Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MUNAKAHAT 2 : TALAQ
Mata Kuliah : Fiqih

Dosen Pengampu :
Drs. Helmi Rustandi, M.Ag.

Disusun Oleh :
1. Virgie Aningtama Rusnadi (11200541000121)
2. Widia Sari (11200541000122)
3. Andy Rizki Cahaya Ramadhan (11200541000123)
4. Chanez Vierly Mahendy (11200541000124)
5. Fatur Reviandinovya (11200541000125)
6. Indah Rahmadani (11200541000126)
7. Marsyanda Tania Laurencia (11200541000127)
8. Nur Faricha (11200541000128)
9. Rani Anggraeni (11200541000129)
10. Syaffa Maratus Sayyida (11200541000130)
11. Zaqi Abdillah (11200541000131)
12. Muhammad Adie Fatzah (11200541000132)

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala


rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas materi dengan mata kuliah fiqih

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
DAFTAR ISI

Cover .................................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................... ii

Daftar Isi .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

a. Latar Belakang ............................................................................................1


b. Rumusan Masalah .................................................................................... ..2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3

a. Pengertian Talaq .........................3


b. Macam- Macam Talaq.....................................................5
c. Hukum – Hukum Talaq ...................7
d. Akibat Dari Hukum Talaq...............................11

BAB III PENUTUP ...............................................................................................14

a. Kesimpulan ...............................................................................................14
b. Saran .......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................15


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai umat Islam yang bertaqwa, kita tidak akan terlepas dari syari’at Islam. Huku
m yang harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupu
n perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah ket
aqwaan kita.
Salah satu dari syari’at Islam yang akan dibahas disini adalah mengenai talak yang su
dah di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah SAW.
Masalah talak tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi ban
yak para artis yang melaporkan isterinya ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan gampangny
a mengucapkan kata talak. Padahal dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa perbuatan yang paling
di benci Allah adalah talaq.
Kita ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat perceraian. Dan
hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika melakukan sebuah perceraian.
Tetapi hukum Islam disamping menentukan hukum juga memberikan alternatif jalan keluar y
ang bisa di tempuh oleh pasangan suami Isteri jika ingin mempertahankan hubungan pernikah
an mereka. Hal itu bisa di tempuh dengan melakukan rujuk dengan aturan-aturan tertentu.
B.Rumusan Masalah

1.Apa Pengertiaan dari talaq ?

2. Bagaimana hukum talaq?

3. Apa saja macam macam talaq?

4. Apa akibat dari hukum talaq ?

C. Tujuaan

1.mengetahui Pengertiaan talaq

2.mengetahui apa saja hukum talaq

3.mengetahui macam macam talaq

4.mengetahui akibat dari hukum talaq


BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertiaan Talaq

Talak berasal dari kata ‫“اِإْل ْطاَل ق‬ithlaq”, artinya “melepaskan atau meninggalkan”.[1]Me
nurut bahasa, talak berarti melepas tali dan membebaskan.[2] Sedangkan menurut istilah syar
a’ talak adalah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri dengan lafal tal
ak.[3] Jadi, talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan antara suami istri, yang menyebab
kan istri tidak lagi halal bagi suaminya.

Konsep talak sebenarnya telah ada sejak zaman jahiliyah, namun dalam prakteknya a
mat merugikan pihak wanita. Kebiasaan orang jahiliyah dalam menalak istrinya sering bersifa
t aniaya.[4] Yang mana pada saat itu penduduk jahiliyah menggunakannya ketika melepas tan
ggungannya terhadap istri. Seseorang yang menalak istri, ketika mendekati habis masa menu
nggu, ia kembali padanya kemudian menalaknya kembali begitu seterusnya, sampai pada saa
t itu muncul sebuah paradigma bahwa andaikata wanita ditalak seribu kali kekuasaan suami u
ntuk kembali masih tetap ada. Maka datanglah seorang wanita kepada Aisyah ra , mengadu b
ahwa suaminya menalaknya dan kembali tetapi kemudian menyakitinya. Aisyah melaporkan
hal tersebut kepada Rasulullah SAW, maka turunlah firman Allah SWT:[5]
‫الَّطاَل ُق َم َّر َتاِن َفِإْم َس اٌك ِبَم ْعُر وٍف َأْو َتْس ِر يٌح ِبِإْح َس اٍن‬
“ Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik …” (QS. Al-Baqarah: 229)
.
Perkataan talak dalam istilah memiliki dua arti. Pertama, arti umum adalah segala ma
cam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun
perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang
dari suami atau istri. Kedua, dalam arti yang khusus adalah perceraian yang dijatuhkan oleh p
ihak suami, dengan lafal yang khusus (talak), baik lafal sharih ataupun lafal kinayah.[6]

1.2 Hukum hukum Talaq


Pada dasarnya perceraian atau talak adalah sesuatu hal yang harus dihindari dalam sebuah per
kawinan. Mengapa? Karena selain merupakan perbuatan yang amat disenangi oleh iblis, talak
juga nantinya dapat berakibat buruk bagi kehidupan, baik itu bagi pasanagan suami istri yang
memutuskan untuk bercerai, bagi keturunan atau anak-anak mereka, juga bagi anggota keluar
ga lainnya.

Kita banyak melihat dampak-dampak dari fenomena tersebut, dimana banyak anak-anak yang
terlantar akibat kurangnya pendidikan dan kasih sayang dari orang tuanya. Dan hal itu tentu s
aja menjadi peluang bagi iblis untuk menjadikan anak-anak tersebut sebagai bala tentaranya.

Jadi sebelum memutuskan untuk bercerai, ada baiknya jika pasangan suami istri lebih memiki
rkan bagaimana masa depan anak-anak mereka nantinya, jangan sampai keinginan iblis untuk
menjadikan mereka sebagai pendukungnya menjadi terkabul.

Adapun hukum dari talak atau cerai ada bermacam-macam, yaitu :

1. Wajib ; Perceraian atau talak dikatakan wajib apabila :

 Antara suami dan istri tidak dapat didamaikan lagi


 Tidak terjadi kata sepakat oleh dua orang wakil baik dari pihak suami maupun istri un
tuk perdamaian rumah tangga yang hendak bercerai
 Adanya pendapat dari pihak pengadilan yang menyatakan bahwa perceraian/ talak ada
lah jalan yang terbaik.

Dan jika dalam keadaan-keadaan tersebut keduanya tidak diceraikan, maka suami akan berdo
sa.

2. Haram ; Suatu perceraian/ talak akan menjadi haram hukumnya apabila :

 Seorang suami menceraikan istrinya ketika si istri sedang dalam masa haid atau nifas
 Seorang suami yang menceraikan istri ketika si istri dalam keadaan suci yang telah dis
etubuhi

 Seorang suami yang dalam keadaan sakit lalu ia menceraikan istrinya dengan tujuan a
gar sang istri tidak menuntut harta
 Seorang suami yang menceraikan istrinya dengan talak tiga sekaligus, atau juga bisa d
engan mengucapkan talak sat akan tetapi pengucapannya dilakukan secara berulang-u
lang sehingga mencapai tiga kali atau bahkan lebih.

3. Sunnah ; Perceraian merupakan hal yang disunnahkan, apabila :

 Suami tidak lagi mampu menafkahi istrinya


 Sang istri tidak bisa menjaga martabat dan kehormatan dirinya

4. Makruh ; Perceraian/ talak bisa dianggap sebagai hal yang makruh apabila seorang suami
menjatuhkan talak kepada istrinya yang baik, memiliki akhlak yang mulia, serta memiliki pen
getahuan agama yang baik.

5. Mubah ; Sedangkan perceraian atau talak bisa dikatakan mubah hukumnya apabila suami
memiliki keinginan/ nafsu yang lemah atau juga bisa dikarenakan sang istri belum datang hai
d atau telah habis masa haidnya.

1.3 Macam Macam Talaq

Talak sunni, yaitu suami menalak istri pada masa suci yang belum digauli pada masa sucinya
itu. Jika seorang Muslim ingin menalak istrinya karena suatu mudarat yang menimpa salah
seorang dari keduanya, di mana mudarat tersebut tidak dapat dihilangkan kecuali dengannya,
maka ia harus menunggu istrinya haid dahulu kemudian suci. Jika istrinya telah suci dan ia
tidak menggaulinya pada masa sucinya itu, maka pada saat itulah yang paling tepat bagi
suami untuk menjatuhkan talaknya kepada istrinya. Misalnya, seorang suami berkata kepada
istrinya, “Kamu aku ceraikan.“

Allah SWT berfirman:

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada wakta mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).” (Ath-Thalaq: 1).

Talak bid’i, yaitu suami menalak istrinya pada saat haid atau saat menjalani masa nifas, atau
menalaknya dalam keadaan suci, tetapi ia sempat menggauli istrinya di masa tersebut, atau
menalaknya dengan talak tiga dengan satu perkataan atau tiga perkataan, misalnya suami
berkata, “Ia aku ceraikan, ia aku ceraikan, ia aku ceraikan.

lni berdasarkan tindakan Rasulullah SAW yang menyuruh Abdullah bin Umar RA yang
menalak istrinya pada saat sedang haid, supaya rujuk kembali dengan istrinya serta
menyuruhnya menunggu hingga istrinya suci, lalu haid lagi, lalu suci lagi, dan setelah itu
Abdullah diperbolehkan menahan istrinya (tidak menalaknya) atau menalaknya sebelum
menggaulinya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda,
“Itulah iddah yang diperintahkan Allah SWT yang karenanya diperbolehkan menalak para
istri.” [Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1371]
Kemudian Sabda Rasulullah SAW saat diberi tahu, bahwa ada orang yang menalak tiga
istrinya hanya dengan satu perkataan:
“Pantaskah Kitab Allah (al-Qur’an) dipermainkan, padahal aku berada di tengah-tengah
kalian?” Rasulullah SAW terlihat marah besar karena kasus tersebut. [Diriwayatkan oleh an-
Nasa’i, no. 3401. Ibnu Katsir berkata, “Sanad hadits ini baik”]
Menurut jumhur ulama; bahwa talak bid’i sama dengan talak sunni dalam hal keabsahannya
dan memutuskan ikatan pernikahan.

Talak ba’in, yaitu talak di mana suami yang telah menceraikan istrinya tidak diperbolehkan
rujuk lagi dengan istrinya. Dengan jatuhnya talak tiga, maka suami pencerai sama dengan
pelamar-pelamar yang lainnya. Jika istri yang diceraikannya menerimanya, maka ia harus
rnenikahinya dengan mahar dan akad yang baru. Jika istrinya tidak mau, maka ia dapat
menolaknya. Sebuah talak menjadi talak ba’in karena lima hal, yaitu:
a). Suami menalak istrinya dengan talak raj’i, lalu membiarkannya tanpa merujuknya hingga
masa iddahnya habis. Dengan demikian talaknya terhadap istrinya menjadi talak ba’in hanya
karena masa iddahnya habis.
b). Suami menalak istrinya dengan kompensasi, bahwa istrinya menyerahkan uang
kepadanya, yaitu talak khulu’.

c). Istri ditalak perwakilan dari masing-masing suami istri karena keduanya berpendapat
talak lebih bermanfaat bagi keduanya dari pada keduanya tetap di dalam ikatan pernikahan.
d). Suami menalak istrinya sebelum menggaulinya, karena wanita yang dicerai sebelum
digauli tidak memiliki masa iddah. Jadi talaknya itu menjadi talak ba’in hanya karena
jatuhnya talak.
e). Suami berketetapan hati menalak istrinya dengan talak tiga dengan satu perkataan atau
tiga perkataan dalam satu tempat, atau suaminya menalaknya setelah dua talak sebelumnya.

Jika hal tersebut terjadi, maka istrinya harus dipisahkan darinya, karena istrinya tersebut tidak
halal menikah lagi dengannya; kecuali setelah istrinya menikah dengan laki-laki lain.

Talak raj’i, yaitu talak di mana seorang suami berhak rujuk kembali dengan istrinya meski
istrinya tidak menghendaki, berdasarkan Firman Allah SWT,
“Dan suami-suami mereka berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) itu menghenduki ishlah (perbaikan).” (Al-Baqarah: 228).
Juga berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang ditujukan kepada Abdullah bin Umar RA yang
menalak istrinya,
“Rujuklah dengan istrimu.” [Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1371]

Talak raj’i adalah talak satu atau talak dua pada istri yang telah digauli yang ditalak tanpa
‘iwadh (ganti rugi dari pihak istri). Seorang istri yang ditalak dengan talak raj’i hukurnnya
seperti istri, di mana ia berhak mendapatkan nafkah, tempat tinggal dan lain sebagainya
hingga masa iddahnya habis. Jika masa iddahnya telah habis, maka ia dipisahkan dari
suaminya dan jika suaminya bermaksud rujuk kepadanya, maka cukup dengan berkata, “Aku
rujuk denganmu.” Rujuk disunnahkan disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Talak sharih, yaitu talak yang tidak membutuhkan niat talak, tetapi hanya membutuhkan
perkataan talak yang sharih (jelas). Misalnya suami berkata, “Kamu aku ceraikan”, “kamu itu
Wanita yang telah dicerai”, atau “aku telah menceraikanmu” atau perkataan-perkataan talak
lainnya yang jelas.
Talak kinayah, yaitu talak yang membutuhkan niat talak, karena perkataan talaknya tidak
jelas (sindirian). Misalnya suaminya berkata, “Pulanglah kamu ke keluargarnu”,

atau “keluarlah kamu dari rumah ini”, atau “kamu jangan bicara denganku” atau perkataan-
perkataan talak lainnya yang tidak menunjukkan talak atau maknanya.
Perkataan-perkataan seperti di atas tidak dinamakan perkataan talak, kecuali jika orang yang
mengucapkannya meniatkannya sebagai sebuah pernyataan talak. Hal itu karena Rasulullah
SAW pun pernah bersabda kepada salah seorang istrinya,
“Pulanglah kamu ke keluargamu.” [Muttafaq ’alaih; al-Bukhari, no. 5254]

[Wanita yang dimaksud adalah istri beliau, putri al-Jaun yang berkata kepada Rasulullah
ketika beliau mengunjunginya, “Aku berlindung kepada Allah darimu.” Maka Rasulullah
berkata kepadanya, “Engkau telah berlindung kepada Yang Mahaagung. Pulanglah kamu
kepada keluargamu.” Tidak diragukan lagi; bahwa Rasulullah SAW meniati sabdanya itu
sebagai perkataan talak. Jika tidak, niscaya ketika Ka’ab bin Malik mengatakan perkataan
seperti itu, maka dikatakan kepadanya, “Rasulullah SAW memerintahkanmu supaya
menjauhi istrimu,” Ka’ab bin Malik bertanya, “Apakah aku harus menalaknya atau apa yang
harus aku lakukan?” Dikatakan kepada Ka’ab, “Jauhilah istrimu dan janganlah
mendekatinya.” Kemudian Ka’ab pun berkata kepada istrinya, “Pulanglah kamu kepada
keluargamu.” Akhirnya istrinya pun pulang ke keluarganya dan perkataan tersebut tidak
dianggap talak.
Kasus tersebut di atas terjadi pada perkataan kiasan atau sindiran yang tidak jelas, sedangkan
jika kiasan atau sindirannya jelas, misalnya suami berkata kepada istrinya, “Kamu terlepas
dan telah halal bagi laki-laki (lain)” [Terjadi perbedaan pendapat, apakah talak sindiran yang
jelas itu menjadi talak ba’in atau raj’i. Dan apabila ba’in apakah ba’in shughra atau kubra.
Malik Ra berpendapat bahwa ia adalah ba’in kubra yang tidak halal (menikahinya) melainkan
setelah ia menikah dengan laki-laki lain] maka kiasan seperti itu tidak membutuhkan lagi niat
meski diucapkannya dengan perkataan kiasan atau sindiran, dan talak dihukumi telah jatuh.
Talak munjaz serta talak mu’allaq.

Talak munjaz adalah perkataan suami yang menalak istrinya sejak saat itu juga. Misalnya:
Seorang suami berkata kepada istrinya, “Kamu telah ditalak”, maka istrinya menjadi wanita
yang ditalak saat itu juga.
Sedangkan talak mu’allaq adalah talak yang dikaitkan dengan mengerjakan atau
meninggalkan sesuatu. Talak seperti itu tidak dihitung talak, kecuali setelah terjadinya
sesuatu yang dikaitkan dengan talak. Misalnya: Suami berkata kepada istrinya, “Jika kamu
keluar dari rumah, maka kamu aku cerai”, atau “jika kamu melahirkan anak perempuan,
maka kamu aku cerai.”

Dalam kasus tersebut, maka istri tidak tercerai, kecuali jika ia keluar dari rumahnya atau
melahirkan anak perempuan.Talak takhyir serta talak tamlik. Talak takhyir adalah seorang
suami berkata kepada istrinya: “Pilihlah”, atau “aku memberikan pilihan kepadamu, apakah
kamu berpisah denganku atau tetap bersamaku.”
Jika istri memilih untuk berpisah, maka ia tertalak. Karena Rasulullah SAW pernah
memberikan pilihan kepada istri-istrinya, kemudian mereka semuanya memilih untuk tetap
bersamanya sehingga mereka pun tidak tertalak. Allah SWT berfirman,
“Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan
perhiasannya, maka marilah supaya aku berikan kepada kalian mut’ah [Mut’ah yaitu: Suatu
pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan
suami, Ed.T.] dan aku ceraikan kalian dengan cerai yang baik.” (Al-Ahzab: 28)
Sedangkan talak tamlik adalah suami berkata kepada istrinya, “Aku serahkan sepenuhnya
urusanmu kepadamu dan semua urusanmu ada di tanganmu.” Jika ia berkata seperti itu
kepada istrinya, kemudian istrinya berkata, “Kalau begitu aku memilih talak”, maka istrinya
tertalak dengan talak raj’i, sehingga talak satu jatuh kepada istrinya. [Imam Malik dan
sejumlah ulama berpendapat bahwa jika istri yang diberikan kepadanya talak tamlik berkata,
“Aku memilih talak tiga”, maka istri tersebut tertalak ba’in, sehingga suaminya tidak boleh
rujuk dan tidak boleh pula menikahinya kecuali setelah dinikahi laki-laki lain]
Talak dengan perwakilan atau tulisan. Jika suami mewakilkan kepada seseorang untuk
menalak istrinya atau ia menulis surat untuknya yang menjelaskan bahwa ia menalaknya,
kemudian ia mengirimkan kepada istrinya, maka istrinya menjadi wanita yang ditalak. Semua
ulama tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini, karena wakalah (mewakilkan)
diperbolehkan dalam hak-hak dan surat itu menggantikan posisi ucapan, jika tidak bisa
dikeluarkan karena tidak ada di tempat atau bisu, umpamanya.
Talak tahrim atau talak pengharaman [Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat yang
besar di antara ulama salaf, sehingga di dalamnya terdapat 18 (delapan belas) pendapat.
Perbedaan tersebut terjadi karena tidak adanya nash dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang
berkenaan dengan hal tersebut. Dalam pembahasan ini, insya Allah akan dikemukakan
pendapat yang moderat]. Misalnya: Suami berkata kepada istrinya, “Kamu haram bagiku.”
Jika ia meniatkannya sebagai talak, maka talak telah jatuh dan jika ia meniatkan zhihar, maka
zhihar telah jatuh, dan ia wajib membayar kafarat (tebusan zhihar). Sedangkan jika ia tidak
meniatkannya sebagai talak atau sebagai zhihar, akan tetapi meniatkannya sebagai sumpah,
misalnya ia berkata, “Kamu haram bagiku jika kamu mengerjakan sesuatu tersebut”,
kemudian istrinya mengerjakannya, maka ia wajib membayar kafarat sumpah tersebut.
Abdullah bin al-Abbas RA berkata, “Jika seorang suami mengharamkan istrinya baginya,
maka itu adalah sumpah yang harus dibayarnya.” Kemudian Abdullah bin al-Abbas RA
berkata, “Sungguh pada diri Rasulullah SAW terdapat suri teladan bagi kalian.” [Muttafaq
’alaih; al-Bukhari, no. 5266; Muslim, no. 1473]
[Yakni; bahwa Rasulullah SAW pernah mengharamkan Mariyah, akan tetapi Mariyah tidak
menjadi haram baginya dan sebagai kaffaratnya beliau memerdekakan seorang budak]
Talak haram, yaitu seorang suami menalak tiga istrinya dengan satu perkataan, misalnya ia
berkata kepada istrinya, “Kamu ditalak tiga”, atau dengan tiga perkataan yang diucapkannya
di dalam satu tempat, misalnya ia berkata kepada istrinya, “Kamu aku talak, kamu aku talak,
kamu aku talak.” Talak seperti itu haram menurut ijma’ ulama, karena ketika Rasulullah
SAW diberi tahu bahwa ada seseorang yang menalak tiga istrinya dalam satu kesempatan,
maka beliau langsung berdiri dalam keadaan murka, seraya bersabda,
“Pantaskah Kitab Allah (al-Qur’an) dipermainkan sedangkan aku berada di tengah-tengah
kalian?” Hingga ada sahabat yang berdiri dan berkata, “Ya Rasulullah, bolehkah aku
membunuh orang tersebut?”
Talak seperti itu menurut empat imam Islam dan yang lainnya dianggap talak tiga, dan
istrinya yang diceraikan tidak halal lagi bagi suaminya sehingga istrinya menikah dahulu
dengan laki-laki lain.
Sedangkan ulama selain mereka berpendapat bahwa talak seperti itu dianggap talak satu atau
talak raj’i. Adapun perbedaan pendapat di antara ulama terjadi karena perbedaan dalil dan
pemahaman masing-masing mereka terhadap nash-nash yang ada.
Bertitik tolak dari perbedaan pendapat ulama dalam hal ini, maka -wallahu a’lum- suami
yang menalak istrinya dengan talak tersebut harus dilihat dengan seksama. Jika perkataannya
“kamu aku talak tiga” itu dimaksudkan hanya sekedar untuk menakut-nakuti istrinya atau
ingin bersumpah kepada istrinya seperti mengaitkan talak dengan penunaian sesuatu
pekerjaan, misalnya suami berkata, “Kamu aku talak tiga, jika kamu mengerjakan ini dan
itu”, kemudian ternyata istrinya mengerjakannya, atau ia berkata seperti itu dalam keadaan
emosi, atau ia berkata seperti itu tanpa bermaksud menjatuhkan talak sama sekali, maka talak
yang demikian dianggap talak satu. Tetapi sebaliknya, jika perkataannya, “Kamu aku talak”
dimaksudkan sebagai talak yang sebenarnya dengan maksud berpisah darinya dan tidak
kembali lagi kepadanya. Talak seperti itu dihitung talak tiga, sehingga istrinya tidak
dihalalkan baginya hingga menikah dahulu dengan laki-laki lain. Semua ketentuan di atas
didasarkan pada dalil-dalil yang ada dan sebagai rahmat bagi umat Islam.

1.4 Akibat dari hukum talaq

1. Akibat Hukum Talak Raj’i

Menurut ulama fiqih, akibat dari talak raj’I adalah sebagai berikut:
a. Bilangan talak yang dimiliki suami berkurang,
b. Ikatan perkawinan berakhir setelah masa iddah habis jika suami tidak rujuk,
‫َفِإَذ ا َبَلْغ َن َأَج َلُهَّن َفَأْم ِس ُك وُهَّن ِبَم ْعُر وٍف َأْو َفاِر ُقوُهَّن ِبَم ْعُر وٍف َو َأْش ِهُدوا َذ َو ْي َعْد ٍل ِم ْنُك ْم‬

“Apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik
atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil
di antara kamu …”(QS. At-Talaq: 2)
c. Suami boleh rujuk dalam masa iddah istrinya, baik disetujui istri atau tidak, karena rujuk tida
k memerlukan persetujuan istri,

‫َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأْنُفِس ِهَّن َثاَل َثَة ُقُر وٍء َو اَل َيِح ُّل َلُهَّن َأْن َيْكُتْم َن َم ا َخ َلَق ُهَّللا ِفي َأْر َح اِم ِهَّن ِإْن ُك َّن ُيْؤ ِم َّن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اَآْلِخ ِر‬
‫َو ُبُعوَلُتُهَّن َأَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفي َذ ِلَك ِإْن َأَر اُدوا ِإْص اَل ًح ا َو َلُهَّن ِم ْثُل اَّلِذ ي َع َلْيِهَّن ِباْلَم ْعُر وِف َوِللِّر َج اِل َع َلْيِهَّن َد َر َج ٌة َوُهَّللا َع ِز يٌز‬
‫َح ِكيٌم‬

“Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru’.
Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, j
ika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir.
Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam masa itu, jika mereka m
enghedaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewa
jibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.
Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”(QS. Al-Baqarah ayat 228)
d. Wanita tersebut berhak mendapatkan nafkah dari suaminya selama masa iddah,
e. Anak yang lahir dalam masa iddah bernashab kepada suami yang menalak,
f. Ulama mazhab Syafi’I dan Maliki dalam salah satu pendapatnya mengatakan, haram bagi sua
mi melakukan hubungan suami istri dalam masa iddah sebelum rujuk. Karena, mereka berpen
dapat bahwa dengan terjadinya talak seluruh hubungan dan ikatan suami istri terputus disamp
ing itu, kehalalan hubungan suami istri disebabkan akad perkawinan. Dengan terjadinya talak,
hubungan suami istri yang dahulu halal menjadi haram setelah akad nikahnya putus. Akan te
tapi, menurut ulama mazhab Hanafi dan Hanbali, suami boleh saja menggauli istrinya dalam
masa iddah dan sikap ini dianggap sebagai upaya rujuk dari suaminya.

2.Hukum Talak Ba’in Sughra


Menurut ulama fiqih, akibat talak ba’in sughra adalah sebagai berikut:
a. Suami tidak boleh rujuk dengan istrinya, kecuali dengan akad nikah dan mahar baru,
b. Suami tidak boleh menggauli wanita tersebut,
c. Bilangan talak yang dimiliki suami berkurang,
d. Tidak saling mewarisi antara wanita dan lelaki tersebut apabila salah satu diantara keduanya
wafat, kecuali jika talak itu dijatuhkan suami dalam keadaan mard al-maut (sakit yang memb
awa pada kematian) dan ada indikasi yang menunjukkan bahwa suami yang menjatuhkan tala
k itu bermaksud untuk menghilangkan hak waris istri,
e. Istri berhak menerima nafkah selama masa iddahnya dan anak yang lahir dalam masa iddah b
ernashab kepada lelaki tersebut.
3.Hukum Talak Ba’in Kubr
Akibat talak ba’in kubra adalah sebagai berikut:
a. Terputusnya seluruh ikatan dan hubungan suami istri setelah talak dijatuhkan,
b. Suami tidak memiliki hak talak lagi,
c. Diantara keduanya tidak saling mewarisi meskipun dalam masa iddah
d. Wanita tersebut tetap berhak menerima nafkah selama masa iddahnya
e. Anak yang lahir setelah perceraian tersebut bernashab kepada laki-laki yang menceraikan wa
nita itu.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan antara suami istri, yang menyeba
bkan istri tidak lagi halal bagi suaminya. Hukum talak apabila dilihat dari kemaslahatan atau
kemudharatannya, ada empat yaitu, wajib, sunnah, haram, dan makruh, sesuai dengan kebutu
hannya masing-masing.

Begitu juga talak juga ada macam-macamnya. Ulama fiqih membagi talak menjadi du
a, yaitu dari segi boleh tidaknya suami rujuk dengan istrinya yaitu, talak raj’I dan talak ba’in
dan juga dilihat dari segi cara menjatuhkannya yaitu talak sunni dan talak bid’i. Dan talak ya
ng telah dijatuhkan tentunya menimbulkan akibat, seperti pada talak raj’I yang mengakibatka
n bilangan talak yang dimiliki suami berkurang dan ikatan perkawinan berakhir setelah masa
iddah habis jika suami tidak rujuk. Begitu juga dengan talak ba’in sughra yang tidak membol
ehkan Suami rujuk dengan istrinya, kecuali dengan akad nikah dan mahar baru. Dan talak ba’
in kubro berakibat terputusnya seluruh ikatan dan hubungan suami istri setelah talak dijatuhk
an
.
Semua aturan-aturan tersebut merupakan syari’at Islam harus di patuhi oleh semua u
mat Islam di seluruh penjuru dunia. Karena Allah sudah mengatur sedemikian rupa yang tida
k lain tujuannya adalah untuk kemaslahatan kita bersama, yaitu demi memberikan keadilan b
agi suami dan istri.
DAFTAR PUSTAKA

kumpuanmakalah.blogspot.com/2015/11/fiqih-munakahat-talak.html
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/talak
https://umma.id/article/share/id/6/222642

Anda mungkin juga menyukai