Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ZHIHAR, ILA’ DAN LI’AN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Munakahat

Dosen Pengampu : Julkarnain, S.Ag, SE.MM

DISUSUN OLEH :

Sabitha Syifa Izzati : 71230312027

Nurholiza : 71230312008

Esya Pratiwi : 71230312002

FAKULTAS EKONOMI DAN BISINIS

UNIVERSITAS ISLAM SUMATRA UTARA

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt.Yang telah melimpahkan rahmatnya dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah
kami berjudul “Masalah yang bertentangan dengan tauhid” .

Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasi kepada semua pihak yang telah turut memberikan
kontribusi dalam penyusunan makalah ini.Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini mai jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya.

Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Medan, 08 Febuari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................................................4
C. TUJUAN.........................................................................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................................................5
A. PENGERTIAN ZHIHAR....................................................................................................................................5
B. PERNGERTIAN ILA’........................................................................................................................................8
C. PENGERTIAN LI’AN......................................................................................................................................12
BAB III...................................................................................................................................................................16
KESEMPULAN.......................................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara bahasa zhihar diambil dari kata zhahr yang berarti ‘punggung’. Sebab, gambaran
asal zhihar adalah ucapan suami kepada istrinya, “Bagiku kamu seperti punggung ibuku.”
Secara istilah, zhihar adalah ungkapan suami menyerupakan istrinya dengan salah seorang
mahramnya, seperti ibu atau saudara perempuan. Di zaman Jahiliyah, masyarakat Arab
menganggap zhihar sebagai salah satu cara talak. Namun, syariat Islam menetapkan zhihar
dengan ketentuan lain selain talak.

Li'an menurut Hukum Islam yaitu sumpah suami yang menuduh istrinya berzina,
sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi. Ila sendiri merupakan kebiasaan
orang-orang Arab Jahiliyah, yairu seorang laki-laki bersumpah tidak akan mendatangi istrinya
setahun atau dua tahun atau selamanya atau dalam waktu yang tidak ditentukan dengan maksud
menyakiti istrinya, membiarkan istrinya terkatung-katung tanpa suami dan tidak pula
diceraikan.

Zhihar, li'an dan ila' sering terjadi pada zaman jahiliah dan sering sekali merugikan
pihak wanita. Oleh karena itu sebagai penyusun sangat ingin membahas tentang hal ini. agar
menjadi pembelajaran bagi generasi ke depannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dari makalah ini adalah :


1. Apa yang dimaksud dengan zhihar, ila’ dan li’an
2. Apa saja syarat dan hukum dari zhihar, ila’ dan li’an

C. TUJUAN

1. Menjelaskan hal yang menjadi kebiasaan pria di zaman jahiliah


2. Untuk menjadi pembelajaran bagigenerasi selanjutnya

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ZHIHAR

Zhihar adalah ucapan suami yang menyerupakan istrinya sama dengan ibunya, seperti
kata suami kepada istrinya : ‘’ Punggunmu sama seperti punggung ibuku’’. Apabila seorang
suami mengatakan yang demikan dan tidak diteruskan kepada talak, maka wajib baginya
membayar kifarat dan haram bercampur dengan istrinya sebelum kifarat dibayar.

Defenisi zhihar secara syariat adalah seorang laki-laki menyamakan istrinya dengan
perempuan yang haram untuk dia nikahi untuk selama lamanya, atau diharamkan dari
siperempuan apa yang diharamkan baginya, seperti memandang perut dan paha, misalnya si
suami berkata kepada si istri,’’bagiku kamu bagaikan ibuku atau saudara perempuanku’’
atau dengan membuang kalimat bagiku.

Jika suami berkata kepada istrinya ‘’ Kamu seperti saudara perempuanku atau seperti
ibuku,’’ dengan tujuan untuk menghormati dan memuliakannya maka perkataan tersebut
tidak termasuk zhihar. Zhihar hanya boleh dilakukan oleh suami yang berakal sehat, dewasa
dan beragama Islam yang ditujukan kepad istrinya yang telah melakukan akad secara sah.
Zhihar yang bersifat sementara adalah zihar yang dilakukan oleh suami kepada istrinya pada
waktu tertentu. Misalnya suami berkata kepada istrinya ‘’bagiku kamu seperti punggung
ibuku hingga malam ini.’’ Jika suami mengatakan perkataan seperti itu lantas dia
menyetubuhi istrinya sebelum jangka waktu yang ditentukan berakhir, perkataan tersebut
ternasuk zhihar.

Malik dan Ibnu Laila berkata, jika suami berkata kepada istrinya, bagiku kamu bagaikan
punggung ibuku sampai malam tiba, maka dia wajib mebanyar kifarat, sekalipun dia tidak
menyetubuhinya .Meskipun demikian, sebagian besar ulama berpendapat, jika dia tidak
menyetubuhinya , maka tidak dada kewajiban apapun baginya.’’ Al-Khattabi berkata, ‘’

5
Imam Syafii memilki dua pendapat berkaitan dengan zhihar yang bersifat sementara. Salah
satu dari pendapatnya adadalah bahwa erkataan yang demikian tidak termasuk zhihar.
Konsekuensi yang harus diterima oleh suami yang melakukan zhihar kepada istrinya dan
zhiharnya dinyatakan adalah:

Pertama dia tidak diperbolehkan menyetubuhi istrinya sebelum membanyar kafarat


zhihar. Allah Swt berfirman:
‫من قبل ان يتماسا‬.........
……..Sebelum kedua suami istri itu belum bercampur.’’ (Al-Mujadalah :58:3)

Dengan diharamkannya melakukan persetubuhan, maka segala sesuatu yang adapat


merangsang untuk pada persetubuhan juga diharamkan, seperti mencium, mengecup leher
dan sebagainya. Inilah pendapat yang dikemukakan mayoritas Ulama.
Mazhab Syafii mendefenisikan sebagai penyerupaan istri yang tidak ditalak bain dengan
perempuan yang tidak halal bagi suami untuk selama lamanya, jadi tidak sah zhihar yang
dilakukan oleh anak kecil, orang gila dan orang yang pingsan, juga orang yang dipaksa.
Sedang zhihar yang dilakukan oleh ahli dzimmah adalah sah berdasarkan keumuman ayat
zhihar, juga tidak sah penyerupaan istri dengan selain perempuan yang diharamkan untuk
selama lamanya. Jika dia serupakan istri dengan perempuan asing dan istrinya yang telah
dia talak, serta sauadara perempauan si istri, bapak sipelaku zhihar, istri yang melakukan
Li’an dengannya, perempuan majusi dan murtad, maka ucapan zhiharnya ini adalah sebuah
kesia-siaan karena tiga orang yang pertama tidak sama dengan ibu dalam pengharaman yang
bersipat untuk selama-lamanya.

1. Kifarat Zhihar

a. Kifarat dengan cara memerdekakan hamba sahaya


b. Kalau tidak mampu, maka sebagai gantinya ialah beprpuasa yang terus menerus
berturut-turut sampai dua bulan.
c. Kalau berpuasa tidak dapat maka sebagai gantiya ialah memberikan makan kepada
60 faqir miskin , tiap-tiap orang 5/6 liter.

6
2. Zhihar yang Bersifat Temporal

Lafadz zhihar ada dua macam; yang jelas (sharih) dan kiasan (kinayah). Yang jelas
seperti dengan mengucapkan “Kau bagiku laksana punggung ibu saya, kau bagiku, kau
dalam pandanganku dan kau bersamaku laksana punggung ibuku. Atau kau bagiku laksana
perut ibu saya, atau seperti kepalanya atau seperti kemaluannya atau yang selain itu. Atau
dengan mengatakan; kemaluanmu atau punggungmu atau perutmu atau kakimu bagiku
laksana punggung ibuku, maka dia itu berarti telah mengatakan zhihar. Sebagaimana
perkataannya; tanganmu atau kakimu atau kepalamu atau kemaluanmu saya talak, maka dia
telah mentalak.”.

Sedangkan yang dimaksud dengan Kinayah (kiasan) adalah seperti saat dia berkata,
“Kau bagiku laksana ibuku atau mirip dengan ibuku”. Maka jika demikian, yang diambil
adalah niatnya. Jika dengan itu, diabermaksud zhihar

Fuqoha keempat mazhab menyebutkan bahwa sah zhihar yang bersifat temporal,
misalnya dia berkata’’ bagiku kamu seperti punggung ibuku sebulan atau sehari, atau
sampai habis bulan ramadhan. Akan tetapi zhihar ini menjadi sifat abadi menurut mazhab
Maliki, maka tidak dapat terlepas kecuali dengan kafarat, Mkasudnya temporal menjadi
jatuh dan menjadi zhihar yang bersifat abadi karena lafal ini membuat sisitri menjadi haram,
dan jika ia tetapkan dengan waktu maka tidak tertentu dengan waktu seperti talak.

Mazhab Syafii dan hambali berpendapat jika lewat waktu yang telah ditentukan, maka
hilang zihar dan siistri menjadi halal dengan tanpa kafarat berdasarkan hadist Salmah bin
Sakhar, dan perkataanya’’ aku melakukan zihar kepada istriku samapai selesai bulan
ramadhan, lalu dia beritahukan kepada nabi, bahwa dia setubuhi istrinya bulan tersebut,
maka beliau perintahkan dia untuk membayar kifarat.

Karena si suami mencegah dirinya dari menggauli istrinya dengan sumpah yang
memiliki kafarat, maka sah secara temporal seperti halnya iilaa’. Zhihar memilki perbedaan
dengan talak dar segi zhihar membuat hilang keepemilikan dan pengharaman diangkat
dengan kafarat, oleh karena itu boleh menetapkannya dengan waktu. Jika seorang suami

7
mengklaim bahwa dia telah melaksanakan kafarat zhiharnya maka klaimnya ini ddipercaya
selam dia tidak dikenal sebagai seorang pendusta.

Lebih lanjut Imam Ghazali berpendapat bahwa pengangguran merupakan tindak


kejahatan terhadap wujud yang telah diupayakan. Dia berkata, kejahatan ini memilki
beberapa tingkatan. Yaitu saat sperma masuk kedalam rahim dan bercampur denga ovum,
lantas masuk pada kesiapan untuk menerima kehidupan, maka perusakan terhadap wujud ini
merupakan tindak kejahatan. Jika telah menjadi gumpalan daging dan darah, maka ini sudah
tergolong tingkat kejahatan terberat. Jika ruh telah ditiupkan kedalamnya dan bentuk
kejadiaanya sudah sempuranaq, maka tingkat kejahatannya pun semakin berat.

B. PERNGERTIAN ILA’

Secara bahasa, ila’ merupakan bentuk masdar dari kata ala-yu’li yang berarti ‘sumpah’.
Kemudian, secara historis, ila’ merupakan bagian dari talak yang berlaku pada zaman
Jahiliyah. Ila sendiri merupakan kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah, yairu seorang laki-
laki bersumpah tidak akan mendatangi istrinya setahun atau dua tahun atau selamanya atau
dalam waktu yang tidak ditentukan dengan maksud menyakiti istrinya, membiarkan istrinya
terkatung-katung tanpa suami dan tidak pula diceraikan. Perbuatan yang seperti ini
menyebabkan status istri menjadi tidak jelas, sehingga membawa kemudharatan bagi
istrinya.

Setelah Islam datang, ketetapan ila’ diubah dan diposisikan sebagai sumpah dengan
tempo paling lama empat bulan. Apabila suami kembali kepada istrinya sebelum habis masa
empat bulan tersebut berarti ia melanggar sumpahnya dan suami wajib membayar denda
kafarat (Dahlan 1996, 693).

Karena agama memberi waktu berpikir kepada suami maksimum lamanya empat bulan.
Setelah lewat waktu empat bulan itu suami harus memilih salah satu dari tiga hal berikut :

8
1. Ia menggauli istrinya, dan sebelum ia menggauli istrinya ia harus membayar kafarat
sumpahnya. Suami tidak diwajibkan membayar kafarat sumpahnya apabila ia menggauli
istrinya setelah habis waktu menunggu sebagaimana yang tersebut dalam sumpah ila’nya.
Apabila suami menggauli istrinya sebelum habis waktu menunggu sebagaimana yang
tersebut dalam kafarat sumpahnya, maka ia wajib membayar kafarat sumpahnya lebih
dahulu sebelum melaksanakan maksudnya itu.

2. Suami menjatuhkan talak kepada istrinya. Talak yang dijatuhkan suami itu hukumnya
adalah talak ba’in kubra. Dihukum ba’in kubra adalah karena antara bekas suami dan bekas
istri itu tidak dibolehkan kawin untuk selama-lamanya, kecuali apabila suami telah
membayar kafarat sumpahnya.

3. Apabia suami tidak melaksanakan dua hal yang di atas, maka pihak istri mengajukan
gugatan untuk bercerai kepada Pengadilan. Dalam hal ini hakim harus mengabulkan
tuntutan pihak istri apabila gugatannya terbukti (Mukhtar 1993, 196).

 Syarat dan rukun

Syarat Ila’Menurut Mazhab Hanafi syarat ila’ ada enam macam sebagaimana dijelaskan
berikut ini:

1. Posisi perempuan sebagai istri, meskipun hanya sekedar dari tinjauan hukum, seperti
istri yang tengah berada pada masa iddah dari talak raj’i pada waktu terjadinya ila’. Jika
perempuan tertalak ba’in dari suaminya dengan talak tiga atau dengan lafal talak ba’in
maka tidak sah ila’ dilakukan kepadanya.

2. Suami memiliki kemampuan untuk menjatuhkan talak. Maka sah ila’ yang dilakukan
oleh ahli dzimmah dengan sesuatu yang bukan sekadar perbuatan ibadah, seperti haji dan
puasa. Faedah disahihkannya ila’ yang dilakukan oleh ahli dzimmah meskipun dia tidak
dilazimkan untuk menebus sumpahnya adalah jatuhnya talak dengan tidak mendekati
istrinya pada masa ila’.

9
3. Jangan sampai ila’ ini diikat dengan tempat, karena bisa saja dia dekati istrinya ditempat
yang lain. Misalnya, apabila suai bersumpah tidak akan mencium istrinya, maka ila’nya
tidak sah. Karena permasalahan pokok dalam ila’ adalah tidak melakukan senggama dengan
istri

3. Jangan sampai dia gabungkan antara istrinya dengan perempuan lain yang bukan istri,
karena bisa saja dia dekati istrinya saja dengan tanpa kelaziman apa-apa.

4. Larangan yang dia miliki hanyalah mendekati saja.

5. Meninggalkan al-fay’, maksudnya hubungan persetubuhan pada masa yang telah


ditetapkan, yaitu empat bulan karena Allah SWT menjadikan tekad talak sebagai syarat
jatuhnya ila’ dengan firman

Menurut Jumhur Fuqaha, ila’ memiliki empat rukun yaitu :

1. al-haalif (orang yang bersumpah)


2. al-muhluuf bihi (yang dijadikan sebagai sumpah)
3. al-mahluuf ‘alaih (objek sumpah)
4. Masa.

 Hukum Ila’

1. Hukum Ukhrawi

Hukum Ukhrawi adalah bahwa para suami yang telah mengila’ istriistrinya,
kemudian ia tidak kembali menggauli istrinya setelah habis masa menunggu, berarti ia
telah melakukan perbuatan dosa. Apabila ia kembali mencampuri istrinya sebelum habis
masa menunggu berarti ia telah taubat dari dosanya, karena itu Allah tidak akan
menghukum sumpahnya, bahkan Allah akan menerima taubatnya dan mengampuninya.

10
2. Hukum Duniawi

Hukum duniawi adalah bahwa ia wajib mencerai istrinya setela habis masa
menunggu, yaitu setelah habis masa empat bulan atau masa yang telah ditentukan dalam
sighat ila’, seandainya suami telah memutuskan tidak akan memulangi istrinya itu. Allah
mendengar dan mengetahui segala macam tindakan suami di waktu ia menjatuhkan
talaq itu.

Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebagimana hukum


talak, maka hukum asal dari ila’ adalah makhruh. Suatu ila akan haram hukumnya apabila
tujuannya adalah untuk menambang istrinya dan untuk membiarkan istri hidup dalam
keaadaan terkatung-katung ( Mukhtar 1993, 193). Ila’ diperbolehkan untuk memberi
pelajaran kepada istri jika dilakukan kurang dari empat bulan, karena keumuman ayat Al
Baqarah 226 dan juga Rasulullah Saw., pernah mengila’ istrinya selama sebulan penuh(Al-
56Jazairi 2000, 606). Hal senada dengan itu, Bustami juga mengatakan bahwa hukum ila’
adalah boleh bila tidak memberi kerusakan atau kemelaratan bagi istri (Bustami 1999, 142).

 Sumpah suami itu ada tiga macam yaitu :

1. Sumpah dengan menyebut nama Allah SWT atau salah satu dari Sifat-Nya

2. Menyebut secara jelas hal-hal yang jelas, seperti talak, memerdekakan budak, shadaqah,
shalat puasa dan haji.

3. Menyebutkan secara jelas hal yang mubham, seperti perkataan: Saya harus bernazar kalau
menggauli kamu atau saya harus bersedekah jika menggauli kamu. (tidak dijelaskan
nazarnya berupa apa, atau sedekahnya berapa).

11
C. PENGERTIAN LI’AN

Li’an ialah ucapan tertentu yang digunakan untuk menuduh istri yang telah melakukan
perbuatan yang mengotori dirinya (berzina) alasan suami untuk menolak anak. Suami
melakukan Li’an apabila ia telah menuduh istrinya berzina. Tuduhan berat ini
pembuktiannya harus dilakukan dengan mengemukakan empat orang saksi laki-laki. Orang
yang menuduh orang lain berzina dan ia dapat membuktikannya, akan dihukum pukul
dengan 80 kali.

Defenisi Li’an Dan Sebabnya

Defenisi Li’an menurut bahasa ialah masdar laa’ana seperti qaatala dari alla’ani, yaitu
pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah. Dinamakan denga Li’an ini, karena apa yang
terjadi antar suami dan istri, sebab masing-masing suami istri saling melaknat dirinya sen
diri pada kali yang kelima jika dia berdusta. Atau karena laki-laki adalah melaknat dirinya
sendiri. Dan disebutkan pihak perempuan dari kiasan yang bersifat mayoritas. Ini
dinamakan Li’an karena ini adalah ucapan si suami dan didalam ayat dialah yang
disebutkan pertama kali.

Mazhab Syafi’I mendefenisikannya sebagai kalimat yang diketahui, dan dijadikan


alasan bagi orang yang merasa terpaksa untuk menuduh orang yang telah mencemari tempat
tidurnya dan mendatangkan rasa malu kepadanya, atau menolak anak yang dia kandung.

Ada dua perkara yang menjadi sebab Li’an yaitu:


Pertama, si suami telah menuduh istrinya telah melakukan perbuatan yang membuat si
istri terkena hukum had zina jika tuduhan ini dilontarkan kepada perempuan yang bukan
istrinya. Li’an pertama terjadi dalam Islam adalah apa terjadi antara Hlilal Bin Umayyah
dengan istrinya, dan ini adalah pendapat jumhur fuqaha.

12
Secara terminologi, banyak ahli fiqh yang mendefinisikan li’an sebagai berikut:

1. Mazhab Maliki mendefinisikannya sebagai sumpah suami yang Muslim, yang telah akil
baligh bahwa dia melihat perbuatan zina yang dilakukan oleh istrinya, atau
penolakannya terhadap kehamilan istrinya darinya. Dan si istri bersumpah bahwa suami
berdusta dengan empat kali sumpah, dengan ucapan” Aku bersaksi dengan nama Allah
bahwa aku menyaksikannya melakukan zina” dan kalimat lain yang sejenisnya, di
hadapan hakim. Apakah pernikahan ini sah ataupun fasid. Maka tidak sah sumpah yang
dilakukan oleh oarng yang selain suami, seperti: orang asing, orang kafir, anak kecil,
ataupun orang gila.

2. Mazhab Syafi’i mendefinisikannya sebagai kalimat yang diketahui, yang dijadikan


alasan bagi orang yang merasa terpaksa untuk menuduh orang yang telah mencemari
tempat tidurnya danmendatangkan rasa malu kepadanya, atau menolak anak yang dia
kandung .

3. Mazhab Hanafi
‫ائم ح‬VV‫ وفي جانبھا ق‬،‫ وأنھ في جانب الزوج قائم مقام حّ د القذف‬،‫أن اللعان شھادة مؤكدة باألیمان مقرونة باللعن وبالغضب‬
4‫ّد الزنا‬.
Artinya: “Li’an adalah beberapa kesaksian yang dikuatkan dengan sumpah, yang mana
kesaksian suami disertai dengan laknat dan kesaksian istri disertai dengan ghadab, yang
menduduki kedudukan had qodzab pada suami dan menduduki kedudukan had zina pada
hak istri.

Maka dari definisi tersebut, penulis mengambil kesimpulan


bahwasanya li’an adalah sumpah yang diucapkan suami ketika menuduh istrinya telah
berzina atau penolakannya terhadap kehamilan istrinya darinya, sedangkan ia tidak
mempunyai empat orang saksi yang melihat sendiri perbuatan itu dengan empat kali
kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada sumpah
kesaksian yang ke lima ia meminta kutukan Allah Swt seandainya ia berdusta.
Syarat dan Rukun Li’an.

13
Di syariatkannya li’an adalah untuk menjaga hubungan suci antara
anak dengan bapaknya (nasab) sehingga keturunannya menjadi jelas dan tidak kacau serta
tidak ada ke ragu-raguan. Dalam melakukan li’an suami tidak boleh hanya berdasarkan
desas-desus, fitnahan, atau tuduhan dari orang lain.

Dalam hukum Islam, terdapat beberapa rukun dan syarat li’an, antara lain:

1. Rukun Li’an

Rukun li’an adalah sebagai berikut:


a. Suami, tidak akan jatuh li’an apabila yang menuduh zina atau yang mengingkari anak
itu laki-laki lain yang tidak mempunyai ikatan pernikahan (bukan suaminya).
b. Istri, tidak akan jatuh li’an apabila yang dituduh tersebut bukan istrinya.
c. Shighat atau lafadz li’an, yaitu lafadz yang menunjukkan tuduhan
zina atau pengingkaran kandungan kepada istrinya
.
2. Syarat Li’an

Adapun syarat wajib li’an dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

a. Syarat yang kembali kepada suami istri


Syarat yang kembali pada kedua belah pihak yaitu suami istri adalah sebagai berikut:
1. Perkawinan yang sah (utuh)
Berdasar pada QS. An-Nur: 6-7 dapat diambil kesimpulan bahwa yang berhak bermula’anah
adalah antara suami dan istri. Oleh sebab itu li’an tidak dapat dilakukan terhadap orang
yang menuduh orang lain berbuat zina. Demikian halnya, li’an tidak dapat dilakukan
terhadap seorang penuduh yang nikahnya fasid (rusak), maupun terhadap seorang istri yang
tertalak ba’in karena dengan demikian pernikahan mereka sudah dianggap tidak ada lagi.
Sedangkan apabila tuduhan itu ditujukan kepada seorang istri yang sedang beriddah talak
raj’i, maka li’an tetap berlaku kepada kedua belah pihak

14
2. Merdeka, baligh, berakal, Islam, dapat berbicara, dan tidak adanya hukuman had
zina .Dapat berbicara merupakan salah satu syarat yang harus ada bagi orang yang
bermula’anah. Berbicara yang dimaksud di sini adalah komunikasi secara langsung yaitu
menggunakan lisannya. Dan dalam hai ini ada perselisihan pendapat di antara para fuqaha
yang akan penulis jelaskan pada sub bab setelah ini yaitu pandangan ulama tentang li’an
bagi orang bisu. Karena dalam hal ini ada ulama yang membolehkan li’an bagi orang bisu,
tetapi juga ada yang melarangnya.

15
BAB III
KESEMPULAN

Dari pembahasan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan hal-halsebagai berikut
Ila’ menurut etimologis (bahasa), Ila’ berarti melarang diri dengan mengunakan sumpah, sedangkan
menurut terminologis (istilah), ila’ berarti bersumpah untuk tidak mencampuri isteri. Zhihar adalah
suatu ungkapan suami yang menyatakan kepada isterinya “bagiku kamu seperti punggung
ibuku”,ketika ia hendak mengharamkan isterinya itu bagi dirinya.3.
Definisi li’an menurut bahasa adalah mashdar laa’ana seperti qaatala darialla’ni, yaitu
pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah SWT.Dinamakan dengan li’an ini karena apa yang terjadi
antara suami
-istri.Sebab masing-masing suami istri saling melaknat dirinya sendiri pada kaliyang kelima jika dia
berdusta

SARAN

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan maupun
bahasa yang kami sajikan. Oleh karena itu dimohon di berikan sarannnya agar kami bisa membuat
makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi
wawasan kita dalam memahami kebiasaan di jaman jahiliyah

16
DAFTAR PUSTAKA

Gifriana, E. (2022). Li'an Dalam Perspektif Hukum Islam. https:/onesearch.id, 251.

17

Anda mungkin juga menyukai