Dibuat oleh :
Nama : Yusnani Jayanti
Nim : 19110063
Mata Kuliah : Hukum Keluarga Islam
Dosen Pembimbing : Septiara Elvionita, SH.,MH.
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Yusnani Jayanti
DAFTAR ISI
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan .................................................................................................................10
4.2. Saran ...........................................................................................................................10
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan penyebab timbulnya hak dan kewajiban
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban suami kepada istri, istri kepada suami serta kewajiban
bersama antara suami dan istri.
BAB II
Ketentuan umum yang ada dalam Alquran tersebut adakalanya mendapatkan penjelasan
dari Alquran senduri, adakalanya mendapatkan penjelasan dari sunnah Nabi sebagai fungsi
penjelas. Namun adakalanya tidak ada penjelasan dari dua sumber primer tersebut. Masalah
hak dan kewajiban suami relatif menapatkan bnayak penjelasan hak yang berupa prinsip-
prinsip maupun detail penjelasannya.
Hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga ditegaskan dalam Alquran surat Al-
Baqarah ayat 228:
ق هّٰللا ُ فِ ْٓي اَرْ َحا ِم ِه َّن اِ ْن ُك َّن يُْؤ ِم َّن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِرَ َت يَت ََربَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُۤوْ ۗ ٍء َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُ ْمنَ َما خَ ل ُ َو ْال ُمطَلَّ ٰق
هّٰللا ٰ
ِ ال َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َو ُ ع
َز ْي ٌز ِ ف َولِل ِّر َج ِ ۖ ْك اِ ْن اَ َراد ُْٓوا اِصْ اَل حًا ۗ َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعرُو َ ِق بِ َر ِّد ِه َّن فِ ْي ذل ُّ َوبُعُوْ لَتُه َُّن اَ َح
ࣖ َح ِك ْي ٌم
Terjemahan
Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'. Tidak
boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika
mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali
kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para
perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi
para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.
Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa hak yang dimiliki oleh seorang istri adalah
seimbang denga kewajiban istri tersebut terhadap suaminya. Karena hak yang diterima satu pihak
adalah merupakan kewajiban bagi pihak yang lain. Nafkah merupakan hak seoarng istri, dan
sebaliknya pemberian hak ini kewajiban suami terhadap istri. Selain nafkah materiil, seorang
suami juga berkewajiban untuk memberikan nafkah batin terhadap istrinya dalam bentuk
interaksi dengan istrinya dengan baik.
Seorang suami memiliki hak-hak yang merupakan kewajiban bagi istrinya. Dalam
konteks ini yang akan dikemukakan adalah kewajiban istri untuk taat kepada suami. Dasar dari
kewajiban seorang istri ini
terkait dengan peran kepemimpinan dalam keluarga yang diberikan kepada suami berdasarkan
Alquran surat An-Nisa’ ayat 34:
ُ ‹ض‹ َو‹ بِ‹ َم‹ ا‹ َأ نْ‹ فَ‹ قُ‹ و‹ا‹ ِم‹ ْن‹ َأ ْم‹ َ‹و‹ ا‹لِ‹ ِه‹ ْم‹ ۚ‹ فَ‹ ا‹ل‹ص‹َّ‹ ا‹لِ‹ َ‹ح‹ ا
‹ت ٍ ‹ض‹ هُ‹ ْم‹ َع‹ لَ‹ ٰ‹ى‹ بَ‹ ْع ‹َ ‹ا‹ل‹ر‹ِّ‹ َ‹ج‹ ا‹ ُ‹ل‹ قَ‹ و‹َّ‹ ا‹ ُم‹ و‹ َ‹ن‹ َع‹ لَ‹ ى‹ ا‹ل‹نِّ‹ َس‹ ا‹ ِء‹ بِ‹ َم‹ ا‹ فَ‹ ض‹َّ‹ َل‹ هَّللا ُ‹ بَ‹ ْع
‹ب‹ بِ‹ َم‹ ا‹ َح‹ فِ‹ ظَ‹ هَّللا ُ‹ ۚ‹ َو‹ ا‹ل‹اَّل تِ‹ ي‹ تَ‹ َخ‹ ا‹فُ‹ و‹ َ‹ن‹ نُ‹ ُش‹ و‹ َز‹ هُ‹ َّن‹ فَ‹ ِ‹ع‹ ظُ‹ و‹هُ‹ َّن‹ َو‹ ا‹هْ‹ ُج‹ ُر‹ و‹هُ‹ َّن‹ فِ‹ ي ِ ‹ْت‹ لِ‹ لْ‹ َغ‹ ي‹ٌ ‹ت‹ َح‹ ا‹فِ‹ ظَ‹ ا
‹ٌ ‹قَ‹ ا‹نِ‹ تَ‹ ا
‹ض ِر‹ بُ‹ و‹هُ‹ َّن‹ ۖ‹ فَ‹ ِإ ْن‹ َأ طَ‹ ‹ْع نَ‹ ُك‹ ْم‹ فَ‹ اَل تَ‹ بْ‹ ُغ‹ و‹ا‹ َع‹ لَ‹ يْ‹ ِه‹ َّن‹ َس‹ بِ‹ ي‹اًل ۗ‹ ِإ َّن‹ هَّللا َ‹ َك‹ ا‹ َ‹ن‹ َع‹ لِ‹ يً‹ّ ا‹ َك‹ بِ‹ ي‹ ًر‹ ا ْ‹ ‹ض‹ ا‹ ِج‹ ِع‹ َ‹و‹ ا
‹َ ‹ا‹لْ‹ َم
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Pada setiap perkawinan, masing-masing pihak suami dan istri dikenakan hak dan
kewajiban. Pembagian hak dan kewajiban disesuaikan dengan porsinya masing-masing. Bagi
pihak yang dikenakan kewajiban lebih besar berarti ia mendapatkan hak yang lebih besar pula.
Sesuai dengan fungsi dan perannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hak bersama-sama
Hak bersama-sama antara suami dan isteri adalah sebagai berikut:
Halal bergaul antara suami isteri dan masing masing dapat bersenang-senang antara satu
sama lain.
Terjadi mahram semenda : isteri menjadi mahram ayah suami, kakeknya, dan seterunya ke
atas, demikian pula suami menjadi mahram ibu isteri, neneknya, dan seterusnya ke atas.
Terjadi hubungan waris-mewaris antara suami dan isteri sejak akad nikah di laksanakan.
Isteri berhak menerima waris atas peninggalan suami. Demikian pula, suami berhak waris
atas peninggalan isteri, meskipun mereka belum pernah melakukan pergaulan suami isteri.
Anak yang lahir dari isteri bernasab pada suaminya (apabila pembuahan terjadi sebagai
hasil hubungan setelah menikah).
Bergaul dengan baik antara suamidan isteri sehingga tercipta kehidupan yang harmonis
dan damai. Hal ini telah di jelaskan dalam Al-quran surah An.nisa ayat 19 yang
memerintahkan:
ِ َْاش ُر ه َُّن بِ ْال َم ْعرُو
… ) ف … (النسا ِ َوع
“……… dan gaulilah isteri-isterimu itu dengan baik”
Mengenai hak dan kewajiban bersama suami isteri, Undang-Undang Perkawinan menyabutkan
dalam Pasal 33 sebagai berikut, “Suami isteri wajib cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain”
"Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan."
"Dan kewajiban bapak memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya...."
Menggauli istri secara baik
Menggauli di sini adalah bersenggama atau bercinta dengan istri. Dalam Islam, ini menjadi
salah satu kewajiban suami pada istri, yaitu untuk menggauli pasangannya dengan baik,
nggak boleh kasar atau sampai menyakiti.
Dalam surat An-Nisa ayat 19, terjemahannya berbunyi:
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak."
Menjaga istri
Suami wajib menjaga istrinya dengan baik, menjaga harga dirinya, menjunjung tinggi
kehormatannya, dan melindunginya dari segala sesuatu yang dapat menodai
kehormatannya. Suami pun wajib menjaga rahasia istrinya.
Membimbing istri
Kewajiban suami adalah memberikan bimbingan agama pada istrinya dan menyuruhnya
untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Suami juga wajib menjaga istrinya dari
perbuatan dosa yang dapat mendatangkan keburukan pada keluarga. Disebutkan dalam
surat At-Tahrim ayat 6, yang berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih sayang dan rahmat. Sesungguhnya yang demikian itu benar-
benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
Dalam Islam, ketaatan seorang istri pada suami disebut setara nilainya dengan jihad laki-
laki. Tetapi, ada kalanya istri dapat mendiskusikan sesuatu sebelum membuat keputusan,
seperti membahas pekerjaan, keluarga, pendidikan anak, dan sebagainya.
Bagaimana dengan menjaga rumah? Hal ini dimaksudkan seorang istri nggak boleh keluar
rumah tanpa izin dari suaminya, dan nggak boleh membawa laki-laki lain masuk ke dalam
rumah saat suami sedang nggak ada.
Sedangkan menjaga kehormatan suami adalah dengan nggak menyebarkan aib suaminya.
Sama seperti suami yang wajib menjaga rahasia istri, maka istri nggak boleh menyebarkan
rahasia suaminya. Baik itu secara langsung, maupun nggak langsung.
Namun dalam mencari kerelaan suami, istri wajib menghindari amarah atau murkanya.
Artinya, jangan sampai melakukan tindakan yang justru membuat pasangan marah karena
hal ini nggak hanya menghapus usaha mencari ridha suami, tetapi juga memberikan
dampak buruk pada keharmonisan rumah tangga.
“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas istri enggan memenuhinya, maka
malaikat akan melaknatnya hingga waktu shubuh.” HR. Bukhari dan Muslim.
Namun, ada kondisi yang mana istri nggak dapat memenuhi kebutuhan suami, seperti
sedang sakit, nifas, menstruasi, dan sebagainya. Namun, usahakan untuk
membicarakannya secara baik-baik dengan pasangan, ya.
1. hak-hak kebendaan
Mahar (maskawin)
QS. An-Nisa ayat 24 memerintahkan, “dan berikanlah maskawin kepada perempuan-
perempuan (yang kamu nikahi ) sebagai pemberian wajib. Apabila mereka dengan
senang hati memberikan berbagia maskawin kepadamu. Ambillah dia sebagai makanan
sedap lagi baik akibatnya.
Dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat di peroreh suatu pengertian bahwa maskawin itu
adalah harta pemberian wajib dari suami terhadap istri, dan merupakan hak penuh bagi
isteri yang tidak boleh diganggu oleh suami, suami hanya di benarkan ikut makan
maskawin apabila diberikan oleh isteri dengan sukarela.
Nafkah
Nafkah adalah mencukupkan segala keperluan isteri, meliputi makan, pakaian, tempat
tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun isteri tergolong kaya.
QS. Ath-Thalaq ayat 6 menyatakan “tempatkanlah isteri-isteri dimana kamu tinggal
menurut kemampuanmu; jangalah kamu menyusahkan isteri-isteri untuk menyempitkan
hati mereka. Apabila isteri-isteri yang kamu talak itu dalam keadaan hamil, berikanlah
nafkah kepada mereka hingga bersalin….”
Dari ayat di atas dapat di simpulkan pula bahwa nafkah merupakan kewajiban suami
dalam membahagiakan isterinya baik lahir maupun batin dengan cara mencukupkan
kebutuhan yang dapat memcukupkan segala kekurangannya dengan maksud
meringankan beban padanya.
5. Hak-hak suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi isteri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan sebab
menurut hukum Islam isteri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk
mencukupkan kebutuhan hidup keluarga. Bahkan, lebih diutamakan isteri tidak usah ikut
bekerja mencari nafkah jika suami memang mampu memenuhi kewajiban nafkah keluarga
dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar isteri dapat mencurahkan perhatiannya untuk
melaksanakan kewajiban membina keluarga yang sehat dan mempersiapkan generasi yang
saleh. Kewajiban ini cukup berat bagi isteri yang memang benar-benar akan melaksanakan
dengan baik.
Namun, tidak dapat dipahamkan bahwa Islam dengan demikian menghendaki agar isteri tidak
pernah melihat dunia luar, agar isteri selalu berada di rumah saja. Yang dimaksud ialah agar
isteri jangan sampai ditambah beban kewajibannya yang telah berat itu dengan ikut mencari
nafkah keluarga. Berbeda halnya apabila keadaan memang mendesak, usaha suami tidak
dapat menghasilkan kecukupan nafkah keluarga. Dalam batas-batas yang tidak memberatkan,
isteri dapat diajak ikut berusaha mencari nafkah yang diperlukan itu.
Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya ialah hak ditaati mengenai hal-hal yang
menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi pelajaran kepada isteri dengan cara yang
baik dan layak dengan kedudukan suami isteri.
Hak di taati
Q.S. An-Nisa : 34 mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami) berkewajiban memimpin
kaum perempuan (isteri) karena laki-laki mempunyai kelebihan atas kaum perempuan
(dari segi kodrat kejadiannya), dan adanya kewajiban laki-laki memberi nafkah untuk
keperluan keluarganya.
Isteri-isteri yang saleh adalah yang patuh kepada Allah dan kepada suami-suami mereka
serta memelihara harta benda dan hak-hak suami,meskipun suami-suami mereka dalam
keadaan tidak hadir, sebagai hasil pemeliharaan Allah serta taufik-Nya kepada isteri-
isteri itu. Hakim meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. :
ِ َّ فََأ ىُّ الن: ت
اس َ َاس َأ ْعظَ ُم َحقَّا َعلَى ْال َمرْ َأ ِة ؟ ق
ْ َ قَال. َزوْ ُجهَا: ال ِ َّ اَىُّ الن: ت رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم ُ َس ْأل: ت ْ َع َْن عَاِئ َشةَ قَال
ُ َ اَ ْعظَ ُم َحقَّا ع
َ ََلى ال َّر ُج ِل ؟ ق
) ا ُّمهُ (رواه الحا كم: ال
Kesimpulan
kewajiban suami istri adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya.
Sedangkan kewajiban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanakan dan lakukan untuk
suaminya. Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah sesuatu yang harus diterima suami
dari istrinya. Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus di terima isteri dari suaminya.
Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak
isteri.
Hak-hak dalam perkawinan itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: hak bersama, hak isteri yang
menjadi kewajiban suaminya dan hak suami yang menjadi kewajiban isteri.
Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami sajikan, kami berharap makalah ini dapat berkembang
dengan berjalannya diskusi yang akan dijalankan oleh teman-teman. Kurang lebihnya kami
mohon maaf, untuk itu kepada para pembaca mohon kritik dan saran yang bersifat membangun
demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Audah, Abdul Qadir. Tanpa tahun. At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab
Al-‘Araby.
Basyir, Ahmad Azhar, H., 2007. Hukum Perkawinan Islam. Cet. 11 Yogyakarta: UII Press.
Furqan, H. Arif, dkk. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta: Departemen Agama RI,
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam.
Ghozali, Abdul Rahman, Prof., DR., M.A., 2008. Fiqih Munakahat. Cet. 3 Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Hanafi, Ahmad. 1990. Asas-Asas Hukum Pidana Islam Cet. 4. Jakarta: Bulan Bintang.
Kumpulan Hadits Riwayat Bukhary dan Muslim. 2002.
Prof. Dr. H.M.A Tihami, M.A., M.M , Drs. Sohari Sahrani, M.M., M.H. Fiqh Munakahat (kajian
Fiqh Nikah Lengkap). Jakarta: Rajawali Pers, 2010, cet. ke-2.