Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FIQH MUNAKAHAT

MAHAR

Makalah ini Dianjurkan Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah


Fiqh Munakahat dan Mawaris
Dosen Pengampu : Yono, S.H.I., M.H.I.

Disusun Oleh : Kelompok 6

Nurul Khofifah : 221105011507


Siti Nurazira Wati : 221105011451
Muhammad Dzaky Barkah : 221105011439

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
BOGOR 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan segala
limpahan rahmat dan nikmat, bimbingan dan petunjuk serta hidayah-Nya, sehingga kami
mampu menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Mahar.”

Kami mengharapkan pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi menyempurnakan
makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi semua yang membacanya. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk serta
rahmat-Nya kepada kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bogor, 6 November 2023

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................................6
A. Pengertian Mahar ................................................................................................................6
B. Dasar Hukum Mahar...........................................................................................................7
C. Kedudukan Mahar Dalam Pernikahan..............................................................................8
D. Macam-Macam Mahar Dan Jenisnya...............................................................................10
E. Kapan Waktu Pemberian Mahar.....................................................................................11
BAB III PENUTUP....................................................................................................................14
KESIMPULAN...........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam melangsungkan pernikahan, suami diwajibkan memberi sesuatu kepada istri, baik
berupa uang ataupun barang (harta benda). Pemberian inilah yang dinamakan mahar. Pemberian
mahar ini wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah ; dan apabila tidak disebutkan
pada waktu akad, pernikahan itupun sah.
Mahar termasuk keutamaan agama islam dalam melindungi dan memuliakan kaum Wanita
dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan berupa mahar kawin yang besar
kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak karena pemberian itu harus diberikan
secara Ikhlas. Para ulama fiqh sepakat bahwa mahar wajib diberikan oleh suami kepada istrinya
baik secara kontan maupun secara tempo, pembayaran mahar harus sesuai dengan perjanjian
yang terdapat dalam aqad pernikahan.
Mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki kepada
mempelai Wanita yang hukumnya wajib. Dengan demekian, istilah shadaqah, nihlah, dan mahar
merupakan istilah yang terdapat dalam al-Qur`an, tetapi istilah mahar lebih dikenal Masyarakat,
terutama di Indonesia.
Banyaknya maskawin itu tidak dibatasi oleh syariat islam, melainkan menurut kemampuan
suami beserta keridhoan si istri. Dengan demekian, suami hendaklah benar-benar sanggup
membayarnya karena mahar itu apabila telah ditetapkan, maka jumlahnya menjadi utang atas
suami, dan wajib dibayar sebagaimanan halnya utang kepada orang lain. Kalau tidak dibayar,
akan dimintai pertanggungjawabannya di hari kemudian. Janganlah terpedaya dengan kebiasaan
bermegah-megah dengan banyak mahar sehingga si laki-laki menerima perjanjian itu karena
utang, sedangkan dia tidak ingat akibat yang akan menimpa dirinya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Mahar ?


2. Apa Dasar hukum mahar?
3. Bagaimana kedudukan mahar dalam pernikahan ?
4. Apa saja macam-macam mahar dan jenis mahar ?
5. Kapan waktu pemberian mahar?
4
C. Tujuan Penulisan

1. Memahami dan mengetahui pengertian mahar


2. Mengetahui Dasar Hukum Mahar
3. Mengetahui Kedudukan Mahar Dalam Pernikahan
4. Mengetahui macam-macam mahar
5. Mengetahui Waktu Pemberian Mahar

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahar

Kata "mahar" berasal dari bahasa Arab yang termasuk kata benda bentuk abstrak atau Masdar , yakni
"mahran" atau kata kerja, yakni fi'd dari "mahara-yamhuru-mahran." Lalu,dilakukan dengan kata benda
mufrad, yakni al-mahr, dan kini sudah diindonesiakan dengan katayang sama, yakni mahar atau karena
kebiasaan pembayaran mahar dengan mas, mahar diidentikkan dengan maskawin.
Dikalangan fuqaha, di samping perkataan "mahar", juga digunakan istilah lainnya, yakni shadaqah,
nihlah, dan faridhah yang maksudnya adalah mahar. Dengan pengertian etimologistersebut, istilah mahar
merupakan pemberian yang dilakukan oleh mempelai laki-laki kepadamempelai perempuan yang
hukumnya wajib, tetapi tidak ditentukan bentuk dari jenisnya, besar dan kecilnya dalam Al-Quran
maupun Al Hadis.
Mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai
perempuan yang hukumnya wajib Dengan demikian, istilah shadaq, nihlah dan mahar merupakan istilah
yang terdapat dalam Al-Quran, tetapi istilah mahar lebih dikenal dimasyarakat, terutama di Indonesia,
sedangkan istilah selain mahar bukan hanya jarang digunakan, melainkan masih banyak orang yang
belum memahami maknanya. Istilah shadaqah atau shadaq dan shidag apalagi nihlah kurang
tersosialisasikan dalam masyarakat, sedangkan istilah mahar atau maskawin telah dipahami maknanya
sampai masyarakat awam.
Menurut Sayyid Sabiq, mahar adalah harta atau manfaat yang wajib diberikan oleh seorang
mempelai pria dengan sebab nikah atau watha Penyebutan mahar hukumnya sunnat, baik dari segi jumlah
maupun bentuk barangnya dalam suatu akad perkawinan Apa pun barang yang bernilai adalah sah untuk
dijadikan mahar. Demikian pula, menurut Taqiyuddin bahwa penyebutan mahar hukumnya sunnat Jika
tidak disebutkan, nikahnya tetap sah dan suami wajib membayar mahar mitsil.Dari beberapa pengertian
di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mahar adalah pemberian pihak mempelai laki-laki kepada pihak
mempelai wanita berupa harta atau manfaat karenaadanya ikatan perkawinan Bentuk dan jenis mahar
tidak ditetapkan dalam hukum perkawinanIslam, tetapi kedua mempelai dianjurkan melakukan
musyawarah untuk menyepakati mahar yang akan diberikan. Apabila pihak mempelai wanita sepakat
dengan mahar yang ditawarkan oleh pihak mempelai pria, bentuk dan jenisnya dapat ditetapkan oleh
kedua belah pihak.1

1
Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakahat 1, cetakan 1,Bandung,2001,hal 260
6
Mahar bukanlah pembayaran yang seolah-olah menjadikan perempuan yang hendak dinikahitelah
dibeli seperti barang. Pemberian mahar dalam syariat Islam dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan
derajat kaum perempuan yang sejak zman jahiliyyah telah diinjak-injak harga dirinya Dengan adanya
mahar, status perempuan tidak dianggap sebagai barang diperjual belikan2

B. Dasar Hukum Mahar

Dasar hukum adanya mahar dalam perkawinan, terdiri atas dasar hukum yang diambil
dariAl-Quran dan dasar hukum dari As-Sunnah. Dilengkapi oleh pendapat ulama tentang
kewajiban pembayaran mahar oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Dasar
hukum pertama adalah Al-Quran.
Dalam Al-Quran, surat An-Nisa ayat 4, Allah Swt berfirman :
‫وألوا الِّنَس اَء َص ُد ُقِلِهَّن ِنْح َلُه َفِإْن َطْبَن َلُك ْم َع ْن َش ْي ٍء ِّم ْنُه َنْفًسا َفُك ُلوُه َهَدْيًبا َّم ِريًبا‬
Artinya :
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan
senang hati." (QS. An-Nisa:4)
Ayat di atas menyebut kata "mahar" dengan istilah "shaduq" yang dimaknakan sebagai
pemberian yang penuh keikhlasan. Dalam surat An Nisa ayat 25, Allah SWT. berfirman sebagai
berikut:
‫فانِكُحر من باذن اهلهل والوهن أجوَر ُهَّن ِباْلَم ْعُروِف‬
Artinya :
Oleh karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berikanlah mas kawin
mereka menurut yang patut", (Q.S An-Nisa:25)3

C. Kedudukan Mahar Dalam Pernikahan


2
Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakahat 1, cetakan 1,Bandung, 2001, hal 262
3
ibid, hal 261

7
Dalam Islam, disyari'atkannya membayar mahar hanyalah sebagai hadiah yang diberikan
seorang lelaki kepada seorang perempuan yang dipinangnya ketika lelaki itu ingin menjadi
pendampingnya, dan sebagai pengakuan dari seorang lelaki atas kemanusiaan, kemuliaan dan
kehormatan perempuan. Karena itu, dalam al-Qur'an Allah telah menegaskan dalam surat an-
Nisa ayat 4:

‫َو َع اُتوا الِّن َس اَء َص ُدَق ِتِه َّن ِنْح َلًة َف ِإن ِط ْب َن َلُك ْم َع ن َش ْي ٍء ِّم َت ُه َن ْف ًس ا َفُك ُلوُه َه ِنيًئ ا َم ِر يًئ ا‬
٤
"Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh
kerelaan". (QSan-Nisa': 4)6 Pengertiannya adalah, bayarkanlah mahar kepada mereka sebagai
pemberian yang setulus hati. Pemberian itu adalah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas
persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas. Wajibnya mahar
juga didasarkan pada sabda Rasulullah SAW.
‫حديد خاتمامن ولو العليه رواه متفق‬
"Berikanlah (maharnya) sekalipun cincin besi". (HR Muttafaq alaih)"

Mahar merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam sebuah pernikahan, karena
mahar sebagai pemberian yang dapat melanggengkan cinta kasih, yang mengikat dan
mengukuhkan hubungan antara suami istriMahar yang harus dibayarkan ketika akad nikah
hanyalah sebagai wasilah (perantara)bukan sebagai ghayah (tujuan)karena itu islam sangat
menganjurkan agar mahar atau mas kawin dalam perkawinan dipermudah.4

Islam tidak menetapkan jumlah besar atau kecilnya mahar, karena adanya perbedaan
kaya dan miskin, lapang dan sempitnya rezekiSelain itu tiap masyarakat mempunyai adat dan
radisinya sendirikarena itu Islam menyerahkan masalah jumlah mahar itu berdasarkan
kemampuan masingmasing orang atau keadaan dan tradisi yang berlaku dalam
keluarganyaSegala nash yang memberikan keterangan tidaklah dimaksudkan kecuali untuk
menunjukkan pentingnya nilai mahar tersebuttanpa melihat besar kecilnya jumlahJadi
diperbolehkan memberi mahar misalnya dengan sebuah cincin besi atau hanya mengajarkan
beberapa ayat al-Qur'an dan lain sebagainya, dengan persyaratan sudah saling disepakati oleh
kedua belah pihak

yang melakukan akad seperti hadits di bawah ini:


4
Ahmad Mudjab Mahalli, Wahai Pemuda Menikahlah, Jogjakarta: Menara Kudus, 2002, h.148
8
"Dari Sahal bin Saad bahwa Nabi SAW .......lalu Nabi bersabda "sekarang kamu berdua saya
nikahkan dengan mahar ayat al-Qur'an yang ada padamu”. ( HR. Bukhari Muslim )5

Hadits di atas menunjukkan bahwa mahar itu boleh berupa sesuatu yang bermanfaat.
Di antara yang bermanfaat itu adalah mengajarkan beberapa ayat dari al- Qur'an. Selain
mengajarkan ayat-ayat dari al-Qur'an, bentuk mahar dalam perbuatan jasa atau manfaat
lainnya adalah yang termasuk dalam kategori melayani (khidmad), mereka berargumen
dengan mengacu kepada firman Allah yang menceritakan perkawinan Nabi Musa a.sdengan
putri Nabi Syu'aib a.sdengan mahar dalam bentuk jasa yang bermanfaat yaitu bekerja selama
delapan tahun, dalam al-Qur'an surat al Qashas ayat 27:

‫ٰٓل‬
‫َقاَل ِاِّنْٓي ُاِرْيُد َاْن ُاْنِكَحَك ِاْح َدى اْبَنَتَّي ٰه َتْيِن َع ى َاْن َتْأُج َرِنْي َثٰم ِنَي ِحَج ٍۚج َفِاْن َاْتَم ْم َت َع ْش ًر ا َفِم ْن ِع ْنِد َۚك َوَم ٓا ُاِرْيُد َاْن َاُش َّق َع َلْيَۗك َس َتِج ُد ِنْٓي ِاْن َش ۤا َء‬
Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anakku iniatas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun
dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka
Aku tidak hendak memberati kamudan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang baik" 6
Mahar adalah wajib dibayar suami kepada istrinyaNamun setelah pasti ketentuan
pembayarannyatidak tertutup kemungkinan bagi pasangan suami istri yang saling mencintai
dan meridhoi dan menjadi pasangan yang mesra dalam sebuah rumah tangga untuk
menghadiahkan kembali mahar itu kepada suaminya demi kepentingan dan kesenangan
bersama sebab harta itu telah menjadi hartanya. Tentang hukum memberikan mahar adalah
wajib, sesuai firman Allah SWT dalam Q.S. an- Nisa ayat 47.

‫َو اَل َتَتَم ُنوا َم ا َفَضَل ُهللا بِه َبْع َض ُك ْم َع َلٰى َبْع ٍض ِللِّر َج اِل َنِص يٌب ِّمَّم ا َأكَتَس ُبوا َو ِللِّنَس اء َنِص يٌب ِّمَّم ا َأْك َتَسْبَن ۚ َو َس ُلوا هللا من فضِلِه ِإَّن َهللا َك اَن ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِليًم ا‬

"Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan". (QS. an-Nisa ayat 47)7
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT telah memerintahkan kepada suami
untuk membayar mahar kepada istrinya. Karena perintah itu tidak disertai dengan qarinah
5
Sayyid Sabiq, alih bahasa Drs moh. Thalib Fiqh Sunnah 7, Bandung: PT. al-Ma'arif, 1983, h.55-56
6
Departemen AgamaOp.cith.613
7
Departemen Agama, op.cit, h.613
9
yang menunjukkan kepada sunnah ataupun mubah, maka ia menghendaki kepada makna
wajib. Jadi mahar adalah wajib bagi suami terhadap istrinya, karena tidak ada qarinah yang
memalingkannya dari makna wajib kepada makna yang lain. 8Pemberian tersebut juga
sebagai pertanda eratnya hubungan dan cinta yang mendalam antara calon suami-istri, di
samping jalinan yang seharusnya menyelimuti rumah tangga yang mereka bangun.
Di kalangan banyak orang telah menjadi tradisi bahwa mereka tidak cukup hanya
dengan pemberian mahar saja, tetapi diiringi dengan aneka ragam hantaran (hadiah) lainnya,
baik berupa makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, atau yang lainnya, sebagai
penghargaan dari calon suami kepada calon istri tercinta yang nantinya akan mendampingi
hidupnya.9Besar dan bentuk mahar hendaknya senantiasa berpedoman kepada sifat
kesederhanaan dan ajaran kemudahan yang dianjurkan Islam, sehingga besar dan bentuk
mahar itu tidak sampai memberatkan pria. 10
Kalau mahar atau mas kawin itu adalah hak seorang perempuan (istri) maka istri yang
baik adalah yang tidak mempersulit atau mempermahal mas kawin. Kini, tidak sedikit dari
kaum muslimin yang telah teracuni paham materialisme. Mereka memandang mahar dengan
pandangan materi semataMahar mereka jadikan sebagai asas dalam akad nikah. Padahal
sebenarnya mahar hanyalah sebagai lambang penghormatan terhadap kaum wanita. Namun
ternyata sekarang menjadi tuntutan yang paling utama. Pandangan seperti itu sangat
bertentangan dengan syari'at Islam yang memerintahkan kepada pemeluknya untuk
mempermudah masalah mahar. Mempermahal mas kawin adalah sesuatu yang dibenci oleh
Islam, karena akan mempersulit hubungan perkawinan di sesama manusia. Islam tidak
menyukai mahar yang berlebih-lebihan (wanita yang memasang mahar terlalu mahal),
bahkan sebaliknya mengatakan bahwa setiap kali mahar itu lebih murah tentu akan memberi
berkah dalam kehidupan suami istri (berumah tangga).
Dan mahar yang murah adalah menunjukkan kemurahan hati si perempuan, bukan
berarti malah menjatuhkan harga dirinya. Dari 'Aisyah ra. Ia berkata, bahwa Rasulullah Saw.

"Sesungguhnya perkawinan yang besar barakahnya adalah yang paling murah maharnyaDan
8
Ibid
9
Nurjannah, Mahar Pernikahan, Jogjakarta: Prisma Sophie Press, 2003, Cet. I, h. 27
10
Djamaan Nur, Fiqh Munakahat, Dina Utama Semarang (DIMAS), 1993, Cet. I, h. 81
10
sabdanya pula: perempuan yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan dalam
urusan perkawinannya dan baik akhlaknya. Sedang perempuan yang celaka yaitu maharnya
mahal, sulit perkawinannya dan buruk akhlaknya". (HR. Ahmad).11
Masih banyak manusia yang tidak mengenal mahar atau maskawin ini, mereka
berpegang dengan adat Jahiliyah. Yaitu seorang ayah menyerahkan anak gadisnya kepada
laki-laki yang berani memberikan jumlah mahar yang tinggi, sebaliknya menolak
menyerahkan anak gadisnya kepada laki-laki yang hanya mampu memberikan mahar dengan
jumlah yang sedikitSehingga seakan-akan perempuan itu merupakan barang dagangan yang
dipasang tarif dalam etiket perdagangan itu Perbuatan semacam ini menimbulkan banyak
kegelisahan sehingga laki-laki maupun perempuan terlibat dalam bahayanya, akan
menimbulkan banyak kejahatan dan kerusakan serta mengacaukan dunia perkawinan
sehingga akhirnya yang halal itu lebih sulit untuk dicapai daripada yang haram
(zina)Masalah nominal mahar Islam tidak mengatur tentang berapa banyak dan sedikitnya
jumlah mahar tersebut Dalam hal ini jumlah mahar tergantung pada keadaan pihak suami
serta kedudukan si istri Kewajiban seorang muslim agar memberikan mahar atau maskawin
kepada wanita yang akan dipersunting menjadi istrinya terdapat dalam al-Qur'an surat an-
Nisa ayat 25dan Ia pun mengingatkan kaum muslimin agar menikahi wanita dengan seijin
walinya dan membayarkan maskawin

‫َو َم ن َّلْم َيسَتطْع ِم نُك ْم طوًال أن َينِكَح اْلُم ْح َص َنِت اْلُم ْؤ ِم َنِت َفِم ن ما ملكت أيمنُك م ِّم ن َفَتَيِتُك ُم الُم ْؤ ِم َنِت َو ُهللا َأْعَلُم ِبِإيَم ِتُك ْم َبْعُض ُك م ِّم ْن َبْع ٍض‬
‫َفانِكُح وُهَّن بإذن أْهِلِه َّن َوَء اُتوُهَّن أُجوَر ُهَّن ِباْلَم ْعُروِف ُم ْح َص َنٍت َغْيَر ُمَسِفَح ت َو اَل ُم َّتِخ َذ ِت اخذان فإذا أحصن فإن أتين بقحشة َفَع َلْيِهَّن ِنصُف َم ا َع َلى‬
٢٥ ‫" الُم ْح َص َنِت ِم ن الَع ذاب ذِلَك ِلَم ْن َخ ِش َي الَع َنَت ِم نُك ْم َو َأنَتَصَبُروا َخ ْيٌر َلُك ْم َو ُهَّللا َغ ُفوٌر َّر ِح يٌم‬

Karena itu kawinilah mereka (wanita-wanita) dengan seijin keluarganyadan berikanlah


kepada mereka maskawinnya tertentu" 12
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa mahar itu dapat ditentukan (bentuk dan
jumlahnya) atau juga bisa tidak ditetapkanMahar yang ditentukan baik bernilai besar ataupun
kecil, merupakan jumlah yang disepakati kedua belah pihak pada saat perkawinan ataupun
sesudahnya, itulah yang sebaiknya, pemberian mahar ini dapat di bayar secara tunai dan bisa
juga ditangguhkan sesuai persetujuan istri.
Wahbah al-Zuhaily dalam bukunya alFiqh al-Islamy wa Adillatuhu mengatakan
11
Sayyid Sabiq, alih bahasa Drs Moh. Thalib, op. cit, h. 58-59
12
Imam Taqiyudin Abubakar Bin Muhammad Alhusaini, Penerjamah: K.H. Syarifudin Anwar dan K.H. Misbah Mustafa, Kifayatul
Akhyar (Kelengkapan Orang Saleh), Surabaya: Bina Insan, t. th, h. 135
11
bahwa mahar yang disepakati oleh pengantin laki- laki dan perempuan yang disebutkan
dalam redaksi akad sesudahnya. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dimengerti bahwa
penetapan jumlah mahar telah ditentukan ketika akad nikah, akan tetapi diperbolehkan untuk
membayar secara penuh sekaligus atau melakukan penundaanHal ini tentunya sangat
didukung oleh kerelaan kedua belah pihak.18 Hal-hal yang termasuk dalam ke dalam mahar
musamma dalam akad adalah apa saja yang diberikan oleh suami untuk istrinya menurut adat
yang berlaku sebelum pesta pernikahan ataupun sesudahnya, seperti gaun pengantin atau
pemberian yang diberikan sebelum dukhul (bersetubuh) atau sesudahnya. Karena yang
ma'ruf (baik) dalam masyarakat seperti yang disyaratkan dalam akad adalah lafdziyah (yang
dilafalkan atau diucapkan)

D. Macam-Macam Mahar dan jenis jenis mahar

Mahar adalah suatu yang wajib diberikan meskipun tidak dijelaskan bentuk dan nilainya
pada waktu akad. Dari segi dijelaskan atau tidaknya mahar pada waktu akad, mahar terbagi
menjadi dua macam.
1. Mahar musamma adalah mahar yang disepakati oleh pengantin laki-laki dan perempuan yang
disebutkan dalam redaksi akad. para ulama sepakat bahwa tidak ada jumlah maksimal dalam
mahar tersebut Maksudnya Ialah: menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan
isteri yang baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin,
Namun meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan.
Bagi suami yang menalak istrinya sebelum dukhul, ia wajib membayar setengah dari mahar
yang telah diakadkan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an QS-Al-Baqarah Ayat: (237)

‫َو ِإ ْن َط َّلْق ُت ُم وُهَّن ِم ْن َق ْب ِل َأ ْن َت َم ُّس وُهَّن َو َقْد َف َر ْض ُت ْم َل ُه َّن َف ِر ي َض ًة َف ِن ْص ُف َم ا َف َر ْض ُت ْم ِإ اَّل َأ ْن َي ْع ُف وَن َأ ْو َي ْع ُف َو ا َّل ِذ ي ِب َيِد ِه ُع ْق َد ُة‬
‫الِّنَك ا ِح ۚ َو َأ ْن َتْع ُف وا َأْق َر ُب ِل ل َّت ْق َو ٰى ۚ َو اَل َت ْن َس ُو ا ا ْل َف ْض َل َب ْيَن ُك ْم ۚ ِإ َّن ال َّل َه ِبَم ا َتْع َم ُل وَن َبِص يٌر‬

“Dan Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka,
Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua dari
mahar yang telah kamu tentukan itu,kecuali jika isteri-isterimu itu mema'afkan atau
dima'afkan oleh orang yang memegang ikatan nikahdanpema'afan kamu itu lebih dekat
kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu.”

12
Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.13
Pernyataan diatas menjelaskan tentang sebagai berikut:
a. Mahar menurut Syafi'i, Hambali, Imamiyah ialah bahwa segala sesuatu yang
dapat dijadikan harga dalam jual beli boleh dijadikan mahar, dan tidak ada
batasan minimal dalam mahar.
b. Hanafi jumlah minimal mahar adalah sepuluh dirham. Kalau suatu akad
dilakukan dengar mahar kurang dari itu, maka akad tetap sah, dan wajib
membayar mahar sepuluh dirham.
c. Menurut Maliki jumlah minimal mahar adalah tiga dirham, kalau akad dilakukan
kurang dari jumlah mahar tersebut, kemudian terjadi percampuran maka suami
harus membayar tiga dirham.14

2. Mahar mitsli ialah mahar yang jumlahnya ditetapkan menurut jumlah yang biasa diterima
oleh keluarga pihak istri karena pada waktu akd nikah jumlah mahar belum ditetapkan
bentuknya.
Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 236

‫ال ُجَناَح َع َلْيُك ْم ِإن َطَّلْقُتُم الِّنَس اَء َم ا َلْم َتَم ُّسوُهَّن َأْو ۚ َو َم ْبُع وُهَّن َع َلى اْلُم وِس ع َقَدُر ُه َتْقِر ُضوا َلُهَّن َفِريَض ًة َو َع َلى اْلُم ْقِتِر َقَدُر ُه َم َتَنًعا ِباْلَم ْعُروِف َح ًّقا َع َلى اْلُم ْح ِس ِنيَن‬

Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu
sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan
hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada merekaorang yang mampu
menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula)Yaitu
pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang
yang berbuat kebajikan"15
Menurut Hanafi dan Hambali manakala salah satu diantara mereka meninggal dunia
sebelum terjadi percampuran maka ditetapkan bahwa si istri berhak atas mahar secara penuh.
Sementara menurut Maliki,dan Imamiyah tidak ada keharusan membayar mahar manakala
salah satu seorang di antara keduanya meninggal dunia.16
Menurut Sayyid Sabiq mahar mitsli diukur berdasarkan mahar perempuan lain yang

13
Departemen Agama RI, Al-Qur'an Dan Terjemahnya (Bogor : Syahmil Qur'an 2007)
14
Muhammad Jawad Mughniyah Fiqih Lima Mazhab (Penerbit Lintera Cetakan Ke 22 Jakarta 2008) h. 364
15
Departemen Agama RI, Al-Qur'an Dan Terjemahnya (Bogor : Syahmil Qur'an 2007)
16
Ibidh.366
13
sama dengannya dari segi umurnya, kecantikannya, hartanyaakalnya, agamanya,
kegadisannya, kejandaanya dan negrinya sama ketika akad nikah dilangsungkan serta sumua
yang menjadi perbedaan mengenai hak atas mahar. Apabila terdapat perbedaan maka
berbeda pula maharnya seperti janda yang mempunyai anak, janda tanpa anak dan gadis,
maka berbeda pula maharnya."

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mahar dalam setiap perkawinan
berdasarkan umur, kecantikan, harta, akal, kegadisan, janda dan semua yang menjadi
perbedaan mengenai hak mahar

Mahar mistli diwajibkan dalam tiga kemungkinan."

1. Dalam keadaan suami tidak menyebutkan sama sekali mahar atau jumlahnya ketika
berlangsungnya akad nikah
2. Suami menyebutkan mahar musamma namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat
yang ditentukan atau mahar tersebut cacat seperti mahar dengan minuman keras
3. Suami menyebutkan mahar musamma namun kemudian suami isteri berselisih dalam
jumlah atau sifat mahar tersebut dan tidak dapat terselesaikan.
Untuk menemukan jumlah dan bentuk mahar mistli tidak ada ukuran yang pasti biasanya
disesuaikan dengan kedudukan isteri ditengah tengah masyarakat atau dapat pula disesuaikan
dengan perempua yang sederajat atau dengan saudaranya sendiri.

E. Waktu Pemberian Mahar

Syaikh Utsaimin ditanya:


Waktu pembayaran mahar, apakah di saat akad nikah ataukah setelah dicampuri?

Jawaban:
Mahar wajib dibayar setelah wanita tersebut mengadakan khalwah, dicampuri, meninggal atau
bercumbu. Apabila seorang suami telah melakukan khalwat dengan istrinya, maka wanita telah
berhak mendapatkan mahar secara sempurna meskipun terus dicerai. Apabila telah terjadi akad
nikah kemudian suami meninggal dunia sebelum bergaul dengannya, maka dia (istri) berhak atas

14
mahar yang sempurna. Atau jika melakukan akad nikah lalu bergaul dengannya, maka dia
berhak atas mahar yang sempurna, bahkan meski hanya dicumbui saja tetap dia berhak atas
mahar yang sempurna. Salah satu dari empat perkara (kematian, khalwat, senggama dan
bercumbu) yang mewajibkan mahar sempurna.

Jika seorang suami telah menikah sebelum melakukan khalwat dan belum melihatnya juga
belum bersenggama dan bercumbu dengan istrinya, apa hak wanita tersebut?

Wanita tersebut harus menjalani iddah, berhak mendapatkan warisan dan memperoleh mahar
mitsil bila sebelumnya tidak disebutkan maharnya.

Penjelasan ini mungkin mendapat tanggapan dari sebagian orang dengan mengatakan,
“Bagaimana hal ini terjadi padahal laki-laki tersebut belum pernah melihat dan menggauli
istrinya.” Saya katakan bisa saja hal itu terjadi karena Allah berfirman,

‫َو اَّلِذ يَن ُيَتَو َّفْو َن ِم نُك ْم َو َيَذ ُروَن َأْز َو اًجا َيَتَر َّبْص َن ِبَأنُفِس ِهَّن َأْر َبَع َة َأْش ُهٍر َو َع ْش ًرا‬

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah


para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah:
234)

Dalam ayat di atas wanita sudah disebut sebagai istri walaupun belum digauli. Kalau begitu jika
seorang laki-laki menikah kemudian menjatuhakn talak kepada istrinya sebelum digauli, maka
apakah wanita tersebut berhak mendapatkan mahar sempurna?
Jawabannya, apabila maharnya telah disebutkan kadarnya, maka wanita berhak mendapatkan
separuh dari mahar tersebut. Dan jika belum ditentukan kadarnya, maka dia hanya berhak
mendapatkan mut’ah tanpa menjalani iddah. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

‫َياَأُّيَها اَّلِذ يَن َء اَم ُنوا ِإَذ ا َنَكْح ُتُم اْلُم ْؤ ِم َناِت ُثَّم َطَّلْقُتُم وُهَّن ِم ن َقْبِل َأْن َتَم ُّسوُهَّن َفَم اَلُك ْم َع َلْيِهَّن ِم ْن ِع َّد ٍة َتْع َتُّدوَنَها‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman,
kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib
15
atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.” (QS. Al-Ahzab: 49)

Dan berdasarkan firman-Nya juga,

‫َو ِإن َطَّلْقُتُم وُهَّن ِم ن َقْبِل َأن َتَم ُّسوُهَّن َو َقْد َفَر ْض ُتْم َلُهَّن َفِريَض ًة َفِنْص ُف َم ا َفَر ْض ُتْم ِإَّال َأن َيْع ُفوَن َأْو َيْع ُفَو ا اَّلِذ ي ِبَيِدِه ُع ْقَد ُة الِّنَك اِح‬

“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal
sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang
telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang
memegang ikatan nikah.” (QS. Al-Baqarah: 237)17
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki kepada mempelai
wanita yang hukumnya wajib. Dengan demikian, istilah shadaqah, nihlah, dan mahar merupakan
istilah yang terdapat dalam al-Qur'an, tetapi istilah mahar lebih dikenal di masyarakat, terutama
di Indonesia.
Kewajiban pemberian mahar oleh calon suami juga merupakan satu gambaran dari sebuah
kemauan dan tanggung jawab dari suami untuk memenuhi nafkah yang jelas diperlukan dalam
kehidupan berumah tangga. Yang berkewajiban memberi nafkah (mahar dan kebutuhan hidup
rumah tangga) hanyalah laki-laki, karena memang menjadi kodrat bagi laki-laki bahwa ia
memiliki tanggung jawab dan kemampuan untuk berusaha memenuhi kebutuhan dan mencari
rezeki, sedangkan tugas dari seorang wanita dalam keluarga adalah menjaga rumah tangga,
terutama mendidik anak. Walau dalam kenyataannya tidak sedikit kaum perempuan yang mampu
memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan bekerja sendiri.

17
Konsultasi Syariah,Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Jilid 2, Darul Haq, Cetakan VI 2010
16
DAFTAR PUSAKA

Ismatul Maul. Mahar, perjanjian perkawinan dan walimah dalam islam. Khuluqiyya jurnal kajian
hukum dan studi islam. Stai Al-Hikmah 2 Brebes.
Husni fuaddi Ramanitya Dewi Putra. Mahar dalam tinjauan Perspektif islam.
Ahkam : jurnal Syariah dan hukum. Vol. 1, No 2, April 2021.
Mahalli, Ahmad Mudjab. 2002. Wahai Pemuda Menikahlah. Cet. Ke-1, Jogjakarta : Menara kudus
Beni Ahmad Saebani, 2009, fiqih munakahat, bandung : CV Pustaka setia.
Departemen Agama RI, 1992, Al-Qur`an dan Terjemahnya, semarang : CV. Asy-Syifa.
Djamaan Nur, 1993, Fiqh Munakahat, Dina Utama semarang (DIMAS).
Amin bin Yahya al-wazan,Fatwa-fatwa Tentang Wanita, Jilid 2, Darul Haq, Cetakan VI, Jakarta
2010

17

Anda mungkin juga menyukai