Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM PERKAWINAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM


PERDATA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata.

Dosen pengampu: Nina Chairina, S.Ag., M.H.

Disusun oleh:

Zaidan Marshendi Rahman (221110013)

KELAS A

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Atas
rahmat dan hidayah-nya, saya bisa menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Hukum
Perkawinan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata" untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum perdata dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW kepada keluarganya, para sahabatnya,
hingga kita selaku umatnya.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Hukum Perdata yaitu Ibu.
Nina Chairina, S.Ag., M.H. Berkat bantuan dan bimbingan beliau yang telah memberikan
ilmunya, sehingga saya bisa menyusun makalah ini.

Saya begitu menyadari sekali bahwasanya makalah ini jauh dari kata sempurna, dan
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, saran dan kritik dari semuanya senantiasa saya
harapkan demi perbaikan karya tulis saya. Saya juga berharap semoga makalah ini berguna,
dan dapat menambah ilmu bagi penulis dan juga pembaca.

Serang, 18 Oktober 2023.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB 1-PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................... 1

BAB 2-PEMBAHASAN

A. Syarat-syarat Sah Perkawinan ................................................................................ 2


B. Perjanjian Perkawinan ........................................................................................... 3
C. Perceraian .............................................................................................................. 5
D. Pemisahan kekayaan .............................................................................................. 6

BAB 3-PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................................................... 7
B. Saran ..................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 8

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia memiliki kecenderungan alami untuk hidup bersama dengan sesama manusia
dalam konteks kehidupan sosial. Ini dimulai dengan pembentukan keluarga, yang umumnya
melibatkan seorang pria dan seorang wanita. Kehidupan bersama pria dan wanita dalam ikatan
yang memenuhi persyaratan tertentu dikenal sebagai perkawinan.

Perkawinan adalah hubungan sah antara seorang pria dan seorang wanita yang
membutuhkan pertimbangan matang agar bisa berlangsung lama. Ini melibatkan saling
menghargai, saling percaya, dan pemenuhan hak serta kewajiban suami dan istri dengan
seimbang. Hal ini sangat penting agar perkawinan bisa berjalan tanpa masalah.

Untuk dianggap sah, perkawinan harus memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam
KUHPerdata. Burgerlijk Wetboek mengikuti asas bahwa poligami tidak diperbolehkan. Ada
juga larangan lainnya, seperti larangan menikahi saudara atau ipar, serta persyaratan izin dari
orangtua atau walinya sebelum menikah.

B. Rumusan Masalah

Ada beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji, diantaranya:

1. Apa saja syarat-syarat sah perkawinan?


2. Bagaimana perjanjian perkawinan dalam KUH Perdata?
3. Bagaimana perceraian menurut KUH Perdata?
4. Bagaimana pemisahan kekayaan dalam perkawinan menurut KUH Perdata?
C. Tujuan

Ditinjau dari latar belakang dan juga rumusan masalah yang sudah dijelaskan, maka
tujuan dari dibuatnya makalah ini ialah untuk mengetahui hukum di Indonesia yang mengatur
tentang perkawinan dan perceraian dalam perspektif Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer).

1
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Syarat-syarat Sah Perkawinan


1
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, pernyataan tersebut berdasarkan UU No. 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan. Adapun syarat-syarat perkawinan itu diatur mulai Pasal 6 sampai
Pasal 12 UU No. I tahun1974. Pasal 6 s/d Pasal 11 memuat mengenai syarat perkawinan yang
bersifat materiil, sedang Pasal 12 mengatur mengenai syarat perkawinan yang bersifat formil.
2
Dalam Pasal 26 KUHPerdata, perkawinan hanya dilihat sebagai keperdataan saja, yang
berarti perkawinan hanya sah jika memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan
dalam KUHPerdata. Jadi, untuk melaksanakan perkawinan yang sah, dalam KUHPerdata
diharuskan untuk memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan, yaitu:

1. Kedua pihak telah berumur sesuai dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang,
yaitu seorang laki-laki 18 tahun dan 15 tahun untuk perempuan. Namun secara khusus
usia perkawinan sekarang harus berusia 19 tahun baik seorang laki-laki maupun
seorang perempuan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak untuk melakukan perkawinan.
3. Bila seorang perempuan sebelumnya sudah pernah kawin, maka harus lewat 300 hari
sesudah putusnya perkawinan.
4. Tidak ada larangan dalam Undang-Undang bagi kedua belah pihak untuk melaksanakan
perkawinan pertama.
5. Bagi pihak yang masih dibawah umur, harus memiliki izin dari orangtua atau walinya.

Sebelum perkawinan dilangsungkan ada sesuatu hal yang harus dilakukan terlebih dahulu,
yaitu:

1
Muhammad Shoim. Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia. Semarang:CV. Rafi Sarana Perkasa.
2022. Hal 74.
2
Mesa Siti Maesaroh. Hukum Perkawinan Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2021.
Diakses pada tanggal 19 Oktober 2023. https://heylaw.id/blog/hukum-perkawinan.

2
3
1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kepada
pegawai pencatat perkawinan (bagi beragama islam) dan kantor catatan sipil bagi non
muslim.
2. Pemberitahuan memuat nama, umur, agama, pekerjaan, tempat kediaman,
pemberitahuan harus sudah disampaikan selambat-lambatnyan 10 hari.
3. Setelah pegawai pencatatan menerima pemberitahuan maka pegawai pencatat
perkawinan melakukan penelitian (pasal 6 ayat(2) PP No.9 1975).
4. Apabila ketentuan tentang pemberitahuan dan penelitian telah dilakukan maka
melakukan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan dan pengumuman tersebut ditanda tangani oleh pegawai
pencatat perkawinan.

4
Selain itu, terdapat surat-surat yang harus diserahkan kepada Pegawai Pencatatan Sipil,
agar dapat dilangsungkan pernikahan, yaitu:

1. Akta kelahiran kedua belah pihak.


2. Surat pernyataan dari Pegawai Pencatatan Sipil tentang adanya izin dari orangtua.
3. Proses verbal dari perantaraan hakim, karena dalam hal ini perantaraan itu dibutuhkan.
4. Surat kematian suami atau istri atau putusan perceraian perkawinan sebelumnya.
5. Surat keterangan dari Pegawai Pencatatan Sipil yang menyatakan telah dilangsungkan
pengumuman dengan tiada perlawanan dari suatu pihak.
6. Dispensasi dari Presiden (Menteri Kehakiman), dalam hal ada suatu
larangan untuk kawin.
B. Perjanjian Perkawinan
5
Perjanjian perkawinan yang sering juga disebut perjanjian pranikah atau dalam Bahasa
Inggris Prenuptial Agreement umumnya jarang terjadi di dalam Masyarakat Indonesia asli,
karena masih eratnya hubungan kekerabatan dan adanya rasa saling percaya antara calon suami
istri, karena perjanjian perkawinan masih dianggap tabu yang masih sangat jarang dipraktikan
dalam perkawinan orang Indonesia. Perjanjian perkawinan asal mulanya berasal dari
masyarakat Barat yang memiliki sifat individualistik dan kapitalistik, individualistik karena

3
Martha Eri Safira. Hukum Perdata. Ponorogo:CV. Nata Karya. 2017. Hal 36.
4
Mesa Siti Maesaroh. Hukum Perkawinan Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2021.
Diakses pada tanggal 19 Oktober 2023. https://heylaw.id/blog/hukum-perkawinan.
5
Muhammad Shoim. Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia. Semarang:CV. Rafi Sarana Perkasa.
2022. Hal 80-81.

3
melalui perjanjian perkawinan mengakui kemandirian dari harta suami dan harta istri,
kapitalistik karena tujuannya untuk melindungi rumah tangga dari kepailitan dalam dunia usaha,
artinya bilamana salah satu pihak diantara suami istri jatuh pailit maka yang lain masih bisa
diselamatkan.

Perjanjian perkawinan dalam undang-undang perkawinan diatur dalam Bab V dan hanya
terdiri satu pasal saja yaitu Pasal 29. Dijelaskan pada pasal tersebut, “Pada waktu sebelum
perkawinan berlangsung kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian
tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga
terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”. Menurut Pasal 139 KUHPerdata,
calon suami istri sebelum melakukan perkawinan dapat membuat perjanjian kawin. Dari
pengertian Pasal 139 KUHPerdata dapat diuraikan, bahwa perjanjian kawin
(howelijksvorwaaerden) sebenarnya merupakan persetujuan antara calon suami istri untuk
mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka.

6
Pada umumnya perjanjian kawin dibuat:

1. Bilamana terdapat sejumlah harta kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak dari
pada pihak yang lain.
2. Kedua belah pihak masing-masing membawa masukan yang cukup besar.
3. Masing-masing mempunyai usaha sendirisendiri sehingga andaikata salah satu jatuh
pailit yang lain tidak tersangkut.
4. Atas hutang-hutang yang mereka buat sebelum kawin, masing-masing akan
bertanggung gugat sendiri-sendiri

Perjanjian sebagaimana tersebut haruslah dilaksanakan sebelum perkawinan


dilangsungkan dan haruslah dibuat dalam bentuk akta otentik dimuka notaris, akta otentik itu
sangat penting karena dapat dijadikan bukti dalam persidangan pengadilan apabila terjadi
sengketa tentang harta bawaan masing-masing. Jika tidak ada perjanjian kawin yang dibuat
sebelum perkawinan dilaksanakan maka semua harta suami dan isteri terjadi perbauran.

7
Terdapat beberapa macam perjanjian perkawinan, yaitu:

1. Perjanjian perkawinan diluar persekutuan harta benda.

6
Haedah Faradz. Tujuan Dan Manfaat Perjanjian Perkawinan. Vol. 8, No. 3. 2008. Hal 250-251.
7
Mesa Siti Maesaroh. Hukum Perkawinan Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2021.
Diakses pada tanggal 19 Oktober 2023. https://heylaw.id/blog/hukum-perkawinan.

4
2. Perjanjian perkawinan persekutuan hasil dan pendapatan.
3. Perjanjian perkawinan persekutuan untung dan rugi.
4. Perjanjian kawin diluar persekutuan harta benda.
C. Perceraian
8
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan
pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi
sebagai suami istri walaupun perkawinan itu ditujukan untuk selama-lamanya, tetapi ada
kalanya terjadi hal-hal tertentu yang menyebabkan timbulnya perselisihan dalam perkawinan,
bahkan perkawinan tersebut tidak dapat diteruskan. Pada masa sekarang ini dengan semakin
lunturnya nilai-nilai agama, norma dan etika yang ada di masyarakat, tidak jarang terjadi suatu
perkawinan itu dilatarbelakangi oleh suatu kepentingan tertentu, yakni demi status,
kepentingan bisnis, mendapat perlindungan dan lain sebagainya sehingga status perkawinan
menjadi tidak kuat.

9
Dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan diterangkan adanya 6 sebab yang
dapat dijadikan alasan perceraian, baik untuk menjatuhkan talak maupun cerai gugat. Adapun
alasan-alasan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Salah satu pihak atau pasangan melakukan zina, merupakan pemabuk, pemadat,
penjudi, dan perbuatan lainnya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

8
Muhammad Shoim. Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia. Semarang:CV. Rafi Sarana Perkasa.
2022. Hal 92-93.
9
Tim Hukum Online. Alasan Perceraian Dalam UU Perkawinan Dan KHI. 2023. Diakses pada tanggal
19 Oktober 2023. https://www.hukumonline.com/berita/a/alasan-perceraian-lt63ef4d314b617/.

5
D. Pemisahan Kekayaan
10
Dalam melindungi si istri terhadap kekuasaan si suami yang sangat luas atas kekayaan
bersama serta kekayaan pribadi si istri, Undang-Undang memberikan pada si istri suatu hak
untuk meminta pada hakim supaya diadakan pemisahan kekayaan dengan tetap
berlangsungnya perkawinan.

Pemisahan kekayaan dapat diminta oleh si istri dengan alasan, yaitu:

1. Apabila suami dengan kelakuan yang nyata tidak baik, mengorbankan kekayaan
bersama dan membahayakan keselamatan keluarga.
2. Apabila suami melakukan pengurusan yang buruk terhadap kekayaan istri, hingga ada
kekhawatiran kekayaan ini akan menjadi habis.
3. Apabila suami mengobralkan kekayaan sendiri, hingga si istri akan kehilangan
tanggungan yang oleh Undang-Undang diberikan padanya atas kekayaan tersebut,
karena pengurusan yang dilakukan oleh si suami terhadap kekayaan istrinya.

Perlu diingat, bahwa di Indonesia sudah ada Undang-Undang yang berlaku diluar
KUHPerdata yang mengatur tentang perkawinan, yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

10
Mesa Siti Maesaroh. Hukum Perkawinan Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2021.
Diakses pada tanggal 19 Oktober 2023. https://heylaw.id/blog/hukum-perkawinan.

6
BAB 3

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan dari pembahasan ini adalah:

1. Syarat-syarat sah perkawinan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun


1974 tentang Perkawinan. Syarat-syarat ini mencakup usia minimal, persetujuan kedua
belah pihak, batasan waktu setelah perceraian sebelumnya, larangan perkawinan
pertama, dan izin dari orangtua jika ada yang masih di bawah umur.
2. Sebelum perkawinan dilangsungkan, ada proses pemberitahuan kepada pegawai
pencatat perkawinan, penelitian, dan pengumuman pemberitahuan kehendak
perkawinan.
3. Perjanjian perkawinan, yang dikenal sebagai perjanjian pranikah atau prenuptial
agreement, dapat dibuat oleh calon suami dan istri sebelum perkawinan. Ini dapat
digunakan untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka.
4. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan, dan ada alasan-alasan tertentu yang
dapat digunakan sebagai dasar untuk perceraian, seperti zina, meninggalkan pasangan,
hukuman penjara, kekejaman, cacat badan, dan perselisihan yang tak bisa diselesaikan.
5. Pemisahan kekayaan dapat diminta oleh istri jika suami melakukan tindakan yang
merugikan kekayaan bersama atau pribadi istri.
6. Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 mengenai perkawinan juga
mempengaruhi beberapa aspek hukum perkawinan di Indonesia.

Penting untuk memahami aspek-aspek ini dalam hukum perkawinan Indonesia untuk
menjalani perkawinan dan menghadapi situasi yang berkaitan dengan perceraian atau
pemisahan kekayaan dengan pengetahuan hukum yang memadai.

B. Saran

Pertimbangkan baik-baik komitmen dalam perkawinan, dan berusaha untuk menjaga


hubungan suami istri dengan baik. Jika ada masalah serius yang mengarah ke perceraian,
pertimbangkan untuk mencari solusi damai atau konsultasikan dengan ahli hukum.
Pemahaman yang baik tentang undang-undang perkawinan dapat membantu mencegah
masalah di masa depan dan memastikan bahwa perkawinan berlangsung dengan baik sesuai
dengan peraturan hukum yang berlaku.

7
DAFTAR PUSTAKA

Shoim, Muhammad. 2022. Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia. Semarang:CV. Rafi


Sarana Perkasa.

Eri, Safira, Martha. 2017. Hukum Perdata. Ponorogo:CV. Nata Karya.

Faradz, Haedah. 2008. Tujuan Dan Manfaat Perjanjian Perkawinan. Vol. 8 (3).

Siti, Maesaroh, Mesa. 2021. Hukum Perkawinan Dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. https://heylaw.id/blog/hukum-perkawinan. Diakses pada tanggal 19 Oktober
2023.

Tim Hukum Online. 2023. Alasan Perceraian Dalam UU Perkawinan dan KHI.
https://www.hukumonline.com/berita/a/alasan-perceraian-lt63ef4d314b617/. Diakses
pada tanggal 19 Oktober 2023.

Anda mungkin juga menyukai