Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM PERDATA ISLAM


Tetang

PENCATATAN PERKAWINAN DAN AKTA NIKAH

Disusun Oleh:
Kelompok 4:

Ahmad Akbar 2213030153

Abdan Syakura 2213030176

Wangseto Widy 2213030100

Hetty Handayani 2213030183

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Ikhwan Matondang SH, M.Ag

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL
PADANG
1443 H / 2023 M

1
KATA PENGANTAR

Allhamdulillahhirabbilalamin, Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah


mencurahkan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga makalah dengan judul
“Ketentuan-ketentuan umum tentang perkawinan” dapat diselesaikan. Kemudian Shalawat
dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah berhasil memerankan fungsi-fungsi
kekhalifahan dengan baik di pentas peradaban dunia sehingga beliau dipilih Allah SWT.
Sebagai uswatun hasanah bagi seluruh manusia.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dosen


Bapak Prof.Dr. Ikhwan Matondang SH, M.Ag sebagai dosen pembimbing dalam mata kuliah
HukumPerdata Islam di Indonesia yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan
sesuai dengan harapan dosen pembimbing mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah, kritik dan saran sangat diharapkan dari
pembaca, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang,20 Maret 2023

pemakalah

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................2
Daftar Isi.........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4
A. Latar belakang............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................5
C. Tujuan Penulisan........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................6
A. Bagaimana Tujuan pencatatan dan teknis pelaksanaan pencatatan
Perkawinan......................................................................................................6
B. Bagaimana muatan akad nikah dan manfaat nya.......12
BAB III PENUTUP..............................................................................................14
A. kesimpulan................................................................................................14
B. Saran..........................................................................................................14
Daftar pustaka................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pencatatan Perkawinan adalah salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh


pemerintah Indonesia sebagai upaya perlindungan terhadap perkawinan, serta memberikan
kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Jadi sangat
jelas pemerintah mengeluarkan kebijakan demi terjaganya kebaikan ataupun kemaslahatan.
Oleh karena itu kebijakannya haruslah diikuti sepanjang untuk kebaikan ataupun
perlindungan terhadap rakyatnya.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan, bahwa “Perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya
itu.” Kemudian di ayat selanjutnya bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”2 Hal ini berarti, bahwa jika suatu perkawinan telah
memenuhi syarat dan rukun, maka perkawinan tersebut adalah sah terutama di mata agama
dan kepercayaan masyarakat. Tetapi sahnya perkawinan di mata agama dan kepercayaan
masyarakat tidaklah cukup, perlu mendapat pengakuan dari negara supaya perkawinan
tersebut berkekuatan hukum.
Pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah sangat jelas/kaidah
hukum Islam yaitu menolak kemudaratan didahulukan daripada memperoleh kemaslahatan.
Adapun dampak perkawinan yang tidak dicatat itu antara lain suami istri tersebut tidak
mempunyai akta nikah sebagai bukti mereka telah menikah secara sah menurut agama dan
negara, anak-anak tidak dapat memperoleh akta kelahiran karena untuk mendapatkan akta
kelahiran itu diperlukan akta nikah dari orang tuanya, anak-anak tidak dapat mewarisi harta
orang tuanya karena tidak ada bukti autentik yang menyatakan mereka sebagai ahli waris
orang tuanya, atau hak-hak lain dalam pelaksanaan administrasi negara yang mesti dipenuhi
sebagai bukti diri.

4
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kita rumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana tujuan pencatatan dan teknis pelaksanaan pencatatan perkawinan?
2. Bagaimana manfaat dan muatan akta nikah?

C. Tujuan penulisan
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kita rumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu tujuan pencatatan dan teknis pelaksanaan pencatatan
perkawinan
2. Untuk mengetahui apa itu manfaat dan muatan akta nikah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pencatatan Perkawinan
1. Pengertian Pencatatan Perkawinan
Salah satu tahapan penting dalam perkawinan di Indonesia adalah pencatatan
perkawinan secara resmi oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Setelah pasangan suami istri
telah melaksanakan akad nikah secara sah menurut pandangan agama dengan rukun nikah
terpenuhi.
Pencatatan Perkawinan adalah sesuatu yang dilakukan oleh pejabat negara terhadap
peristiwa perkawinan1.
Peristiwa perkawinan adalah ketika pasangan suami dan istri melangsungkan akad
nikah, maka Pegawai Pencatat Nikah langsung melaksanakan pencatatan setelah akad selesai
dengan syarat dan rukun nikah terpenuhi.
Pada mulanya syariat Islam baik dalam Al-Quran atau al-Sunnah tidak mengatur
secara konkret tentang adanya pencatatan perkawinan. Tuntutan perkembangan, dengan
berbagai pertimbangan kemaslahatan hukum perdata Islam di Indonesia perlu mengaturnya
guna kepentingan kepastian hukum di dalam masyarakat.perlu mengaturnya guna
kepentingan kepastian hukum di dalam masyarakat2.
Pencatatan perkawinan adalah pendataan administrasi perkawinan yang ditangani
oleh petugas pencatat perkawinan (PPN) dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban
hukum3.
Dengan demikan pencatatan Perkawinan merupakan syarat administratif, standar
sahnya perkawinan ditentukan oleh hukum agama dari pasangan suami dan istri yang
melangsungkan perkawinan. Akan tetapi perkawinan yang tidak dicatatkan oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN) tidak memiliki kekuatan hukum yang berlaku, yang akan melindungi
status perkawinannya. Apabila salah satu pihak melalaikan

1
Tedjo Asmo Sugeng, dan Dicky Edwin Kusuma, “Tinjauan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Terhadap Perkawinan Poligami”. (Jurnal Ilmiah Fenomena), Vol. XIV, No. 1, (Mei, 2016) Fakultas Hukum Universitas
Abdurrachman Saleh Situbondo, h. 1436.http://unars.ac.id/jurnal/berita-381tinjauan- undangundang-nomor-1-tahun-1974-
tentang-perkawinan-terhadap-perkawinan-poligami.html. (Diakses tanggal 10 mei 2019, pukul 19.30 wib).
2
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, …, h. 91.
3
Esty Indrasari,Pencatatan Perkawinan, 2016,https://estyindra.weebly.com/mkn-journal/pencatatanperkawinan, (Diakses pada
tanggal 07 Juli 2019, pukul 14.30 WIB).

6
kewajibannya, maka pihak lain tidak dapat melakukan upaya hukum, karena tidak memiliki
bukti autentik dari perkawinan tersebut. Bukti autentik itu disebut dengan akta nikah/ buku
nikah.

2. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan


Dasar hukum tentang pencatatan perkawinan ada dalam Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 tentang ketentuan pencatatan perkawinan menyatakan:
(1) “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu.”
(2) “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”4
Secara lebih rinci, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Bab II Pasal 2
menjelaskan tentang pencatatan perkawinan:
1. Pencatat perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama
Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat,sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 32 Tahun
1954 tentang Pencatatan-Nikah, Talak, dan Rujuk.
2. Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut
agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat
Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-
undangan mengenai pencatatan perkawinan5.
Pasangan suami istri beragama Islam dapat melakukan pencatatan perkawinan pada
petugas Kantor Urusan Agama (KUA) tempat kedua mempelai melaksanakan akad nikah,
dan apabila bukan beragama Islam maka untuk mendapatkan akta nikah wajib mencatatkan
atau melaporkan diri ke Kantor Catatan Sipil daerah tempat tinggalnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 merupakan perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang mengatur tentang
tata cara pencatatan perkawinan. Pasal 1 Nomor 17 yangdimaksud dengan peristiwa penting
adalah kejadian yang dialami seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan,
perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama, dan
perubahan status
4
Mardani, Hukum Islam Kumpulan Peraturan tentang Hukum Islam di Indonesia,…, h. 68.
5
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, …, h. 94

7
kewarganegaraan.Pencatatan perkawinan bagi penduduk beragama Islam dalam pasal 8
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 menentukan, bahwa kewajiban Instansi Pelaksana
untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam pada
tingkat Kecamatan dilakukan oleh Pegawai Pencatat pada KUA Kecamatan6.
Di Indonesia pencatatan perkawinan dilaksanakan oleh Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan, memiliki tata cara dan prosedur sesuai dengan Keputusan Menteri
Agama Nomor 477 Tahun 2004 dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama
Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah dan disempurnakan kembali dengan
Peraturan Menteri Agama Nomor 19 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perkawinan.
Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2018 tentang
Pencatatan Nikah, dalam pasal 1 ayat (5), (6), (7) dan pasal 8 menyatakan:
Pasal 1 berbunyi:
(5) “Akta nikah adalah akta autentik pencatatan peristiwa perkawinan.”
(6) “Buku pencatatan perkawinan adalah kutipan akta nikah.”
(7) “Kartu perkawinan adalah buku pencatatan perkawinan dalam bentuk kartu elektronik.”7
Pasal 8 ayat (1) berbunyi:
“Pencatatan perkawinan dilakukan setelah akad dilaksanakan”8
Maka setelah akad dilaksanakan akta tersebut ditandatangani oleh kedua saksi dan
Pegawai Pencatat Perkawinan serta mempelai yang melangsungkan perkawinan menurut
agama Islam, ditanda tangani oleh Wali Nikah atau yang mewakilinya, dengan
penandatanganan akta perkawinan tersebut maka perkawinan itu telah tercatat secara resmi.
Dengan adanya akta perkawinan itu maka suami istri mempunyai alat bukti yang sah
berdasarkan UU Perkawinan9.

6
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat, … , h.225.
7
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Agama Nomor 19 Tahun 2018, (Jakarta:2018), h. 4.
8
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Agama Nomor 19 Tahun 2018, …, h. 9.
9
Hukum Online, Tanya Jawab Hukum Perkawinan dan Perceraian, (Ciputat: Kataelha, 2011), cetakan
kedua, h. 4-5.

8
Perkembangan pemikiran tentang dasar perintah pencatatan nikah,.Yang diqiyaskan
kepada ayat mudayanah yang mengisyaratkan bahwa adanya bukti autentik sangat diperlukan
untuk menjaga kepastian hukum. Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat Al Baqarah
ayat 282:
‫ٰٓل‬
‫َك اِتٌۢب ِباْلَع ْدِۖل َو اَل َيْأَب َك اِتٌب َاْن َّيْكُتَب َك َم ا َع َّلَم ُه ُهّٰللا‬ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَداَيْنُتْم ِبَد ْيٍن ِا ى َاَجٍل ُّمَس ًّمى َفاْكُتُبْو ُۗه َو ْلَيْكُتْب َّبْيَنُك ْم‬
‫َك اَن اَّلِذ ْي َع َلْيِه اْلَح ُّق َس ِفْيًها َاْو َضِع ْيًفا َاْو اَل َيْسَتِط ْيُع َاْن‬ ‫َفْلَيْكُتْۚب َو ْلُيْمِلِل اَّلِذ ْي َع َلْيِه اْلَح ُّق َو ْلَيَّتِق َهّٰللا َر َّبٗه َو اَل َيْبَخْس ِم ْنُه َش ْئًـۗا َفِاْن‬
‫ُّيِم َّل ُهَو َفْلُيْمِلْل َو ِلُّيٗه ِباْلَع ْدِۗل َو اْسَتْش ِهُد ْو ا َش ِهْيَد ْيِن ِم ْن ِّر َج اِلُك ْۚم َفِاْن َّلْم َيُك ْو َنا َر ُج َلْيِن َفَر ُجٌل َّواْمَر َاٰت ِن ِمَّم ْن َتْر َض ْو َن ِم َن الُّش َهَۤد اِء َاْن‬
‫ٰٓل‬
‫َتِض َّل ِاْح ٰد ىُهَم ا َفُتَذِّك َر ِاْح ٰد ىُهَم ا اُاْلْخ ٰر ۗى َو اَل َيْأَب الُّش َهَۤد اُء ِاَذ ا َم ا ُدُع ْو ۗا َو اَل َتْس َٔـُم ْٓو ا َاْن َتْكُتُبْو ُه َصِغ ْيًرا َاْو َك ِبْيًرا ِا ى َاَج ِلٖۗه ٰذ ِلُك ْم‬
‫َاْقَس ُط ِع ْنَد ِهّٰللا َو َاْقَو ُم ِللَّشَهاَد ِة َو َاْد ٰن ٓى َااَّل َتْر َتاُبْٓو ا ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن ِتَج اَر ًة َح اِضَر ًة ُتِد ْيُرْو َنَها َبْيَنُك ْم َفَلْيَس َع َلْيُك ْم ُجَناٌح َااَّل َتْكُتُبْو َهۗا‬

‫۝‬٢٨ ‫َو َاْش ِهُد ْٓو ا ِاَذ ا َتَباَيْع ُتْۖم َو اَل ُيَض ۤا َّر َك اِتٌب َّو اَل َش ِهْيٌد ۗە َو ِاْن َتْفَع ُلْو ا َفِاَّنٗه ُفُسْو ٌۢق ِبُك ْۗم َو اَّتُقوا َۗهّٰللا َو ُيَع ِّلُم ُك ُم ُۗهّٰللا َو ُهّٰللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِلْيٌم‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar.Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan
hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya.”

3. Tujuan Pencatatan Perkawinan


Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam
masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang- undangan, untuk
melindungi martabat dan kesucian (mitsaqan ghalidhan)perkawinan, dan lebih khusus lagi
melindungi perempuan dan anak-anak dalam kehidupan rumah tangga10.
Dalam pasal 5 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang memuat tujuan pencatatan
perkawinan adalah agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, oleh
karena ituperkawinan harus dicatat, merupakan ketentuan lanjutan dari pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang

10
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, …, h. 91.

9
pelaksanaannya dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Bab II tentang
Pencatatan Perkawinan11.
Mencatat akad nikah secara resmi akan merealisasikan maslahat agama dan sosial
untuk mencegah pengolakan hubungan perkawinan dan memelihara hak- hak istri dan anak12.
Pernikahan belum menghadapi sebuah masalah pengingkaran ketika masyarakat
masih sedikit dan terbatas, tetapi ketika kehidupan berubah terkikisnya jalinan ikatan sosial
yang mengikat manusia dan semakin banyaknya populasi jumlah manusia, berbagai
masalahpun semakin bercabang. Lalu norma etika pun semakin rusak, ketika itulah sangat
sulit membiarkan masalah ini seperti dahulu. Disinilah pencatatan nikah diperlukan, karena
berhubungan dengan banyak hal di dalam berbagai institusi sebuah negara, mulai dari
pendidikan, kesehatan, berpergian keluar negeri dan lain sebagainya.

4. Teknis pelaksanaan pencatatan perkawinan


Berdasarkan pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 merupakan
peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa hanya ada dua lembaga yang mempunyai legitimasi
hukum melakukan fungsi pencatatan perkawinan yaitu Kantor Urusan Agama bagi
perkawinan yang dilakukan oleh orang yang beragama islam dan kantor catatan sipil bagi
mereka yang beragama selain Islam.
Adapun mekanisme pencatatan menurut Pasal 6 PP No. 9 Tahun 1975 adalah
sebagai berikut :
1) Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan,
meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan
perkawinan menurut undang undang
2) Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1), pegawai Pencatat
meneliti pula :
a. Kutipan Akta Kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal tidak ada akta
kelahiran atau surat kenal lahir dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur
dan asal usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang setingkat dengan
itu.
11
Neng Djuabidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat, …, h. 220.
12
Tatanan Berkeluarga Dalam Islam, …, h. 131.

10
b. Keterangan mengenai nama, agam/kepercayaan, pekerjaan dan tempat tinggal orang
tua calon mempelai
c. Izin Tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan
(5) UndangUndang, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya belum mencapai
umur 21 (dua puluh satu tahun)
d. Izin Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 Undang-Undang dalam hal
calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunyai istri.
e. Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (2) Undang-
Undang
f. Izin kematian istri atau suami yang terdahulu atau dalam hal perceraian surat
keterangan perceraianbagi perkawinan untuk kedua kalinya atau lebih
g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB, apabila
salah satu calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata
h. Surat Kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan Pegawai Pencatat,

apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri karena
sesuatu alasan yang penting sehingga mewakilkan kepada orang lain. Pasal 11 :
1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan
sesuai dengan ketentuan ketentuan pasal 10 Peraturan Pemerintah ini , kedua mempelai
menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan
ketentuan yang berlaku
2) Akta Perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya
ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan
bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali
nikah atau yang mewakilinya
3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan tercatat secara resmi.Dari
penjelasan pasl 11 ayat (3) diatas bahwa pencatatan dinyatakan telah resmi ketika telah
ditandatangani oleh kedua mempelai, sakis dan pegawai pencatat nikah serta walinya bagi
yang beragama Islam. Jika proses ini belum dilakukan berdasarkan peraturan dia

11
B. Akta nikah
1. Manfaat
 Adapun manfaat Akta Nikah bagi Pasangan suami istri adalah, sebagai berikut :
1 Bisa dijadikan dasar sebagai alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa
dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah satu
bukti diantaranya yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah)
adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan
pada lembaga pencatatan yang berwenang, tentunya seseorang telah memiliki sebuah
dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan
majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun
sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian,
nafkah, dan lain sebagainya.
2. Untuk menjamin hak isteri dan anak yang lahir dari sebuah pernikahan, baik yang
bersifat materiil maupun inmateriil.(Hak suami isteri, Pasal 31 – 34, dan Hak anak
pasal 45 – 49 UU no I tahun 1974)
3. Terhindarkan dari fitnah, karena perkawinannya mempunayai legalitas hukum.
Bila Undang-Undang perkawinan nantinya benar-benar memberikan sanksi bagi
pasutri yang tidak mencatatkan Perkawinan, maka dengan akta nikah pasutri
terhindarkan dari sanksi hukum yang berlaku13

2. Muatan akta nikah


Adapun isi Akta Nikah diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No9 Tahun 1975:
Akta perkawinan memuat
 a.Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan,pekerjaan dan tempat
kediaman suami-isteri; Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin,
disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu;
 b.Nama,agama,pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka;
 c.Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2),(3),(4)dan.(5) undang-undang;
d.Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat(2) undang-undang;
 e.Izin Pengadilan asebagai dimaksud dalam Pasal 4 undang-undang;
13
Tsuroya Kiswati dkk,Perkawinn dibawah tangan (sirri) dan dampahnya, hal.151-170Madinah: Jurnal Studi Islam,
Volume 1 Nomor 2 Desember 2014

12
 f.Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang undang;
 g.Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB bagi anggota
Angkatan Bersenjata
 h.Perjanjian perkawinan apabila ada;
 i.Nama,umur,agama/kepercayaan,pekerjaan dan tempat kediaman para saksi, dan wali
nikah bagi yang beragama Islam;
 j.Nama,umur,agama/kepercayaan,pekerjaan dan tempat kediaman kuasa apabila
perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa. Selain hal-hal tersebut, dalam Akta
Nikah dilampirkan naskah perjanjian perkawinan yaitu teks yang dibaca suami setelah
akad nikah sebagai perjanjian kesetiaannya terhadap isteri.Akta Nikah dibuat dalam
rangkap 2 helai,pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat,kedua disimpan pada
panitra pengadilan dalam wilayah kantor pencatatan perkawinan itu berada,dan
kepada suami istri masing- masing diberikan kutipan akta nikah

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari Uraian diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pencatatan pernikahan
dapat memberikan kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang telah melangsungkan
pernikahan, sehingga memberikan kekuatan bukti otentik tentang telah terjadinya pernikahan
serta para pihak dapat mempertahankan pernikahan tersebut kepada siapa pun dan dihadapan
hukum. Disamping itu, pencatatan pernikahan merupakan usaha pemerintah untuk
mengayomi masyarakat demi terwujudnya ketertiban dan keadilan.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun , saran dari kami adalah semoga makalah ini
lebih baik dari sebelumnya. Terimakasih atas antuasiasme dari pembaca yang sudah
menelaah makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena
terbatasnya pengetahuan terkait judul makalah ini dan semoga dengan membaca makalah ini
akan menambah wawasan bagi pembaca dan bagi pembuat makalah, kekurangan hanya milik
kami dan kelebihan hanya milik alah swt.

14
DAFTAR PUSTAKA

Faishol Imam, 2019, ”Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Kekeluargaan”,


Jurnal Ulumul Syar’i, Vol.8, No.2

Ade Putri Elfirda, 2020 ”Hukum Perdata Islam” Yogyakarta: Publisher Manan
Abdul, 2006 “Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia”, Jakarta: Kencana
Lis Sulistiani Siska,2019 ”Hukum Perdata Islam, Penerapan Hukum Keluarga
dan Hukum Bisnis Islam di Indonesia" Jakarta: Sinar Grafik Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia Undang-Undang Perkawinan (UU.No 1 Tahun 1974), Surabaya: Rona
Publishing, Mardani,2013 “Hukum Islam, Kumpulan Peraturan Tentang Hukum Islam di
Indonesia”, Jakarta: kencana

Mubarak Jaih,2017 “Pembaruan Hukum Perkawinan di Indonesia”.


Bandung: Rosda, Rofiq Ahmad, 2000 “Hukum Islam di Indonesia”, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada Rodliyah Nunung, 2013 ”Pencatatan Pernikahan dan Akta Nikah
sebagai Legalitas Pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam” jurnal Pranata Hukum,
Vol 8 No.1

15

Anda mungkin juga menyukai