Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FIQH MUNAKAHAT

ZHIHAR

DI SUSUN OLEH

NAMA : FARAH ISHMA NAQIYA 14215195

SEMESTER : III(3)

DOSEN PENGAMPU : Ust TAHAKIL FAWAID,S.Hum,M.Hum

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KONSENTARSI MANAJEMAN RUMAH SAKIT

SOKALAH TINGGI ILMU KESAHATAN

YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT,karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya telah
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”ZHIHAR”.Untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur
dalam mata kuliah FIQH MUNAKAHAT.

Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya.Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

PENULIS

FARAH ISHMA NAQIYA


DAFTAR ISI
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
A. Pengertiaan Zhihar..............................................................................................................................5
B. Dasar Hukum Zhihar............................................................................................................................6
C. Sejarah Timbulnya Zhihar....................................................................................................................6
D.Akibat Zhihar........................................................................................................................................7
E. Perbedaan Pandangan.........................................................................................................................8
F. Kaffarat zhihar.....................................................................................................................................9
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................10
Kesimpulan............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkawinan merupakan sunatullah, yang telah diatur hukum-hukumnya didalam syariat,
suatu perkawinan mempunyai suatu tujuan yang mulia, yaitu untuk membuat suatu keluarga
yang bahagia, kekal dan harmonis sepanjang masa dalam membina bahtera rumah tangga yang
diharapkan oleh setiah pasangan suami istri.
Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu didalam kehidupan rumah tangga ada
kalanya dibumbui dengan i permasalahan serta perselisihan yang mana apabila kehidupan
rumah tangga tersebut tidak dapat dijalani dengan rasa kasih sayang antara keduanya, rasa
kasih sayang yang semakin hilang akan mengakibatkan kejenuhan dalam keluarga
Tidak sedikit dalam suatu rumah tangga yang menyelesaikan permasalahannya diakhiri
dengan sebuah perceraian yang dimulai dengan perkataan talak dari saumi, pada jaman jahiliah
apa bila seorang suami tidak senang kepada istrinnya dan bermaksud untuk mentalaknya, maka
suami itu melakukan dzihar.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian zhihar?

2. Apa dasar hukum zhihar?

3. Apa sejarah timbulnya zhihar?

4. Apa akibat, Kaffarat serta ruang lingkup zhihar?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertiaan Zhihar
Zhihar menurut etimologi berasal dari kata Zhahr yang berarti punggung.. Dalam
termonologi syariah, Konteks membandingkan atau menyamakan isteri dengan ibunya
sering disebut dengan dhihar, dhihar bisa didefinisikan sebagai seorang suami yang
mengungkapkan bahwa istrinya itu menyerupai (secara hukum) dengan wanita yang haram
dinikahinya secara seterusnya, seperti ibu, saudara wanita dan seterusnya.
Tindakan menyamakan dalam dhihar adalah dengan maksud untuk mengharamkan
hubungan antara suami istri. Dhihar terjadi manakala seorang suami ingin mengharamkan
istrinya dengan mengucapkan kalimat,"Kamu seperti punggung ibu saya". Maksudnya
bahwa saya menyatakan bahwa istri saya itu haram bagi saya sebagaimana haramnya
punggung ibu saya bagi saya. Dhihar adalah salah satu bentuk perceraian pada masa Arab
jahiliyyah. Sebagaimana mana halnya dengan illa’, maka dhihar dilakukan oleh suami yang
tidak menyukai istrinya lagi, oleh karena suami tidak berani untuk mengatakan kata talak
kepada istrinya.
Sayyid sabiq menutip dari kitab Fatul Bahri, menjelaskan bahwa khusus disebut
punggung bukan anggota badan yang lainnya, karena umumnya punggung merupakan
tempat tunggangan, lalu perempuan diserupakan dengan punggung, sebab ia menjadi
tempat tunggangan laki-laki.
Pada permulaan datangnya agama islam , hukum dhihar tersebut tetap berlaku
dikalangan kaum muslimin, samapi Allah SWT menurunkan surat Al- Mujadilah ayat 1
samapi 4 ketika peristiwa Khaulah binti Tsa’labah yang didhihar oleh suaminya.

B. Dasar Hukum Zhihar


Allah SWT berfiman dalam surat Al-Mujadilah ayat 1 dan 2 :

Artinya : ayat 1

1. Sesungguhnya Allah telah mendengar Perkataan wanita yang mengajukan


gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada
Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.
2. orang-orang yang mendhihar isterinya di antara kamu, (menganggap
isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka.
ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan
Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan
mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun.
C. Sejarah Timbulnya Zhihar
Dasar hukum Zhihar adalah haram, karena Allah mengakategorikan dhihar sebagai
perkataan yang mungkar dan dusta seperti yang telah tertera didalam ayat ke dua,surat
almujadilah. Turunya ayat kedua menganggambarkan suatu kisah, bahwasanya Aus bin
Shamit pernah melakukan dhihar kepada istrinya bernama Khaulah binti Malik bin
Tsa’labah.Dia adalah perempuan yang pernah berdebat dengan Rasulallah saw, dan
mengadukan nasibnya kepada Allah SWT.
Ketika itu Khaulah binti Tsa’labah berkata “Wahai Rasulullah, ia telah merenggut masa
mudaku dan aku hamil karenanya Namun ketika aku berusia lanjut dan tidak mampu
melahirkan anak kembali, ia malah mendhiharku. Aku tidak kuasa menahan keperihan ini
karena aku memiliki anak yang banyak. Jika aku menyerahkan anak-anakku kepadanya bisa
jadi mereka akan kelaparan karena kemiskinan suamiku. Namun jika anak-anakku yang
masih kecil bersamaku, maka mereka akan merasakan kehilangan bapaknya. Wahai
Rasulullah, putuskanlah untuk kami yang bisa mengumpulkan kami kembali bersamanya
karena ia telah menyesali perbuatannya” Khaulah berkata,”Wahai Rosulullah, Aus bin
Shabit telah Rosulullah Saw kemudian berkata kepadanya,”Aku belum mendapat jawaban
berkaitan dengan dengan masalah yang engkau alami ini”
Kemudiana Khaulah membaca doa, ya Allah SWT sesungguhnya aku mengadu
kepadamu Kemudian Allah SWT mendengarkan pengaduandari Khaulah binti Tsa’labah
langit ketujuh.lalu turunlah surat Al-mujadilah ayat 1 sampai dengan 4.
D. Akibat Zhihar
Apabila seorang suami telah mendhihar istrinya, itu belum berarti bahwa telah terjadi
perceraian antara kedua suami istri tersebut, mereka masih terikat dengan tali perkawinan
dan masih terikat dengan hak dan kewajiban sebagai seorang suami dan istri, kecuali hak
suami untuk mencampuri istrinya. Selam suami belum membayar kaffarat dhiharnya,
selama itu pula istrinya itu haram dicampurinya.
Agar keadaan istri tidak terkatung-katung dan menderita karena telah didhihar
suaminya, maka ditetapkan masa menunggu bagi suami yang telah mendhihar istrinya,
waktu menunggu bagi istri yaitu maxsimum dapat ditetapkan selama empat bulan dengan
dasar mengkiaskan waktu menunggu dhihar kepada waktu menunggu illa’. Apabila telah
lewat waktu menunggu selama empat bulan sedangkan pihak suami belum menetapkan
pilihannya, yaitu menggauli istrinya kembali dengan membayar kaffarat atau menjatuhkan
talaknya, maka istri berhak untuk mengajukan gugatan perceraian ( Khulu’) kepada
pengadilan.
Adapun Rukun-Rukun Zhihar Yaitu Sebagai Berikut Ini :
1. Yang menzhiharkan adalah SUAMI.
2. Yang dizhiharkan adalah ISTRI.
3. Orang yang disamakan dengan isteri (ibu).
4. Lafaz Zhihar pada isteri ( Shigat ).

Adapun Syarat-Syarat zhihar sebagai berikut ini :

1. Suami yang menzhiharkan isteri mestilah suami yang boleh


menlakukan talak kepada isteri.
2. zhihar yang dilakukan mesti seorang suami dan isteri sah dalam
perkahwinan.
E. Perbedaan Pandangan
Para ulama sepakat mengatakan bahwa menyamakan istri dengan punggung ibu adalah
zihar, tetapi ulama berbeda pendapat dalam hal menyamakan istri dengan punggung bukan
ibu. Misalnya menyamakan istri dengan mahram suaminya, misalnya suami mengatakan "
Anti Alayya Kazahri Ukhti" artinya engkau bagiku adalah seperti punggung saudara
perempuanku.
Menurut golongan Abu Hanifah menyamakan istri dengan mahram suami adalah zihar.
Al-Auza'i Ats-Tsauri, Asy-Syafi'i dan Zaid Ibnu Ali pada salah satu qaulnya mengatakan
bahwa laki-laki menyamakan istrinya dengan salah seorang mahramnya yang haram
dinikahi baginya selama-lamanya baik karena nasab atau karena rada'ah adalah termasuk
zihar. Oleh karena itu haram baginya mencampuri istrinya tersebut untuk selama-lamanya.
Segolongan ulama yang lain mengatakan, menyamakan istri dengan salah seorang
mahram yang bukan ibu atau menyamakan istri dengan selain punggung ibu adalah juga
termasuk zihar.
Perbedaan Pendapat Mengenai Kekhususan Zhihar
Jumhurul ulama berpendapat, bahwa zhihar itu hanya khusus dengan perkataan “ibu”,
sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Dengan demikian, jika seorang suami mengatakan kepada isterinya, “Bagiku kamu
seperti punggung ibuku, maka berarti ia telah menzhihar. Akan Tetapi, jika ia mengatakan
kepadanya,"Bagiku kamu seperti punggung saudara perempuanku”, maka hal itu bukan
sebagai zhihar.3 Sebagian dan ulama tersebut, yang di antaranya penganut madzhab
Hanafi, Auza’i, Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i, dan Zaid bin Ali berpendapat, bahwa kata “ibu” dalam
zhihar itu diqiyaskan kepada seluruh mahram. Ketiga Imam dan sebuah riwayat dan Imam
Abmad mengatakan apabila seorang suami mengatakan kepada isterinya,"Bagiku kamu
punggung ibuku maka tidak ada kewajiban baginya membayar kafarat". Dalam riwayat yang
lain Imam Ahmad mengatakan: “Diwajibkan baginya membayar kafarat jika ma telah
menyetubuhinya. Pendapat terakhir inilah yang menjadi pilihan Al-Kharaqi. Sedangkan
suami yang mengatakan kepada isterinya,"Cintaku kepadamu seperti cintaku kepada
saudara perempuanku atau ibuku dalam kecintaan,” maka hal itu bukan termasuk zhihar.
F. Kaffarat zhihar
Apabila seorang suami hendak mencampuri istrinya kembali yang telah
didhiharnya ,maka sebelum melaksanakan kehendaknya itu ia wajib membayar kafarat,
kewajiban membayar kafarat itu adalah disebabkan telah terjadinya dhihar, mengenai
kafarat dhihar itu Allah SWT telah memberikan penjelasan dalam surat Al- mujadilah ayat 3
dan 4 yang berbunyi.

Artiya ayat 3 dan 4:

3. orang-orang yang mendhihar isteri mereka, kemudian mereka


hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib
atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri
itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
4. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.
Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan
enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan
bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.

Dari keterangan surat Al-Mujadial diatas tersebut dapat kita simpulkan mengenai kaffarat dhihar
itu ada tiga tingkatan, tingkatan-tingkatan tersebut ialah :

1. Memerdekakan hamba sahaya yang beriman


2. Kalau budak tidak ada,Puasa duabulan berturut-turut
3. Kalau tidak sanggup berpuasa dua bulan berturut-turut, wajib Memberi makan 60 orang
miskin tiap-tiap orang mendapat ¼ dari ½ Kg beras.

Jika suami berpendapat bahwa jika memperbaiki kembali hubungan dengan istrinya
tidak memungkinkan dan menurut pertimbangannya bercerai itu jalan yang terbaik,
maka hendaklah suami mengajukan talaq kepada istrinya. Tetapi apabila suami tidak
mencabut kembali dhiharnya, dan tidak pula menceraikan istrinya, maka setelah berlalu
masa empat bulan sejak diucapkan dhihar, maka haikm menceraikan antara keduanya
sebagai perceraian ba’in.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dari keterangan dapat kita simpulkan bahwa dhihar tidak secara langsung
berakibat cerai, melainkan dhihar merupakan prolog dari perceraian. Dhihar
merupakan suatu perkataan dari seorang suami kepada istrinya dengan
mengatakan bahwa istrinya tersebut sama dengan punggung ibunya, dengan
maksud suami untuk mengharamkan istrinya yang sama halnya haram ibunya atas
dirinya untuk digauli. Hal ini disebabkan oleh karena suami tidak berani untuk
mengatakan ucapan talak kepada istrinya,
Dalam permasalah dhihar ini, ada beberapa syarat atau kaffarat yang yang harus
dipenuhi oleh seorang suami jika ingin menarik ucapan dan hendak menggauli
istrinya kembali, dengan kaffarat seperti yang telah dijelaskan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Mujieb Abdul Mabruri Tholhah Syafi’ah, Muhammad, Kamus Istilah Fikih, (Jakarta: PT. Pustaka
Firdaus, 1995)
Azhim, Abdul bin Badawi al-Khalafi, Al-Wazij, (Jakarta:Pustaka asSunnah, 2006) Drs. Kamal Muchtar,
Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan,( Jakarta : Bulan Bintang, 1974)
Drs.Supriatna, Fiqih Munakahat II,( Yogyakarta : Teras, januari 2009

Anda mungkin juga menyukai