“TAFSIR AHKAM”
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah memberi Taufik, Hidayah, serta
Inayahnya sehingga kita semua masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya
sehingga bisa meyelesaikan tugas pembuatan makalah dari mata kuliah tafsir ahkam yang
berjudul Hak dan Kewajiban Suami Istri. Sholawat teriring salam semoga selalu tercurahkan
kepada baginda nabi besar Muhammad SAW semoga kita bias mendapatkan syafaatnya di
yaumil akhir Aamiin.
Makalah ini disusun supaya para pembaca bisa menambah wawasan serta memperluas
ilmu pengetahuan yang ada mengenai Hak dan Kewajiban Suami Istri yang telah disajikan
didalam sebuah makalah yang ringkas, mudah untuk dibaca serta mudah dipahami.
Saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu karna telah
membimbing saya untuk mempelajari mata kuliah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
untuk para pembaca serta memperluas wawasan mengenai Pengertian dan Latar Belakang
hadist ahad Dan tidak lupa juga saya meminta maaf atas kekurangan dalam pembuatan
makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepasang suami istri memiliki peran yang signifikan dalam menjalankan semua
kewajiban rumah tangganya. Selain kewajiban yang dijalani, sepasang suami istri juga
memiliki hak yang melekat pada keduanya. Oleh karena itu suami istri dituntut untuk
menjalankan hak dan kewajiban secara adil dan berimbang. Penafsiran al-Quran
tentang ayat yang menjelaskan tentang relevansi hak dan kewajiban suami istri tentu
perlu dijelaskan dengan Hadits. relasi suami istri dalam pernikahan merupakan mitra
yang sejajar dan bukan relasi subordinasi dari suami dan mengabaikan hak-hak istri.
Karena itu istri memiliki hak-hak dalam rumah tangga, baik berkaitan dengan tempat
tinggal, nafkah, maupun rasa aman. Sehingga dari konteks tersebut, perlu kita ketahui
bagaimana relevansi antara tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadits.
.Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa suami harus memberi nafkah istri,
memperlakukan istri dengan ma’ruf(baik).Hak ini sejalan dengan tafsir al-
Haditssebagaimana dipaparkan oleh Asy’ari, yaitubahwa suami mempunyai tanggung
jawab penuh atas istri baik mengenai nafkah, perlakuan dan kebututuhan lainnya.
Sedangkan tentang kewajiban istri yang menjadi hak suamisebagaimana disebutkan di
dalam al-Qur’an yaitu bahwa istri harus (mampu) menjaga segala sesuatu yang
berkenaan dengan milik suami. Di dalam al-Hadits diterangkan bahwa hal tersebut
menyangkut segala hal tentang diri istri, di antaranya tentang kewajiban untuk
meminta izin suamibaik saat melakukan hal di dalam rumah (kerja domestik:
memakai pakaian, memasak dan memelihara anak) maupun saat di luar rumah.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang di maksud hak dan kewajiban suami istri?
b. Dalil al qur’an terkait hak dan kewajiban suami istri?
c. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban suami istri?
C. Tujuan Makalah
a. Untuk mengetahui maksud dari hak dan kewajiban suami istri
b. Untuk memahami dalil al qur’an yang menyatakan terkait hak dan kewajiban
suami istri
c. Untuk memahami apa saja yang menjadi hak dan kewajiban suami istri
BAB II
PEMBAHASAN
Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa hak memiliki
arti sebagai milik dan kepunyaan.Sedangkan kewajiban memiliki arti sebagai sesuatu
yang harus dilaksanakan. Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan hak adalah segala sesuatu yang (telah) diterima dari orang lain.
Adapun yang dimaksud dengan kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan
seseorang terhadap yang lain.19Sehingga dalam konteks hubungan suami istri, hak
dan kewajiban bisa dimaknai sebagai segala sesuatu yang harus diterima dan
(sekaligus) dilakukan sebagai konsekuensi dari adanya hubungan perkawinan.
Selanjutnya, hak dan kewajiban yang melekat pada masing-masing pihak baik
suami maupun istri merupakan konstruksi peran dan fungsi dari kedua belah pihak
yang melekat dan mesti diterima dan dimiliki.Artinya, hak adalah sesuatu yang
melekat dan mesti didapatkan sedangkan kewajiban merupakan sesuatu yang harus
diberikan dan dilakukan.Rumusan tentang hak dan kewajiban inilah yang kemudian
menjadi barometer (standart) untuk menilai apakah suami atau istri telah menjalankan
peran dan fungsinya secara benar atau tidak.
Kebahagiaan lahir dan batin sebagai tujuan akhir pernikahan yang termanifestasi
dalam kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah harus dipahami
sebagai serangkaian proses menggapai ridho Allah SWT. Untuk itu segala macam
perasaan cinta, kasih dan sayang yang tercermin dalam sikap dan perbuatan harus
dilandasi kesungguhan (keyakinan) untuk mendatangkan kebaikan dan menolak
segala hal yang merusak dan berpotensi menggagunya.
Islam memandang hubungan antara suami dan istri bukan hanya sekedar
kebutuhansemata, tetapi lebih dari itu Islam telah telah mengatur dengan jelas
bagaimana sebuahhubungan agar harmonis dan tetap berlandaskan pada tujuan
hubungan tersebut, yaknihubungan yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah Swt.
Oleh karena itu untuk mewujudkan keluarga yang diliputi oleh ketenangan,
diselimuticinta kasih dan jalinan yang diberkahi, Islam telah mengajarkan kepada
Sang Nabi bagaimana jalinan antara suami dan istri ini bias sejalan, dapat seia dan
sekata.
Terjemahan
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-
perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri
ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-
perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada
mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari
alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.
Masih dalam kaitan larangan agar tidak berangan-angan dan iri hati atas kelebihan
yang Allah berikan kepada siapa pun, laki-laki maupun perempuan, ayat ini
membicarakan secara lebih konkret fungsi dan kewajiban masing-masing dalam
kehidupan. Laki-laki atau suami itu adalah pelindung bagi perempuan atau istri,
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka, laki-laki, atas sebagian yang lain,
perempuan, dan karena mereka, yakni laki-laki secara umum atau suami secara
khusus, telah memberikan nafkah apakah itu dalam bentuk mahar ataupun serta biaya
hidup rumah tangga sehari-hari dari hartanya sendiri. Maka perempuan-perempuan
yang saleh adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suami tidak
ada di rumah atau tidak bersama mereka, karena Allah telah menjaga diri mereka.
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan melakukan nusyuz (durhaka
terhadap suami), seperti meninggalkan rumah tanpa restu suami, hendaklah kamu beri
nasihat kepada mereka dengan lemah lembut dan pada saat yang tepat, tidak pada
sembarang waktu, dan bila nasihat belum bisa mengubah perilaku mereka yang buruk
itu, tinggalkanlah mereka di tempat tidur dengan cara pisah ranjang, dan bila tidak
berubah juga, kalau perlu pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan
tetapi memberi kesan kemarahan. Tetapi jika mereka sudah menaatimu, tidak lagi
berlaku nusyuz, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya
dengan mencerca dan mencaci maki mereka. Sungguh, Allah Mahatinggi, Maha-
besar.
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat
yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Tafsir Jalalain
(Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian)
dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah (dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia) orang-orang kafir (dan batu) seperti berhala-
berhala yang mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar neraka itu. Atau
dengan kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar.
Berbeda halnya dengan api di dunia, karena api di dunia dinyalakan dengan kayu dan
lain-lainnya (penjaganya malaikat-malaikat) yakni, juru kunci neraka itu adalah
malaikat-malaikat yang jumlahnya ada sembilan belas malaikat, sebagaimana yang
akan diterangkan nanti dalam surat Al-Muddatstsir (yang kasar) lafal ghilaazhun ini
diambil dari asal kata ghilazhul qalbi, yakni kasar hatinya (yang keras) sangat keras
hantamannya (mereka tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang telah
diperintahkan-Nya kepada mereka) lafal maa amarahum berkedudukan sebagai badal
dari lafal Allah. Atau dengan kata lain, malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak
pernah mendurhakai perintah Allah (dan mereka selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan) lafaz ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal yang sebelumnya.
Dalam ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad;
dan juga ayat ini merupakan ancaman pula bagi orang-orang munafik yaitu, mereka
yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir.
Akad pernikahan dalam syariat Islam tidak sama dengan akad kepemilikan. akad
pernikahan diikat dengan memperhatikan adanya kewajiban-kewajiban di antara
keduanya. Dalam hal ini suami mempunyai kewajiban yang lebih berat dibandingkan
istrinya berdasarkan firman-Nya “akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya”. Kata satu tingkatan kelebihan dapat ditafsirkan dengan
firmannya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…” (QS. An-Nisa
ayat 34).
Pada dasarnya kewajiban suami juga merupakan hak isteri, sehingga jika
berbicara tentang kewajiban suami terhadap isteri, maka bisa juga berarti hak isteri
atas suami. Kewajiban adalah segala hal yang harus dilakukan oleh setiap individu,
sementara hak adalah segala sesuatu yang harus diterima oleh setiap individu.
1. Mahar
Menurut Mutafa Diibul Bigha, Mahar adalah harta benda yang harus diberikan oleh
seorang laki-laki (calon suami) kepada perempuan (calon isteri) karena pernikahan.
Pemberian mahar kepada calon istri merupakan ketentuan Allah SWT. bagi calon suami
sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4 yang berbunyi:
ً ش َْی ٍء ِّم ْنهُ نَ ْف ْعَن فَاِنْ ِطبْنَ لَ ُك ْم-ًؕصد ُٰقتِ ِهنَّ نِ ْحلَة
َّم ِر ْٓیــٴًـا َهنِ ْٓیــٴًـا ُسا فَ ُكلُ ْوه َ ِّ ٰاتُوا الن َو
َ سآ َء
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa kata ً النِ ْحلَ ؕةmenurut lbnu ‘Abbas artinya
mahar/maskawin. Menurut ‘A’isyah, ًالنِ ْحلَ ؕة adalah sebuah keharusan. Sedangkan menurut
Ibnu Zaid ًؕ النِ ْحلَـةdalam perkataan orang Arab, artinya sebuah kewajiban. Maksudnya,
seorang laki-laki diperbolehkan menikahi perempuan dengan sesuatu yang wajib
diberikan kepadanya, yakni mahar yang telah ditentukan dan disebutkan jumlahnya, dan
pada saat penyerahan mahar harus pula disertai dengan kerelaan hati sang calon suami.
Fuqaha telah sependapat bahwa nafkah terhadap istri itu wajib atas suami yang
merdeka dan berada di tempat. Mengenai suami yang bepergian jauh, maka jumhur
fuqaha tetap mewajibkan suami atas nafkah untuk istrinya, sedangkan Imam Abu Hanifah
tidak mewajibkan kecuali dengan putusan penguasa. Tentang kewajiban nafkah ini telah
dijelaskan Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 233.
َوتُه َُّنKهٗ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْسKKَوْ ِد لKKُ َو َعلَى ْال َموْ ل-َؕا َعةKَّض
َ ا ِملَی ِْن لِ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن یُّتِ َّم الرKK وْ لَ ْی ِن َكK ْعنَ اَوْ اَل َده َُّن َحKض ُ دKٰ Kَِو ْال َوال
ِ ْت یُر
اَل تُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ اِاَّل ُو ْس َعهَا-ؕف ِ ْبِ ْال َم ْعرُو
Artinya:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya.”
Maksud dari kata ٗ ْال َموْ لُوْ ِد لَهpada ayat di atas adalah ayah kandung si anak. Artinya,
ayah si anak diwajibkan memberi nafkah dan pakaian untuk ibu dari anaknya dengan
ِ ْ بِ ْال َم ْعرُوadalah menurut kebiasaan yang telah
cara yang ma’ruf. Yang dimaksud dengan ف
berlaku di masyarakat tanpa berlebih-lebihan, juga tidak terlalu di bawah kepatutan, dan
disesuaikan juga dengan kemampuan finansial ayahnya.
Menggauli istri dengan baik dan adil merupakan salah satu kewajiban suami terhadap
istrinya. Sebagaimana Firman Allah dalam Alquran surat an-Nisa ayat 19 yang berbunyi:
َوْ ه َُّن اِاَّل ۤ اَ ْن یَّاْتِ ْینKKا ٰاتَ ْیتُ ُمKۤ Kْض َم ُ اؕ َواَل تَعKKًآ َء كَرْ هKوا النِّ َسKKُ لَ ُك ْم اَ ْن ت َِرث ُّ لKوْ ا اَل یَ ِحKKُٰۤیاَیُّهَا الَّ ِذ ْینَ ٰا َمن
ِ ذهَبُوْ ا بِبَعKْ Kَ لِت لُوْ ه َُّنKْض
فَا ِ ْن َك ِر ْهتُ ُموْ ه َُّن فَ َع ٰۤسى اَ ْن تَ ْك َرهُوْ ا َشیْــٴًـا َّویَجْ َع َل هّٰللا ُ فِ ْی ِه خَ ْیرًا َكثِ ْیرًا-فِ ۚ ْ ٍة َوعَا ِشرُوْ ه َُّن بِ ْال َم ْعرُوKۚ َبِفَا ِح َش ٍة ُّمبَیِّن
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
ُ دَا ٌد اَّل یَعK ةٌ ِغاَل ظٌ ِشKا َم ٰلٓ ٕى َكKKَٰۤیاَیُّهَا الَّ ِذ ْینَ ٰا َمنُوْ ا قُ ۤوْ ا اَ ْنفُ َس ُك ْم َو اَ ْهلِ ْی ُك ْم نَارًا َّو قُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْیه
اKۤ Kوْ نَ هّٰللا َ َمKْص
َاَ َم َرهُ ْم َو یَ ْف َعلُوْ نَ َما ی ُْؤ َمرُوْ ن
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Ar Rum ayat 21 di atas pada kalimat َو
ًؕ َج َع َل بَ ْینَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةdapat juga dimaknai bahwa seorang suami wajib memberikan cinta
dan kasih sayang kepada istrinya yang terwujud dalam perlakuan dan perkataan yang
mampu membuat rasa tenang dan nyaman bagi istri dalam menjalankan fungsinya
sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga. Adapun bentuk perlakuan tersebut bisa berupa
perhatian, ketulusan, keromantisan, kemesraan, rayuan, senda gurau, dan seterusnya.
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Menurut Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud dari لر َجا ُل قَ ٰ ّو ُم ْونَ َعلَى
ِّ َا
َ ِّ النadalah kaum laki-laki merupakan pemimpin bagi kaum wanita. Artinya
س ـآ ِء
dalam rumah tangga seorang suami adalah kepala rumah tangga yang harus
didengar dan ditaati perintahnya, oleh karenaa itu sudah seharusnya seorang Istri
mentaati suaminya jika memerintahkannya dalam kebaikan. Menurut Ibnu Abbas
maksud kata ٌ ٰقنِ ٰتتadalah para istri yang taat kepada suami.
2. Mengikuti tempat tinggal suami
Setelah menikah biasanya yang jadi permasalahan suami istri adalah tempat
tinggal, karena kebiasaan orang Indonesia pada masa-masa awal menikah suami
istri masih ikut di rumah orang tua salah satu pasangan lalu kemudian mencari
tempat tinggal sendiri. Dalam hal ini seorang istri harus mengikuti dimana suami
bertempat tinggal, entah itu di rumah orang tuanya atau di tempat kerjanya.
Karena hal tersebut merupakan kewajiban seorang istri untuk mengikuti dimana
suami bertempat tinggal, sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
س َك ْنتُ ْم ِّمنْ ُّو ْج ِد ُك ْم ُ س ِكنُ ْوهُنَّ ِمنْ َح ْی
َ ث ْ َ…ا
Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat
tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).
3. Menjaga diri saat suami tak ada
Seorang wanita yang sudah menikah dan memulai rumah tangga maka harus
membatasi tamu-tamu yang datang ke rumah. Ketika ada tamu lawan jenis maka
yang harus dilakukan adalah tidak menerimanya masuk ke dalam rumah kecuali
jika ada suami yang menemani dan seizin suami. Karena perkara yang dapat
berpotensi mendatangkan fitnah haruslah dihindari. Allah SWT berfirman,
“Wanita shalihah adalah yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya
tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (QS. Annisa:34).
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Al-Quran telah memberi petunjuk
kepada pasangan suami istri tentang bagaimana semestinya membina rumah tangga
agar dapat mendatangkan sakinah mawaddah dan rahmah dalam rumah tangga. Tentu
caranya tidak lain adalah dengan menjalankan kewajiban masing-masing sebagai
suami istri.
Adapun kewajiban suami terhadap isteri yakni memberikan mahar kawin, nafkah
yang layak sesuai kemampuan, pakain dan Tempat Tinggal, menggauli istri secara
makruf (baik), menjaga istri dari dosa, memberikan cinta dan kasih sayang. Selain
suami, istri juga harus menjalankan kewajibannya terhadap suami, yakni mentaati
suami, mengikuti tempat tinggal suami, melayani kebutuhan biologis suami kecuali
ada halangan syar’i, menjaga diri saat suami tak ada, dan tidak keluar rumah kecuali
dengan izin suami.
DAFTAR PUSTAKA
Khallaf, Abdul Wahab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Noer
Iskandar al Barsany dan Moh. Tolhah Mansoer, Ed. I, cet. VII. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002
https://www.kompasiana.com/pakcah/54f378eb745513a02b6c7734/9-hak-bersama-suami-
istri