Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“ MAHRAM”
Disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Hadits Ahkam ”
”A” oleh Dosen Pembimbing : “Munirah, M.Hum

Oleh kelompok : 8

Anggota : M. Kifli

M. Khairul Basyar

Semester : V (lima)

Prodi : Ahwal As-Syakshiyyah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

RASYIDIYAH KHALIDIYAH AMUNTAI


2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillahhirabbil alamin, Segala Puji dan Syukur Kehadirat Allah


SWT Yang mana Berkat Limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah Kami dapat
menyelesaikan tugas Makalah ini dengan materi yang sudah ditentukan.

Shalawat serta Salam tak lupa juga selalu kita haturkan keharibaan
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, Berkat Kegigihan dan Kerja keras
beliaulah, kita terhindar dari Zaman kebodohan Dan Menapaki Zaman penuh ilmu
pengetahuan.

Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya jikalau nanti didalam makalah


ini terdapat kekeliruan dan kekhilafan yang disengaja maupun tidak disengaja
karena sesungguhnya yang baik itu datangnya dari Allah SWT dan yang buruk itu
datangnya dari kami semata.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan juga
bagi para pendengar. Amin. Terima kasih.

Wassalmualaikum warahmatulaahi wabarakaatuh.

Amuntai, 2019

Tertanda

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
....................................................................................................................................
i

DAFTAR ISI
....................................................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN
....................................................................................................................................
1

A. Latar belakang
........................................................................................................................
1
B. Rumusan masalah
........................................................................................................................
1

BAB II PEMBAHASAN
....................................................................................................................................
2

A. Pengertian Mahram
........................................................................................................................
2
B. Larangan berkhalwat dengan wanita lain Mahram
........................................................................................................................
2
C. Hukum perempuan safar tanpa Mahram
........................................................................................................................
4

ii
D. Pergaulan bebas adalah haram
........................................................................................................................
6

BAB III PENUTUP


....................................................................................................................................
9

A. Simpulan
........................................................................................................................
9

DAFTAR PUSTAKA
....................................................................................................................................
10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mungkin diantara kita ada yang tidak mengetahui apa itu Mahram dan siapa
saja yang termasuk mahramnya. Dalam hal ini, islam sebagai agama terakhir yang
membawa syariat terakhir, maka islam pun sudah memberikan rambu-rambu yang
mengatur perkara ini, sehingga umar muslim merasa aman dan terpeliharalah
mulai dari jiwa dan kehormatannya. Konsep mahram yang diatur oleh islam ini
menjaga kemuliaan derajat wanita dan laki-laki, sehingga tidak mudah untuk
bergaul dan berinteraksi antar lawan jenis.
Dengan penulisan makalah ini, semoga kita akan memahami siapa saja
mahram kita dan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada mahram,
sehingga kita tidak salah dalam berucap serta bergaul dengan orang-orang yang
menjadi mahram kita didalam pergaulan sehari-hari, agar kita mampu menjaga
sikap dan diri kita agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa.
B. Rumusan Masalah
1. Hadits yang berkaitan dengan mahram!
2. Bagaimana penjelasan dari hadits tersebut.?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahram
Pengertian Mahram berasal dari kata dalam bahasa arab yang berarti haram
dinikahi baik nikah secara resmi maupun nikah siri. Mahram juga berasal dari
makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi dan yang dimaksud dengan
keharaman menikahi wanita adalah menyangkut boleh atau tidaknya melihat
aurat, dan hubungan baik langsung maupun tidak langsung.
Mahram tersebut bisa bersifat langsung artinya orang-orang yang memiliki
darah yang sama otomatis menjadi mahram dan ada pula hubungan yang tidak
langsung seperti mahram yang diakibatkan oleh hubungan pernikahan misalnya
saja seorang wanita yang sudah menikah dan bersuami maka ia haram hukumnya
untuk dinikahi oleh orang lain. Demikian pula para wanita yang masih berada
dalam masa iddah setelah talak dan termasuk juga wanita yang tidak beragama
islam atau kafir non kitabiyah seperti Hindu, Budha dan majusi.
Mahram terbagi menjadi dua bagian: ada Mahram Muabbad (abadi), dan
Mahram Muaqqot (sementara).
B. Larangan Berkhalwat Dengan Wanita Lain Mahram

‫عن عقبة بن عامر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إياكم والدخول على النساء فقال رجل من‬
‫األنصار يا رسول الله أفرأيت الحمو قال الحمو الموت‬

“Dari ‘Uqbah bin ‘Amir bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wasallam bersabda, ‘Waspadailah diri kalian dari masuk (menemui) para
wanita!’, lalu berkatalah seseorang dari kaum Anshor, ‘Wahai Rasulullah,
bagaimana menurutmu dengan Al-Hamwu?’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata, ‘Al-Hamwu adalah maut (kematian).’” (HR. Al-Bukhari no.
5232)1
Penjelasan lafazh:
1. Akhbirna al-hamwa, artinya beritahukanlah kepada kami tentang hukum
berkhalwat dengan al-hamwu, yang artinya kerabat suami, seperti saudara

1
Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, ( Jakarta: Darul
Falah, 2002) Hal.775

2
laki-laki, anak paman dan lain-lainnya. Menurut An-Nawawy, para pakar
bahasa sepakat bahwa al-hamwu adalah kerabat suami wanita, seperti
ayahnya, pamannya, saudaranya laki-laki, anak pamannya dan lain-lainnya.
2. Al-Hamwu al-mautu, bahwa al-hamwu diserupakan dengan kematian, karena
jika kerabat suami tidak diingkari saat menemui isteri, tentu akan
menimbulkan kerusakan agama. Dikatakan di dalam Fathul-Bary, “orang-
orang Arab biasa menyebut sesuatu yang tidak disukai dengan kematian.2
Makna Global:
Rasullullah SAW memperingatkan agar tidak menemui wanita-wanita lain
mahram dan berkhalwat dengan mereka, karena seorang laki-laki tidak berkhalwat
dengan wanita melainkan yang ketiga adalah syetan. Sesungguhnya jiwa itu
sangat lemah, sementara dorongan untuk berbuat kedurhakaan sangat kuat,
sehingga dapat terseret kepada hal-hal yang haram. Karena itu beliau melarang
berkhalwat dengan wanita-wanita lain mahram untuk menjauhkan keburukan dan
sebab-sebabnya.
Lalu ada seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukan kepada kami
tentang al-hamwu, yaitu kerabat suami, karena boleh jadi dia perlu masuk rumah
kerabatnya, yang di dalamnya ada isterinya. Apakah tidak ada rukshah baginya?”
Beliau menjawab , “Al-Hamwu itu sama dengan kematian, karena banyak
orang yang meremehkan kerabat suami yang masuk ke rumahnya, sementara
pemilik rumah juga tidak mengingkarinya, sehingga dia berkhalwat dengan
wanita lain mahram, sehingga bisa menjurus kepada perbuatan keji, tanpa
diketahui siapa pun dan tidak ada orang yang curiga. Akibatnya adalah kerusakan
agama dan kebinasaan selama-lamanya. Jadi tidak ada rukshah baginya. Karena
itu hendaklah kalian waspada terhadap hal ini dan janganlah membiarkan kerabat
kalian berkhalwat dengan isteri kalian, kalau memang kalian orang-orang yang
masih memiliki rasa cemburu.”3
Kesimpulan Hadits:
1. Larangan memasuki tempat wanita-wanita lain mahram dan berkhalwat
dengan mereka, untuk menghindari sebab yang dapat menyeret kepada
kekejian.
2
Ibid, Hal. 776
3
Ibid Hal 776-777

3
2. Larangan ini bersifat umum bagi siapa pun lain mahram, seperti saudara
laki-laki suami dan para kerabatnya, yang mereka itu menjadi mahram
bagi wanita tersebut. Menurut Ibnu Daqiq Al-Id, harus ada pertimbangan
bahwa masuk ke tempat wanita itu berarti berkalwat dengannya. Jika
tidak menjurus kepada khalwat, tidak apa-apa.
3. Pengharaman di sini termasuk pengharaman wasilah, sedangkan wasilah
itu mempunyai hukum yang sama dengan hukum tujuan.
4. Menjahui tempat-tempat yang dapat menggelincirkan secara umum,
karena dikhawatirkan akan menimbulkan keburukan.
5. Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata,: Umar bin Al-Khattab menyuruh
para bujangan untuk tidak menetap bersama orang-orang yang sudah
berkeluarga dan agar orang-orang yang sudah bekeluarga tidak menetap
bersama para bujangan. Begitulah yang di lakukan orang-orang
Muhajirin ketika mereka tiba di Madinah pada zaman Nabi Muhammad
SAW.4
C. Hukum Perempuan Safar Tanpa Mahram

‫َال َيِح ُّل الْمَر َأٍة ُتْؤ ِم ُن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َأْن ُتَس اِفَر َم ِس يَر َة َيْو ٍم َو َلْيَلٍة َلْيَس َم َعَها ُحْر َم ٌة‬

Dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah bersabda: “Tidak halal


bagi seorang perempuan beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan safar
perjalanan satu hari satu malam kecuali bersamanya mahram” pada lafazh
Bukhari “janganlah seorang perempuan safar perjalanan satu hari kecuali bersama
pemilik mahram” ( HR. Al-Bukhari no. 1036 )5
Imam Ibnu Qudamah berkata “Mahram bagi wanita adalah suaminya atau
orang yang di haramkan baginya untuk selamanya, karena nasab atau sebab lain
yang mubah, seperti ayahnya, anak laki-lakinya, saudara laki-lakinya senasab atau
sepersusuan, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id dia berkata”
Rasulullah bersabda: “tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari
akhir untuk melakukan safar selama tiga hari atau lebih kecuali bersama ayahnya
atau anak laki-lakinya atau suaminya atau laki-laki yang menjadi mahramnya.”

4
Ibid Hal 777
5
Abdul Ghani bin Abdil Wahid al-Maqdisi, Syarah Umdatul Ahkam, ( Jakarta: Griya Ilmu, 2013) Hal
716

4
Diriwayatkan Muslim. Ahmad berkata “ suami dari ibu seorang wanita (ayah tiri)
menjadi mahram bagi wanita tersebut, dia boleh berhaji menemaninya. Seorang
laki-laki boleh bersafar menemani ibu dari anak laki-laki kakeknya. Jika saudara
laki-laki wanita itu adalah saudara sepersusuan maka boleh bersafar bersamanya.
Dan beliau (Imam Ahmad) berkata tentang ibu isterinya (mertua perempuan), Dia
(menantu laki-laki) menjadi mahramnya pada haji yang wajib, tidak berpendapat
bahwa dia (ibu mertua) tidak disebutkan dalam firmannya yang artinya , “ dan
janganlah mereka menempakkan perhiasannya,” (QS. An-Nur: 31) adapun laki-
laki yang halal baginya dalamn suatu keadaan, seperti hamba sahaya laki lakinya
atau suami saudara perempuannya, maka keduanya bukan mahramnya. Ini
ditegaskan oleh Ahmad. Sebab keduanya tidak merasa aman dari fitnahnya, dan
tidak diharamkan atas keduanya untuk selamanya, maka kedudukan keduanya
sama dengan laki-laki asing, “ Al-Mughni ( lll/ 98 )6
Kandungan Hadits
Perempuan bersifat lemah agama, tidak sempurna akal, lembut perasaan,
dan mudah terkecoh. Bagi orang safar butuh kondisi khusus yang menjadi
konsekuensi perjalanan. Oleh karena itu, perempuan butuh kepada orang yang
melindunginya dan menjaganya saat safar. Pada hadits ini, Abu Hurairah RA
mengabarkan, bahwa Nabi Muhammad SAW mengharamkan atas setiap
perempuan beriman kepada Allah dan hari akhir, melakukan perjalanan safar
sejauh jarak tempuh sehari semalam, kecuali bersamanya mahramnya yang
menjaga kehormatannya dan memelihara kemuliaannya dari gangguan orang
zalim yang lemah dan kurang iman.7
Faedah-Faedah Hadits
1. Pengharaman perempuan safar sejauh jarak tempuh semalam tanpa
mahram
2. Safar perempuan tanpa mahram menyelisihi konsekuensi iman kepada
Allah ta’ala dan hari akhir
3. Tidak ada perbedaan antara perempuan muda nan cantik dan perempuan
yang tidak demikian. Sebagaimana tidak ada perbedaan antara safar
untuk haji dan lainnya.
6
Ibid Hal. 717
7
Ibid Hal 718

5
4. Gugurnya kewajiban haji dari perempuan yang tidak mendapatkan
mahram karena pada kondisi demikian perempuan itu dianggap tak
mampu secara syarak melakukan perjalanan menuju Baitullah.
5. Kesempurnaan syariat Islam dan perhatiannya menjaga kehormatan serta
mencegah kerusakan.
6. Bahwa iman kepada Allah dan hari akhir berkonsekuensi ketundukan
terhsadap syariat Allah dan berhenti pada batasan-batasannya.
7. Menggunakan lafazh-lafazh yang kuat untuk memberi pengaruh bagi
pendengar8
D. Pergaulan Bebas adalah Haram
Diantara jalan-jalan yang diharamkan Islam ialah: Bersendirian dengan
seorang perempuan lain. Yang dimaksud perempuan lain, yaitu: bukan isteri,
bukan salah satu kerabat yang haram dikawin untuk selama-selamanya, seperti
ibu, saudara, bibi, dan sebagainya. Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan
kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga kedua insan tersebut
dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika
bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiga.9
Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut:
“ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali
dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersamanya mahramnya,
karena yang ketiganya ialah syaitan. ( Riwayat Ahmad)
Imam Qurtubi dalam menafsirkan firman Allah yang berkenaan dengan
isteri-isteri Nabi, yaitu yang tersebut dalam surah al-Ahzab ayat 53, yang artinya :
“apabila kamu minta sesuatu makanan kepada mereka (isteri-isteri nabi), maka
mintalah dari balik tabir. Karena yang demikian itu lebih dapat membersihkan
hati-hati kamu dan hati-hati mereka itu” , mengatakan: maksudnya perasaan-
perasaan yang timbul dari laki-laki terhadap perempuan, dan perasaan-perasaan
perempuan terhadap laki-laki. Yakni cara seperti itu lebih ampuh untuk
meniadakan perasaan-perasaan bimbang dan lebih dapat menjauhkan dari tuduhan
yang bukan-bukan dan lebih positif untuk melindungi keluarga. Ini berarti, bahwa

8
Ibid Hal. 719
9
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, ( Surabaya: PT. Bina Ilmu Surabaya, 2010) Hal.
132

6
manusia tidak boleh percaya pada diri sendiri dalam hubungannya dalam masalah
bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Oleh karena
itu, menjahui hal tersebut akan lebih baik dan lebih dapat melindungi serta lebuh
sempurna penjagaannya.10
Secara khusus, Rasululah memperingatkan juga seorang laki-laki yang
bersendirian dengan ipar. Sebab sering terjadi karena di anggap sudah terbiasa dan
memperingan hal tersebut di kalangan keluarga, maka kadang-kadang membawa
akibat yang tidak baik. Karena bersendirian dengan keluarga itu lebih hebat
bahayanya daripada dengan orang lain, dan fitnahnya pun lebih kuat. Sebab
memungkinkan ia dapat masuk tempat perempuan tersebut tanpa ada yang
menegur. Berbeda sekali dengan orang lain.
Yang sama dengan ini ialah keluarga perempuan yang bukan mahramnya
seperti kemanakannya baik dari pihak ayah atau ibu. Dia tidak boleh berkhalwat
dengan mereka ini. Rasulullah bersabda:
“ Hindarilah keluar masuk rumah seorang perempuan. Kemudian ada
seorang laki-laki dari sahabat ansar bertanya, “ ya Rasulullah! Bagaimana
pendapatmu tentang ipar? Maka menjawab Nabi : bersendirian dengan ipar itu
sama dengan menjumpai mati. “ ( Riwayat Bukhari )
Yang dimaksud ipar, yaitu keluarga isteri/keluarga suami. Yakni, bahwa
berkhalwat dengan ipar membawa bahaya dan kehancuran, yaitu hancurnya
agama, karena terjadi perbuatan maksiat dan hancurnya seorang perempuan
dengan dicerai oleh suaminya apabila sampai terjadi cemburu, serta membawa
kehancuran hubungan sosial apabila salah satu keluarganya itu ada yang berburuk
sangka kepadanya.11
Bahayanya ini bukan cuma sekedar kepada insting manusia dan perasaan-
perasaan yang ditimbulkan saja, tetapi mengancam eksistensi rumahtangga dan
kehidupan suami-isteri serta rahasia kedua belah pihak yang di bawa-bawa oleh
lidah-lidah usil atau keinginan-keinginan untuk merusak rumah tangga orang.
Justru itu pula, Ibnu Atsir dalam menafsirkan perkataan ipar adalah sama
dengan kematian itu mengatakan sebvagai berikut: perkataan tersebut biasa
dikatakan oleh orang-orang Arab seperti mengatakn singa itu sama dengan mati,
10
Ibid Hal. 133
11
Ibid hal 133

7
raja itu sama dengan api, yakni bertemu singa dan raja sama dengan bertemu mati
dan api.
Jadi berkhalwat dengan ipar lebih hebat bahayanya daripada berkhalwat
dengan orang lain. Sebab kemungkinan dia dapat berbuat baik yang banyak
kepada si ipar tersebut dan akhirnya memberatkan kepada suami yang diluar
kemmpuan suami, pergaulan yang tidak baik atau lainnya, sebab seorang suami
tidak merasa kikuk untuk melihat dalamnya ipar dengan keluar masuk rumah ipar
tersebut.12

12
Ibid Hal 134

8
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Pengertian Mahram berasal dari kata dalam bahasa arab yang berarti haram
dinikahi baik nikah secara resmi maupun nikah siri. Mahram juga berasal dari
makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi dan yang dimaksud dengan
keharaman menikahi wanita adalah menyangkut boleh atau tidaknya melihat
aurat, dan hubungan baik langsung maupun tidak langsung.
Mahram terbagi menjadi dua macam yaitu:
1. Mahram muabbad merupakan golongan mahram yang tidak
diperbolehkan untuk dinikahi selamanya.
2. Mahram muaqqot merupakan suatu golongan mahram yang tidak
diperbolehkan untuk dinikahi pada keadaan tertentu saja serta bila
kondisi ini hilang maka menjadi halal.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim,
(Jakarta: Darul Falah , 2002)

Abdul Ghani bin Abdil Wahid al-Maqdisi, Syarah Umdatul Ahkam, (Jakarta:
Griya Ilmu, 2013)

Yusuf Qardhawi, Halal Dan Haram Dalam Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu
Surabaya, 2010)

10

Anda mungkin juga menyukai