Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Munakahah yang Dibina
Disusun Oleh:
FAKULTAS TARBIYAH
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
”Zhihar dan Li’an” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Fiqih Munakahah dengan dosen pengampu Bapak Dr. Maimun,
S.H.I, M.Pd.I Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Zhihar dan Li’an” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Maimun, S.H.I,
M.Pd.I selaku dosen pada mata kuliah Fiqih Munakahah yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Dhihar....................................................................................3
B. Dasar Hukum Dhihar...............................................................................4
C. Kafarat Dhihar..........................................................................................4
D. Pengertian Li’an.......................................................................................5
E. Dasar Hukum Li’an..................................................................................7
F. Rukun dan Syarat Li’an............................................................................8
G. Sebab dan Akibat Hukum Li’an...............................................................9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dhihar
Zhihar dalam bahasa arab adalah masdar dari kata zhahara yang berasal
dari akar kata azh-zhahr, yaitu ucapan suami kepada istrinya, “kamu bagiku seperti
punggung ibuku.” Sementara dalam terminologi fuqaha, Zhihar adalah perilaku
suami yang menyerupakan istrinya dengan perempuan yang diharamkan baginya
secara permanen (selamanya), atau dengan salah satu anggota tubuh perempuan
itu, yang tidak boleh diperlihatkan olehnya, seperti punggung, perut dan paha.
Zhihar ini pada zaman jahiliah dianggap sebagai talak, kemudian diharamkan oleh
agama islam serta wajib membayar denda (kafarat)1.
Menurut madzhab Hambali. Mereka juga menganggap sahnya
(terlaksananya) zhihar dengan orang kafir, dimana madzhab Syaifi’i juga
sependapat dengan mereka dalam hal ini. Namun madzhab Syafi’i tidak
sependapat dengan madzhab Hambali yang menganggap sahnya zhihar dengan
wanita mahram yang haram dinikahi untuk sementara waktu atau dengan wanita
yang tidak halal disetubuhi. Madzhab Hambali sebagaimana juga madzhab Maliki,
menganggap sahnya. Zhihar dengan wanita ajnabiyyah.
Sementara itu, madzhab Hanafi dan madzhab Maliki sepakat mengenai
tidak sahnya zhihar dengan orang kafir. Namun mereka berbeda pendapat
mengenai zhihar dengan wanita ajnabiyyah. Menurut madzhab Hanafi hal itu tidak
dianggap sah, sebab pengharaman menikahi wanita ajnabiyyah itu merupakan
pengharaman yang sifatnya temporal. Adapun menurut madzhab Maliki, baru
meniatkannya saja (belum mengucapkan zhihar) sudah dianggap zhihar; sebab
pengharaman menikahi wanita ajnabiyyah saat itu merupakan sesuatu yang
prinsipil.
1
As-Subki, Ali Yusuf, Fiqh Keluarga, terj. Nur Khozin Jakarta : Amzah, 2010.
3
B. Dasar Hukum Zhihar
Artinya :
“ Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya)
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.
Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan" (QS. Al-Mujadilah: 3).”
C. Kafarat Zhihar
والكفارة عتق رقبة مؤمنة سليمة من العيوب المضرة با العمل والكسب فإن لم يستطع فإطعام ستين
مسكينا كل مسكين مد وال يحل للمظاهر وطؤها حتى يكفر
Artinya :
“ Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka
hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya)
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.
Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan, Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka
(wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya
2
Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta : Kencana, 2006.
4
bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan
enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya. Dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada
siksaan yang sangat pedih3.
Para ulama’ sepakat mengatakan bahwa zhihar itu hukumnya haram.
Oleh karena itu orang yang melakukan zhihar berarti melakukan perbuatan
yang berdosa. Seseorang yang menzhihar istrinya akan berakibat :
D. Pengertian Li’an
Abu al-Qasim Rahimahullah Ta’ala dalam tulisannya, kata Li’ān berasal
dari kata dasar la’n (menjauhkan), karena setiap orang dari sepasang suami
istri melaknat dirinya pada sumpah yang kelima, jika dia orang yang berdusta.6
Dalam definisi yang sederhana terdapat kata kunci yang akan menjelaskan
hakikat dari perbuatan Li’ān itu, yaitu sebagai berikut:
a. kata “sumpah”. Kata ini menunjukan bahwa Li’ān itu adalah salah satu
dari sumpah atau kesaksian kepada Allah yang jumlahnya lima kali.
Empat yang pertama kesaksian bahwa ia benar dengan ucapanya dan
kelima kesaksian bahwa laknat Allah atasnya bila ia berbohong.
b. kata “suami” yang dihadapkan pada “istri”. Hal ini mengandung
bahwa arti Li’ān berlaku antara suami istri dan tidak berlaku diluar
lingkungan keduanya. Orang yang tidak terikat dalam tali pernikahan
saling melaknat tidak disebut dengan istilah Li’ān.
c. kata “ menuduh berzina”, yang mengandung arti bahwa sumpah yang
dilakukan suami itu adalah bahwa istrinya berbuat zina, baik ia sendiri
mendapatkan istrinya berbuat zina atau menyakini bahwa bayi yang
dikandung istrinya bukanlah anaknya. Bila tuduhan yang dilakukan
9
Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah (Libanon: Darul Fikri, 1948), III, 219.
10
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Cairo : Darul Aqidah, 2004), II, 272.
11
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, III, 213.
6
suami itu tidak ada hubunganya dengan zina atau anak yang
dikandung, tidak disebut dengan Li’ān.
d. kata “suami tidak mampu mendatangkan empat orang saksi”. Hal ini
mengandung arti bahwa seandainya dengan tuduhanya itu suami
mampu mendatangkan empat orang saksi sebagaimana dipersyaratkan
ketika menuduh zina, tidak dinamakan dengan Li’ān , tetapi
melaporkan apa yang terjadi untuk diselesaikan oleh hakim.12
12
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta, Putra Grafika, 2009), 288- 289.
13
Muhammad bin Ismail as-Shan’any, Subulus Salam (Libanon : Darul Fikri, 2003), III, 192.
7
dan Ijma.14
Syarat yang kembali pada kedua belah pihak yaitu suami istri
adalah Perkawinan yang sah (utuh) dan Merdeka, baligh, berakal,
Islam, dapat berbicara, dan tidak adanya hukuman had zina.
2. Syarat yang kembali kepada penuduh (suami)
Sebab yang lain adalah seorang suami mengingkari (menolak) bayi yang
telah di kandung istrinya. Hal ini bisa terjadi apabila suami mengaku bahwa
suami tidak pernah berhubungan badan dengan istrinya semenjak akad nikah
berlangsung. Kemudian sebab yang lainnya adalah bahwa istrinya telah
melahirkan sebelum batas minimal kelahiran (kurang dari kelahiran) setelah
bersenggama.
Adapun akibat hukum dari peristiwa li’an yang dilakukan oleh suami istri
adalah sebagai berikut:
9
a. Gugurnya hukuman dera bagi suami yang menuduh istrinya berbuat
zina tanpa mendatangkan empat orang saksi.
b. Istri dijatuhi hukuman dera, kecuali jika istri membantah dengan
bersedia mengucapkan sumpah li’an juga.
c. Haram (tidak boleh) melakukan hubungan suami istri.
d. Tidak sahnya anak. Artinya nasab anak tidak dihubungkan kepada
ayahnya, melainkan kepada ibunya saja. Akibat lebih lanjut adalah
anak yang dilahirkan itu tidak mendapat nafkah dan tidak saling waris-
mewarisi dengan ayahnya.
e. Secara otomatis terjadi perceraian antara suami istri yang melakukan
li’an itu. Mereka tidak dapat menjadi suami istri kembali dengan cara
apapun, baik dengan cara rujuk maupun dengan akad baru.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam masalah zhihar ada hikmah yang terkandung:
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, pasti ada kesalahan dan juga kekurangan
dari penulis. Oleh karena itu, kami sangat menerima kritikan dan juga saran
yang membangun dari pembaca. Kurang lebihnya mohon maaf. Terima kasih.
11
DAFTAR PUSTAKA
12