AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN V
(HAKIKAT KELUARGA SAKINAH)
OLEH
Kelompok 3
Nur Risky Anastasya 105731105218
Nur Asmah 105731107318
Juhardi. M 105731107818
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT karena pertolongan dan
karuniaNya sehingga segala sesuatu terlaksana hingga detik ini, khususnya dalam proses
penyusunan makalah ini yang dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah yang bertemakan “HAKIKAT KELUARGA SAKINAH” ini disusun sebagai salah satu
tugas dari Mata Kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan V.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu
khususnya Dosen pengampuh Dr. Dahlan Lama Bawa, S.Ag.,M.Ag yang telah memberikan
bimbingan serta arahan kepada kami sehingga makalah ini bisa selesai tepat waktu.
Dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami berharap dapat memberikan manfaat
berupa tambahan pengetahuan terkait dengan kerangka Al Islam Kemuhammadiyahan kepada
para pembaca. Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini dan
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
perbaikan penyusunan dan penulisan dimasa mendatang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memiliki keluarga yang sakinah adalah dambaan setiap pasangan yang menikah.
Pernikahan sendiri adalah suatu jalan untuk mengikatkan dua orang manusia dan memungkinkan
keduanya membangun keluarga yang baru. Sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah bisa menjadi tujuan dari seorang muslim untuk menikah dan mendekatkan diri pada
Allah SWT. Allah SWT dan Rasulnya juga memerintahkan umatnya untuk menikah dan tidak
hidup melajang. Keluarga yang sakinah diartikan sebagai keluarga yang harmonis dimana nilai-
nilai ajaran islam senantiasa ditegakkan dan saling menghormati serta saling menyanyangi.
Dalam keluarga yang sakinah, anggota keluarga mampu menjalankan kewajibannya dan
senantiasa membantu satu sama lain. Keluarga yang sakinah juga mengerti satu sama lain
sehingga jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik tersebut bisa diselesaikan dengan baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keluarga sakinah?
2. Apa saja hak dan kewajiban suami dan istri?
3. Apa saja tugas dan tanggungjawab keluarga?
4. Bagaimana prinsip dalam membangun keluarga yang sakinah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian keluarga sakinah
2. Untuk mengetahui terkait dengan hak dan kewajiban suami maupun istri
3. Untuk mengetahui mengenai tugas dan tanggungjawab keluarga
4. Untuk mengetahui prinsip utama dalam membangun keluarga sakinah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga Sakinah
Memiliki keluarga yang sakinah adalah dambaan setiap pasangan yang menikah.
Pernikahan sendiri adalah suatu jalan untuk mengikatkan dua orang manusia dan memungkinkan
keduanya membangun keluarga yang baru. Sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah bisa menjadi tujuan dari seorang muslim untuk menikah dan mendekatkan diri pada
Allah SWT. Allah SWT dan Rasulnya juga memerintahkan umatnya untuk menikah dan tidak
hidup melajang sebagaimana disebutkan dalam dalil berikut
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak
(bernikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan wanita. Jika mereka miskin, Allah
akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi
Maha Mengetahui”.( QS An Nuur:32 )
Keluarga yang sakinah diartikan sebagai keluarga yang harmonis dimana nilai-nilai
ajaran islam senantiasa ditegakkan dan saling menghormati serta saling menyanyangi. Dalam
keluarga yang sakinah, anggota keluarga mampu menjalankan kewajibannya dan senantiasa
membantu satu sama lain. Keluarga yang sakinah juga mengerti satu sama lain sehingga jika
terjadi konflik dalam keluarga maka konflik tersebut bisa diselesaikan dengan baik.
Kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya.
Sedangkan kewajiaban istri adalah sesuatu yang harus istri lakukan untuk suaminya.
Menurut kompilasi hukum islam dalam kewajiban dan hak suami istri memikul
kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah
yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Dalam pasal 80 ayat (1) suami adalah
pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah
tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.
Artinya : “sebab itu maka wanita yang sholehah ialah yang taat kepada Allah SWT lagi
memelihara diri di balik pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah memelihara
(mereka) ... (Q.S An-Nissa’ : 34)
Maksud memelihara diri dibalik pembelakangan suaminya dalam ayat tersebut adalah
istri dalam menjaga dirinya ketika suaminya tidak ada dan tidak berbuat khianat kepadanya, baik
mengenai diri maupun harta bendanya.Inilah merupakan kewajiaban tertinggi bagi seorang istri
terhadap suaminya.
Kewajiban yang bersifat materi yang disebut nafaqoh. Sesuai dengan penghasilannya,
suami menanggung:
Tugas dan tanggung jawab keluarga perbedaan status dalam Keluarga membawa kepada
perbedaan fungsi yang akan diperankan oleh masing-masing dalam kehidupan sehari-hari.
Semua itu secara langsung atau tidak dipersepsi dan dihayati untuk selanjutnya akan masuk
dalam khazanah pengalaman anak.
Menurut Islam, ayah berkedudukan sebagai pemimpin dalam keluarga. Bila ditinjau
secara sosiologis seseorang menjadi pemimpin karena ada kelebihan yang dimiliki melebihi apa
yang dipunyai massanya. Begitu dengan ayah yang menjadi pemimpin dalam keluarga karena
telah dianugerahkan oleh Allah beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan anggota keluarga
Iainnya-isteri dan anak-anak. Ditetapkannya ayah menjadi pemimpin sekaligus diberi amanat
untuk mengendalikan rumah tangga menuju tujuannya.
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”Q.S An-Nisa: 34
Sebenarnya orang tua - ayah dan ibu adalah pusat rohani anak dan perkembangan reaksi
emosi anak serta pemikirannya di kemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap kedua
orang tuanya dipermulaan hidupnya dahulu. Berdasarkan kepada kenyataan itu, ayah yang
berstatus sebagai pemimpin dituntut menunjukkan dirinya sebagai seorang lelaki yang
bertanggung jawab, berwibawa, demokraăs serta sifat-sifat utama kepemimpinan lainnya. Antara
dia sebagai pemimpin dengan anak harus tetap terjalin hubungan keakraban namun tidak
melunturkan kewibawaannya.
İslam selalu memotivasi umatnya dengan ganjaran pahala atau surga. Secara umum
menunjukkan betapa motivasi dengan ganjaran begitu penting agar manusia terdorong kepada
nilai Kebaikan dan kebenaran yang harus diamalkannya dalam kehidupan. Konsep umum ini
sebenarnya bisa juga diberlakukan bagi pendidikan anak. Yang lebih penting diperhatikan bahwa
ganjaran pahala atau surga mengisyaratkan sesuatu yang bersifat abstrak.
Ayah harus menyadari bahwa setiap ucapan dan tindakannya akan selalu berpengaruh
terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu dia dituntut untuk selalu sadar bahwa dia sebagai
pemimpin selain menunaikan tugas pengendalian rumah tangga juga yang terpenting adalah
terjadinya proses identifikasi oleh anak yang terjadi di setiap kesempatan. Kepemimpinan ayah
yang baik membuahkan identifikasi yang positif.
Teratur tidaknya rumah tangga menurut Islam, berada di tangan isteri. Dalam hubungan
dengan pengaturan rumah tangga paling tidak meliputi :
Pengaturan tata ruang meliputi pengaturan meja, pembagian ruangan kursi, kalau
mungkin letak hiasan dan pengaturan bunga-bunga pengaturan tampak indah, rapi dan
sehingga harmonis.
Pengaturan kebersihan rumah tangga. Kebersihan di sini melipuå kebersihan dari kotoran
dan najis. Kebersihan rumah tangga mencakupk eduanya dan meliputi kebersihan seluruh
rumah termasuk lingkungan, pakaian dan makanan.
Pengaturan lingkungan rumah seperti tata kebun bunga-bunga dan sebagainya yang turut
memperindah rumah dan menyejukkan situasi di dalam rumah maupun lingkungannya.
Pengaturan waktu kerja di rumah meliputi waktu belajar, makan, istirahat atau bermain.
Pengaturan isi rumah anggota keluarga untuk terjalinnya suasana persaudaraan yang akan
membuahkan ketenteraman sehingga tetangga üdak merasa-terganggu.
Dalam rangka penunaian tugas pengaturan rumah tangga tersebut secara tidak langsung
ibu melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu sebagaimana diutarakan
bahwa ibu seyogyanya menguasai berbagai dasar pengetahuan yang berkenaan dengan
kerumahtanggaan. Dalam penunaian tugas-tugasnya, ibu berarti telah membiasakan dan memberi
contoh mengenai pentingnya keindahan, keserasian, keteraturan, berbelanja yang tepat, dan
sebagainya.
Menurut Abdul 'Aziz El-Quussy, orang tua dibenarkan ikut campur dalam mendidik anak
diantaranya dalam hal yang membahayakan kehidupan anak, kesopanan umum dan mengganggu
ketenangan orang lain. Meskipun orang tua campur tangan, tetapi prinsip kebebasan tetap
dihargai agar anak dapat lebih kreatif tetapi dalam hal-hal tertentu orang tua apat memberikan
pengarahan, nasehat bahkan larangan dan ancaman.
Dalam berbagai kegiatan pengaturan yang dilakukan harus melibatkan ibu, anggota
keluarga terutama anak-anak dalam rangka mendidik dan membiasakan mereka. Anak-anak
dilibatkan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Anak yang lebih dewasa diberi
tugas yang lebih berat, begitu pula anak lelaki diberi tugas lebih berat dari anak perempuan
sesuai dengan kodratnya. Mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan intelektual seperti
membaca dan kegiatan lain seperti memperbaiki alat rumah tangga, perjalanan bersama dan Iain-
lain menurut berbagai peneliti dan ahli sebagai tindakan yang menunjang perkembangan intelek
anak-anak. Partisipasi anak seperti itu bukan hanya berguna bagi anak, tetapi
juga menguntungkan bagi orang tua, karena ia sendiri pun melaksanakan kegiatan tersebut
dengan lebih bersungguh-sungguh dan lebih berhati-hati yang pada akhirnya meningkatkan
kualitas dan manfaat interaksi keduanya.
Dilibatkannya anak dalam kegiatan rumah tangga adalah untuk melatih rajin bekerja dan
kemampuan melaksanakan tugas. Anak diberi tugas tertentu, diberi wewenang dan tanggung
jawab untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Anak jangan dibiarkan berpangku tangan
meskipun orang tua mampu menyediakan pembantu untuk mengerjakan pekerjaan di rumah.
Tanpa terikat dengan tugas tertentu, anak kurang merasa memiliki bahkan dapat menumbuhkan
sikap manja dan kurang mandiri. Orang tua memang berkewajiban membantu anak dalam
memenuhi kebutuhan mereka, akan tetapi tidak boleh berlebih-lebihan dalam menolongnya
sehingga anak kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri. Tugas yang diberikan kepada anak
bukan sesuatu yang di luar kemampuannya mengganggu bagi jalannya proses belajar formal
mereka. Tugas yang diberikan tidak terlepas dengan tujuan berupa latihan bekerja, menjauhkan
kemalasan, menyadari pentingnya berbagai pekerjaan rumah tangga, laühan mandiri dan
bertanggung jawab. Anak laki-laki diberi tugas yang sesuai dengan kodratnya, demikian pula
anak Perempuan. Pokoknya anak diberi pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
Pada prinsipnya ikatan pernikahan adalah penyerahan wewenang dan tanggung jawab
sepenuhnya dari orang tua pihak istri kepada calon suami, sehingga tidak ada hak secara undang-
undang maupun hukum agama atas tindakan orang tua khususnya pihak perempuan untuk
mencampuri urusan rumah tangga anak. Sebaliknya yang perlu dilakukan orang tua (anak
perempuan) adalah memberi nasehat kebaikan kepada anak perempuan mereka untuk taat pada
suami dan agama. Orang tua juga dianjurkan memberi dukungan dan bantuan (jika diperlukan)
kepada anak mereka agar bisa menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Sementara itu, suami
memiliki kewajiban berusaha memberikan pemahaman kepada istri, baik melalui pengajaran
langsung maupun melalui bahan bacaan agar istri memiliki pemahaman, visi dan misi yang sama
dalam membangun rumah tangga. Tetapi jika ada resistensi, maka perlu dipertegas dengan cara
penandatanganan surat pernyataan. Hal ini dilakukan agar istri memahi konsep-konsep atau
prinsip dasar yang harus ia ketahui dan ikuti dalam ikatan pernikahan.
Berikut ini adalah beberapa prinsip utama di dalam membangun keluarga sakinah:
Memiliki keluarga yang sakinah adalah dambaan setiap pasangan yang menikah.
Pernikahan sendiri adalah suatu jalan untuk mengikatkan dua orang manusia dan memungkinkan
keduanya membangun keluarga yang baru. Sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah bisa menjadi tujuan dari seorang muslim untuk menikah dan mendekatkan diri pada
Allah SWT. Suami istri yang melakukan kewajibannya dan memperhatikan tanggung jawabnya
akan mampu mewujudkan ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan
suami istri tersebut. Menurut kompilasi hukum islam dalam kewajiban dan hak suami istri
memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan
rahwah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Menurut Islam, ayah berkedudukan sebagai pemimpin dalam keluarga. Bila ditinjau
secara sosiologis seseorang menjadi pemimpin karena ada kelebihan yang dimiliki berbagai segi,
baik segi hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, segi penguasaan pengetahuan dan
sebagainya.
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Makalah ini dibuat
sebagai wadah untuk menambah wawasan tentang peran, fungsi dan tanggung jawab keluarga.
Makalah ini diharapkan menjadi salah satu yang dapat membantu untuk menanamkan
pemahaman tentang pendidikan keluarga dan masyarakat.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen mata
kuliah yang telah membimbing kami dan para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami memohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Kamrani Buseri, 2010. Pendidikan Keluarga Dalam Islam Dan Gagasan
Implementasi, Banjarmasin: Lanting Media Aksara Publishing House.
https://dalamislam.com/info-islami/keluarga-sakinah-dalam-islam
https://www.academia.edu/30679546/MAKALAH_FIQH_MUNAKAHAT_HAK_DAN_KEW
AJIBAN_SUAMI_ISTRI