Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

JARIMAH QISHASH DAN DIYAT


(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Fiqih jinayah )

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat allah swt. Yang maha kuasa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini tepat pada waktunya meskipun dalam bentuk dan isinya yang sangat sederhana. Harapan
kami semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun
pedoman, juga untuk menambah pengetahuan dan juga pengalaman yang bermanfaat bagi para
pembaca, sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini dengan
menjadi lebih baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir semoga Allah yang Maha Kuasa
senantiasa meridhai segala urusan kita. Aamiin.

Bogor, 9 Desember 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Lantar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Jarimah qishash
2.1 Pengertian Qishash
2.2 Pelaksanaan Sanksi Qishash
2.3 Hapusnya Hukuman Qishash
2.4 Syarat-syarat berlakunya qishash
B. Jarimah Diyat
2.1 Pengertian Diyat
2.2 Dasar Hukum Diyat

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Qisas-diyat merupakan salah satu aturan dalam syari’at Islam mengenai hukumpidana dan
berlaku bagi tindak pidana-tindak pidana yang berkaitan dengan pembunuhan dan
penganiayaan.Sedangkan Kafarat atau tebusan disebut denda, yakni tebusan atas suatu
pelanggaran aturan syari’at. Allah mengatur secara khusus mengenai tindak pidana ini dalam
al-Qur'an dengan beberapa hikmah yang terkandung, antara lain terjaminnya kehidupan
ekonomi keluarga korban, menghilangkan budaya ketidakadilan yang dalam al-Qur'an
dicotohkan dengan pembebasan budak, hubungan muslim dan non-muslim, dan adanya
alternatif pemidanaan

1.2 Rumusan masalah


1. Apa Pengertian Qishash?
2. Apa Pelaksanaan Sanksi Qishash?
3. Apa Hapusnya Hukuman Qishash?
4. Apa Syarat-syarat berlakunya qishash?
5. Apa Pengertian Diyat?
6. Apa Dasar hukum diyat?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahuiPengertian Qishash.
2. Dapat mengerti Pelaksanaan Sanksi Qishash.
3. Dapat memahami Hapusnya Hukuman Qishash.
4. Dapat mengetahui Syarat-syarat berlakunya qishash.
5. Dapat mengeti Pengertian Diyat.
6. Dapat mengerti Dasar hukum diyat.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Jarimah Qishash
2.1 Pengertian Qishash

Qishash menurut istilah yang artinya syara', Menurut, memberikan balasan kepada pelaku,
sesuai dengan perbuatannya Dalam redaksi yang berbeda, Ibrahim Unais berpendapat Qisash
adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku

Secara terminologis Menurut Abd al-Qadir Audah, qisahs adalah sebagai keseimbangan atau
pembalasan terhadap si pelaku tindak pidana dengan sesuatu yang seimbang dari apa yang telah
diperbuatnya.

Adapun Menurut Wahbah Zuhaili, qishash adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku persis
seperti apa yang dilakukannya.

Menurut Abdur Rahman Qishash merupakan hukum balas dengan hukuman yang setimpal bagi
pembunuhan yang dilakukan. Hukuman pada si pembunuh sama dengan tindakan yang
dilakukan itu, yaitu nyawanya sendiri harus direnggut persis seperti dia mencabut nyawa
korbannya. Kendatipun demikian, tidak harus berarti bahwa dia juga harus dibunuh dengan
senjata yang sama

1. Menurut Abdul Malik, qishash berarti memberlakukan seseorang sebagaimana orang itu
memperlakukan orang lain.
2. Menurut HMK. Bakri, qishash adalah hukum bunuh terhadap barang siapa yang
membunuh dengan sengaja yang mempunyai rencana lebih dahulu.
3. Dengan perkataan yang lebih umum, dinyatakan pembalasan yang serupa dengan
pelanggaran.
4. Menurut Haliman, hukum qishash ialah akibat yang sama yang dikenakan kepada orang
yang menghilangkan jiwa atau melukai atau menghilangkan anggota badan orang lain
seperti apa yang telahdiperbuatnya.
5. Menurut Ahmad Hanafi, pengertian qishash ialah agar pembuat jarimah dijatuhi
hukuman (dibalas) setimpal dengan perbuatannya, jadi dibunuh kalau ia membunuh, atau
dianiaya kalau ia menganiaya.

Berdasarkan beberapa ulama, dapat disimpulkan bahwa qishash adalah memberikan perlakuan
yang sama kepada terpidana sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya. Al-Qur'an telah
banyak menjelaskan tentang hukum-hukum pidana berkenaan dengan masalah-masalah
kejahatan. Secara umum hukum pidana atas kejahatan yang menimpa seseorang adalah dalam
bentuk qishash yang didasarkan atas persamaan antara kejahatan dan hukuman. Di antara jenis-
jenis hukum qishash yang disebutkan dalam al-Qur'an ialah; qishash pembunuh, qisâs anggota
badan dan qishash dari luka. Semua kejahatan yang menimpa seseorang, hukumannya
dianalogikan dengan qishash yakni didasarkan atas persamaan antara hukuman dengan
kejahatan, karena hal itu adalah tujuan pokok dari pelaksanaan hukum qishash Adapun dasar
hukum qishas dalam QS. Al Baqarah 178- 179

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas
berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya
dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari
saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya
dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu.
Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.

Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar
kamu bertakwa QS. Al Baqarah 178- 179

2.2 Pelaksanaan Sanksi Qishash

Orang yang berhak menuntut dan memanfaatkan qishash menurut imam malik adalah
ahli waris ashabah bi nafsih, orang yang paling dekat dengan korban itulah yang paling berhak.
Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam ahmad orang yang berhak yaitu seluruh
ahli waris, laki-laki maupun perempuan.
Apabila orang yang berhak itu banyak sama derajatnya maka dalam kasus ini ada dua
teori yaitu:

1. Penuntutan dan pemaafan itu hak penuh setiap ahli waris secara individu
2. Penuntutan dan pemaafan qishash itu adalah hak korban dan karena si korban tidak bisa
menggunakan haknya. Maka ahli waris keseluruhannya menggatikan kedudukan nya atas
dasar prinsif waris.

Teori ini dipegang oleh imam syafi’I, Imam Ahmad dan Muhammad.

Contoh: Apabila ada ahli waris yang sudah dewasa dan yang masih kecil maka menuntut teori
pertama ahli waris yang sudah dewasa dan yang masih kecil maka menurut teori pertama ahli
waris yang dewasa punya hak yang sempurna tidak usah menunggu balighnya ahli waris yang
masih kecil, sedangkan menurut teori ke dua ahli waris yang yang telah dewasa harus menunggu
balighnya ahli waris yang kecil untuk kemudian di musyawarahkan untuk menuntut atau
memaafkan qishash, karena hak qishash adalah hak bersama.

Apabila korban tidak memiliki wali, maka disepakati ulama bahwa suthan menggantikan
kedudukan walinya karena suthan adalah wali bagi orang tidak memiliki wali.

2.3 Hapusnya Hukuman Qishash

Hukuman qishash yaitu:

1. Hilangnya tempat untuk di qishash


2. Pemaafan
3. Pedamaian
4. Diwariskan hak qishash

Yang di maksud dengan hilangnya tempat untuk diqishash adalah hilangnya anggota badan atau
jiwa orang yang mau di qishash sebelum di laksanakan hukuman qishash para ulama berbeda
pendapat dalam hal ilangnya tempat untuk di qishash itu mewajibkan diyat. Imam Maliki dan
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang wajib di
qishash itu menyebabkan hapusnya diyat, Karena bila qishash itu telah meninggal dan tidak
hilang anggota badan yang akan di qishash itu maka yang di wajib hanya qishash dan bukan
diyat.
Sedangkan menurut Imam Syafi,i dan Imam Ahmad dalam kasus di atas qishash dan segala
aspeknya menjadi harus akan tetapi menjadi wajib diyat, karena qishash dan diyat itu keduanya
wajib bila salah satu tidak dapat di laksanakan maka di ganti dengan hukum lainya.

Di samping itu di riwayatkan oleh Anas bin malik berkata setiap ada perkara qishash di laporkan
kepada Rasulullah SAW maka beliau selalu memeri agar di maafkan (HR Anas Bin Malik)

Yang di maksud pemaafan menurut Imam Syafi’I dan Imam Ahmad adalah memaafkan qishash
atau diyat tanpa imbalan apa- apa. Sadangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah
pemaafan terhadap diyat itu bisa di laksanakan bila ada kerelaan pelaku terhukum. Jadi menurut
kedua ulama terakhir ini pemaafan adalah pemaafan qishash tanpa imbalan apa-apa adapun
memaafkan diyat itu bukan pemaafan melainkan pedaamaian orang yang berhak memaafkan
qishash adalah orang yang berhak menuntutnya

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang pembolehan pendamaian dan harusnya
hukumam qishash karenanya. Dan melalui pendamaian pihak pembunuh bisa membayar
tanggungan yang lebih kecil sama atau lebih beras dari pada diyat di riwayatkan Amr bin
Syu’aib dari ayahnya dan kakenya bahwa Rasulullah berkata :

Barang siapa membunuh dengan sengaja, maka ia di serahkan kepada keluarga terbunuh bila
mereka menghendaki maka boleh membunuhnya dan bila mereka menghendaki mereka boleh
mengambil diyat yakni tiga puluh ekor hiqoh 30 unta jadz’ah dan 40 ekor unta hilfah dan diyat
yang di tebuska berdasarkan pendamaian itulah hak mereka ( HR. Abu Dawud dan al- Turmudzi
dari Amr bin syu’aib)

Orang yang berhak mengandakan perdamaian adalah orang yang berhak atas qishash dan
pemaafan qishash juga dapat di hapus karena di wariskan kepada keluarga korban

Contoh: Bila ahli waris adalah anak pembunuh yakni penuntut dan penanggung jawab qishash
itu orang nya sama seperti si A membunuh saudara sendiri yang tidak mempunyai ahli waris
kecuali drinya sendiri

2.4 Syarat-syarat berlakunya qishash.


Adapun Syarat-syarat berlakunya qishash. Ulama fikihmengemukakan beberapa syart yang
harus dipenuhi oleh pelaku pembunuhan yang akan dikenai hukuman kisas. Syarat-syarat yang
dimaksud adalah sebagai berikut

1. Pelaku seorang mukalaf (balig atau berakal). Oleh sebab itu, kisas tidak dapat
dilaksanakan pada anak kecil atau orang gila. Adapun terhadap orang yang membunuh
dalam keadaan mabuk, ulama mazhab yang empat berpendapat bahwa jika orang yang
mabuk itu melakukan pembunuhan sengaja, maka ia tetap dikenai qisas; tidak ada
pengaruh keadaan mabuknya tersebut terhadap tindak pembunuhan yang dilakukannya.
2. pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja,
3. unsur kesengajaan dalam pembunuhan tidak diragukan,
4. menurut ulama Mazhab Hanafi, pelaku pembunuhan itu melakukannya dengan
kesadaran sendiri, tanpa paksaan dari orang lain. Akan tetapi, jumhur ulama fikih
menyatakan bahwa sekalipun pembunuhan itu dilakukan oleh orang yang terpaksa di
bawah ancaman, tetap dikenaihukuman qisas.

Mengenai Syarat-syarat wajib qisas

1. Orang yang membunuh sudah balig dan berakal


2. Yang membunuh bukan bapak dari yang dibunuh
3. Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya yaitu: agama, merdeka, anak dan bapak,
orang kafir.
4. Yang dibunuh adalah orang yag terpelihara darahnya, dengan Islam, atau dengan
perjanjian
B. Jarimah Diyat
2.1 Pengertian Diyat

Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadi tindak pidana
(pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau walinya. Dalam definisi lain
disebutkan bahwa diat adalah denda / suatu harta yang wajib di berikan pada ahli waris dengan
sebab melukai jiwa atau anggota badan yang lain pada diri manusia. Dari definisi diatas jelaslah
bahwa diat merupakan uqubah maliyah (hukuman yang bersifat harta), yang diserahkan kepada
korban atau kepada wali (keluarganya) apabila ia sudah meninggal, bukan kepada pemerintahan.
Definisi ini mencakup diyat pembunuhan dan anggota tubuh yang diciderai, sebab harta ganti ,
sebab harta ganti rugi ini diberikan kepada korban bila jinayatnya tidak sampai membunuhnya
dan diberikan kepada walinya bila korban terbunuh.Diyat terbagi kedalam dua macam, yaitu :

1. Diyat Mughaladhah.
2. Diyat Mukhafafah.

Diat Mughaladhah adalah denda disebabkan karena membunuh seorang yang merdeka islam
secara sengaja (amdin). dan Diat Mukhafafah yaitu denda disebabkan karena pembunuhan
seseorang islam tanpa disengaja (syibhul „amdin). Perbedaan mendasar antara diyat ringan dan
diyat berat terletak pada jenis dan umur unta. Dari segi jumlah unta, antara diyat ringan dan diyat
berat sama-sama berjumlah 100 ekor. Akan tetapi, klo diyat ringan hanya terdiri dari 20 ekor
unta umur 0-1 tahun, 20 ekor yang lain umur 1-2 tahun, 20 ekor yang lain 2-3 tahun, 20 ekor
yang lain umur 3-4 tahun, dan 20 ekor yang lain berumur 4-5 tahun. Sedangkat diyat berat terdiri
dari tiga katagori terakhir diatas ditambah 40 ekor unta yang disebut dengan khalifah, yaitu unta
yang sedang mengandung

2.2 Dasar Hukum Diyat

QS An- Nisa ayat 92.

"Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena
tersalah (tidak sengaja). Dan barang siapa membunuh seorang mikmin karena tersalah
(hendaklah) ia memardekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarganya (siterbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin maka (hendaklah si pembunuh)
memardekakan hamba sahaya yang beriman.”
Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah menulis surat kepada Amr bi Hazn yang tertulis
sesungguhnya dalam pembunuhan jiwa itu seratus ekor unta (HR Ahmad, Abu Dawud dan Abu
Bakar bin Muhammad)

Diyat dalam pembunuhan sengaja itu bukan hukuman pokok, melainkan hukuman pengganti dari
qishash bila qishash itu tidak dapat di laksanakan atau di hapus dengan sebab-sebab yang telah di
sebut di muka. Jenis hukuman diyat menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik ada tiga yaitu:

1. Seratus ekor unta


2. Seribu dinar emas
3. Atau dua belas ribu dirham perak

Menurut imam Syafi’I dan qaul qadim sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam
Malik akan tetapi dalam qaul jadid diyat itu unta saja sedangkan emas dan perak itu harus di
qiyaskan kepada harga unta Alasannya adalah hadist dari Az-zuhri berkata

“ besar diyat pada zaman Rasulullah SAW adalah seharusnya ekor unta dan harga se ekor unta
adalah satu uqiyah sehingga harga seluruh diyat adalah empat ribu dirham pada masa
pemerintahan Umar harga perak sedangkan harga unta meningkat, maka Umar menetapkan
harga unta itu satu setengah uqiyah, lalu harga unta bertabah naik dan harga perak tetap rendah
sehingga unta menetapkan harga baru bagi se ekor unta yaitu dua uqiyah dank arena harga
seluruh diyat adalah delapan ribu dirham setelah itu harga unta senantiasa menurun dan menaik
sehingga umar menetapkan besar diyat adalah dua belas ribu dirham atau seribu dinar atau dua
ratus ekor sapi atau dua ribu ekor domba diriwayatkan oleh Aburazzaq dari Ma’mar dari Az-
zuhri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengertian qishash menurut istilah adalah qishash yang artinya syara', istilah Menurut
memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya Dalam redaksi yang berbeda,
Ibrahim Unais berpendapat Qisash adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku

Secara terminologis Menurut Abd al-Qadir Audah, qisahs adalah sebagai keseimbangan atau
pembalasan terhadap si pelaku tindak pidana dengan sesuatu yang seimbang dari apa yang telah
diperbuatnya.

Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadi tindak pidana
(pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau walinya. Dalam definisi lain
disebutkan bahwa diat adalah denda / suatu harta yang wajib di berikan pada ahli waris dengan
sebab melukai jiwa atau anggota badan yang lain pada diri manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman rasjid, Fiqh Islam, Op. Cit, halaman, 433-434

Hudud, Kafarat Qishasdan Tazir, halaman 7-10

Muh. Tahmid Nur,Jurnal Kajian Hukum Qisash : 1992, halaman 1

Dr. H. Marsaid, M.A , Al Fiqh Al Jinayah : Raffah Press, 2020 halaman 6-10

Anda mungkin juga menyukai