hak untuk membentuk sebuah
keluarga dan hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi.
Dasar hukum perkawinan juga terdapat di dalam Undang Undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan diatur pada Bab I tentang Dasar Perkawinan yang terdiri dari 5
Pasal, yaitu dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 5.
Di dalam Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
mengenai perngertian perkawinan yang menyebutkan bahwa : “ Ikatan lahir bathin
seorang pria dengan seorang Wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.”
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
mengenai syarat sahnya suatu perkawinan yang menyebutkan bahwa :“Perkawinan
adala sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayannya itu”.
Selain di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dasar
hukum perkawinan juga terdapat di dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 10 Kompilasi
Hukum Islam.Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan “Perkawinan menurut
hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholiidhan
untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”
Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan tujuan dari perkawinan, yang
berbunyi “Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan warahmah.” Dan di dalam Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam
menyebutkan “ Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam
sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.”
Perkawinan yang sah menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan
Kompilasi HukumIslam adalah perkawinan yang dalam pelaksanannya sesuai dengan
hukum agamanya masing-masing, yang berarti di dalam Islam adalah yang
memenuhi segala rukun dan syarat dalamperkawinan. Kemudian tujuan dari
perkawinan itu sendiri adalah untuk membentuk suatu rumahtangga yang sakidah
(tenang/tentram), Mawaddah (cinta/harapan), dan Rahmah (kasih sayang).
8
Perkawinan atau pernikahan itu adalah sunnatullah artinya perintah
Allah SWT dan Rasulnya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia atau hawa
nafsunya saja karena seseorang yang telah berumah tangga berarti ia telah
mengerjakan sebagian dari syariat (aturan) Agama Islam. Perkawinan dalam Islam
sebagai landasan pokok dalam pembentukan keluarga. Perkawinan harus dilakukan
manusia untuk mencapai tujuan syari’at yakni kemaslahatan dalam kehidupan.
Di dalam hukum Islam, dasar-dasar mengenai perkawinan dapat kita lihat di
dalam Al-Quran dan Hadist. Didalam Al-Quran, dasar-dasar perkawinan diantaranya
sebagai berikut :Surat Ar-Rum ayat 21, disebutkan bahwa : “Dari sebagian tanda-
tanda kekuasaan Allah, yaitu bahwa ia telah menciptakan untukmu istri-istri dan
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung danmerasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang yang berfikir.”
“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Maha Luas pemebrianNya lagi Maha Mengetahui.”
A Macam-macam pernikahan yang dilarang oleh Islam
Pada sub bab sebelumnya telah diterangkan tentang pengertian, tujuan dan
prinsip perkawinan dalam Islam. Melaksanakan perkawinan dengan tidak ada maksud
untuk mencapai tujuan dan tidak sesuai dengan asas yang telah ditetapkan, adalah
perkawinan yang menyimpang dari yang telah disunnahkan Rasululloh SAW dan tidak
sesuai dengan tujuan yang disyari’atkan oleh hukum Islam.
Diantara tanda-tanda perkawinan yang menyimpang dari tujuan dan asas- asas
adalah perkawinan yang semata-mata hanya untuk memuaskan hawa nafsu belaka,
bukan untuk melanjutkan keturunan, bukan untuk membentuk keluarga muslim yang
bahagia dan diridhoi Allah, perkawinan untuk waktu-waktu tertentu dan sebagainya.
Adapun perkawinan-perkawinan yang dilarang dalam Islam selain yang sudah
diatur secara qaht’i ketidak bolehannya dalam Al-Quran adalah sebagai berikut :
1. Nikah Mut’ah
9
Nikah Mut’ah disebut juga kawin sementara atau kawin yang terputus, yaitu
terhadap wanita untuk satu hari, satu minggu, atau satu bulan. Disebut kawin mut’ah
karena dengan perkawinan tersebut laki-laki dapat menikmatinya sepuas-puasnya
sampai saat yang sudah ditentukan dalam akad.
2. Nikah Muhallil
Nikah Muhallil adalah nikah yang tujuannya untuk menghalalkan bekas istri
yang sudah ditalaq tiga kali bagi suami yang telah mentalaknya itu, sehingga mereka
dapat kawin kembali.
Menurut hukum Islam jika suami sudah mentalak istrinya tiga kali, maka kedua
bekas suami istri itu tidak boleh kawin untuk selamanya, kecuali apabila bekas istri
sudah kawin dengan laki-laki lain dengan perkawinan yang sebenarnya, kemudian
bercerai atau suami kedua meninggal dunia dan telah habis masa iddahnya. Hal ini
berpijak pada firman Allah :
فإن طّلقها فال تحل له من بعد حتى تنجح زوجها غيره
3. Nikah Syighar
dimaksud nikah syighor adalah seorang laki-laki menikahkan seorang wanita
yang dibawah perwalianya dengan laki-laki lain, dengan syarat laki-laki itu
menikahkan pula seorang wanita yang di bawah perwaliannya dengan laki-laki itu
tanpa kesediaannya membayar mahar.
Adapun sebab diharamkannya nikah syighor adalah karena dalam syighor akad
nikah tersebut tidak disebutkan kesediaannya membayar mahar oleh suami kepada
calon istri.
4. Nikah Tafwidh
Nikah tafwidh adalah nikah yang di dalam syigat akadnya tidak dinyatakan
kesediaan membayar mahar oleh pihak calon suami kepada pihak calon istri.
5. Nikah yang kurang dari salah satu syarat atau rukunnya
Apabila nikah dilaksanakan kurang dari salah satu syarat atau salah satu
rukunnya , maka nikah itu dinyatakan batal atau nikah itu dianggap tidak pernah
terjadi.
A Hukum pernikahan
10
1. Wajib
Nikah menjadi wajib hukumnya bagi orang yang telah mempunyai kemauan
dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina
seandainya tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagiorang tersebut
adalah wajib.
2. Sunnah
Nikah menjadi sunnah hukumnya bagi orang yang telah mempunyai kemauan
dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak
dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang
tersebut adalah sunnah.
3. Haram
Nikah menjadi haram hukumnya bagi orang yang tidak mempunyai keinginan
dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan
perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum melakukan
perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.
4. Makruh
Nikah menjadi makruh hukumnya bagi orang yang
mempunyaikemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai
kemampuanuntuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir
berbuat zinasekiranya tidak kawin.
5. Mubah
Nikah menjadi mubah hukumnya bagi orang yang mempunyai
kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nikah ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara
seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk menghalalkan suatu hubungan kelamin
antara keduanya sebagai dasar suka rela atau keridhaan hidup keluarga yang diliputi
rasakasih sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhai Allah SWT. Dasar
hukum pernikahan banyak tercantum dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis, dan
pernikahan merupakan Sunnah Rasulullah. Hikmah dalam pernikahan yaitu : Mampu
menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan, mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan
mampu mengekang syahwat serta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan,
mampu menenangkan danmenentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan
bencrengkramah dengan pacarannya,mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
Tujuan pernikahan : Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi,
untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur, untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang
Islami, untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah, untuk Mencari Keturunan Yang
Shalih. syarat danrukun merupakan perbuatan hukum yang sangat dominan
12
menyangkut sah atau tidaknya perbuatan tertentu dari segi hukum. Kedua kata tersebut
mengandung yang sama dalamhal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus
diadakan. Rukun pernikahan ada lima yaitu, calon suami, calon itri, wali nikah, saksi
dan sighat (Ijab dan Qobul).
DAFTAR PUSTAKA
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. ke-3 (Jakarta:
Bulan Bintang, 1993), hlm. 110.http://kedudukan-dan-ungsi-pendidikan!
html"search
Ghozali, Abdul Rahman. 2013. Fiqh Munakahat. Jakarta: Prenada Media. Rasjid,
Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru
Hoyir, A. (2014). Pendapat Imam Mâlik Bin Anas Tentang Khulu ‘dan Relevansinya
denganHukum Perkawinan di Indonesia. Asy-Syari'ah, 16(2), 159-168.
13