Anda di halaman 1dari 16

PERSYARATAN SUAMI DALAM MENGIKRARKAN TALAK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Naskah Fiqh

Dosen Pengampu :

Heri Siswari M. HI

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Ary Darma Prastio : 0201192096

Sahatia : 0201193129

Muhammad Fathony : 0201193131

AKHWALUL SYAKSIAH ( HUKUM KELUARGA)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الر حمن الر حيم‬


Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Puji syukur
kami ucapkan kepada allah swt yang mana atas limpahan karunia nikmat yang tidak bisa
dihitung dengan akal manusia, baik itu nikmat iman, islam, serta nikmat kesehatan sehingga
kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Persyaran Suami dalam
Mengikrarkan Talak” pada Mata Kuliah Studi Naskah Fiqh.
Pada kesempatan ini tidak lepas kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu
Ayahanda Kami Heri Siswari M. HI yang telah memberikan tugas makalah ini dengan
maksud agar mahasiswa dapat lebih menggali ilmu dengan banyak membaca berbagai buku
yang mendukung Mata Kuliah Studi Naskah Fiqh, sehingga mahasiswa dapat memiliki
wawasan yang lebih. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk
penyempurnaanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi Mata Kuliah Studi Naskah Fiqh dan
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari demi meningkatkan mutu pendidikan dan
dapat menambah pengetahuan ilmu bagi pembaca.

Medan, 3 November 2021

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ikrar .............................................................................................. 3


B. Persyaratan Suami dalam Mengikrarkan Talak ............................................... 4
C. Beberapa Alasan Suami Mengajukan Permohonan Cerai Talak ke Pengadilan
Agama 4
D. Tahapan-Tahapan Acara Persidangan Cerai Talak di Pengadilan Agama
Menurut Undang-Undang Pengadilan Agama 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 10
B. Saran .............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal 20 PP No. 9 tahun
1975). Gugatan perceraian dimaksud dapat dilakukan oleh seorang isteri yang
melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau isteri
yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya selain
Islam.
Menurut Pasal 129 Kompilasi Hukum Islam :
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan
baik lisan maupun tertulis ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri
disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluanitu.
Wantjik Saleh menyatakan bahwa : “cerai gugat” yaitu suatu perceraian yang
disebabkan karena adanya gugatan terlebih dahulu oleh salah satu pihak kepada
pengadilan dan dengan suatu keputusan.
Pengucapan ikrar talak merupakan eksekusi putusan cerai talak. Dan pasal 70 ayat
(3) menegaskan, pelaksanaan pengucapan ikrar talak, baru dapat dijalankan setelah
putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Tindak lanjut yang mengikuti hal itu,
pengadilan menetapkan hari sidang (PHS Ikrar Talak) yang khusus untuk menyaksikan
pengucapan ikrar talakpemohon/suami.
Sudah barang tentu sangat bijaksana apabila sidang penyaksian ikrar talak segera
dilaksanakan beberapa saat setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tujuannya selain memenuhi tuntutan asas peradilan yang sederhana dan cepat,
sekaligus memberi kepastian kepada suami isteri untuk menempuh jalan kehidupan
baru, terutama kepada pihak isteri sangat penting artinya, agar dia tidak berada dalam
“kalmu’allaqah” yakni dalam keadaan terombang-ambing yang berkelamaan. Hal ini
sangat tidak dikehendaki ajaran Islam seperti yang diperingatkan dalam surat al-
Nisa‟ayat 129. Oleh karenaitu sangat diharapkan sikap Ketua Pengadilan Agama untuk
secepat mungkin menetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak sesaat setelah putusan
memperoleh kekuatan hukumtetap.
Berdasarkan ketentuan pasal 70 ayat (4), sidang penyaksian ikrar talak dihadiri oleh

1
pihak pemohon dan termohon. Ini berarti suami isteri hadir dalam persidangan, tetapi
kehadiran mereka menurut undang-undang, tidak mesti secara pribadi atau in-person.
Baik suami maupun isteri dapat diwakili oleh kuasa. Dengan demikian undang-undang
memberi kemungkinan bagi seorang kuasa untuk mengucapkan ikrar talak.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Ikrar?
2. Apa-Apa Saja Persyaratan Suami dalam Mengikrarkan Talak?
3. Apa-Apa Sajakah Alasan Suami Mengajukan Permohonan Cerai Talak ke
Pengadilan Agama?
4. Bagaimanakah Tahapan-Tahapan Acara Persidangan Cerai Talak di
Pengadilan Agama Menurut Undang-Undang Pengadilan Agama?

C. Tujuan Penulis
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Ikrar.
2. Untuk Mengetahui Saja Persyaratan Suami dalam Mengikrarkan Talak.
3. Untuk Mengetahui Alasan Suami Mengajukan Permohonan Cerai Talak ke
Pengadilan Agama.
4. Untuk Mengetahui Tahapan-Tahapan Acara Persidangan Cerai Talak di
Pengadilan Agama Menurut Undang-Undang Pengadilan Agama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ikrar Talak

Ikrar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah janji yang sungguh-
sunguh, dalam arti yang lain, ikrar berarti akad, janji atau kata sepakat.1Sedangkan Ikrar
(Sighat) talak ialah perkataan atau ucapan yang diucapkan oleh suami atau wakilnya
saat ia menjatuhkan talak pada istrinya. Sighat talak ini ada yang diucapkan langsung
dengan perkataan yang jelas dan ada pula yang diucapkan dengan sindiran(kinayah).

Sighat talak yang langsung dan jelas, misalnya suami berkata pada istrinya: ”Saya
jatuhkan talak satu kepadamu”. Dengan diucapkan kalimat itu oleh suami maka
jatuhlah talak satu kepada istrinya saat itu juga dan sah hukumnya. Sedangkan sighat
talak yang diucapkan secara sindiran, misalnya suami berkata
kepadaistrinya:“Kembalilahkepadaorangtuamu”atau“Engkautelahakulepaskan dari
aku”. Hal ini dinyatakan sah apabila:

a) Ucapan Suami itu disertai niat menjatuhkan talak padaistrinya.


b) Suami mengucapkan kepada hakim bahwa maksud ucapannya itu untuk
menyatakan talak kepada istrinya. Apabila ucapannya itu tidakbermaksuduntuk
menjatuhkan talak kepada istrinya, maka sighat talak yang demikian tidak sah
hukumnya. 2

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama (Pasal 117 KHI).
Talak yang akan diikrarkan oleh suami kepada istrinya, dilakukan oleh si suami
dengan mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama
yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar
diadakan sidang untuk keperluan penjatuhan ikrar talak tersebut (Pasal 129 KHI). Di
dalam praktik, permohonan yang diajukan oleh suami tersebut dikenal dengan sebutan
permohonan talak, yang mana suami berkedudukan sebagai Pemohon, sedangkan istri
sebagai Termohon. “Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berbasis aplikasi. Terdapat dua jenis arti dari ikrar dalam KBBI dalam
versi aplikasi ini, arti ikrar yang pertama dari KBBI adalah janji yang sungguh-sungguh. Dalam aplikasi KBBI yang
sama ada makna lain yaitu akad, janji atau kata sepakat
2
Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahana, Hukum Perceraian, h.120

3
yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131” (Pasal 117).3

B. Persyaratan Suami dalam Mengikrarkan Talak


Setelah pengadilan berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi
didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka Pengadilan menetapkan bahwa
permohonan tersebut dikabulkan.Terhadap penetapan tersebut istri dapat mengajukan
banding. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap Pengadilan
menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil suami dan istri atau
wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang
diberi kuasakhusus dalam suatu akte otentik untuk mengucapkan ikrar talak,
mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
Jika istri telah mendapatkan panggilan secara sah atau patut tetapi tidak datang
menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat
mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya. Jika suami dalam tenggang
waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang
menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapatkan panggilan
secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut dan perceraian tidak
dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama (pasal70[1-6]).4

C. Beberapa alasan suami mengajukan permohonan cerai talak ke pengadilan


Permohonan yang diajukan suami ke pengadilan harus dilalui dengan proses
tertentu dan diajukan dengan menyertai alasan-alasanya. Beberapa alasan suami ini
dijelasakan oleh AbdulManan: 5

1. Permohonanceraitalakkarenaistrimelalaikankewajiban.MenurutUUNo.1
Tahun1974Pasal34ayat(3)dijelaskan,jikaistrimelalaikankewajibannya, suami
dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan. Sedangkan menurut
Kompilasi Hukum Islam seperti yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (5) dinyatakan,
jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepadapengadilan.

3
Qonun al-Ahwali asy-Syakhshiah, Beirut: ad-Dar Asy-Syamiyah, tt, hlm.125
4
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia (Jakarta : Prestasi Pustaka Publiser, 2006),h,148.
5
Abdul Manan dan M.Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, h. 28- 29

4
2. Permohonan cerai talak dengan alasan istri berbuat zina atau pemadat.
Berkenaan dengan masalah ini, telah dimuat dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal
19 huruf a yang berbunyi: “Salah satu berbuat zina datau menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan”. 6 Senada
dengan alasan diatas, KHI juga menjelaskan seperti yang terdapat pada pasal
116 huruf a yang berbunyi: “Perceraian dapat terjadi karena salah satu pihak
berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang
sukar disembuhkan”.
3. Permohonan cerai talak dengan alasan istri meninggalkan suami selama 2 tahun
berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah. Diatur dalam PP No. 9
Tahun 1975 Pasal 19 huruf b dan KHI pasal 116 huruf b.
4. Permohonan cerai talak dengan alasan istri mendapat hukuman penjara 5 tahun
atau lebih. 7
5. Permohonan cerai talak dengan alasan istri melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. Dijelaskan dalam PP No.9
Tahun 1975 Pasal 19 huruf d dan KHI Pasal 116 huruf a.
6. Permohonan cerai talak dengan alasan istri mendapat cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Hal ini
dimuat dalam PP No.9 Tahun 1975 pasal 19 huruf e dan Kompilasi Hukum
Islam Pasal 116 huruf e.
7. Permohonan cerai talak dengan alsan terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran.8
8. Permohonan cerai talak dengan alasan istri murtad. Dalam KHI Pasal 116 huruf
h dengan tegas dinyatakan, “Peralihan agama atau murtad yang mnyebabkan
terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga”. 9

6
Pasal ini merupakan bagian dari pasal PP No.9 Tahun 1975 yang menjelaskan tentang alasan sebuah
perceraian dapat terjadi. Pasal ini terdiri dari 6 huruf dari huruf a hingga huruf f.
7
Dijelaskan dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf c: “ Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara
5(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung”. KHI Pasal 16 huruf c
menegskan: “Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukumanyang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung”.
8
Berkenaan dengan alasan ini dijelaskan dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf f yang berbunyi: “Antara
suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun
lagi dalam rumah tangga”. Selanjutnya KHI Pasal 116 huruf f juga menjelaskan, “Antara suami dan istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga”
9
Kendati KHI menyebut murtad sebagai alasan sebagai alasan perceraian, namun alasan tersebut dikaitkan
dengan adanya kalimat, “yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.” Hal ini dapat

5
9. Permohonan cerai talak dengan alasan syiqaq. 10 Diatur dalam UU No.7 Tahun
1989 Pasal 76.
10. Permohonan cerai talak dengan alasan li’an.11 Alasan ini dimuat dalam pasal 87
ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Pasal 88 ayat (1)
UUPA.

D. Tahapan-Tahapan Acara Persidangan Cerai Talak di Pengadilan Agama


Menurut Undang-Undang Pengadilan Agama
Ada beberapa tahapan-tahapan tertentu yang harus dilaksanakan, yaitu seperti:

1. Upaya perdamaian
Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
jo. Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 65 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 115 Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1991 tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam menyatakan hakim wajib
mengupayakan perdamaian kepada para pihak pada setiap persidangan secara efektif
dan optimal untuk mencegah terjadinya perceraian. Namun pada praktiknya, upaya
tersebut masih belum dilakukan secara maksimal sehingga perkara perceraian terus
menerus meningkat12

2. Tahapan mediasi
Dalam menempuh proses mediasi ada beberapa tahapan yaitu:
1. Pernyataan Pembukaan oleh mediator.
2. Pernyataan Pembukaan Para Pihak.
3. Merancang Proses Pemecahan Masalah.
4. Pemecahan Masalah.

menimbulkan sebuah pertanyaan, bagaimana jika suami dan istri berbeda agama namun dapat hidup rukun
dalam rumah tangga? (Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI), (Jakarta: KENCANA, 2004, Edisi
Pertama), h.227)
10
Syiqaq dalam penjelasan Soemiyati dalah perselisihan atau menurut fiqh berarti perselisihan suami istri yang
diselesaikan dua orang hakam, satu orang dari pihak suami dan satu orang lagi dari pihak istri.
11
Abdul Ghofur Anshori menjelaskan bahwa lian adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berbuat zina,
sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi. (Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan
Islam, h. 150.
12
Abbas, Syahrizal, Mediasi dalam Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011) hlm.31

6
5. Tawar Menawar.
6. Penyiapan Draft.
7. Kesepakatan Akhir.
Apabila tidak tercapai kesepakatan damai maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan
surat gugat oleh penggugat/kuasanya. Namun apabila perdamaian berhasil maka
dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian yang bertitel DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YME.13

3. Pembacaan surat gugatan.


Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim wajib
menyatakan sidang tertutup untuk umum, sementara perkara perdata umum sidangnya
selalu terbuka.

Surat Gugatan Penggugat yang diajukan ke Pengadilan Agama itu dibacakan oleh
Penggugat sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum diberikan
kesempatan oleh mejelis hakim kepada tergugat memberikan tanggapan/jawabannya,
pihak penggugat punya hak untuk mengubah, mencabut atau mempertahankan isi
surat gugatannya tersebut. Apabila Penggugat menyatakan tetap tidak ada perubahan
dan tambahan dalam gugatannya itu kemudian persidangan dilanjutkan ketahap
berikutnya.

4. Jawaban tergugat
Setelah gugatan dibacakan, kemudian Tergugat diberi kesempatan
mengajukan jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang berikutnya.
Jawaban tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan ( Pasal 158 ayat (1) R.Bg).
Pada tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan eksepsi (tangkisan) atau
rekonpensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak perlu membayar panjar biaya
perkara.

5. Replik penggugat
Replik adalah jawaban penggugat dalam hal terulis maupun juga lisan
terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan oleh penggugat untuk

13
Harahap, M Yahya, Hukum Acara Perdata. (Jakarta: Sinar Grafika, 2006.) hlm. 20

7
meneguhkan gugatannya tersebut, dengan cara mematahkan berbagai alasan dalam
penolakan yang dikemukakan tergugat di dalam jawabannya.
Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi
kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat. Pada tahap ini
mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau bisa pula merubah sikap
dengan membenarkan jawaban/bantahan tergugat.

6. Duplik tergugat.
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi
kesempatan untuk menanggapinya/menyampaikan dupliknya. Dalam tahap ini dapat
diulang-ulangi sampai ada titik temu antara penggugat dengan tergugat. Apabila acara
jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan masih ada hal-hal yang tidak
disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan dengan acara pembuktian.

7. Pembuktian
Pada tahap ini, penggugat dan tergugat diberi kesempatan yang sama untuk
mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun saksi-saksi secara bergantian
yang diatur oleh hakim.

8. Kesimpulan para pihak.


Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama
untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan
selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing. Kesimpulan yang
disampaikan ini dapat berupa lisan dan dapat pula secara tertulis.

9. Musyawarah majelis hakim.


Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia ( Pasal 19 ayat (3) UU
No. 4 Tahun 2004. Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim, semua hakim
menyampaikan pertimbangannya atau pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis.
Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil suara terbanyak, dan pendapat yang
berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan (dissenting opinion).

8
10. Putusan hakim.
Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal sidang, pada
tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan putusan tersebut,
penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum banding dalam tenggang
waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila penggugat/ tergugat tidak hadir saat
dibacakan putusan, maka Juru Sita Pengadilan Agama akan menyampaikan isi
putusan itu kepada pihak yang tidak hadir, dan putusan baru berkekuatan hukum tetap
setelah 14 hari isi putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu.14

14
https://web.pa-sumber.go.id/tahapan-tahapan-perkara/

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ikrar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah janji yang
sungguhsunguh, dalam arti yang lain, ikrar berarti akad, janji atau kata
sepakat.Sedangkan Ikrar (Sighat) talak ialah perkataan atau ucapan yang diucapkan
oleh suami atau wakilnya saat ia menjatuhkan talak pada istrinya. Sighat talak ini ada
yang diucapkan langsung dengan perkataan yang jelas dan ada pula yang diucapkan
dengan sindiran(kinayah).

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama (Pasal 117 KHI).
Talak yang akan diikrarkan oleh suami kepada istrinya, dilakukan oleh si suami
dengan mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama
yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar
diadakan sidang untuk keperluan penjatuhan ikrar talak tersebut (Pasal 129 KHI).

Setelah pengadilan berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi
didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka Pengadilan menetapkan bahwa
permohonan tersebut dikabulkan.Terhadap penetapan tersebut istri dapat mengajukan
banding. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap Pengadilan
menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil suami dan istri atau
wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang
diberi kuasakhusus dalam suatu akte otentik untuk mengucapkan ikrar talak,
mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
Jika istri telah mendapatkan panggilan secara sah atau patut tetapi tidak datang
menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat
mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya. Jika suami dalam
tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak
tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah
mendapatkan panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan
tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama
(pasal70[1-6]).

10
B. Saran

Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sekalian yang bersifat membangun guna terciptanya makalah yang lebih baik
lagi kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal. 2011. Mediasi dalam Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional.
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Abdul Ghofur Anshori menjelaskan bahwa lian adalah sumpah suami yang menuduh istrinya
berbuat zina, sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi. (Abdul
Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam.

Berkenaan dengan alasan ini dijelaskan dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf f yang
berbunyi: “Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Selanjutnya KHI Pasal
116 huruf f juga menjelaskan, “Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”

Dijelaskan dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf c: “ Salah satu pihak mendapatkan
hukuman penjara 5(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung”. KHI Pasal 16 huruf c menegskan: “Salah satu pihak mendapat hukuman
penjara 5 (lima) tahun atau hukumanyang lebih berat setelah perkawinan berlangsung”.

Harahap, M Yahya. 2006. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

https://web.pa-sumber.go.id/tahapan-tahapan-perkara/

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berbasis aplikasi. Terdapat dua jenis arti dariikrar dalam
KBBI dalam versi aplikasi ini, arti ikrar yang pertama dari KBBI adalah janji yang
sungguh-sungguh. Dalam aplikasi KBBI yang sama ada makna lain yaitu akad, janji atau
kata sepakat.

Kendati KHI menyebut murtad sebagai alasan sebagai alasan perceraian, namun alasan tersebut
dikaitkan dengan adanya kalimat, “yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam
rumah tangga.” Hal ini dapat menimbulkan sebuah pertanyaan, bagaimana jika suami dan
istri berbeda agama namun dapat hidup rukun dalam rumah tangga? (Amir Nuruddin dan
Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI), (Jakarta: KENCANA, 2004, Edisi
Pertama), h.227)

12
Manan, Abdul dan M.Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama.

Pasal ini merupakan bagian dari pasal PP No.9 Tahun 1975 yang menjelaskan tentang alasan
sebuah perceraian dapat terjadi. Pasal ini terdiri dari 6 huruf dari huruf a hingga huruf f.

Syaifuddin, Muhammad dkk. Hukum Perceraian,Qonun al-Ahwali asy-Syakhshiah. Beirut: ad-Dar


Asy-Syamiyah.

Syiqaq dalam penjelasan Soemiyati dalah perselisihan atau menurut fiqh berarti perselisihan
suami istri yang diselesaikan dua orang hakam, satu orang dari pihak suami dan satu
orang lagi dari pihak istri.

Triwulan, Titik Tutik. 2006. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta : Prestasi Pustaka
Publiser.

13

Anda mungkin juga menyukai