FAKULTAS SYARI’AH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami para penyusun haturkan Allah SWT yang semata-mata berkat
rahmat hidayah dan maunah-Nya. Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tanpa
menemui hambatan apapun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan para pembaca pada
umumnya. Dan diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang pembahasan setiap bab yang akan kita pelajari ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Syarat Sahnya Akad Nikah..........................
2.2 Urgensi Akad Nikah.................................................................
2.3 Akad Nikah Melalui Video Call Faxmile dan SMS..............
BAB III PENUTUP
2.4 Kesimpulan...............................................................................
DAFTAR PUSTAKAKA......................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan syarat sahnya akad nikah
2. Untuk mengetahui mengenai urgensi akad nikah
3. Untuk mengetahui mengenai akad nikah melalui video call, faxmile dan sms
BAB II
PEMBAHASAN
4
d) Tidak sedang ihram haji
2. Calon istri
Bagi calon istri yang akan menikah juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a) Tidak bersuami
b) Bukan mahram
c) Tidak dalam masa iddah
d) Merdeka (atas kemauan sendiri)
e) Jelas orangnya
f) idak sedang ihram haji
3. Wali Untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan, harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a) Laki-laki
b) Dewasa
c) Waras akalnya
d) Tidak dipaksa
e) Adil
f) Tidak sedang ihram haji
4. Ijab kabul
Ijab adalah sesuatu yang diucapkan oleh wali, sedangkan kabul ialah sesuatu yang
diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.
5. Mahar
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai
wanita, baik dalam bentuk barang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam. Fuqaha’ sependapat bahwa maskawin itu termasuk syarat sahnya nikah dan
tidak boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 4: Yang artinya
berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An Nisa’: 4).
Di dalam KHI Pasal 30 dijelaskan dengan tegas bahwa: “calon mempelai pria
wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan
5
jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak”. Yaitu untuk memperoleh kebahagiaan
dan kesejahteraan lahir batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan akhirat.
Asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar, basis, dan fon dasi.
Secara terminologi, asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir
atau berpendapat.
Asas ibahah adalah asas umum hukum Islam dalam bidang mua malah secara
umum. Asas ini dirumuskan dalam adiqium “Pada asasnya segala sesuatu itu boleh
dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya.” Asas ini merupakan kebalikan dari
asas yang berlaku dalam masalah ibadah. Dalam hukum Islam, untuk tindakan-
tindakan ibadah berlaku asas bahwa bentukbentuk ibadah yang sah adalah bentuk-
bentuk yang disebutkan dalam dalildalil sya riah. Orang tidak dapat membuatbuat
bentuk baru ibadah yang ti dak pernah ditentukan oleh Nabi Saw. Bentukbentuk baru
ibadah yang dibuat tanpa pernah diajarkan oleh Nabi Saw itu disebut bid’ah dan tidak
sah hukumnya.
perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para pihak tanpa
perlu dipenuhinya formalitasformalitas tertentu.Dalam Hukum Islam pada umumnya
perjanjianperjanjian itu bersifat konsensual
6
Rukun dan syarat merupakan hal yang harus terpenuhi dalam suatu perjanjian.
Secara bahasa, rukun adalah “yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
pekerjaan,sedangkan syarat adalah “ketentuan (per aturan, petunjuk) yang harus
diindahkan dan dilakukan.Rukun dan syarat, dalam syariah, samasama menentukan
sah atau tidaknya suatu transaksi. Sedangkan dalam Ensiklopedi Hukum Islam,
didefini sikan, rukun adalah “suatu unsur yang yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya
perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu. Definisi syarat adalah
“sesuatu yang tergantung padanya keber adaan hukum syar’i dan ia berada di luar
hukum itu sendiri.”
a. Rukun Perjanjian
Akad memiliki tiga rukun, yaitu adanya dua orang atau lebih
yang melakukan akad, obyek akad, dan lafal (shighat) akad. 1. Dua Pihak atau
lebih yang Melakukan Akad
Dua orang atau lebih yang melakukan akad ini adalah dua orang atau lebih
yang secara langsung terlibat akad. Kedua belah pihak dipersyaratkan harus memiliki
kelayakan untuk melakukan akad sehingga perjanjian atau akad tersebut dianggap
sah. Kelayakan terwujud dengan beberapa hal berikut:
Pertama, kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk. Yakni apabila
pihakpihak tersebut sudah berakal lagi baligh dan tidak dalam keadaan tercekal.
Orang yang tercekal karena dianggap idiot atau bangkrut total, tidak sah melakukan
perjan jian.
Kedua, bebas memilih. Tidak sah akad yang dilakukan orang di bawah
paksaan, kalau paksaan itu terbukti. Misalnya orang ber utang dan butuh pengalihan
utangnya, atau orang yang bang krut, lalu terpaksa menjual barangnya untuk
menutupi utang nya.
Ketiga, akad itu dapat dianggap berlaku (jadi total) bial tidak memiliki
pengandaian yang disebut khiyar (hak pilih). Seperti khiyar syarath (hak pilih
menetapkan persyaratan), khiyar ar- ru’yah (hak pilih dalam melihat) dan
sejenisnya.40
7
2. Obyek Akad (Transaksi)
Yakni benda yang menjadi obyek akad, seperti barang yang di jual dalam akad
jualbeli, atau sesuatu yang disewakan dalam akad sewa, yang dihibahkan dalam akad
hibah, yang digadai dalam akad rahn dan lainlain.41
Dalam Pasal 1338 (1) KUH Perdata ditegaskan, “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi merkea yang membuatnya.”
Sebagai kelanjutan dari asas mengikatnya perjan jian dan wajibnya para pihak
memenuhi perikatanperikatan yang timbul dari perjanjian tersebut, maka salah satu
pihak tidak dapat menarik kembali perjanjiannya “selain dengan sepakat kedua belah
pi hak atau karena alasanalasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu”
(Pasal 1338 ayat (2)).
Dalam hukum perjanjian Islam, seperti halnya dalam hukum lainnya, pada
asasnya, tanggung jawab para pihak akibat adanya suatu akad (perjanjian) hanya
berlaku terhadap para pihak yang membuatnya dan tidak berlaku terhadap pihak lain
di luar mereka. Hal ini ditegaskan dalam kitab Mursyid al-Hairan: Pasal 306 (1):
Akibatakibat hukum akad hanya berlaku terhadap para pihak yang membuatnya, dan
tidak berlaku terhadap pihak lain selain mereka. Pasal 278: Orang balig dan berakal
sehat serta tidak berada di bawah pengampuan dapat membuat akad apa pun secara
sendiri maupun mewakilkannya kepada orang lain; barang siapa membuat akad secara
8
sendiri dan untuk dirinya sendiri, maka dialah, dan bukan orang lain, yang terikat oleh
hakhak dan akibatakibat hukum yan timbul dari akadnya.
1. Nikah Online
Nikah online adalah suatu bentuk pernikahan yang transaksi ijab kabulnya
dilakukan melalui keadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu
jaringan atau sistem internet (online), jadi antara mempelai lelaki dengan mempelai
perempuan, wali dan saksi itu tidak saling bertemu dan berkumpul dalam satu tempat,
yang ada dan ditampilkan hanyalah bentuk visualisasi dari kedua belah pihak melalui
bantuan alat elektronik seperti teleconference, webcam atau yang lainnya yang masih
berkaitan dengan internet.
Nikah online sendiri jika dibandingkan dengan nikah biasa kalau dari
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara
substansional terhadap ritual pernikahan antara ritual pernikahan via online dengan
ritual pernikahan seperti biasanya. Hal yang membedakan nikah online dengan nikah
9
biasa adalah pada esensi ittihād al-majelis yang erat kaitannya dengan tempat (makan)
pada implementasi atau pelaksanaan akadnya, namun selebihnya semuanya sama.
Kalau dalam pernikahan biasa antara pihak laki-laki dan perempuan dapat
bertemu, bertatap muka dan berbicara secara langsung, begitupun dengan nikah
online. Pada penerapan atau pelaksanaannya nikah online ini menggunakan kekuatan
dari perkembangan teknologi untuk membantu dalam terlaksananya nikah agar dapat
menyampaikan gambar kondisi individu yang sedang melakukan interaksi
(teleconference) sebagaimana mestinya. Teknologi video teleconference lebih
mutakhir dari telepon, karena selain menyampaikan suara, teknologi ini dapat
menampilkan gambar atau citra secara realtime melalui jaringan internet. Dari
penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
mengenai esensi ittihād al-majelis atau adanya pergeseran kebudayaan dalam hal
melakukan akad. Dimana dalam nikah biasa akad dilakukan dengan muwājahah bil
ma’rūf (berhadap-hadapan secara langsung) pada satu tempat. Namun, untuk nikah
online ini muwājahah bil ma’rūf sama-sama dilakukan, tapi tidak dengan tempatnya,
dimana nikah online dilakukan dengan terpisahnya jarak antara yang melangsungkan
akad.
Dengan melihat apa yang tampak dari permasalah tersebut, dapatlah kita
bandingkan kepada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1751/P/1989
tentang Pengesahan Praktik akad melaui media telepon. Pengadilan Agama Jakarta
Selatan telah memberikan keputusan dengan menetapkan pernikahan yang
dilaksanakan itu sah. Penetapan itu didasarkan kepada mashlahah dharuriyat dalam
rangka menjaga dan memelihara agama dan keturunan yang dianjurkan oleh syariat
islam. Pernikahan telah dilaksanakan sesuai dengan syariat islam, hanya saja ijab
qabulnya dilakukan melalui telepon. Ketika ijab qabul dilaksanakan hadirin dalam
majelis itu semua menyaksikan dan mendengar, sebab suara yang ada di telepon
dibesakan melalui pengeras suara. Putusan ini menuai kontroversi dan perselisihan
pendapat antar ulama mengenai harusnya bersatu majelis bagi ijab kabul. Walaupun
demikian, putusan ini merupakan salah satu sumber hukum atau disebut sebagai
yurisprudensi.
10
Sebagai perbandingan, di Mesir, berdasarkan buku laporan pelatihan hakim
Indonesia gelombang II di Kairo, 2003, pengertian satu majelis tidak harus duduk
dalam satu tempat. Oleh karenanya, ijab kabul melalui telepon dipandang sah bila
dapat dipastikan suara yang didengar adalah suara orang yang melakukan ijab kabul.
Begitupun apabila ijab kabul dilakukan lewat surat elektronik dibacakan oleh
kuasanya yang sah di depan dua orang saksi nikah dan banyak orang.
11
dalam kurun waktu yang terdapat dalam satu ritual akad nikah, bukan
dilaksanakan pada dua kurun waktu yang terpisah, dalam artian bahwa ijab
diikrarkan dalam satu ritual, lalu setelah ritual ijab bubar, qabul di ucapkan pula
pada acara selanjutnya. Dalam hal yang disebutkan terakhir tadi, meski dua acara
berkesinambungan secara terpisah bisa jadi dilaksanakan dalam kurun waktu yang
sama, akan tetapi dikarenakan kesinambungan antara ijab dan qabul itu terputus,
maka akad nikah tersebut tidak sah. Meskipun tempatnya bersatu, namun jikalau
dilaksanakan dalam kurun waktu yang tidak sama, dalam dua acara yang terpisah,
maka kesinambungan diantara penerapan ijab dan penerapan qabul sudah tidak
dapat diwujudkan, oleh sebab itu akad nikahnya tidak sah.
Substansi atau esensi dari sebuah persyaratan bersatu majelis menurut
Hanafiyah ialah berkaitan keharusan kesinambungan waktu (zaman), bukan
berkaitan kesatuan tempat (makan) selama belum terjadi hal-hal menolak dan
memalingkan mereka dari majelis akad tersebut. berdasarkan hal itu, menurut
Hanafiyah pengikraran ijab dan qabul lewat perkataan mulut (lisan) bukanlah
salah satunya cara yang harus dijalani dalam pengikraran ijabnya.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait keabsahan dari
nikah online, dikarenakan salah satu syarat dari sah nya ijab qabul yaitu dilakukan
dalam satu majelis (ittihād al-majlis). Penulis berpendapat bahwa nikah online
dengan menggunakan apps itu dianggap satu majelis di cyber space, dimana calon
mempelai, saksi, wali semua hadir pada cyber space tersebut. Jika nikah dengan surat
dan telefon saja dapat diterima maka seharusnya nikah online melalui apps harus lebih
dapat diterima. Urgensi MUI untuk mengeluarkan fatwa terkait nikah online sangat
diperlukan mengingat kondisi pembatasan sosial karena pandemi wabah covid-19
serta untuk mengisi kekosongan hukum yang ada. Justru bukan hanya dikarenakan
adanya pandemi ini saja, bahkan kita harus siap pada era digital untuk menghadapi
industri 4.0. Walaupun telah ada sebelumnya Putusan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan No. 1751/P/1989 tentang Pengesahan Praktik akad melaui media telepon yang
12
dapat dijadikan sebagai yurisprudensi, namun masih diperlukan kepastian hukum
yang lebih terperinci.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Cet. 2, (Jakarta: Pustaka Amani,
2002), 67-68.
Wahyu Wibisiana, Pernikahan Dalam Islam, Vol.14, No.187, 2016
Ghufron, Sofiniyah (editor), 2005, Cara Mudah Memahami Akad- akad Syariah, (Jakarta: Renaisan).
Ibn Hibban, 1414/1993, Shahih Ibn Hibban, XI, 340, Hadis No. 4967. (Bairut: Mu’assasah arRaisalah).
Ibn Majah, t.th., Sunan Ibn Majah, II, 737, Hadis no 2185. (Bairut: Dar alFikr).
Ibn Qudamah, 1981, Al-Mugni, V. (Riyad: Maktabat alRiyad al Haditha).
13