Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KAPITA SELEKTA HUKUM KELUARGA

TENTANG
PENCATATAN PERKAWINAN DI KUA DAN KANTOR
CATATAN SIPIL

Diajukan untuk memenuhi tugas Semester Pendek Mata Kuliah Kapita Selekta
Hukum Keluarga

Di Susun
Oleh:
MUHAMMAD FAISHAL HABIB
NIM: 21154125

Dosen Pamong: Maulidya Mora Matondang, M.Ag

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang diberi judul PENCATATAN PERKAWINAN DI
KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL.

Makalah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan


dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan hasil makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Medan, 09 Februari 2021

Muhammad Faishal Habib


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i


Daftar Isi...................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ................................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan Masalah .......................................................................... 2

BAB II Pembahasan .................................................................................. 3


A. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan ....................................... 3
B. Prosedur Pencatatan Perkawinan ................................................ 4
C. Akibat Hukum Tidak Dicatatnya Perkawinan ............................ 9
D. Sahnya Perkawinan .................................................................... 9
E. Pencatatan Perkawinan ............................................................... 10
F. Pencatatan Perkawinan Bagi Penghayat kepercayaan ................ 11

BAB III Penutup ...................................................................................... 13

Kesimpulan ..................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 14


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pencatatan nikah pada dasarnya tidak disyariatkan dalam Agama Islam.


Namun, dilihat dari segi manfaatnya, pencatatan nikah sangat diperlukan.1
Perkawinan itu merupakan suatu akad, kontrak atau perikatan. Pengertian
perkawinan sebagai sebuah akad lebih sesuai dengan pengertian yang
dimaksudkan oleh undang-undang. Juga telah dijelaskan bahwa akad nikah dalam
sebuah perkawinan memiliki kedudukan yang sentral. Begitu pentingna akad
nikah ia ditetapkan sebagai salah satu rukun nikah yang disepakati, kendati
demikian tidak ada syarat bahwa akad nikah itu harus dituliskan atau diaktekan.
Atas dasar inilah fikih islam tidak mengenal adanya pencatatan perkawinan.
Sejalan dengan perkembanagan zaman dengan dinamika yang terus berubah
maka banyak sekali perbuahan-perubahan yang terjadi. Pergeseran kultur lisan
(oral) Kepada kultur tulis sebagai ciri masyarakat modern, menunutut
dijadikannya akta surat sebagai bukti autentik. Saksi hidup tidak bisa lagi bia di
andalkan tidak saja karena bisa hilang dengan sebab kematian, manusia dapat juga
mengalami kelupaan dan kesilapan. atas dasar in diperlukan sebuah bukti itulah
yang disebut akta.
Bahwa dalam UUP perkawinan dijelaskan adanya pencatatan perkawinan
itu sangat penting untuk dilaksanakan. Didalam UUP perkawinan tidak hanya
menempatkan pencatatan perkawinan sebagai suatu yang penting, tetapi juga
menjelaskan mekanisme bagaimana pencatatan perkawinan dilaksanakan.2
Dalam makalah ini akan membahas mengenai pencatatan perkawinan, yaitu
pencatatan perkawinan di kantor urusan agama dan kantor pencatatan sipil.

1
M.Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam , (Jakarta: Prenada Media,
2003), Hal.123
2
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dan fikih, UU No. 1?1974 Sampai KHI, (Jakarta: Kencana,
2004), cet. III, Hal.122

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan?
2. Bagaimana Prosedur Pencatatan Perkawinan?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Unuk Mengetahui Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan.
2. Untuk Mengetahui Pencatatan Perkawinan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DASAR HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

Pemerintah telah melakukan upaya pencatatan ini sejak lama sekali, karena
perkawinan selain merupakan akad suci, ia juga mengandung hubungan
keperdataan. Ini dapat dilihat dalam perjelasan umum Undang-Undang N0.1
Tahun 1974, nomor 2. 3
Sebelum berlakunya undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
berbagai hukum perkawinan diklasifikasikan berdasarkan warga Negara dan
daerahnya, pembagiannya sebagai berikut:4
a. Bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku hukum agama
yang telah diresipir dalam hukum adat.
b. Bagi orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat.
c. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku yang beragama Kristen
berlaku Huwelijksordonantie Christen Indonesia (Stbl. 1993 Nomor 74)
d. Bagi keturunan Timur Asing Cina dan warga Negara Indonesia keturunan
cinan berlaku ketentuan hukum berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-
undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan;
e. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warga negera Indonesia Keturunan
Timur Asing lainnya tersebut berlaku Hukum Adat merka.5
f. Bagi orang-orang Eropa dan warga Indonesia keturunan eropa dan yang
disamakan dengan mereka berlaku Undang-Undang Hukum Perdata.6
Sejak diundangkannya UU. No.1 Tahun 1974, merupakan era bagi
kepentingan umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. UU

3
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo, 2003), cet.VI, hal.108
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal.108
5
Undang-Undang Perkawinan,(Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004), Cet. I, hal.34
6
Undang-Undang perkawinan, (Semarang: Beringin Jaya), hal.25

3
No.1 Tahun 1974 merupakan kodifikasi dan unifikasi hukum perkawinan, yang
bersifat nasional yang menepatkan hukum Islam memiliki eksistensinya sendiri,
tanpa harus diresipiir oleh Hukum Adat7. Karena itu sangat wajar, apabila ada
yang berpendapat bahwa kelahiran UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan
merupakan ajal teori iblis receptie yang dimotori Snouck Hourgronje.8
Setelah berlaku UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan berlaku unifikasi.
Bawha Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (pasal 2 ayat
1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974).9 Bagi mereka yang
melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor
Urusan Agama (KUA).10 Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha,
Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).11

B. PROSEDUR PENCATATAN PERKAWINAN

a. Prosedur Pencatatan di Kantor Urusan Agama


Di dalam negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang
bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran,
kematian termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah
kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib
hukum.
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No.
32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang
berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama

7
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet.II, hal.
27
8
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal.108-109
9
LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 9 Januari
2021 dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.%20perkawinan.htm,.
10
Iir Hariman, Pencatatatn Perkawinan, artikel diakses pada 9 Januari 2021 dari
http://kancanaasli.blogspot.com/2009/09/pencatatan-perkawinan.html, pada tanggal 9 Januari 2021
11
Mardian Alisyaban Hidayat, Pencatatan Perkawinan, artikel pada 9 Januari 2021 dari
http://www.mardianaly.co.cc/2010/04/pencatatan-perkawinan.html.....

4
Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan
harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN
mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai
Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.12
Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan
sebagai berikut :
1. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka
saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka
menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan
kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21
tahun .
2. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik
menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan
perkawinan).
3. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan
rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.13
4. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon
mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai
wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.
5. Pemeriksaan kehendak nikah
6. Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang
hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi
tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja
12
KUA Arahan Indramayu Jawa Barat, Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama
(KUA), artikel diakses pada 9 Januari 2021 dari
http://kuaarahan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=56&Itemid=34hjjhghghg
ghghg
13
KUA Arahan Indramayu Jawa Barat, Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama
(KUA), artikel diakses pada 9 Januari 2021dari
http://kuaarahan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=56&Itemid=34hjjhghghg
ghghg

5
sebelum akad nikah dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data
tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah,
data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai
Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan
Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau
wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan:

I. Perkawinan Sesama WNI


1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Pengantin (catin)
masing-masing 1 (satu) lembar.
2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas
segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT,
RW dan Lurah setempat.
3. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1,
N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
4. Pas photo caten ukuran 2x3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi
anggota ABRI berpakaian dinas.
5. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai
dari Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian
dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
6. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
7. Catin Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
8. Catin Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
9. Laki-laki yang mau berpoligami.
10. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi catin yang umurnya kurang dari 21 tahun
baik catin laki-laki/perempuan.
11. Bagi catin dari luar kecamatan, harus ada surat Rekomendasi Nikah dari
KUA setempat.
12. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari
Pejabat Atasan/Komandan.

6
13. Bagi catin yang akan melangsungkan pernikahan ke luar wilayah
Kecamatan harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
14. Kedua catin mendaftarkan diri ke KUA sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
hari kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10
(sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari
Camat.
15. Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10
harus melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status
kewarganegaraannya (K1).
16. Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang
tidak mampu.

II. Perkawinan Campuran ( WNI & WNA)14


1. Akta Kelahiran/Kenal Lahir
2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang menetap
lebih dari satu tahun)
4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
6. Foto Copy PasPort
7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi.
7. Akad Nikah

b. Prosedur Pencatatan di Kantor catatan Sipil

14
KUA Arahan Indramayu Jawa Barat, Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama
(KUA), artikel diakses pada 9 Januari 2021dari
http://kuaarahan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=56&Itemid=34hjjhghghg
ghghg

7
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 Yo. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun
1975 yang merupakan alat pelaksanaan, Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan
mempunyai tugas mencatat perkawinan dan perceraian bagi yang beragam Non
Islam, serta perkawinan campuran.

Untuk memperoleh akta perkawinan yaitu memberitahukan kepada Kantor


Catatan Sipil dan Kependudukan atau PP3 (Pembantu Pegawai Pencatat
Perkawinan) oleh orang tua si calon mempelai sendiri atas kehendaknya untuk
melaksanakan perkawinan.15

Persyaratan untuk memperoleh Akta Perkawinan :

a. Akta Kelahiran/surat keterangan kenal lahir kedua calon mempelai.


b. KTP/Surat Keterangan Penduduk.
c. Akta Perceraian/kematian suami/istri terdahulu bagi mereka yang pernah
kawin, atau sudah meninggal.
d. Surat ijin komandan bagi anggota ABRI.
e. Bagi calon mempelai yang belum genap berusia 21 tahun harus mendapat ijin
dari orang tuanya yang dilakukan dihadapan pegawai pencatat perkawinan
dan setelahnya dibuat Akta ijin kawin dari Kantor Catatan Sipil dan
Kependudukan.
f. Surat keterangan kepala desa/kelurahan model N1, N2, N3, N4.
g. Bukti pemberkatan perkawinan.
h. Kalau ada perjanjian kawin harus dibuat sesaat sebelum perkawinan
dilaksanakan secara tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.
i. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan.

15
Kantor catatan Sipil Lamongan, Pencatatan Sipil, artikel pada 9 Januari 2021 dari
http://Lamongan.net/instansi/kantor_Catata_Sipil_dan_Kependudukan/index.php?option=com_co
ntent&task=view/id=&lmetid=33

8
j. Pas foto ukuran 4 x 6 (tiga pas foto terdiri dari calon mempelai pria dan
wanita).

C. AKIBAT HUKUM TIDAK DICATATNYA PERKAWINAN

1. Perkawinan Dianggap tidak Sah Meski perkawinan dilakukan menurut


agama dan kepercayaan, namun di mata negara perkawinan Anda
dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama atau
Kantor Catatan Sipil.
2. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak
tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang
Perkawinan). Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.16
3. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri
maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak
menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian,
Mahkamah Agung RI dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina
dan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani
dan Robby Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan nafkah bagi anak
hasil hubungan kedua pasangan tersebut.

D. SAHNYA PERKAWINAN

Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-


masing agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan). Ini
berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau
ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta/pastur telah

16
LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 9 Januari
2021 dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.%20perkawinan.htm,.

9
melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya (bagi yang non muslim), maka
perkawinan tersebut adalah sah, terutama di mata agama dan kepercayaan
masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak perkawinan yang tidak dicatatkan.
Bisa dengan alasan biaya yang mahal, prosedur berbelit-belit atau untuk
menghilangkan jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman adiministrasi
dari atasan, terutama untuk perkawinan kedua dan seterusnya (bagi pegawai
negeri dan ABRI). Perkawinan tak dicatatkan ini dikenal dengan istilah
Perkawinan Bawah Tangan (Nikah Syiri’)17

E. PENCATATAN PERKAWINAN

Pencatatan perkawinan amatlah penting, terutama untuk mendapatkan hak-


hak Anda, seperti warisan dan nafkah bagi anak-anak Anda. Jadi sebaiknya,
sebelum Anda memutuskan menjalani sebuah perkawinan di bawah tangan (nikah
syiri’), pikirkanlah terlebih dahulu. Jika masih ada kesempatan untuk menjalani
perkawinan secara resmi, artinya perkawinan menurut negara yang dicatatkan di
KUA atau KCS, pilihan ini jauh lebih baik. Karena jika tidak, ini akan membuat
Anda kesulitan ketika menuntut hak-hak Anda. Kemaslahatan bagi umum, artinya
kaum wanita jadi yang bersangkutan terlindungi hak asasinya, tidak dilecehkan.
Sebab menurut hukum positif Indonesia, nikah sirri itu tidak diakui sama sekali.
Adanya ikatan perkawinan diakui secara hukum hanya jika dicatat oleh petugas
yang ditunjuk. Jadi, di dalam stuktur Kantor urusan Agama itu ada petugas
pencatatan Nikah (PPN) yang kita sebut penghulu. Penghulu itu yang bertanggung
jawab untuk mencatat, bukan menikahkan. Terkadang ada salah tafsir bahwa
penghulu itu menikahkan. Tapi, dia juga bisa bertindak menjadi naibul wali ketika
wali menyerahkan untuk memimpin kewaliannya itu. Namun itu harus ada serah
terima dari wali yang sesungguhnya. Tidak bisa dia mengagkat dirinya menjadi

17
Safaruddin, Pentingnya Pencatatan Perkawinan, artikel di akses pada 9 Januari 2021 dari
http://kuakasihan.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=15

10
wali. Apalagi pihak lain yang mencoba untuk memposisikan dirinya sebagai
penghulu yang tidak ada surat keputusannya sebagai penghulu. 18

F. PENCATATAN PERKAWINAN BAGI PENGHAYAT


KEPERCAYAAN

Penghayat kepercayaan adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini


nilai-nilai penghayatan kepercayaan kepercayaan terhada tuhan Yang Maha esa.
Dalam hubungan perkawinan mereka pun melakukan perkawinan di depan
pemuka penghayat kepercayaan. Surat perkawinannya sebagai bukti telah terjadi
perkawinan dibuat, ditandatangani dan disahkan oleh pemuka penghayat
19
kepercayaan.

a. Dasar hukum
Pencatatan setiap peristiwa perkawinan yang dilakukan warga Negara
Indonesia ataupun warga Negara asing yang tinggal di Indonesia wajib dilakukan.
Petugas melakukan pencatatan ini adalah kantor pencatatan sipil. Hal tersebut
diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2006 dan pelaksanaannya diatur dalam
peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaannya.20

b. Syarat pencatatannya
1. Surat perkawinan yang telah dibuat oleh pemuka penghayat kepercayaan
2. Foto copy KTP
3. Pas foto suami dan isteri
4. Akta kelahiran
5. Paspor suami dan atau istri bagi orang asing.

18
LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 9 Januari
2021 dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.%20perkawinan.htm,.
19
Yudi Setianto, Dkk, Panduan Lengkap Mengurus Segala Dokumen Perijinan, Pribadi,
keluarga, Bisnis & Pendidikan, (Jakarta: Pranita Offest, 2008,) Cet.II, hal.53
20
Yudi Setianto, Dkk, Panduan Lengkap Mengurus Segala Dokumen Perijinan, Pribadi,
keluarga, Bisnis & Pendidikan, hal.53

11
c. Prosedur Pencatatan
1. Mengambil formulir pencatatan di kantor Unit Pelaksanaan Tekhnis Dinas
(UPTD) instansi pelaksana (kantor pencatatan sipil di kecamatan) dan
mengisinya.
2. Menyerahkannya kembali ke UPTD Instansi pelaksana yang dilengkapi
dengan persyaratan-persyaratan tersebut di atas.
3. Pejabat UPTD melakukan verifikasi dan validasi terhadap terhadap data
yang tercantum dalam formulir pencatatan perkawinan.
4. Ketika sudah lengkap maka pejabat mencatat paa register akta perkawinan
dan menerbitkan kutipan akte perkawinan penghayat kepercayaan lalu
diserahkan kepasa suami dan istri. 21

21
Yudi Setianto, Dkk, Panduan Lengkap Mengurus Segala Dokumen Perijinan, Pribadi,
keluarga, Bisnis & Pendidikan, hal.56

12
BAB III
KESIMPULAN

Bahwa pencatatan perkawinan sangat penting untuk mendapatkan hak-hak


Anda, seperti warisan dan nafkah bagi anak-anak Anda. Jadi apabila ada kasus-
kasus hukum yang terjadi bisa di adukan kepihak yang trekait dengan
permasalahan tersebut.
Untuk mekanisme pencatatannya sesuai dengan peraturan yang berlaku
pada (pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974) yaitu
Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan
dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama
Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil
(KCS).

13
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, cet.II,
2007.

Hasan, M.Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam , Jakarta: Prenada
Media, 2003.

Iir Hariman, Pencatatatn Perkawinan, artikel diakses pada 9 Januari 2021 dari
http://kancanaasli.blogspot.com/2009/09/pencatatan-perkawinan.html.

Kantor catatan Sipil Lamongan, Pencatatan Sipil, artikel di akses pada 9 Januari
2021darihttp://Lamongan.net/instansi/kantor_Catata_Sipil_dan_Kependudu
kan/index.php?option=com_content&task=view/id=&lmetid=33.

LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 9


Januari 2021 dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-
14%20penct.%20perkawinan.htm.

Mardian Alisyaban Hidayat, Pencatatan Perkawinan, artikel pada 9 Januari 2021


dari http://www.mardianaly.co.cc/2010/04/pencatatan-perkawinan.html.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan fikih, UU No. 1/1974 Sampai
KHI, Jakarta: Kencana, 2004.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo, cet.VI, 2003.

Undang-Undang Perkawinan,Yogyakarta: Pustaka Widyatama, Cet. I, 2004.

Undang-Undang perkawinan, Semarang: Beringin Jaya,tt.

14

Anda mungkin juga menyukai